Iskha yang berada di dalam kamarnya tersentak. Dia menangis. Matanya sampai memerah. Air matanya berderai sambil memandangi foto Faiz. Ada sesuatu yang tidak diketahui Kayla sampai Iskha menangis seperti ini.
Sebenarnya kejadiannya sangat singkat. Sesuatu yang tidak diketahui Kayla adalah Iskha sedang mencarinya tadi siang. Dia ingin bertanya perihal Lusi yang menangis saat curhat kepadanya. Setelah pulang sekolah Lusi menariknya untuk berbicara. Mereka pun akhirnya berbicara di ruangan yang tidak dikunjungi Faiz dan Kayla, yaitu ruangan ekstrakurikuler musik.
Ruangan ekstrakurikuler musik saat itu sedang penuh dengan murid-murid yang sedang berlatih musik, tetapi Iskha meminta ruang kepada teman-temannya. Akhirnya kedua sahabat ini berbicara di ruangan yang biasanya digunakan untuk rekaman.
“Kenapa? Ada apa?” tanya Iskha. “Kenapa kau menangis?”
“Arief. Dia...dia...,” ucap Lusi sesenggukan.
“Apa? Kenapa Ari
Alarm berbunyi. Iskha tersentak bangun. Dia masih merasa lelah setelah menangis semalaman. Dia sendiri tak sadar kalau hari ini hari ulang tahunnya. Yang ada di pikirannya hari Senin besok dia UTS. Iskha mengerang sambil meregangkan otot-ototnya. Dia segera mematikan alarm di ponselnya lalu melihat pesan yang masuk. Dari seseorang. Faiz? Segera dia membuka pesan itu.“Selamat ulang tahun cewek bawel” tulisan di layar ponselnya membuat dia sumringah. Hanya saja, mengingat kejadian kemarin ia merasa aneh. Faiz menyukai Kayla bukan?Baru saja dipikirkan nama Faiz langsung nongol. Cowok itu menelponnya. Iskha bingung apakah harus diangkat ataukah tidak. Dia langsung menekan tombol reject.“Dasar, ngapain nelpon segala. Kamu kan suka ama Kayla. Telpon aja Kayla sana!” gerutu Iskha. Dia segera bangkit dari tempat tidurnya untuk beranjak mandi. Dia tinggalkan ponselnya berdering berkali-kali di atas kasur.Hari itu seperti hari-hari biasa
Iskha tersenyum melihat tingkah keduanya. Pemandangan tak biasa ini tak pernah ia lihat sebelumnya. Faiz pun kembali ke tempat duduknya sambil menunggu jam pelajaran dimulai. Tak berapa lama kemudian Lusi masuk ke dalam kelas. Wajahnya tampak cerah. Apa yang terjadi? Dia tidak bersedih? Padahal kemarin dia bersedih. Apakah sudah selesai rasa sedihnya? Anak itu duduk di sebelah Arief.Setelah Faiz dan Arief tadi memberi ucapan selamat ulang tahun, teman-teman Iskha yang lain juga mengucapkan hal yang sama. Jam pelajaran dimulai dengan bel panjang. Iskha hampir saja berdiri untuk menghampiri temannya itu tetapi karena bel sudah berbunyi dan guru sudah masuk kelas, ia mengurungkan niatnya. Kayla masih tidak muncul. Apa yang sebenarnya terjadi?Waktu terus berlalu dan jam pelajaran pun sudah berganti tetapi masih belum ada tanda-tanda keberadaan Kayla. Iskha pun bertanya ke teman-temannya tentang Kayla, tetapi semuanya menjawab kalau tak ada murid yang bernama Kayla. Bahka
“Sebentar, ini rasanya tak masuk akal. Arief suka ama Kayla. Faiz juga suka ama dia. Jadi Kayla itu anaknya luar biasa yah. Ini aneh banget,” ucap Lusi setelah mendengar cerita Iskha.“Makanya, aku heran. Tapi beneran kan kalian tidak ngerjain aku? Tapi rasanya juga kalau ngerjain nggak sampai segitunya sampai menghilangkan namanya di daftar absen,” ujar Iskha.Keduanya terdiam. Lusi bingung dengan keadaan Iskha. Tetapi apa yang dijelaskan Iskha tadi sangat gamblang seolah-olah Kayla itu ada dan nyata. Dia ingin mempercayai Iskha, tetapi ingatannya sama sekali tak menyimpan memori tentang Kayla.“Ah, sudahlah. Aku mau bertanya kepada Faiz dan Arief, siapa tahu mereka punya jawabannya,” ucap Iskha sambil beranjak pergi.“Lho, Iskha. Kita belum pesen,” ucap Lusi.“Kamu aja deh. Aku bener-bener pusing sekarang ini,” ucap Iskha sambil berlalu.Untuk menemukan Faiz rasanya Iskha hampir t
