Sore hari Iskha tampak sedang menjemur baju. Dia mencuci beberapa pakaian kotornya yang sudah menumpuk di dekat mesin cuci. Setelah pulang sekolah ia langsung mencuci baju. Di antara baju yang dicucinya antara lain baju-baju seragam yang sudah dia pakai. Saat sedang enak-enaknya menjemur baju Iskha dikejutkan dengan penampakan wajah Kayla yang tiba-tiba saja ada di depannya, lebih tepatnya muncul di pagar sambil melotot kepadanya.
“Anjir! Hampir saja tadi aku melompat. Kaget tauk!” ujar Iskha yang menepuk-nepuk dadanya karena kaget.
Kayla tertawa cekikikan melihat reaksinya. Gadis itu segera membuka pagar lalu masuk ke dalam. Iskha kemudian langsung mencubit pipi kawannya itu.
“Aduuuuh!” Kayla menjerit saat pipinya dicubit Iskha.
“Biarin, ini balasan karena ngagetin aku,” ujar Iskha. Dia lalu melepaskan cubitannya.
Kayla mengusap-usap pipinya yang memerah karena cubitan kawannya. Dia lalu mengambil salah satu pak
Iskha kembali menyeruput teh lemonnya. Dia menikmati ketika cairan itu membasahi kerongkongannya. Sangat menyegarkan, hingga tak terasa ia telah menghabiskan separuh gelas. Dia mendongak melihat langit yang mendung.“Yah, padahal baru saja jemur udah mendung aja,” gerutu Iskha.“Cuaca akhir-akhir ini sedang tidak menentu. Tahu sendiri kan? Mungkin memang isu pemanasan global itu beneran,” ujar Kayla.“Pemanasan global? Apaan sih itu sebenarnya?” tanya Iskha yang memang tak begitu peduli dengan persoalan semacam ini.“Itu suatu kondisi dimana kadar CO2 di udara lebih tinggi dari biasanya. Hal itu akan menyebabkan perubahan iklim, pencairan es di kutub serta menipisnya lapisan ozon,” terang Kayla.“Ooohh, begitu,” ucap Iskha sambil manggut-manggut.“Emang kamu ngerti?”“Enggak,” jawab Iskha singkat sambil cekikikan.Kayla berkacak pinggang sambil
Saat Arief kembali ke bangkunya, Iskha buru-buru kembali ke bangkunya. Arief duduk ke tempatnya dengan kesal. Lusi masih tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan keduanya.“Ada apa sih?” tanya Lusi kepada Arief.“Tak ada apa-apa. Aku cuma kesal,” jawab Arief. Dia menghela napas berat. Rasa penasarannya ini malah membuat ia ingin memaksa Kayla dengan cara yang lain.“Kesal kenapa?” tanya Lusi.“Tak ada apa-apa, jadi tak perlu khawatir,” jawab Arief. “Kalau kau tak suka duduk di sini karena kekesalanku silakan pindah.”“Eh, kok gitu. Nggak kok. Aku nyante saja,” ucap Lusi.Arief kemudian membuang muka. Dia menatap keluar jendela mencoba menenangkan diri. Dia tak mau Lusi bertanya lebih jauh lagi tentang apa dan mengapa. Sekarang bukan hanya Arief yang penasaran tetapi juga Lusi yang penasaran sebenarnya apa yang terjadi dengan Arief dan Kayla. Tetapi dia tak mau s
Kayla berada di garasi bersama ayahnya. Keduanya sedang memeriksa mobil mereka yang sepertinya mengalami kerusakan. Sebenarnya itu bukan mobil biasa biarpun bentuknya seperti mobil MPV pada umumnya. Semuanya memang dibentuk seperti itu. Kayla berkacak pinggang sambil melihat pekerjaan ayahnya yang cukup telaten membongkar beberapa komponen di mesinnya.“Bagaimana? Sudah selesai?” tanya Kayla.“Ini persoalannya. Ternyata komponen induksinya terbakar. Aku perlu beberapa IC yang belum pernah ada di zaman ini. Mau tak mau aku harus membuatnya,” jawab ayahnya.“Jadi kita tak bisa kembali memakai mobil ini?” tanya Kayla.“Tunggu saja ibumu berkunjung lagi. Aku yakin dia mau membawakan IC itu. Lagipula dia pasti akan datang menengok anaknya,” jawab ayahnya sambil menutup kap mesin mobil tersebut.“Ah, ini sebenarnya problem terbesar yang di hadapi time-traveler seperti kita. Biarpun kamu bisa
