“Assalaamu’alaykum,” sapa seseorang dari luar pagar.
Penasaran, akhirnya Iskha pun keluar dari rumah. Dia sangat terkejut melihat siapa yang datang. Faiz? Cowok itu kembali dengan model rambut landak berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana jinsnya. Sementara itu kepalanya melongok dari atas pagar. Dasar cowok tiang listrik, tingginya benar-benar membuat Iskha nggak percaya kalau dulu dia dan Faiz sepantaran. Kedatangan Faiz ini cukup mengejutkan, karena dia jarang sekali datang ke rumahnya.
“Wa’alaykum salam.... Faiz?” jawab Iskha. Iskha segera pergi ke pagar lalu membukanya. “Ada apa? Masuk dulu!”
“Jalan-jalan yuk?!” ajak Faiz.
“Hah? Jalan-jalan?” tanya Iskha tak yakin.
“Iyalah, di deket sini kan ada taman kan? Aku ingin jalan-jalan sambil ngobrol ama kamu kalau boleh,” ucap Faiz.
“Sekarang?”
“Tahun
Iskha segera beringsut menuju ke ayunan yang berada di bagian taman berpasir putih. Desain taman ini cukup unik. Ada banyak mainan anak-anak seperti prosotan, ayunan dan jungkat-jungkit. Selain itu juga ada macam alat-alat senam seperti yang menggunakan tuas dan pedal yang bisa digunakan untuk bergerak. Terkadang orang-orang menggunakan alat-alat ini ketika mereka sedang berolahraga di taman. Tak cuma itu taman ini juga membentuk rute yang cocok digunakan untuk jogging, karena rindang dan ditumbuhi berbagai macam tanaman yang membuat siapapun betah untuk berolaharga di sini. Selain itu tempat sampahnya juga tersedia di berbagai sudut taman sehingga kebersihannya tetap terjaga.Gadis itu pun duduk di ayunan tersebut. Rambutnya bergerak-gerak ketika ayunan itu cukup cepat bergerak. Faiz berdiri di sebelahnya sambil memegangi ayunan itu agar tak terlalu cepat. Dia jadi teringat lagi sewaktu kecil juga melakukan hal ini. Dia menjaga agar ayunan itu tidak terlalu cepat berayun unt
Faiz sudah berada di rumah Iskha. Dia tampak berada di ruang tamu dengan Iskha yang mengobatinya dengan antiseptic. Perlahan-lahan gadis itu menuangkan cairan anti kuman ke kapas setelah itu dibasuh ke lukanya Faiz. Dengan telaten Iskha melakukannya. Dia bahkan sesekali meniup luka itu seolah-olah sangat sayang sekali luka itu bisa ada di sana. Terakhir ia mengambil plester bergambar kucing lucu, setelah itu ditempelkannya plester itu di siku. Dia tersenyum, seolah-olah karyanya sangat cantik dan imut.“Iskha?!” panggil Faiz yang membuyarkan gadis itu dari dunia khayalannya.“Hah? Apa?” tanya Iskha.“Serius?”“Maksudnya?”“Serius pake plester ini? Aku ini cowok. Orangnya macho, jago silat. Masa’ dikasih plester gambar kartun kucing lucu gini sih? Hilang dong kemachoanku,” keluh Faiz.Iskha ngikik. “Itu cocok kok buatmu.”“Tapi kan...!” Faiz prote
Ibu dan anak sibuk di dapur, sementara Faiz menunggu sambil bermain-main dengan ponselnya. Dia memulai chatting dengan Kayla. Faiz memastikan kalau dia nanti tidak dikejutkan dengan kedatangan Iskha yang datang tiba-tiba karena memang namanya juga kejutan. Kalau bocor ya berarti gagal dong ngasih kejutan ke Iskha.Faiz: Kay, aku sudah tahu apa keinginan Iskha.Kayla: Ya? Apa emangnya?Faiz: Dia ingin punya iPod. Gitu sih katanya. Alasannya karena tidak suka saja dengerin musik pakai ponsel.Kayla: Nah, gitu dong. OK, aku akan usahakan cari iPod. Pasti dia bakalan suka nantinya.Faiz: Trus, uangnya? Emang kamu punya uang?Kayla: Halah, itu nggak masalah. Kalau cuma iPod mah aku bisa beli. Ngomong-ngomong hadiahnya kamu yang kasih ya nanti. Anggap itu hadiah darimu.Faiz: Hah? Koq aku?Kayla: Woi
