Belajar bersama memang menyenangkan. Iskha mendapatkan ilmu-ilmu baru dari Kayla. Kayla memberikan berbagai macam cara-cara untuk bisa menyelesaikan persoalan matematika dengan cepat. Bahkan mungkin Iskha tak pernah tahu sebelumnya cara-cara seperti itu. Intinya anak itu benar-benar cerdas. Pengetahuannya sangat banyak dan tidak pernah dibayangkan sebelumnya kalau si murid baru ini benar-benar cerdas. Bahkan Iskha sangsi kalau Arief lebih pintar darinya. Arief memang pintar di kelas, tetapi Kayla ini seperti memiliki wawasan yang lebih. Besok ada pelajaran matematika dan dia ingin melihat kemampuan Kayla. Hanya saja ketika Kayla menjelaskan kepadanya tentang persoalan-persoalan yang sulit di pelajaran ini membuat Iskha sudah faham kalau Kayla benar-benar lebih pintar dari Arief.
“Ngomong-ngomong besok olahraga bukan?” tanya Kayla.
“Iya, kamu sudah punya bajunya?” tanya Iskha balik.
Kayla mengangguk. “Sudah, tadi Bu Rina member
Hujan deras terjadi di bulan November. Ingin sekali waktu itu Iskha segera pulang, tetapi hujan menghentikannya di halte tempat ia biasa menyegat angkot. Dia masih SMP waktu itu. Bosan menunggu sudah pasti, apalagi di hujan seperti ini angkot-angkot jarang ada yang mau mengambil penumpang. Tak habis pikir juga memang kenapa mereka melakukannya. Akhirnya seorang anak SMP termenung di pinggir jalan menanti-nati kendaraan tersebut tanpa pernah tahu kapan akan tiba di halte. Meskipun kendaraan beroda empat itu tidak datang, ada sesuatu yang menarik. Seorang anak perempuan menganyuh sepeda mini berkeranjang terlihat dari kejauhan. Tak berapa lama kemudian dia pun berhenti di depan halte. Saat wajahnya menoleh ke Iskha barulah perempuan itu mengenalinya.“Saphira?!” seru Iskha sambil terkejut. “Ngapain kamu hujan-hujan ke sini sambil naik sepeda?”“Jemput kamu dodol!” ujarnya. “Nih, jas hujan. Pake gih, trus naik di boncengan.&
“Assalaamua’alaykum,” salam Saphira dan Iskha bersamaan ketika masuk ke dalam rumah.“Wa’alaykumsalam. Eh, ada tamu!” seru mamanya Iskha. “Apa kabar Saphira?!”Saphira segera mencium tangan orangtua Iskha, lalu diapun dipeluknya.“Lama nggak ketemu, gimana sekarang? Sekolah di mana?” tanya wanita itu lagi.“Di SMP Pawyatan Daha, tante,” jawab Saphira.“Oh, nggak bareng sama Faiz?” tanya mamanya Iskha.Saphira menggeleng.“Ma, minta jeruk anget dua dong. Kedinginan nih!” keluh Iskha yang sudah masuk kamar.“Oh, sebentar! Duduk dulu! Tante bikinin minum,” ucap mamanya Iskha.“Makasih tan,” ucap Saphira. Ia lalu duduk di sofa yang empuk sambil menyandarkan tubuhya.Selama dua menit Saphira bengong melihat isi ruang tamu. Dia melirik ke sana ke sini, menoleh kiri dan kanan. Dia meli
“Kapan kamu berangkat?” tanya Iskha.“Bulan depan. Jadi aku akan sekolah di sana juga,” jawab Saphira.“Kalau gitu, aku ingin satu bulan ini kita habiskan waktu bersama, sepuas-puasnya,” ucap Iskha. “Kumohon. Aku tak ingin menyesal berpisah denganmu.”Saphira mengangguk. “Iya, aku ingin menghabiskan waktu bersama-sama denganmu sebelum pergi.”Keduanya masih berpelukan, sementara hujan di luar sudah mulai mereda. Terdengar hanya rintik-rintik rapat yang masih saja membuat dedaunan basah. Air genangan masih nampak, sungai-sungai masih terlihat deras membawa air hujan. Suara binatang penyuka hujan terdengar riuh riang. Mereka senang dengan tumpahnya hujan hari ini. Namun tidak bagi dua sahabat yang akan berpisah.Sebulan. Hanya butuh waktu sebulan bagi mereka untuk bisa bersama. Maka Iskha dan Saphira menghabiskan waktu mereka dengan sebaik-baiknya. Hingga akhirnya sampailah mereka ke hari di
