“Kamu bisa gambar kupu-kupu sebagus itu?”
Suara itu membuat Lio langsung menoleh. Ia memang memilih untuk duduk sendirian di taman yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Tapi mamanya yang memaksa menemani Lio pun hanya diminta olehnya untuk duduk di kursi yang tidak begitu jauh dari tempat Lio sekarang.
Lio dapat melihat di sebelah mamanya ada seorang wanita paruh baya yang usianya terlihat sama. Mereka seperti sedang sangat asyik mengobrol bersama.
Maka ketika suara lembut yang tiba-tiba saja terdengar membuat Lio cukup terkejut. Ia mendapati seorang gadis kecil seusianya, dengan rambut panjang sepinggang, tersenyum memperhatikan lukisan Lio.
“Mau apa kamu di sini?” tanya Lio cepat.
Gadis kecil itu kini menatap Lio. “Lihat lukisan kamu yang bagus.”
Lio tercekat mendengarnya, yang mengatakan kalau lukisannya bagus pasti selalu mamanya. Belum ada orang asing yang memuji hasil lukisannya ini. Lio memang sedang melukis kupu-kupu yang baru saja ia lihat sedang terbang dengan indah dekat bunga-bunga di taman.
“Aku gak bisa lukis.” Gadis yang tidak Lio tahu namanya itu tertawa. “Mama selalu marah sama aku. Mama minta aku supaya bisa melukis. Tapi ... aku lebih suka main boneka.”
Lio tidak henti menatap gadis di dekatnya ini. Mendengar setiap kata yang sedang dia ucapkan kepada Lio.
“Namaku Vonny.” Gadis kecil itu memberikan tangan untuk dibalas oleh Lio. “Kamu mau ajarin aku melukis gak? Aku suka banget lukisan kamu. Kamu hebat.”
Lio ragu untuk menerima tangan itu. Ia hanya bisa memperhatikan tangan itu beberapa saat.
Vonny terlihat kebingungan. “Kamu gak mau jadi temanku ya?”
Masih belum ada respons dari Lio. Ia sendiri bingung harus mengatakan apa karena ini pertama kalinya seseorang begitu berani memperkenalkan dirinya lebih dulu. Membuat Lio dengan cepat menggeleng.
“Aku belum pernah punya teman perempuan.”
“Kalau gitu aku jadi yang pertama,” balas Vonny lagi dengan senyuman cerah. “Aku bisa jadi teman yang baik buat kamu.”
Lio memperhatikan detail setiap ekspresi bahagia Vonny. Tangannya yang kotor karena cat kini bergerak, perlahan ke tangan Vonny, dan menjabat tangan cewek itu dengan kuat.
“Lio.”
“Hai, Lio!” sapa Vonny disertai dengan tawa. “Mau gak ajarin aku gambar kupu-kupu? Kalau aku berhasil, aku mau tunjukin ke mamaku, pasti dia senang deh.”
Tangan Lio yang sedang memegang kuas pun seketika bergerak, tapi ini juga pertama kalinya bagi Lio meminjamkan kuas lukisnya kepada orang lain. Teman dekat laki-laki yang Lio kenal tidak suka melukis makanya walaupun memiliki teman, ia tetap sendirian pada akhirnya karena terlalu larut dalam lukisan.
Namun sekarang gadis seusianya itu secara langsung meminta Lio untuk mengajarinya melukis. Angin meniup rambut panjang dan indah milik Vonny seraya senyuman manis gadis itu merekah.
Seharusnya Lio tidak memberikan kuas ini.
Seharusnya Lio tidak pernah mengizinkan Vonny untuk berbicara dengannya.
Tetapi pada akhirnya, seperti ini mereka dipertemukan untuk pertama kali.
Sampai Lio tidak bisa menolak Vonny lagi dari hidupnya.
“Boleh kan kalau aku belajar lukis dari kamu, Lio?”
Lio mengangguk. “Boleh, Vonny.”
