“Lho, kenapa aku juga dihukum seperti ini?” tanya Kayla. “Aku kan nggak terlambat.”
“Tapi kamu ikut-ikutan kami,” ucap Faiz sambil meringis menatap tiang bendera yang ada di depannya.
“Katanya kantin aman. Padahal Pak Bambang patroli untuk memeriksa apakah ada siswa yang membolos ataukah tidak. Tujuan utamanya tentu saja kantin. Dasar bodoh!” ucap Iskha.
“Iya, iya, aku salah. Aku berhutang maaf kepada kalian,” ujar Faiz.
“Eh, tapi enak juga yah berdiri sambil hormat bendera begini. Apalagi sambil ngobrol seperti ini. Tak terasa kita sudah setengah jam melakukannya,” terang Kayla.
“Nggak usah diterangkan. Kita lagi apes. Ini semua salah Faiz. Ngapain juga kamu nyusul aku? Kayak orang kurang kerjaan aja,” keluh Iskha. “Lain kali nggak usah. Kamu juga Kay, ngapain juga nungguin aku lompat pagar segala?”
“Tapi ini seru lho. Aku soalnya belum per
Akhirnya semua anak-anak pun terdiam. Mereka melihat ke depan. Saat itulah Faiz baru masuk dari pintu dengan santainya. Arief hanya melirik saja ke arahnya tanpa peduli ia darimana. Faiz dan Arief terkenal tidak akur, entah karena apa, yang jelas Faiz tidak suka kalau dipasangkan dengan Arief. Bahkan ketika Faiz kembali duduk di tempatnya pun ia tak peduli.“Ada apa?” tanya salah satu murid kepada Arief.“Jadi bulan depan akan ada festival sekolah, yang mana masing-masing kelas akan mengadakan stand. Stand-stand ini akan dibuka di beberapa tempat yang ada di sekitar halaman sekolah. Terserah sih temanya, bebas asalkan tidak melanggar peraturan sekolah. Jadi jangan harap ada jual beli atau persewaan DVD bajakan,” jawab Arief.“Festival sekolah ya? Hmmm oh iya, bulan depan ulang tahun sekolah kita. Pantes aja sih,” ujar murid yang lain.Kayla menaikkan alisnya. Dia merasa bersemangat mendengar kata “Festival Sekolah
Sayup-sayup terdengar suara musik di headset yang dipasang di telinga Arief. Diskusi dengan teman sekelasnya tadi stuck, karena tak ada sepakat. Bahkan mereka masih bingung apa yang akan dibawakan nanti di festival sekolah, sementara acaranya bulan depan. Dia sedang mendengarkan musik lagu-lagu RnB yang ngebeat, padahal saat itu ia sedang berada di tempat duduk para pemain yang sedang beristirahat. Dia ada acara ekstrakurikuler hari ini setelah jam pelajaran sekolah berakhir. Sebagai seorang murid teladan, ia punya banyak agenda yang mungkin murid-murid biasa akan merasa kecil karenanya. Sejak dari bangun pagi sampai tidur lagi hidupnya telah teratur. Bangun pagi dia sudah mempersiapkan segala yang ia butuhkan untuk bersekolah. Setelah itu ia mandi, membersihkan diri dengan berbagai macam sabun. Ritual mandinya lumayan lama ditambah ia terkadang bersenandung. Di mandi terkadang pula sempatkan untuk menata rambutnya, entah gaya mohawk, punk, stylish, harajuku ataupun
Faiz tiba di rumah dengan lesu. Hari ini terlalu banyak kejadian yang membuatnya berpikir keras tentang dirinya. Ketika mendengar nama Saphira barulah ia mulai teringat lagi ketika dia, Iskha dan Saphira masih bermain bersama di lingkungan ia tinggal sekarang. Itu jauh sebelum Iskha pindah dari tempat ini. Kabar terarkhir Saphira pindah ke luar negeri setelah itu tak ada kabar sama sekali. Apa yang terjadi dengan Saphira tak ada yang tahu, bahkan orang tuanya pun tak pernah mengabarinya.“Sudah pulang Faiz?” tanya sang ibu yang masih sibuk menjahit. “Koq nggak salam sih?”“Maaf. Assalaamu’alaykum,” ucap Faiz.“Wa’alaykumussalam. Ganti baju trus makan siang. Kamu pasti lapar,” ucap sang ibu.Faiz hanya mengangguk pelan. Sudah menjadi kebiasaan kalau dia menyembunyikan apapun yang dia rasakan. Dia menengok ke ibunya sebentar sebelum masuk ke kamar yang menjadi dunianya.&ld