Kayla mendengarkan cerita Iskha dengan seksama. Sepertinya ia bisa memahami bagaimana perasaan temannya itu saat ini. Kesepian, kehilangan sedangkan tak ada yang bisa menggantikan Saphira di dalam hidupnya. Kayla mengerti kalau Iskha merindukan suasana saat mereka bersama. Andainya ia bisa membantu Iskha dalam hal ini, tetapi tak ada yang bisa dilakukannya. Hari itu Kayla menjadi tempat curhatan Iskha untuk pertama kalinya, betapa merananya dia tanpa Saphira. Seharusnya Faiz bisa menjadi temannya tetapi entah apa yang terjadi dengan anak itu sehingga mereka tidak lagi menjadi dekat.Keesokan harinya aktivitas sekolah kembali seperti biasa. Ini hari Jum’at. Waktu jam pelajaran cukup singkat karena akan terpotong aktivitas ibadah salat Jum’at. Sekolah tempat Kayla belajar juga memiliki masjid yang lumayan besar bisa menampung murid-murid yang beragama Islam. Pagi harinya ketika bel jam pelajaran dimulai semua murid langsung ke lapangan untuk mengikuti pelajaran olah
Sementara itu Faiz berkumpul lagi bersama teman-temannya. Melihat Faiz sendirian tanpa Iskha membuat Kayla bertanya-tanya kemana sahabatnya itu pergi? Lusi juga keheranan.“Faiz!? Kemana Iskha?” tanya Lusi.“Tauk,” jawab Faiz sambil mengangkat bahunya.“Lha? Tadi dia ngejar kamu bukan?” lanjut Lusi.“Iya, tapi dia sama Arief, nggak tahu ngapain. Lagi pacaran kali,” ucap Faiz dengan dingin.“Nggak lucu tauk!” ucap Lusi sewot.“Dibilangin, cari aja sendiri sanah!” ujar Faiz sambil membuat isyarat seperti mengusir temannya.Kayla mendengus kesal. “Dasar bego!” katanya. Dia langsung berbalik meninggalkan Faiz dan Lusi. Lusi yang melihat tingkah Kayla keheranan, akhirnya ia pun mengikutinya.Faiz mengernyit. Baru kali ini dia dibilang bego ama orang lain. Orang itu ternyata Kayla seorang murid baru yang ia sendiri belum begitu mengenalnya. Tetapi mel
Tak perlu ditanya lagi tentang Faiz yang memenangkan lomba lari estafet. Larinya seperti alap-alap, cepat dan gesit. Kelompoknya memenangkan lomba lari estafet di mata pelajaran Penjaskes. Tak ada yang perlu dibuat heran dengan itu. Semuanya juga bakal mengira Faiz bakalan menang. Dia memang terkenal pelari cepat mengalahkan semua siswa sekelasnya, bahkan mungkin juga semua siswa di sekolah.Setelah berganti baju dengan seragam pramuka, murid-murid kelas XI-3 memasuki jam istirahat. Sebagian di antaranya pergi ke kantin seperti Iskha dan kawan-kawan. Mereka mengisi perut mereka dengan semangkok bakso. Suasana kantin riuh dengan banyak siswa yang mengantri untuk mendapatkan menu spesial. Lain Iskha lain halnya dengan Arief. Ia masih berada di depan cermin di dalam kamar ganti memandangi tubuhnya yang tubuh bagian bawahnya tak memakai apapun. Saat itulah Faiz baru selesai ganti baju kemudian memakai wastafel yang ada di sebelahnya.“Kau menceritakan tentang hubunga