Hari-hari berlalu. Iskha merasa setiap hari adalah siksaan baginya. Dia seperti orang gila yang terus-menerus mempertanyakan keberadaan Kayla. Kemana gadis itu pergi? Minggu UTS pun dilewatinya. Semua murid telah melewati ujian tengah semester itu dengan tenang. Setelah UTS ada acara festival sekolah untuk menyambut hari ulang tahun sekolah mereka. Setiap kelas sibuk untuk mempersiapkan diri. Sementara itu pihak sekolah telah mempersiapkan stand-stand dan tenda-tenda. Karena acaranya seharian penuh maka dikhawatirkan akan terjadi hujan, maka dari itu ruangan seperti aula dan gymanstic dimanfaatkan pula. Arief juga terlihat sibuk karena ia termasuk anggota OSIS sekaligus juga ketua kelas XI-3.Masing-masing kelas akan mempunyai stand masing-masing dengan isi yang berbeda. Ada yang membuat pergelaran buku, ada yang membuat museum mini, ada yang membuat warung, ada pula yang membuat restoran mini lengkap dengan live music. Kelas XI-3 akan membuat kafe dengan nuansa tren
Jam menunjukkan pukul 15.00 saat Iskha selesai mandi. Dia menghabiskan waktu di kamarnya akhir-akhir ini. Dia juga jarang keluar, bahkan beberapa acara ngamen bersama band-nya terpaksa dibatalkan dengan alasan kondisi badannya masih belum sehat. Shock-nya belum hilang, dia masih kepikiran dengan Kayla. Dia sudah berusaha untuk melupakan Kayla, tetapi tidak bisa. Dia yakin kalau Kayla itu nyata bukan khayalannya.Saat dia sedang merenung di kamar, ponselnya berdering. Iskha melihat nomor yang masuk. Ada nama Arief. Dia mengernyit, kenapa Arief menelponnya?“Halo?” sapa Iskha.“Halo, Iskha?” sapa Arief balik.“Ya, ada apa?” tanya Iskha.“Kau masih memikirkan tentang Kayla?” tanya Arief.“Iya, kenapa? Kau ingat sesuatu?”“Bukan, bukan itu. Aku sama sekali tak tahu siapa Kayla dan apa yang kamu maksudkan,” jawab Arief. Dia tetap bersikeras tak tahu tentang Ka
“K-kamu apa?” Iskha tak percaya dengan apa yang dikatakan Saphira.“Iya, itu benar. Kamu tak salah dengar. Biarkan aku bercerita dulu. Aku ingin kau mendengarkannya dengan seksama, kuharap ini akan menjadikan hubungan persahabatan kita makin erat,” jawab Saphira. Dia melihat ke sudut tembok. Di sana terdapat jaket biru pemberiannya dulu. “Kau masih menyimpan jaket itu.”Iskha mengangguk. “Iya, aku masih menyimpannya.”“Ada alasan khusus kenapa aku memberikannya kepadamu,” kata Saphira sambil beranjak dari kasur. Dia lalu menghampiri jaket yang dihanger Iskha di gantungan baju. “Jaket ini adalah kenangan yang tak akan bisa terlupakan, khususnya aku.”“Lalu kenapa kamu memberikannya kepadaku?”“Karena kau sahabatku dan aku peduli denganmu,” jawab Saphira.“Aku tak mengerti,” ucap Iskha.“Segalanya dimulai ketika waktu kita m