Iskha masih menangis di gendongan bocah laki-laki itu. Tampaknya ia tak peduli, yang penting ia pulang dalam keadaan bersih dari lumpur karena pasti orangtuanya bakalan marah kalau melihat ia kotor seperti sekarang ini.“Iskha, diem dong. Masa’ nangis melulu dari tadi?” bujuk Faiz. “Ntar aku kasih pisang goreng deh.”Iskha menggeleng. “Nggak mau.”“Trus apa dong biar kamu diem. Kita udah dapet kedelai nih, ntar kita bakar sama-sama,” bujuk Faiz sekali lagi.Iskha menggeleng-geleng. “Nggak mau.”“Halah, makin bawel aja sih kau ini,” gerutu Faiz.“Bakso, semangkok. Baksonya Pak Udin,” ucap Iskha.Faiz terkejut. “Lho, kok bakso?”“Pokoknya bakso kalau nggak kita nggak temenan lagi,” ancam Iskha. “Faiz jahat!”Saphira tertawa. “Ayo, aku juga minta bakso. Dasar anak iseng, kalau nggak awas besok!
“Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf. Yang sebenarnya pula aku tak bisa membawamu dari sini, sebab aku terikat perjanjian dengan ayahku. Selama usia anak-anakku belum 17 tahun maka aku tak bisa membawanya kembali,” ujar Hendra Wijaya. Ini sesuatu yang mengejutkan.“Mas, apa maksudnya anak-anakmu? Jangan bilang kalau kau sudah...?” Yuni tak meneruskan kata-katanya saat suaminya mengangguk.“Iya, aku sudah menikah sebelumnya. Aku minta maaf karena tidak jujur kepadamu,” ucap Hendra Wijaya.“Bohong!? Kenapa? Kenapa kau tak jujur kepadaku? Lalu apa arti semua ini? Apa arti pelukan yang selama ini kau berikan? Apa artinya ciuman yang kau berikan kepada keluargamu selama ini, mas? Kenapa? Kau jahat!?”Faiz yang mendengar suara ayahnya itu pun mulai meneteskan air mata. Dia seolah-olah mengerti apa yang terjadi meskipun usianya masih belum cukup umur untuk bisa mengerti hal itu.“Yuni, aku masih me
Iskha sampai di rumahnya saat matahari sudah membuat bayangan yang panjang. Ia merasa penat walau hanya menjadi pemandu sorak di pinggir lapangan bersama dengan cewek-cewek yang lain. Kekagumannya kepada Arief sebenarnya sudah lama ia rasakan semenjak pertama kali MOS. Ada peristiwa yang membuat menyukainya. Saat itu ketika ada tugas, dia selalu payah. Membuat papan nama dari daun pisang, membawa gambar pahlawan, bahkan juga merangkum secara bebas salah satu program acara televisi. Tugas aneh-aneh itu biasa didapatkan anak-anak baru, meskipun ada peraturan yang melarangnya hanya saja sebagian merasa masa bodoh dengan itu semua. Toh, yang penting tidak ada kekerasan fisik dalam acara orientasi. Tugas-tugas nyeleneh dan berat memang telah menjadi sarapan bagi anak-anak baru, bahkan orangtua mereka mewanti-wanti agar tidak kaget ketika mengikuti masa orientasi ini.Iskha terlambat bangun pagi itu, dia benar-benar terlambat bangun. Siswa baru harus datang jam 6.30 lengkap dengan
