Selamat Hari raya Idul Fitri bagi yang merayakannya. Mohon maaf lahir dan batin. Mohon dukungan dari para pembaca setia Jin Qorin Sang Kembaran Jiwa dan penggemar Bayu. Mohon membuka bab-bab di novel ini dengan koin yang dibeli dari Goodnovel agar Putri bisa terus berkarya. Putri abis pulang kampung seminggu merayakan lebaran bersama keluarga. Ayo sama-sama menikmati novel tulisan Purtri, ya! :)
Bayu tercengang dan linglung melihat pemandangan di depan matanya. Bayu tersentak ketika tangannya ditarik oleh Kakeknya.“Berdiri ikut denganku dan jangan lepaskan tanganmu.” Perintah Kakek Warno.Bayu berdiri dengan tangan masih dipegang oleh Kakeknya. Mereka berdua melangkah kedepan.Bayu melihat sekeliling. Dia melihat deretan bangunan dengan arsitektur yang aneh. Antara gabungan gaya Jawa kuno dengan sentuhan modern. Jalanan di tengah cukup luas mungkin sekitar dua puluh meter lebarnya. Jalanan terbuat dari sejenis batu yang disusun rapi.Banyak makhluk aneh yang berjalan di pinggir jalan. Bayu melihat makhluk yang seperti manusia ikan, manusia berkepala ular dan lain-lain. Seperti dia berada di dunia fantasi.Bayu melihat bangunan-bangunan itu terdapat papan kayu bertuliskan huruf Pallawa1. Bayu agak memahami tulisan-tulisan itu karena sama seperti huruf Hanacaraka2 yang diajarkan di sekolah-sekolah dasar di Propinsi Jawa Tengah sebagai pelajaran bahasa Jawa.“Ini Kerajaan Laut
Hari ini pada sore hari, Bayu akan berangkat kembali ke Jakarta. Bahkan Bayu sepakat membuat janji dengan Kartika untuk kembali ke Jakarta bersama. Mereka memesan tiket Bus Malam yang sama.Selama liburannya di kampung, Bayu beberapa kali berhubungan dengan Kartika melalui telepon dan obrolan aplikasi. Mengingat June, dia tidak terlalu antusias menanggapi Kartika, tetapi menghitung pertemanan mereka semasa sekolah, Bayu tetap berkomunikasi dengan Kartika.“Hei, Bayu, sudah sampai dari tadi?” Sapa Kartika ketika dia mendekati Bayu yang sedang duduk di ruang tunggu Agen Bus Kencana.“Ah, baru lima belas menitan sampai.” Kata Bayu ramah.Kartika membawa tas koper dan kardus yang berukuran agak besar.“Bawa apaan, Tik? Tanya Bayu melihat bawaan kartika.“Oh, ini oleh-oleh buat Om dan Tante di Jakarta. Mama aku yang memaksa bawa, katanya tidak enak kalau tidak bawa oleh-oleh.” Jawab Kartika dengan wajah tidak berdaya. Mereka berdua mengobrol hingga Bus siap berangkat. Setelah meletakkan k
Pagi hari, jam 10 di Jakarta.Bayu dan Kartika berpisah di Terminal Kampung rambutan. Tujuan bayu adalah Pondok Kelapa, sedangkan Kartika ke rumah Om dan tantenya.Bayu pulang ke rumah Bibinya menggunakan transportasi ojek online. Satu jam kemudian dia sampai di rumah Bibinya.Bayu terkejut melihat June berada di rumah Bibinya.“June, kok, kamu ada disini?” Tanyar Bayu bingung.“Kenapa? Aku tidak diterima di sini? Ya sudah aku pulang aja!” Ancam June pura-pura marah.“tidak, tidak jangan pergi, June sayang! Aku hanya terkejut, kamu disini pagi-pagi.” Rayu Bayu lembut.“Pagi apanya? Sudah siang tahu!” Bantah June sambil cemberut.Bayu tidak membantah perkataan June, dia mengambil oleh-oleh yang dia beli dari kampung lalu memberikannya kepada June.“Ini ada oleh-oleh camilan sederhana dari kampung.” Kata Bayu sambil tersenyum.June mengambil bungkusan makanan dari Bayu lalu membukanya kemudian memakannya sambil menggembungkan pipinya, pura-pura marah.“Ada apa, cantik? kamu kelihatannya
Keesokan harinya, jam 1 siang.Bayu tiba di rumah Sandy di Menteng. Rumah Sandy adalah rumah yang sangat besar di kawasan orang-orang kaya lama di dekat rumah mantan Presiden Indonesia kedua jaman orde baru.Bayu diterima kepala pelayan keluarga Sandy. Bayu diantarkan oleh kepala pelayan menuju ruang tamu di rumah Sandy.Menurut informasi dari sang kepala pelayan, Sandy dan istrinya adalah anak bungsu dari keluarga besar pengusaha kayu yang bermitra dengan pabrik alat tulis dari Jerman. Ayah Sandy adalah pengusaha besar sejak jaman orde baru di tahun 70-an.Sandy belum lama menikah dengan istrinya Yuanita yang berasal dari Kota Semarang. Mereka berkenalan sejak masih mereka berdua masih duduk di bangku kuliah di negara Amerika.Sandy tidak terlibat di bisnis keluarganya, dia mendirikan usaha sendiri di bidang makanan, sedangkan istrinya bergerak di bidang fashion.Bayu dipersilahkan duduk di ruang tamu untuk menunggu Sandy yang baru saja kembali dari kantornya.“Wah, maaf ya, Bayu, ka