“Kau harus menerima keputusan ayahmu.”“Hah? Apa maksudnya? Ibu mau menyerah? Ibu mau menyerah setelah perjuangan kita selama ini?” tanya Faiz tak percaya.“Kau kira ibu menyerah?” Yuni bertanya balik.Faiz mengangkat bahunya.“Ibu ingin memperjuangkan sesuatu yang dulu hilang. Ibu ingin memperjuangkan cinta ibu yang dulu hilang. Ibu akui ayahmu tidak berkata jujur kepada ibu. Tetapi dia masih tetap orang yang ibu cintai. Ibu telah merasakannya selama ini kalau tak ada satu pun lelaki yang mampu mengisi hati ibu selain ayahmu,” jelas Yuli.“Itu artinya ibu menyerah,” ucap Faiz.“Menyerah artinya kau membiarkan semuanya, tetapi ibu sadari selama ini ibu bukan melawan, melainkan justru melarikan diri. Perempuan itu pasti senang selama ini karena selalu dekat dengan ayahmu. Juga seharusnya aku yang berada di sana, bukan berada di sini,” terang Yuli. “Ada garis tipis a
Restoran Happy Moon merupakan restoran besar. Yang menjadikan tempat ini spesial yaitu ruangannya yang bisa di-booking untuk keperluan tertentu misalnya untuk rapat atau arisan keluarga atau keperluan yang lain seperti yang terjadi hari ini. Lantai tiga restoran ini telah dibooking untuk acara yang diprakarsai Keluarga Wijaya. Malam ini lebih bisa dibilang acara perjamuan yang hanya dihadiri anggota keluarga. Orang-orangnya tampak memakai baju resmi, tak ada satupun dari kalangan biasa melainkan para penghibur yang ada di tengah panggung. Mereka kelompok band Iskha dan kawan-kawan. Iskha sampai saat itu tidak tahu kalau yang ada di hadapan mereka keluarga Wijaya. Mereka test sound, memeriksa peralatan yang akan mereka gunakan untuk pentas. Iskha memakai baju santai berupa kaos warna pink dengan ropi berbahan jeans, serta celana jeans warna hitam sebetis. Rambutnya diikat kuncir kuda dengan sehelai poni ia biarkan terurai di depan panjang dengan ujung bergulung
Duduk bersama dengan orang-orang yang tidak dikenal membuat Faiz canggung. Apalagi posisinya berada di sebelah ibunya, sedangkan di sebelah ibunya ada ayahnya. Doni Hendra Wijaya berdiri untuk menyampaikan pengumuman penting. Siapapun yang ada di ruangan itu tampak memperhatikan. Tak terkecuali Iskha dan Kayla yang tampaknya penasaran, pengumuman apa yang ingin disampaikan pemilik Wijaya Group tersebut. Lelaki tua itu berdiri dan pandangannya menyapu ke semua arah.“Terima kasih telah datang hari ini. Aku sangat menghargainya. Ini hari penting karena hari ini juga aku akan mengumumkan sesuatu hal tentang kehidupan Wijaya Group kedepannya yang sekarang makin hari kian berkembang. Group ini juga dikelola ayahku, juga paman-pamanku, tetapi kemudian ayah sudah meninggal. Kemudian paman-pamanku semuanya juga sudah berusia lanjut dan mungkin tak bisa lagi meneruskan usaha di Wijaya Group. Tetapi mereka punya anak-anak yang sebenarnya baik dan pintar, tetapi tidak punya