Iskha terkejut. Hatinya tiba-tiba berdesir, seolah-olah sedang disiram air es yang sangat dingin. Dia merasa tak percaya dengan apa yang diceritakan Saphira. Kedua tangannya sekarang meremas-remas kepalanya. Dia menggeleng-geleng tak percaya, “Tidak, itu tidak mungkin! Maksudmu Faiz itu terobsesi kepadaku?”“Bukan hanya terobsesi dia benar-benar menyukaimu, cintanya kepadamu sangat kuat. Kau tidak mengetahuinya? Ah, baiklah kalau kau tidak tahu sampai sekarang aku bisa mengerti. Faiz memang orang seperti itu. Dia bisa menyembunyikan perasaannya sampai sedalam itu. Kau mungkin tak percaya tetapi dia memang demikian adanya,” lanjut Saphira.“Kau menyukai Faiz, itu artinya...,” Iskha ingin berbicara lagi tetapi Saphira menahannya.“Sebentar, aku belum selesai bercerita!” sergah Saphira. “Iya, memang aku menyukai Faiz. Tetapi, Faiz tak menyukaiku. Dia telah memilihmu sejak lama. Ketika aku terbengong di kamarnya
Arief menatap cermin yang ada di kamar mandi. Ia baru saja selesai mandi. Badan atletisnya terlihat di cermin, makin terlihat macho ketika napasnya naik turun. Jemari tangannya menyentuh bibirnya. Ada sesuatu yang aneh. Bayangan seorang gadis muncul di benaknya setiap kali ia menyentuh bibirnya seakan-akan ia kenal dengan gadis itu. Arief seperti mengenali bau parfumnya, bau rambutnya, dari sini ia merasa de javu.“Bau rambut?” gumamnya.Segera saja dia keluar dari kamar mandi. Ia menyambar baju yang ada di gantungan baju untuk dia pakai setelah itu ia keluar kamar. Langkahnya dipercepat hingga dia sampai di garasi. Dia teringat sesuatu, tetapi ia lupa. Hanya saja sesuatu itu sangat kuat sekali. Di garasi ia melihat sepeda motor kesayangannya bertengger di sana. Sepeda motor sport tersebut tampak gagah dengan warna abu-abunya, namun bukan itu yang membuat Arief tertarik. Helm putih yang ada di atas sepeda motor itulah yang membuatnya tertarik. Seja
Arief menurutinya lalu duduk di kursi yang ada di seberang Ihsan. Dia melihat kiri kanan, ada banyak anak buahnya di sini. Apakah mereka orang suruhan pamannya? Dia tak tahu bagaimana cara pamannya berbisnis, yang jelas ia tahu pamannya orang yang sangat berpengaruh di Wijaya Group. Hampir sebagian besar usaha di Wijaya Group ini dikuasai oleh pamannya.“Aku ingin tahu dimana Kayla?” tanya Arief.Ihsan memberi isyarat menunjuk ke papan catur. “Kalau kau bisa mengalahkanku dalam permainan ini aku akan memberitahu dimana dia.”“Om, hentikan semua ini kalau ayah tahu, maka Om tahu apa yang akan terjadi,” ancam Arief.“Arief, kau itu masih naif. Kau kira aku menyuruhmu kemari tanpa persiapan? Bahkan ayahmu tak akan mampu berbuat apa-apa,” jawab Ihsan.Arief mengamati papan catur yang ada di hadapannya. Papan catur itu sudah dimainkan, posisi bidak putih tampak lebih unggul daripada bidak hitam. Tetapi bid
“Arief! Arief!? Arief!?” panggil Faiz. Dia menampar-nampar pipi saudaranya itu.Arief yang setengah sadar membuka matanya lalu tiba-tiba langsung terbangun. Dia menerkam Faiz, hampir saja ia kalap kalau Faiz bukan seorang ahli bela diri pasti sudah terjerembab oleh terjangan Arief tadi. “Kayla! Kayla!”“Woy! Sadar! Ini aku Faiz!” ucap Faiz. Segera ia mendorong Arief. Cowok itu pun berusaha berdiri.“Mana? Mana Kayla?!” tanya Arief.“Woy! Sadar! Kamu barusan pingsan di tengah lapangan basket,” jawab Faiz.Arief melihat sekelilingnya. Ada Faiz, ada Iskha dan Lusi. Dia tak melihat Kayla. Kemudian di dekat tempat dia berdiri ada ponsel yang tadi diberikan oleh orang berbaju hitam. Segera dia mengambil ponsel itu. Arief membuka kontak yang ada di dalam ponsel tersebut. Hanya ada satu nomor. Nomor itu bernama BOSS.“Kayla diculik,” ucap Arief.“Iya, kami tahu dia