Sore hari Iskha tampak sedang menjemur baju. Dia mencuci beberapa pakaian kotornya yang sudah menumpuk di dekat mesin cuci. Setelah pulang sekolah ia langsung mencuci baju. Di antara baju yang dicucinya antara lain baju-baju seragam yang sudah dia pakai. Saat sedang enak-enaknya menjemur baju Iskha dikejutkan dengan penampakan wajah Kayla yang tiba-tiba saja ada di depannya, lebih tepatnya muncul di pagar sambil melotot kepadanya.“Anjir! Hampir saja tadi aku melompat. Kaget tauk!” ujar Iskha yang menepuk-nepuk dadanya karena kaget.Kayla tertawa cekikikan melihat reaksinya. Gadis itu segera membuka pagar lalu masuk ke dalam. Iskha kemudian langsung mencubit pipi kawannya itu.“Aduuuuh!” Kayla menjerit saat pipinya dicubit Iskha.“Biarin, ini balasan karena ngagetin aku,” ujar Iskha. Dia lalu melepaskan cubitannya.Kayla mengusap-usap pipinya yang memerah karena cubitan kawannya. Dia lalu mengambil salah satu pak
Iskha kembali menyeruput teh lemonnya. Dia menikmati ketika cairan itu membasahi kerongkongannya. Sangat menyegarkan, hingga tak terasa ia telah menghabiskan separuh gelas. Dia mendongak melihat langit yang mendung.“Yah, padahal baru saja jemur udah mendung aja,” gerutu Iskha.“Cuaca akhir-akhir ini sedang tidak menentu. Tahu sendiri kan? Mungkin memang isu pemanasan global itu beneran,” ujar Kayla.“Pemanasan global? Apaan sih itu sebenarnya?” tanya Iskha yang memang tak begitu peduli dengan persoalan semacam ini.“Itu suatu kondisi dimana kadar CO2 di udara lebih tinggi dari biasanya. Hal itu akan menyebabkan perubahan iklim, pencairan es di kutub serta menipisnya lapisan ozon,” terang Kayla.“Ooohh, begitu,” ucap Iskha sambil manggut-manggut.“Emang kamu ngerti?”“Enggak,” jawab Iskha singkat sambil cekikikan.Kayla berkacak pinggang sambil
Arief menurutinya lalu duduk di kursi yang ada di seberang Ihsan. Dia melihat kiri kanan, ada banyak anak buahnya di sini. Apakah mereka orang suruhan pamannya? Dia tak tahu bagaimana cara pamannya berbisnis, yang jelas ia tahu pamannya orang yang sangat berpengaruh di Wijaya Group. Hampir sebagian besar usaha di Wijaya Group ini dikuasai oleh pamannya.“Aku ingin tahu dimana Kayla?” tanya Arief.Ihsan memberi isyarat menunjuk ke papan catur. “Kalau kau bisa mengalahkanku dalam permainan ini aku akan memberitahu dimana dia.”“Om, hentikan semua ini kalau ayah tahu, maka Om tahu apa yang akan terjadi,” ancam Arief.“Arief, kau itu masih naif. Kau kira aku menyuruhmu kemari tanpa persiapan? Bahkan ayahmu tak akan mampu berbuat apa-apa,” jawab Ihsan.Arief mengamati papan catur yang ada di hadapannya. Papan catur itu sudah dimainkan, posisi bidak putih tampak lebih unggul daripada bidak hitam. Tetapi bid
“Arief! Arief!? Arief!?” panggil Faiz. Dia menampar-nampar pipi saudaranya itu.Arief yang setengah sadar membuka matanya lalu tiba-tiba langsung terbangun. Dia menerkam Faiz, hampir saja ia kalap kalau Faiz bukan seorang ahli bela diri pasti sudah terjerembab oleh terjangan Arief tadi. “Kayla! Kayla!”“Woy! Sadar! Ini aku Faiz!” ucap Faiz. Segera ia mendorong Arief. Cowok itu pun berusaha berdiri.“Mana? Mana Kayla?!” tanya Arief.“Woy! Sadar! Kamu barusan pingsan di tengah lapangan basket,” jawab Faiz.Arief melihat sekelilingnya. Ada Faiz, ada Iskha dan Lusi. Dia tak melihat Kayla. Kemudian di dekat tempat dia berdiri ada ponsel yang tadi diberikan oleh orang berbaju hitam. Segera dia mengambil ponsel itu. Arief membuka kontak yang ada di dalam ponsel tersebut. Hanya ada satu nomor. Nomor itu bernama BOSS.“Kayla diculik,” ucap Arief.“Iya, kami tahu dia