“Sebelum kita belajar matematika, ada yang ingin aku sampaikan seputar pelajaran ini. Pertama, matematika itu bukan momok yang harus ditakuti karena mau tak mau kita akan bertemu dengan pelajaran ini. Kedua, setiap yang kita pelajari di dalam matematika sebenarnya bermanfaat tetapi kita belum menyadarinya. Ibaratnya kita seperti diberikan sebuah alat, tahu cara menggunakannya tapi tak tahu fungsinya untuk apa. Seperti ini, kita tahu stetoskop yang biasa digunakan dokter itu digunakan untuk memeriksa detak jantung bukan? Tetapi kita hanya tahu cara mengoperasikannya karena kita melihat langsung dokter yang memakai dan menggunakannya. Kita juga tahu cara menaruhnya di leher kita, tetapi apakah kita tahu fungsi yang sebenarnya?” jelas Kayla.Iskha yang mendengarkan dengan seksama mulai manggut-manggut. Dia merasa apa yang dikatakan temannya itu ada benarnya.“Kalau seorang dokter ia bisa mendeteksi tentang penyakit yang diderita pasiennya dengan menempel
Belajar bersama memang menyenangkan. Iskha mendapatkan ilmu-ilmu baru dari Kayla. Kayla memberikan berbagai macam cara-cara untuk bisa menyelesaikan persoalan matematika dengan cepat. Bahkan mungkin Iskha tak pernah tahu sebelumnya cara-cara seperti itu. Intinya anak itu benar-benar cerdas. Pengetahuannya sangat banyak dan tidak pernah dibayangkan sebelumnya kalau si murid baru ini benar-benar cerdas. Bahkan Iskha sangsi kalau Arief lebih pintar darinya. Arief memang pintar di kelas, tetapi Kayla ini seperti memiliki wawasan yang lebih. Besok ada pelajaran matematika dan dia ingin melihat kemampuan Kayla. Hanya saja ketika Kayla menjelaskan kepadanya tentang persoalan-persoalan yang sulit di pelajaran ini membuat Iskha sudah faham kalau Kayla benar-benar lebih pintar dari Arief.“Ngomong-ngomong besok olahraga bukan?” tanya Kayla.“Iya, kamu sudah punya bajunya?” tanya Iskha balik.Kayla mengangguk. “Sudah, tadi Bu Rina member
Arief menurutinya lalu duduk di kursi yang ada di seberang Ihsan. Dia melihat kiri kanan, ada banyak anak buahnya di sini. Apakah mereka orang suruhan pamannya? Dia tak tahu bagaimana cara pamannya berbisnis, yang jelas ia tahu pamannya orang yang sangat berpengaruh di Wijaya Group. Hampir sebagian besar usaha di Wijaya Group ini dikuasai oleh pamannya.“Aku ingin tahu dimana Kayla?” tanya Arief.Ihsan memberi isyarat menunjuk ke papan catur. “Kalau kau bisa mengalahkanku dalam permainan ini aku akan memberitahu dimana dia.”“Om, hentikan semua ini kalau ayah tahu, maka Om tahu apa yang akan terjadi,” ancam Arief.“Arief, kau itu masih naif. Kau kira aku menyuruhmu kemari tanpa persiapan? Bahkan ayahmu tak akan mampu berbuat apa-apa,” jawab Ihsan.Arief mengamati papan catur yang ada di hadapannya. Papan catur itu sudah dimainkan, posisi bidak putih tampak lebih unggul daripada bidak hitam. Tetapi bid
“Arief! Arief!? Arief!?” panggil Faiz. Dia menampar-nampar pipi saudaranya itu.Arief yang setengah sadar membuka matanya lalu tiba-tiba langsung terbangun. Dia menerkam Faiz, hampir saja ia kalap kalau Faiz bukan seorang ahli bela diri pasti sudah terjerembab oleh terjangan Arief tadi. “Kayla! Kayla!”“Woy! Sadar! Ini aku Faiz!” ucap Faiz. Segera ia mendorong Arief. Cowok itu pun berusaha berdiri.“Mana? Mana Kayla?!” tanya Arief.“Woy! Sadar! Kamu barusan pingsan di tengah lapangan basket,” jawab Faiz.Arief melihat sekelilingnya. Ada Faiz, ada Iskha dan Lusi. Dia tak melihat Kayla. Kemudian di dekat tempat dia berdiri ada ponsel yang tadi diberikan oleh orang berbaju hitam. Segera dia mengambil ponsel itu. Arief membuka kontak yang ada di dalam ponsel tersebut. Hanya ada satu nomor. Nomor itu bernama BOSS.“Kayla diculik,” ucap Arief.“Iya, kami tahu dia