“Kayla? Itu kau kan?” sekali lagi Arief memanggilnya.“Iya, ini aku,” jawab Kayla.“Ah, syukurlah. Kau membuatku gila. Kau mengerti? Kau membuatku gila. Aku kira kau itu tidak ada tetapi perasaanku mengatakan lain, kau itu ada,” ucap Arief.Kayla tersenyum. “Iya, beberapa saat lalu aku memang menghilang, tetapi sekarang aku kembali.”“Aku ingin kau ikut denganku!” pinta Arief.“Ikut kemana?” tanya Kayla.Arief tiba-tiba menggandeng tangan Kayla. Dia menarik lengan gadis itu sehingga Kayla tak bisa melawannya. Cowok itu mengajak Kayla menjauh dari keramaian, hingga akhirnya mereka sampai di lapangan basket. Suasana di lapangan itu gelap karena tak ada cahaya. Cahaya yang ada di lapangan itu hanya didapat dari koridor kelas yang ada di sekitar pinggir lapangan. Malam makin larut dan bintang-bintang mulai muncul menghiasi langit.Tangan Kayla di lepaskan. Kayla tahu
“Kau mengambilnya, sebab itulah aku bisa kembali ada,” ujar Kayla. “Aku tak percaya bisa bertemu nenek lagi.”“Kau mengatakan aku nenekmu?” tanya Iskha.“Iya, kau nenekku, kau juga sahabatku yang terbaik yang pernah ada. Aku melakukan kesalahan sebelum akhirnya kau pergi untuk selamanya. Aku kemudian ingat pesanmu ada seorang sahabat yang namanya mirip seperti namaku yang memberikan arloji itu kepadamu. Aku menyelidikinya dan tak kutemukan orang dengan nama seperti namaku di masa ini, di tempat ini. Dari situ aku sadar akulah yang kamu maksud, aku dari masa depan,” jelas Kayla. “Misiku hampir gagal. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti kenapa aku sampai menghilang?”“Mungkin saja, itu karena hal itu. Waktu itu...aku mendengar Faiz mengucapkan perasaannya kepadamu. Aku kira, aku kira Faiz menyukaimu,” terang Iskha. “Tetapi benarkah kau cucuku dari masa depan?”&ldq
“Kau belum menjawabku,” lanjut cowok itu.Iskha lalu mendorong pemuda itu sambil berusaha merebut coklatnya. “Itu coklat milikku, balikin!”Faiz mengangkat sebungkus coklat itu tinggi-tinggi. Lucu saja melihat kedua tingkah polah dua insan ini. Iskha berusaha meraih coklatnya, tetapi Faiz yang lebih tinggi mengangkat tangannya tinggi-tinggi akhirnya Iskha seperti kucing melompat-lompat ingin meraih sesuatu. Teman-temannya tertawa melihat hal itu.“Kalau melihat mereka kok rasanya dejavu ya?” gumam Sandi.“Oh, jangan-jangan kertas ini...,” Reno menunjuk gulungan ke kertas yang ada di ransel mereka.“AAHHHH!!” keempat anggota band berseru bersamaan.Lusi terkejut ketika keempat orang itu berseru. Dia tak mengerti apa yang terjadi. Tiba-tiba keempat anggota band tadi tertawa terbahak-bahak.“Oh, jadi begitu ceritanya. Baiklah,” gelak Ucup.“Tapi boleh ju
Arief mendesah lagi. Dia masih berada di sekolahan bersama dengan pengurus OSIS lainnya sedang mengatur dekorasi panggung. Tetapi pekerjaannya sudah selesai malam itu. Dia dan teman-temannya sedang beristirahat sambil makan-makan dari nasi kotak yang sudah disediakan untuk panitia. Meskipun makanannya tak begitu mewah, hanya berupa ayam bumbu rujak dengan sambal lalu nasi putih plus acar itu saja sudah membuatnya kenyang. Setelah makan dia duduk di sudut panggung sambil melihat teman-temannya yang asyik berkelakar di antara kursi-kursi yang sudah diatur. Dia menebak, kursi-kursi itu tak akan ada gunanya besok, karena para penonton lebih suka melihat pertunjukan itu sambil berdiri.“Pastikan ya gaes sebelum pulang, tak ada kesalahan. Sound system, lighting dan lain-lain!” ujar Arief dari kejauhan.“Sudah pasti, tenang aja! Pulang aja, Rief. Kamu sudah dari pagi di sini. Biar yang lain gantiin!” ucap salah satu panitia yang juga beristirahat.