* * *
Lebih baik berpura-pura tersenyum daripada harus menjelaskan kenapa aku sedih.* * *Bagi Lio Evgeni, melukis bukan sebuah hobi. Tapi menjadi nyawa baginya jika ia sudah merasa lelah dengan keadaan di hidupnya. Sejak kecil melukis memang menjadi kesukaannya namun seiring berjalannya waktu ternyata lukisan yang telah ia buat bukan sekadar karya saja.Ada perasaan-perasaan yang tertuang di setiap kanvas, sketsa, cat, dan segala hal yang ia pakai untuk satu karya lukis. Dibandingkan dengan laki-laki seusianya yang lebih suka olahraga basket, sepak bola atau yang lainnya, Lio merasa melukis menjadi tempat ternyaman di hidupnya.Walaupun mamanya selalu meminta Lio untuk bergabung dengan anak laki-laki lain, tapi entah kenapa berdiam diri di depan kanvas adalah suatu hal yang istimewa baginya. Lagi pula ia masih laki-laki normal walaupun suka melukis.Iya, Lio bahkan memendam perasannya cintanya untuk ... Vonny.Cewek yan
Aku selalu ingin kebahagiaan datang di hidupku agar aku tahu kalau sedih yang aku rasakan itu hanya sementara. * * * Warna biru menjadi usapan terakhir untuk memperjelas lukisan yang sedang Lio kerjakan. Sketsa Vonny yang ia buat di sekolah kini sudah dipindahkan ke kanvas yang lebih besar. Sudah sejam yang lalu Lio mengurung diri di kamar dan mengerjakan lukisan ini dengan cepat. Senyuman tipis namun penuh kebahagiaan kini terpancar jelas di wajah Lio. Lukisan wajah Vonny yang kesebelas, sisanya ia menaruh di tempat paling pojok di kamarnya, ia tidak ingin orang lain melihat terutama Vonny sendiri kalau selama ini Lio menggambar wajah cewek itu. Dulu waktu masih kecil, Lio juga pernah melukis wajah Vonny karena permintaan cewek itu sendiri. Tapi yang pasti karena kemampuan melukisnya belum sehebat sekarang, jelas bentuknya tidak benar-benar sesuai dengan wajah Vonny. Tapi Lio tetap bersyukur karena Vonny menyukainya, ia meli
Sampai kapan perasaan ini harus kupendam?* * *Suara-suara musik terdengar keras dari aula. Seharusnya Lio tidak terpengaruh dengan musik itu. Tapi langkah kakinya terus mendekat ke arah sana seolah-olah benar menariknya untuk melihat apa yang terjadi di aula.Benar saja, di sana sedang ada Vonny yang sedang menari dengan indah. Cewek itu memang mengikuti ekstrakurikuler dance. Tidak heran karena Vonny memang cewek yang terkenal aktif mengikuti banyak kegiatan, tapi pasti cewek itu selalu mengatakan kalau dia tidak bisa melukis seperti Lio.Lio selalu ingat pertama kali ia melatih Vonny untuk menggambar kupu-kupu. Tepat ketika mulai membuat sketsa, kupu-kupu yang Vonny buat memang tidak seindah buatan Lio. Bahkan terlihat seperti gambar anak TK bagi Lio.Namun semua kekurangan yang ada di diri Vonny, entah kemampuan lukis cewek itu yang sebenarnya tidak ada, tapi menurut Lio kekurangan itu terhapus karena Vonny s
Tanpa kamu bilang, aku sangat-sangat tau kalau kamu tidak mencintaiku. * * * “Vonny beneran mau datang ke rumah, Yo?” Lio mengangguk mendengar pertanyaan mamanya. Ia tidak begitu antusias hanya karena Vonny datang karena ia tahu kalau tujuan Vonny hanya karena ingin meminta bantuan darinya. “Kamu mau jalan berdua sama Vonny atau ada kegiatan lain?” Danisa, mamanya kembali bertanya. “Kalau cuma di rumah, Mama mau sekalian masakin makanan kesukaan Vonny nih.” Mamanya memang mengenal Vonny sejak hari pertama cewek itu berkenalan dengan Lio. Saat itu wanita paruh baya yang mengajak bicara mamanya ada ibu Vonny. Mereka tidak sengaja memulai obrolan dan baru mengetahui kalau saling bertetangga di perumahan yang sama. Apalagi sama-sama memiliki anak yang seumur juga. Namun sayangnya, bukan seperti di sinetron-sinetron yang akan menjodohkan anaknya, Lio sama sekali tidak merasakan itu. Padahal kalau mamanya akan menjodohkan Lio dengan