“Kayla? Itu kau kan?” sekali lagi Arief memanggilnya.“Iya, ini aku,” jawab Kayla.“Ah, syukurlah. Kau membuatku gila. Kau mengerti? Kau membuatku gila. Aku kira kau itu tidak ada tetapi perasaanku mengatakan lain, kau itu ada,” ucap Arief.Kayla tersenyum. “Iya, beberapa saat lalu aku memang menghilang, tetapi sekarang aku kembali.”“Aku ingin kau ikut denganku!” pinta Arief.“Ikut kemana?” tanya Kayla.Arief tiba-tiba menggandeng tangan Kayla. Dia menarik lengan gadis itu sehingga Kayla tak bisa melawannya. Cowok itu mengajak Kayla menjauh dari keramaian, hingga akhirnya mereka sampai di lapangan basket. Suasana di lapangan itu gelap karena tak ada cahaya. Cahaya yang ada di lapangan itu hanya didapat dari koridor kelas yang ada di sekitar pinggir lapangan. Malam makin larut dan bintang-bintang mulai muncul menghiasi langit.Tangan Kayla di lepaskan. Kayla tahu
“Kau mengambilnya, sebab itulah aku bisa kembali ada,” ujar Kayla. “Aku tak percaya bisa bertemu nenek lagi.”“Kau mengatakan aku nenekmu?” tanya Iskha.“Iya, kau nenekku, kau juga sahabatku yang terbaik yang pernah ada. Aku melakukan kesalahan sebelum akhirnya kau pergi untuk selamanya. Aku kemudian ingat pesanmu ada seorang sahabat yang namanya mirip seperti namaku yang memberikan arloji itu kepadamu. Aku menyelidikinya dan tak kutemukan orang dengan nama seperti namaku di masa ini, di tempat ini. Dari situ aku sadar akulah yang kamu maksud, aku dari masa depan,” jelas Kayla. “Misiku hampir gagal. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti kenapa aku sampai menghilang?”“Mungkin saja, itu karena hal itu. Waktu itu...aku mendengar Faiz mengucapkan perasaannya kepadamu. Aku kira, aku kira Faiz menyukaimu,” terang Iskha. “Tetapi benarkah kau cucuku dari masa depan?”&ldq
“Kau belum menjawabku,” lanjut cowok itu.Iskha lalu mendorong pemuda itu sambil berusaha merebut coklatnya. “Itu coklat milikku, balikin!”Faiz mengangkat sebungkus coklat itu tinggi-tinggi. Lucu saja melihat kedua tingkah polah dua insan ini. Iskha berusaha meraih coklatnya, tetapi Faiz yang lebih tinggi mengangkat tangannya tinggi-tinggi akhirnya Iskha seperti kucing melompat-lompat ingin meraih sesuatu. Teman-temannya tertawa melihat hal itu.“Kalau melihat mereka kok rasanya dejavu ya?” gumam Sandi.“Oh, jangan-jangan kertas ini...,” Reno menunjuk gulungan ke kertas yang ada di ransel mereka.“AAHHHH!!” keempat anggota band berseru bersamaan.Lusi terkejut ketika keempat orang itu berseru. Dia tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba keempat anggota band tadi tertawa terbahak-bahak.“Oh, jadi begitu ceritanya. Baiklah,” gelak Ucup.“Tapi boleh ju
Arief mendesah lagi. Dia masih berada di sekolahan bersama dengan pengurus OSIS lainnya sedang mengatur dekorasi panggung. Tetapi pekerjaannya sudah selesai malam itu. Dia dan teman-temannya sedang beristirahat sambil makan-makan dari nasi kotak yang sudah disediakan untuk panitia. Meskipun makanannya tak begitu mewah, hanya berupa ayam bumbu rujak dengan sambal lalu nasi putih plus acar itu saja sudah membuatnya kenyang. Setelah makan dia duduk di sudut panggung sambil melihat teman-temannya yang asyik berkelakar di antara kursi-kursi yang sudah diatur. Dia menebak, kursi-kursi itu tak akan ada gunanya besok, karena para penonton lebih suka melihat pertunjukan itu sambil berdiri.“Pastikan ya gaes sebelum pulang, tak ada kesalahan. Sound system, lighting dan lain-lain!” ujar Arief dari kejauhan.“Sudah pasti, tenang aja! Pulang aja, Rief. Kamu sudah dari pagi di sini. Biar yang lain gantiin!” ucap salah satu panitia yang juga beristirahat.