Di suatu rumah di daerah Bekasi, lima orang sedang berkumpul duduk di atas tikar. Ruangan itu sedikit berkabut asap dengan aroma kemenyan yang kental.“Bagaimana perkembangan kasus Dina?” Tanya seorang pria berwajah bayi.“Tidak optimis, Mas, sepertinya Dina bisa dipastikan akan diputuskan bersalah.” Jawab seorang pria berkulit gelap dan berambut keriting.Bila Bayu ada di sini, dia akan tahu bahwa pria berkulit gelap ini adalah pria yang dia temui di warkop Asep.“Bagaimana pun, Dina adalah Saudari kita. Perkumpulan kita tidak bisa diinjak-injak oleh orang lain. Bocah itu harus mati.” Sahut seorang wanita cantik bertubuh seksi.“Aku tahu! Tidak perlu kamu untuk memberitahuku.” Kata pria berwajah bayi dengan ekspresi dengan ekspresi tidak senang.“Mas Maulana, apakah Mas punya rencana lain untuk membunuh bocah yang bernama Bayu itu?” Tanya seorang perempuan muda berwajah polos.“Bocah itu tidak bisa diremehkan! Santet tidak mempan terhadapnya! Ritual pengorbanan juga tidak berhasil! A
Hari Senin, Jam 7 pagi.Bayu berangkat kuliah. Kegiatan perkuliahan masih memberlakukan jadwal kuliah sehari masuk dan sehari libur karena Pandemi belum dinyatakan selesai.Bayu tiba di kampus jam 7 lewat. Di area parkir dia bertemu Arlen yang sedang memarkir kendaraan motor besarnya.Bayu melihat Arlen sepertinya tidak memarkir kendaraannya dengan benar. Tiba-tiba...‘Brukk!’Kendaraan Arlen jatuh ke samping menimpa kendaraan di sisi kanannya. Seperti domino yang ditata berbaris, kendaraan di sisi kanannya jatuh menyenggol kendaraan lainnya. Lima unit kendaraan jatuh ke samping.Bayu merasakan Dejavu.“Dasar Arlen! Bocah sembrono! Lagi-lagi mengulangi peristiwa pada awal semester lalu!” Kutuk Bayu mengeluh.Bayu bergegas membantu Arlen mendirikan kendaraan yang jatuh. Staf keamanan kampus juga berlari membantu.“Arlen, Arlen... !” Kata Bayu menggelengkan kepalanya.Arlen menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan merasa malu.Untungnya, tidak ada kendaraan yang rusak. Setelah Arlen mem
Bayu dan June pergi ke arah Pondok Kelapa. Mereka sepakat untuk makan mie ayam.Sesampainya di warung mie ayam, mereka berdua memilih meja yang berada di sudut setelah memesan makanan dan minuman. Bayu duduk di seberang June.Sambil menunggu pesanan mereka, Bayu dan June mengobrol.“June, mungkin aku akan segera mendapatkan modal untuk usaha. Kamu mau tidak bermitra denganku? Aku tidak mau kamu usaha sendirian.” Kata Bayu lembut.“Oh, ya? Kamu segera mendapatkan modal? Syukurlah kalau begitu! Kita enaknya buka usaha apa?” Tanya June.“Besok kita bicara lagi mau usaha apa. Biar aku pastikan dulu tentang uang modalnya.” Kata Bayu tenang.“Oke, aku percaya sama kamu!” Kata June sambil memegang tangan Bayu dan pandangan penuh kasih sayang.Tidak lama kemudian pesanan makanan dan minuman mereka berdua datang. Bayu memesan mie ayam jamur dan es teh manis, sedangkan June memesan mie ayam bakso dan es jeruk.Sembari makan, Bayu terus berbicara.“June, kita harus bisa menghasilkan uang dalam s
Keesokan harinya, jam 10 pagi.Bayu sengaja membeli satu set pakaian formal pada saat dia sepakat bertemu lagi dengan Sandy. Hari ini Bayu datang ke kantor Sandy di daerah Kelapa gading, menggunakan pakaian formal kemeja berlengan panjang berwarna biru langit yang dipadukan dengan celana kain panjang formal berwarna abu-abu gelap dan sepatu kulit hitam yang disemir mengkilat.Bayu diterima oleh penerima tamu dan diantarkan ke ruangan kerja Sandy di lantai paling atas. Ruangan Sandy cukup luas dan dilengkapi sofa dan meja tamu.Bayu dan Sandy mengobrol santai berdua.“Bayu, sampai hari ini saya masih bingung mengapa saya hampir dicelakakan oleh makhluk gaib. Apakah Bayu bisa memberitahu saya ada apa yang terjadi sebenarnya?” Tanya Sandy berharap.“Untuk mengetahui mengapa, itu agak sulit, Pak karena saya harus bertemu dengan makhluk yang mencelakakan bapak. Pada waktu itu saya hanya berpikir untuk menyelamatkan nyawa Bapak saja. Saya tidak terpikir untuk menanyai makhluk itu. Lagipula