“Kayla? Itu kau kan?” sekali lagi Arief memanggilnya.“Iya, ini aku,” jawab Kayla.“Ah, syukurlah. Kau membuatku gila. Kau mengerti? Kau membuatku gila. Aku kira kau itu tidak ada tetapi perasaanku mengatakan lain, kau itu ada,” ucap Arief.Kayla tersenyum. “Iya, beberapa saat lalu aku memang menghilang, tetapi sekarang aku kembali.”“Aku ingin kau ikut denganku!” pinta Arief.“Ikut kemana?” tanya Kayla.Arief tiba-tiba menggandeng tangan Kayla. Dia menarik lengan gadis itu sehingga Kayla tak bisa melawannya. Cowok itu mengajak Kayla menjauh dari keramaian, hingga akhirnya mereka sampai di lapangan basket. Suasana di lapangan itu gelap karena tak ada cahaya. Cahaya yang ada di lapangan itu hanya didapat dari koridor kelas yang ada di sekitar pinggir lapangan. Malam makin larut dan bintang-bintang mulai muncul menghiasi langit.Tangan Kayla di lepaskan. Kayla tahu
“Kau mengambilnya, sebab itulah aku bisa kembali ada,” ujar Kayla. “Aku tak percaya bisa bertemu nenek lagi.”“Kau mengatakan aku nenekmu?” tanya Iskha.“Iya, kau nenekku, kau juga sahabatku yang terbaik yang pernah ada. Aku melakukan kesalahan sebelum akhirnya kau pergi untuk selamanya. Aku kemudian ingat pesanmu ada seorang sahabat yang namanya mirip seperti namaku yang memberikan arloji itu kepadamu. Aku menyelidikinya dan tak kutemukan orang dengan nama seperti namaku di masa ini, di tempat ini. Dari situ aku sadar akulah yang kamu maksud, aku dari masa depan,” jelas Kayla. “Misiku hampir gagal. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti kenapa aku sampai menghilang?”“Mungkin saja, itu karena hal itu. Waktu itu...aku mendengar Faiz mengucapkan perasaannya kepadamu. Aku kira, aku kira Faiz menyukaimu,” terang Iskha. “Tetapi benarkah kau cucuku dari masa depan?”&ldq
“Kau belum menjawabku,” lanjut cowok itu.Iskha lalu mendorong pemuda itu sambil berusaha merebut coklatnya. “Itu coklat milikku, balikin!”Faiz mengangkat sebungkus coklat itu tinggi-tinggi. Lucu saja melihat kedua tingkah polah dua insan ini. Iskha berusaha meraih coklatnya, tetapi Faiz yang lebih tinggi mengangkat tangannya tinggi-tinggi akhirnya Iskha seperti kucing melompat-lompat ingin meraih sesuatu. Teman-temannya tertawa melihat hal itu.“Kalau melihat mereka kok rasanya dejavu ya?” gumam Sandi.“Oh, jangan-jangan kertas ini...,” Reno menunjuk gulungan ke kertas yang ada di ransel mereka.“AAHHHH!!” keempat anggota band berseru bersamaan.Lusi terkejut ketika keempat orang itu berseru. Dia tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba keempat anggota band tadi tertawa terbahak-bahak.“Oh, jadi begitu ceritanya. Baiklah,” gelak Ucup.“Tapi boleh ju
Arief mendesah lagi. Dia masih berada di sekolahan bersama dengan pengurus OSIS lainnya sedang mengatur dekorasi panggung. Tetapi pekerjaannya sudah selesai malam itu. Dia dan teman-temannya sedang beristirahat sambil makan-makan dari nasi kotak yang sudah disediakan untuk panitia. Meskipun makanannya tak begitu mewah, hanya berupa ayam bumbu rujak dengan sambal lalu nasi putih plus acar itu saja sudah membuatnya kenyang. Setelah makan dia duduk di sudut panggung sambil melihat teman-temannya yang asyik berkelakar di antara kursi-kursi yang sudah diatur. Dia menebak, kursi-kursi itu tak akan ada gunanya besok, karena para penonton lebih suka melihat pertunjukan itu sambil berdiri.“Pastikan ya gaes sebelum pulang, tak ada kesalahan. Sound system, lighting dan lain-lain!” ujar Arief dari kejauhan.“Sudah pasti, tenang aja! Pulang aja, Rief. Kamu sudah dari pagi di sini. Biar yang lain gantiin!” ucap salah satu panitia yang juga beristirahat.