Malam itu Iskha senyum-senyum sendiri. Setidaknya sekarang ia lega kalau Faiz memang menyukainya. Semua pertanyaannya selama ini telah terjawab. Tetapi masih ada misteri yang belum terpecahkan. Di mana Kayla? Bagaimana ia bisa menghilang begitu saja? Kenapa juga semua orang tak ingat dengan Kayla dan hanya dia sendiri yang bisa mengingatnya? Misteri ini memang belum terjawab, namun pasti ada jawabannya. Sementara itu ponsel Iskha berkali-kali berdering, serta Faiz yang mengiriminya chat dengan pertanyaan berkali-kali agar Iskha menjawabnya. Tetapi Iskha membalasnya dengan balasan yang singkat, “besok aja”.Dia merasa menang telak kali ini membuat Faiz was-was. Pasti sekarang ini Faiz tidak bisa tidur memikirkan jawaban yang akan diberikannya besok. Melihat ekspresi wajah Faiz sejak kembali ke kelasnya membuat dia senang sekali. Lusi saja sampai bingung dengan tingkah polah dua orang ini. Iskha tampak senang dengan ekspresi penuh kemenangan, sedangkan Faiz seperti
Faiz menatap mata Iskha. Dia bingung ingin mengekspresikan perasaannya. Kedua insan itu hanya terdiam sambil saling menatap mata. Tetapi Faiz yang mengalah, “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong besok kamu mau tampil?”Iskha benci hal ini. Kenapa Faiz tak menjawabnya. Dia mendengus kesal. “Iya.”“Kalau misalnya aku pergi, kau kehilangan tidak?” tanya Faiz tiba-tiba membahas sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.“Pergi? Pergi kemana?” tanya Iskha.“Yah, ke tempat yang jauh gitu,” jawab Faiz. “Kira-kira kau akan merasa kehilangan tidak?”“Tempat yang jauh itu banyak, emangnya kau mau kemana? Ada kompetisi di luar kota?” tanya Iskha yang mengetahui kalau ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya mengikuti kompetisi di luar kota.Faiz menggeleng. “Bukan itu, kalau itu semua juga tahu.”“Lalu apa?”“Aku mau kuliah d
Ternyata Iskha membawa Faiz ke ruang UKS. Di sana ia segera masuk dan meminta minyak kayu putih untuk dioleskan di tempat yang gosong tadi. Faiz dipaksa duduk di kursi sementara Iskha mengambil minyak lalu menaruh sedikit di tangannya, setelah itu dia mengoleskan minyak itu ke luka gosong yang ada di perut Faiz. Berkali-kali Iskha menelan ludah saat mengolesinya. Ini pertama kali ia melihat perut seorang lelaki dan entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.“Hati-hati! Sakit tahu!” ucap Faiz.“Kalau kamu berisik aku tambah lagi,” ancam Iskha.“Iya, iya. Nggak, nggak kok,” ucap Faiz sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kapok mengusili Iskah lagi.“Nah, cukup!” ucap Iskha setelah selesai mengolesinya. Matanya menatap tajam ke arah Faiz. Faiz merinding melihat tatapan itu. Dia mengembalikan minyak tersebut ke tempatnya sambil berterima kasih kepada penjaga UKS.“Hei, mau kemana?” tanya