“Aku tahu keputusan ini akan sangat berat bagi banyak pihak, tetapi sebagai orang tua aku menyadari kesalahanku selama ini. Kesalahan terbesarku aku tidak pernah percaya kepada siapapun bahkan kepada anakku sendiri. Akibatnya aku terobsesi dengan diriku, juga dengan perusahaan yang sudah aku bangun bertahun-tahun. Hanya saja sekarang aku faham, semua itu tak akan aku bawa mati sedangkan hanya satu orang yang mau menemaniku di rumah sakit sampai sekarang ini, siapa lagi kalau bukan putraku satu-satunya Doni Hendra Wijaya. Semua juga tahu suatu saat nanti dia yang akan menjadi mastermind dari Wijaya Group, tetapi hal itu tak akan pernah terjadi. Aku akan mewasiatkan Doni untuk memberikan lima puluh persen saham Wijaya Group yang aku punya kepada kedua putranya. Kedua cucuku, Faiz dan Arief. Aku tak akan memberikan sepeser pun saham kepadanya kecuali dengan apa yang ia usahakan sendiri. Maka dari itu sampai nanti Faiz dan Arief siap memimpin Wijaya Group maka keputusan m
Tiba-tiba terdengar tawa dari Ihsan. Kemudian tawa itu diikuti dengan tawa yang lainnya. Hanya Doni Hendra Wijaya, Arief, Alisya dan Yuni yang tidak tertawa. Satu hal yang membuat mereka tidak tertawa karena ancaman Faiz ini serius. Terutama Doni, dia tahu putranya orang yang fokus. Dia tahu Faiz sejak kecil seperti apa dan sifat itu tidak berubah. Sifat yang juga ada pada dirinya.“Kau mau membeli Wijaya Group? Kamu bermimpi? Hahahahahaha,” tawa Ihsan menggelegar.“Silakan tertawa, tapi aku akan buktikan!” ucap Faiz. Dia kemudian pergi meninggalkan ruangan perjamuan itu.Suasana masih ramai dengan tawa. Tyas bahkan menganggap hal itu lucu. Memang kalau tidak lucu lalu apa? Bermimpi membeli Wijaya Group? Itu omong kosong belaka, seumur hidup tidak pernah ada orang yang berambisi seperti itu. Mau sampai tujuh turunan pun Faiz tidak akan mampu membeli perusahaan itu.“Buktikan kepada mereka yang menertawakanmu, Faiz. Aku yakin
Arief menurutinya lalu duduk di kursi yang ada di seberang Ihsan. Dia melihat kiri kanan, ada banyak anak buahnya di sini. Apakah mereka orang suruhan pamannya? Dia tak tahu bagaimana cara pamannya berbisnis, yang jelas ia tahu pamannya orang yang sangat berpengaruh di Wijaya Group. Hampir sebagian besar usaha di Wijaya Group ini dikuasai oleh pamannya.“Aku ingin tahu dimana Kayla?” tanya Arief.Ihsan memberi isyarat menunjuk ke papan catur. “Kalau kau bisa mengalahkanku dalam permainan ini aku akan memberitahu dimana dia.”“Om, hentikan semua ini kalau ayah tahu, maka Om tahu apa yang akan terjadi,” ancam Arief.“Arief, kau itu masih naif. Kau kira aku menyuruhmu kemari tanpa persiapan? Bahkan ayahmu tak akan mampu berbuat apa-apa,” jawab Ihsan.Arief mengamati papan catur yang ada di hadapannya. Papan catur itu sudah dimainkan, posisi bidak putih tampak lebih unggul daripada bidak hitam. Tetapi bid
“Arief! Arief!? Arief!?” panggil Faiz. Dia menampar-nampar pipi saudaranya itu.Arief yang setengah sadar membuka matanya lalu tiba-tiba langsung terbangun. Dia menerkam Faiz, hampir saja ia kalap kalau Faiz bukan seorang ahli bela diri pasti sudah terjerembab oleh terjangan Arief tadi. “Kayla! Kayla!”“Woy! Sadar! Ini aku Faiz!” ucap Faiz. Segera ia mendorong Arief. Cowok itu pun berusaha berdiri.“Mana? Mana Kayla?!” tanya Arief.“Woy! Sadar! Kamu barusan pingsan di tengah lapangan basket,” jawab Faiz.Arief melihat sekelilingnya. Ada Faiz, ada Iskha dan Lusi. Dia tak melihat Kayla. Kemudian di dekat tempat dia berdiri ada ponsel yang tadi diberikan oleh orang berbaju hitam. Segera dia mengambil ponsel itu. Arief membuka kontak yang ada di dalam ponsel tersebut. Hanya ada satu nomor. Nomor itu bernama BOSS.“Kayla diculik,” ucap Arief.“Iya, kami tahu dia