Malam itu Iskha senyum-senyum sendiri. Setidaknya sekarang ia lega kalau Faiz memang menyukainya. Semua pertanyaannya selama ini telah terjawab. Tetapi masih ada misteri yang belum terpecahkan. Di mana Kayla? Bagaimana ia bisa menghilang begitu saja? Kenapa juga semua orang tak ingat dengan Kayla dan hanya dia sendiri yang bisa mengingatnya? Misteri ini memang belum terjawab, namun pasti ada jawabannya. Sementara itu ponsel Iskha berkali-kali berdering, serta Faiz yang mengiriminya chat dengan pertanyaan berkali-kali agar Iskha menjawabnya. Tetapi Iskha membalasnya dengan balasan yang singkat, “besok aja”.Dia merasa menang telak kali ini membuat Faiz was-was. Pasti sekarang ini Faiz tidak bisa tidur memikirkan jawaban yang akan diberikannya besok. Melihat ekspresi wajah Faiz sejak kembali ke kelasnya membuat dia senang sekali. Lusi saja sampai bingung dengan tingkah polah dua orang ini. Iskha tampak senang dengan ekspresi penuh kemenangan, sedangkan Faiz seperti
Faiz menatap mata Iskha. Dia bingung ingin mengekspresikan perasaannya. Kedua insan itu hanya terdiam sambil saling menatap mata. Tetapi Faiz yang mengalah, “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong besok kamu mau tampil?”Iskha benci hal ini. Kenapa Faiz tak menjawabnya. Dia mendengus kesal. “Iya.”“Kalau misalnya aku pergi, kau kehilangan tidak?” tanya Faiz tiba-tiba membahas sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.“Pergi? Pergi kemana?” tanya Iskha.“Yah, ke tempat yang jauh gitu,” jawab Faiz. “Kira-kira kau akan merasa kehilangan tidak?”“Tempat yang jauh itu banyak, emangnya kau mau kemana? Ada kompetisi di luar kota?” tanya Iskha yang mengetahui kalau ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya mengikuti kompetisi di luar kota.Faiz menggeleng. “Bukan itu, kalau itu semua juga tahu.”“Lalu apa?”“Aku mau kuliah d
Ternyata Iskha membawa Faiz ke ruang UKS. Di sana ia segera masuk dan meminta minyak kayu putih untuk dioleskan di tempat yang gosong tadi. Faiz dipaksa duduk di kursi sementara Iskha mengambil minyak lalu menaruh sedikit di tangannya, setelah itu dia mengoleskan minyak itu ke luka gosong yang ada di perut Faiz. Berkali-kali Iskha menelan ludah saat mengolesinya. Ini pertama kali ia melihat perut seorang lelaki dan entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.“Hati-hati! Sakit tahu!” ucap Faiz.“Kalau kamu berisik aku tambah lagi,” ancam Iskha.“Iya, iya. Nggak, nggak kok,” ucap Faiz sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kapok mengusili Iskah lagi.“Nah, cukup!” ucap Iskha setelah selesai mengolesinya. Matanya menatap tajam ke arah Faiz. Faiz merinding melihat tatapan itu. Dia mengembalikan minyak tersebut ke tempatnya sambil berterima kasih kepada penjaga UKS.“Hei, mau kemana?” tanya