Ini tentang sedih yang menanti gilirannya bahagia.* * *Langit malam ini begitu gelap. Tidak ada bintang yang benar-benar menerangi. Cahaya bulan yang mengintip di balik awan yang menutup seolah-olah ikut menahan ide lukisan yang seharusnya sedang Lio kerjakan malam ini.Seharusnya ia mewarnai langit yang cerah, penuh dengan awan indah, dan burnng-burung yang berkelompok saling beterbangan. Tapi kali ini, tepat di kanvas putih kini sama sekali tidak ada hal terang di dalamnya.Lio baru saja menghabiskan satu botol cat lukis berwarna hitam yang ia tumpahkan begitu saja ke kanvas. Tidak ada warna lain yang benar-benar cocok berada di sana. Seperti langit malam ini, tidak ada bintang, tidak terang, dan penuh kegelapan.Percuma Lio menggerakkan kuasnya ke setiap sudut saat hasil lukisannya tidak terlihat apa-apa.Pikirannya masih melayang saat Vonny masih ada di kamarnya, mengerjakan tugas menggambar cewek itu hingga selesai. Tapi seti
Ini tentang sedih yang menanti gilirannya bahagia.* * *Langit malam ini begitu gelap. Tidak ada bintang yang benar-benar menerangi. Cahaya bulan yang mengintip di balik awan yang menutup seolah-olah ikut menahan ide lukisan yang seharusnya sedang Lio kerjakan malam ini.Seharusnya ia mewarnai langit yang cerah, penuh dengan awan indah, dan burnng-burung yang berkelompok saling beterbangan. Tapi kali ini, tepat di kanvas putih kini sama sekali tidak ada hal terang di dalamnya.Lio baru saja menghabiskan satu botol cat lukis berwarna hitam yang ia tumpahkan begitu saja ke kanvas. Tidak ada warna lain yang benar-benar cocok berada di sana. Seperti langit malam ini, tidak ada bintang, tidak terang, dan penuh kegelapan.Percuma Lio menggerakkan kuasnya ke setiap sudut saat hasil lukisannya tidak terlihat apa-apa.Pikirannya masih melayang saat Vonny masih ada di kamarnya, mengerjakan tugas menggambar cewek itu hingga selesai. Tapi seti
Tanpa kamu bilang, aku sangat-sangat tau kalau kamu tidak mencintaiku. * * * “Vonny beneran mau datang ke rumah, Yo?” Lio mengangguk mendengar pertanyaan mamanya. Ia tidak begitu antusias hanya karena Vonny datang karena ia tahu kalau tujuan Vonny hanya karena ingin meminta bantuan darinya. “Kamu mau jalan berdua sama Vonny atau ada kegiatan lain?” Danisa, mamanya kembali bertanya. “Kalau cuma di rumah, Mama mau sekalian masakin makanan kesukaan Vonny nih.” Mamanya memang mengenal Vonny sejak hari pertama cewek itu berkenalan dengan Lio. Saat itu wanita paruh baya yang mengajak bicara mamanya ada ibu Vonny. Mereka tidak sengaja memulai obrolan dan baru mengetahui kalau saling bertetangga di perumahan yang sama. Apalagi sama-sama memiliki anak yang seumur juga. Namun sayangnya, bukan seperti di sinetron-sinetron yang akan menjodohkan anaknya, Lio sama sekali tidak merasakan itu. Padahal kalau mamanya akan menjodohkan Lio dengan