“Kayla? Itu kau kan?” sekali lagi Arief memanggilnya.“Iya, ini aku,” jawab Kayla.“Ah, syukurlah. Kau membuatku gila. Kau mengerti? Kau membuatku gila. Aku kira kau itu tidak ada tetapi perasaanku mengatakan lain, kau itu ada,” ucap Arief.Kayla tersenyum. “Iya, beberapa saat lalu aku memang menghilang, tetapi sekarang aku kembali.”“Aku ingin kau ikut denganku!” pinta Arief.“Ikut kemana?” tanya Kayla.Arief tiba-tiba menggandeng tangan Kayla. Dia menarik lengan gadis itu sehingga Kayla tak bisa melawannya. Cowok itu mengajak Kayla menjauh dari keramaian, hingga akhirnya mereka sampai di lapangan basket. Suasana di lapangan itu gelap karena tak ada cahaya. Cahaya yang ada di lapangan itu hanya didapat dari koridor kelas yang ada di sekitar pinggir lapangan. Malam makin larut dan bintang-bintang mulai muncul menghiasi langit.Tangan Kayla di lepaskan. Kayla tahu
“Kau mengambilnya, sebab itulah aku bisa kembali ada,” ujar Kayla. “Aku tak percaya bisa bertemu nenek lagi.”“Kau mengatakan aku nenekmu?” tanya Iskha.“Iya, kau nenekku, kau juga sahabatku yang terbaik yang pernah ada. Aku melakukan kesalahan sebelum akhirnya kau pergi untuk selamanya. Aku kemudian ingat pesanmu ada seorang sahabat yang namanya mirip seperti namaku yang memberikan arloji itu kepadamu. Aku menyelidikinya dan tak kutemukan orang dengan nama seperti namaku di masa ini, di tempat ini. Dari situ aku sadar akulah yang kamu maksud, aku dari masa depan,” jelas Kayla. “Misiku hampir gagal. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti kenapa aku sampai menghilang?”“Mungkin saja, itu karena hal itu. Waktu itu...aku mendengar Faiz mengucapkan perasaannya kepadamu. Aku kira, aku kira Faiz menyukaimu,” terang Iskha. “Tetapi benarkah kau cucuku dari masa depan?”&ldq
“Kau belum menjawabku,” lanjut cowok itu.Iskha lalu mendorong pemuda itu sambil berusaha merebut coklatnya. “Itu coklat milikku, balikin!”Faiz mengangkat sebungkus coklat itu tinggi-tinggi. Lucu saja melihat kedua tingkah polah dua insan ini. Iskha berusaha meraih coklatnya, tetapi Faiz yang lebih tinggi mengangkat tangannya tinggi-tinggi akhirnya Iskha seperti kucing melompat-lompat ingin meraih sesuatu. Teman-temannya tertawa melihat hal itu.“Kalau melihat mereka kok rasanya dejavu ya?” gumam Sandi.“Oh, jangan-jangan kertas ini...,” Reno menunjuk gulungan ke kertas yang ada di ransel mereka.“AAHHHH!!” keempat anggota band berseru bersamaan.Lusi terkejut ketika keempat orang itu berseru. Dia tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba keempat anggota band tadi tertawa terbahak-bahak.“Oh, jadi begitu ceritanya. Baiklah,” gelak Ucup.“Tapi boleh ju
Arief mendesah lagi. Dia masih berada di sekolahan bersama dengan pengurus OSIS lainnya sedang mengatur dekorasi panggung. Tetapi pekerjaannya sudah selesai malam itu. Dia dan teman-temannya sedang beristirahat sambil makan-makan dari nasi kotak yang sudah disediakan untuk panitia. Meskipun makanannya tak begitu mewah, hanya berupa ayam bumbu rujak dengan sambal lalu nasi putih plus acar itu saja sudah membuatnya kenyang. Setelah makan dia duduk di sudut panggung sambil melihat teman-temannya yang asyik berkelakar di antara kursi-kursi yang sudah diatur. Dia menebak, kursi-kursi itu tak akan ada gunanya besok, karena para penonton lebih suka melihat pertunjukan itu sambil berdiri.“Pastikan ya gaes sebelum pulang, tak ada kesalahan. Sound system, lighting dan lain-lain!” ujar Arief dari kejauhan.“Sudah pasti, tenang aja! Pulang aja, Rief. Kamu sudah dari pagi di sini. Biar yang lain gantiin!” ucap salah satu panitia yang juga beristirahat.