Malam itu Iskha senyum-senyum sendiri. Setidaknya sekarang ia lega kalau Faiz memang menyukainya. Semua pertanyaannya selama ini telah terjawab. Tetapi masih ada misteri yang belum terpecahkan. Di mana Kayla? Bagaimana ia bisa menghilang begitu saja? Kenapa juga semua orang tak ingat dengan Kayla dan hanya dia sendiri yang bisa mengingatnya? Misteri ini memang belum terjawab, namun pasti ada jawabannya. Sementara itu ponsel Iskha berkali-kali berdering, serta Faiz yang mengiriminya chat dengan pertanyaan berkali-kali agar Iskha menjawabnya. Tetapi Iskha membalasnya dengan balasan yang singkat, “besok aja”.Dia merasa menang telak kali ini membuat Faiz was-was. Pasti sekarang ini Faiz tidak bisa tidur memikirkan jawaban yang akan diberikannya besok. Melihat ekspresi wajah Faiz sejak kembali ke kelasnya membuat dia senang sekali. Lusi saja sampai bingung dengan tingkah polah dua orang ini. Iskha tampak senang dengan ekspresi penuh kemenangan, sedangkan Faiz seperti
Faiz menatap mata Iskha. Dia bingung ingin mengekspresikan perasaannya. Kedua insan itu hanya terdiam sambil saling menatap mata. Tetapi Faiz yang mengalah, “Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong besok kamu mau tampil?”Iskha benci hal ini. Kenapa Faiz tak menjawabnya. Dia mendengus kesal. “Iya.”“Kalau misalnya aku pergi, kau kehilangan tidak?” tanya Faiz tiba-tiba membahas sesuatu yang tidak pernah dia sangka sebelumnya.“Pergi? Pergi kemana?” tanya Iskha.“Yah, ke tempat yang jauh gitu,” jawab Faiz. “Kira-kira kau akan merasa kehilangan tidak?”“Tempat yang jauh itu banyak, emangnya kau mau kemana? Ada kompetisi di luar kota?” tanya Iskha yang mengetahui kalau ekstrakurikuler pencak silat di sekolahnya mengikuti kompetisi di luar kota.Faiz menggeleng. “Bukan itu, kalau itu semua juga tahu.”“Lalu apa?”“Aku mau kuliah d
Ternyata Iskha membawa Faiz ke ruang UKS. Di sana ia segera masuk dan meminta minyak kayu putih untuk dioleskan di tempat yang gosong tadi. Faiz dipaksa duduk di kursi sementara Iskha mengambil minyak lalu menaruh sedikit di tangannya, setelah itu dia mengoleskan minyak itu ke luka gosong yang ada di perut Faiz. Berkali-kali Iskha menelan ludah saat mengolesinya. Ini pertama kali ia melihat perut seorang lelaki dan entah kenapa jantungnya berdegup lebih kencang.“Hati-hati! Sakit tahu!” ucap Faiz.“Kalau kamu berisik aku tambah lagi,” ancam Iskha.“Iya, iya. Nggak, nggak kok,” ucap Faiz sambil mengangkat kedua tangannya. Dia kapok mengusili Iskah lagi.“Nah, cukup!” ucap Iskha setelah selesai mengolesinya. Matanya menatap tajam ke arah Faiz. Faiz merinding melihat tatapan itu. Dia mengembalikan minyak tersebut ke tempatnya sambil berterima kasih kepada penjaga UKS.“Hei, mau kemana?” tanya