Sampai kapan perasaan ini harus kupendam?* * *Suara-suara musik terdengar keras dari aula. Seharusnya Lio tidak terpengaruh dengan musik itu. Tapi langkah kakinya terus mendekat ke arah sana seolah-olah benar menariknya untuk melihat apa yang terjadi di aula.Benar saja, di sana sedang ada Vonny yang sedang menari dengan indah. Cewek itu memang mengikuti ekstrakurikuler dance. Tidak heran karena Vonny memang cewek yang terkenal aktif mengikuti banyak kegiatan, tapi pasti cewek itu selalu mengatakan kalau dia tidak bisa melukis seperti Lio.Lio selalu ingat pertama kali ia melatih Vonny untuk menggambar kupu-kupu. Tepat ketika mulai membuat sketsa, kupu-kupu yang Vonny buat memang tidak seindah buatan Lio. Bahkan terlihat seperti gambar anak TK bagi Lio.Namun semua kekurangan yang ada di diri Vonny, entah kemampuan lukis cewek itu yang sebenarnya tidak ada, tapi menurut Lio kekurangan itu terhapus karena Vonny s
Aku selalu ingin kebahagiaan datang di hidupku agar aku tahu kalau sedih yang aku rasakan itu hanya sementara. * * * Warna biru menjadi usapan terakhir untuk memperjelas lukisan yang sedang Lio kerjakan. Sketsa Vonny yang ia buat di sekolah kini sudah dipindahkan ke kanvas yang lebih besar. Sudah sejam yang lalu Lio mengurung diri di kamar dan mengerjakan lukisan ini dengan cepat. Senyuman tipis namun penuh kebahagiaan kini terpancar jelas di wajah Lio. Lukisan wajah Vonny yang kesebelas, sisanya ia menaruh di tempat paling pojok di kamarnya, ia tidak ingin orang lain melihat terutama Vonny sendiri kalau selama ini Lio menggambar wajah cewek itu. Dulu waktu masih kecil, Lio juga pernah melukis wajah Vonny karena permintaan cewek itu sendiri. Tapi yang pasti karena kemampuan melukisnya belum sehebat sekarang, jelas bentuknya tidak benar-benar sesuai dengan wajah Vonny. Tapi Lio tetap bersyukur karena Vonny menyukainya, ia meli
Lebih baik berpura-pura tersenyum daripada harus menjelaskan kenapa aku sedih.* * *Bagi Lio Evgeni, melukis bukan sebuah hobi. Tapi menjadi nyawa baginya jika ia sudah merasa lelah dengan keadaan di hidupnya. Sejak kecil melukis memang menjadi kesukaannya namun seiring berjalannya waktu ternyata lukisan yang telah ia buat bukan sekadar karya saja.Ada perasaan-perasaan yang tertuang di setiap kanvas, sketsa, cat, dan segala hal yang ia pakai untuk satu karya lukis. Dibandingkan dengan laki-laki seusianya yang lebih suka olahraga basket, sepak bola atau yang lainnya, Lio merasa melukis menjadi tempat ternyaman di hidupnya.Walaupun mamanya selalu meminta Lio untuk bergabung dengan anak laki-laki lain, tapi entah kenapa berdiam diri di depan kanvas adalah suatu hal yang istimewa baginya. Lagi pula ia masih laki-laki normal walaupun suka melukis.Iya, Lio bahkan memendam perasannya cintanya untuk ... Vonny.Cewek yan
“Kamu bisa gambar kupu-kupu sebagus itu?”Suara itu membuat Lio langsung menoleh. Ia memang memilih untuk duduk sendirian di taman yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Tapi mamanya yang memaksa menemani Lio pun hanya diminta olehnya untuk duduk di kursi yang tidak begitu jauh dari tempat Lio sekarang.Lio dapat melihat di sebelah mamanya ada seorang wanita paruh baya yang usianya terlihat sama. Mereka seperti sedang sangat asyik mengobrol bersama.Maka ketika suara lembut yang tiba-tiba saja terdengar membuat Lio cukup terkejut. Ia mendapati seorang gadis kecil seusianya, dengan rambut panjang sepinggang, tersenyum memperhatikan lukisan Lio.“Mau apa kamu di sini?” tanya Lio cepat.Gadis kecil itu kini menatap Lio. “Lihat lukisan kamu yang bagus.”Lio tercekat mendengarnya, yang mengatakan kalau lukisannya bagus pasti selalu mamanya. Belum ada orang asing yang memuji hasil lukisannya ini. Lio memang sedan