Malam itu Iskha senyum-senyum sendiri. Setidaknya sekarang ia lega kalau Faiz memang menyukainya. Semua pertanyaannya selama ini telah terjawab. Tetapi masih ada misteri yang belum terpecahkan. Di mana Kayla? Bagaimana ia bisa menghilang begitu saja? Kenapa juga semua orang tak ingat dengan Kayla dan hanya dia sendiri yang bisa mengingatnya? Misteri ini memang belum terjawab, namun pasti ada jawabannya. Sementara itu ponsel Iskha berkali-kali berdering, serta Faiz yang mengiriminya chat dengan pertanyaan berkali-kali agar Iskha menjawabnya. Tetapi Iskha membalasnya dengan balasan yang singkat, “besok aja”.Dia merasa menang telak kali ini membuat Faiz was-was. Pasti sekarang ini Faiz tidak bisa tidur memikirkan jawaban yang akan diberikannya besok. Melihat ekspresi wajah Faiz sejak kembali ke kelasnya membuat dia senang sekali. Lusi saja sampai bingung dengan tingkah polah dua orang ini. Iskha tampak senang dengan ekspresi penuh kemenangan, sedangkan Faiz seperti
Faiz menatap mata Iskha. Dia bingung ingin mengekspresikan perasaannya. Kedua insan itu hanya terdiam sambil saling menatap mata. Tetapi Faiz yang mengalah, “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong besok kamu mau tampil?”Iskha benci hal ini. Kenapa Faiz tak menjawabnya. Dia mendengus kesal. “Iya.”“Kalau misalnya aku pergi, kau kehilangan tidak?” tanya Faiz tiba-tiba membahas sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.“Pergi? Pergi kemana?” tanya Iskha.“Yah, ke tempat yang jauh gitu,” jawab Faiz. “Kira-kira kau akan merasa kehilangan tidak?”“Tempat yang jauh itu banyak, emangnya kau mau kemana? Ada kompetisi di luar kota?” tanya Iskha yang mengetahui kalau ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya mengikuti kompetisi di luar kota.Faiz menggeleng. “Bukan itu, kalau itu semua juga tahu.”“Lalu apa?”“Aku mau kuliah d
Ternyata Iskha membawa Faiz ke ruang UKS. Di sana ia segera masuk dan meminta minyak kayu putih untuk dioleskan di tempat yang gosong tadi. Faiz dipaksa duduk di kursi sementara Iskha mengambil minyak lalu menaruh sedikit di tangannya, setelah itu dia mengoleskan minyak itu ke luka gosong yang ada di perut Faiz. Berkali-kali Iskha menelan ludah saat mengolesinya. Ini pertama kali ia melihat perut seorang lelaki dan entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.“Hati-hati! Sakit tahu!” ucap Faiz.“Kalau kamu berisik aku tambah lagi,” ancam Iskha.“Iya, iya. Nggak, nggak kok,” ucap Faiz sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kapok mengusili Iskah lagi.“Nah, cukup!” ucap Iskha setelah selesai mengolesinya. Matanya menatap tajam ke arah Faiz. Faiz merinding melihat tatapan itu. Dia mengembalikan minyak tersebut ke tempatnya sambil berterima kasih kepada penjaga UKS.“Hei, mau kemana?” tanya