Kayla berdandan. Malam ini ia ingin pergi ke mall mencarikan hadiah untuk Iskha. Dia tak begitu kesulitan kalau soal uang. Di lemarinya uangnya sudah sangat banyak. Kalau mau membeli rumah baru pun sudah pasti akan bisa. Dia perlu mencari-cari informasi lewat internet tempat dimana ada toko yang menjual gadget. Sampai akhirnya diapun menemukan tempat toko yang menjual hardwarde dan gadget canggih di kota ini. Setelah mendapatkan informasinya ia mulai mempersiapkan bajunya untuk keluar. Dia menemukan baju kemeja kotak-kotak biru bergaris putih, kemudian celana jins sebetis, tak lupa ia membawa tas warna pink. Tak lupa ponselnya ia masukkan ke celana untuk menghubungi ayahnya sewaktu-waktu.Sebelum Kayla bergegas untuk keluar kamarnya tiba-tiba dia ditelepon seseorang. Begitu ia melihat layar ponselnya tampak nama tertera di sana. Arief? Kenapa dia menelpon malam-malam begini?Kayla pun mengangkat teleponnya, “Halo?”“Hai, di rumah?” tanya
Keduanya naik ke lantai dua. Di sini barang-barang elektronik gampang ditemui. Kayla mampir dari satu stand ke stand yang lainnya untuk mencari gadget yang dimaksud. Ternyata selain gadgetnya, harganya juga banyak yang bersaing. Kayla tak masalah dengan harga, ia bahkan mampu membeli sepuluh biji gadget hipster itu. Tetapi ia ingin bisa seperti orang-orang lainnya yaitu tawar-menawar. Arief cukup heran dengan kegigihan Kayla dalam menawar barang, dia pergi dari satu toko ke toko yang lain sampai-sampai kakinya capek sendiri. Dari sini saja Arief mulai faham mendampingi cewek belanja itu bukan soal yang mudah. Dia sering membaca gurauan-gurauan meme di internet kalau wanita itu kalau sudah belanja lupa segalanya, seperti sekarang ini. Kayla lupa sama sekali kalau Arief itu bersamanya.Akhirnya sampailah mereka di toko yang memberikan harga bersaing. Lebih murah meskipun hanya terpaut Rp. 2.000,- tapi itu lebih berharga bagi Kayla. Ia memenangkan pertarungan tawar-menawar harga
Arief senyum-senyum sendiri. Entah bodoh atau bagaimana tetapi yang dilakukannya tadi benar-benar konyol sampai ia tak habis pikir bagaimana secara reflek tangannya bergerak seperti itu. Kayla jelas benar-benar berbeda. Sudah pasti seluruh cewek-cewek di sekolahnya ingin sekali dicium olehnya, tetapi Kayla tidak. Dia benar-benar tak suka. Hal itu makin membuat Arief penasaran. Fix, dia suka Kayla. Di atas tempat tidurnya, pikirannya menerawang, seluruh yang ada di benaknya hanyalah Kayla. Bagaimana gadis itu tertawa, bagaimana dia berjalan, bagaimana pula cara Kayla berbicara rasa-rasanya membuat Arief tak bisa tidur malam ini. Bahkan rasa bibirnya saja masih terasa sampai sekarang.Lain halnya dengan Kayla. Dia benar-benar khawatir, tangannya tadi terlihat tembus pandang.Ini tidak baik. Bagaimana bisa Arief menyukainya? Kenapa bisa demikian? Kayla berkali-kali menelpon Andro tapi tak ada jawaban. Kemana orang itu? Kenapa robot yang menyerupai ayahnya pergi? Menggelikan sekal
Keesokan harinya Kayla benar-benar membisu ketika masuk kelas. Dari masuk sampai jam istirahat pandangannya selalu terarah kepada Arief. Dia merutuki dirinya sendiri yang betapa bego dan tololnya. Seharusnya dia bisa lolos, seandainya ia bersikeras menolak tawaran Arief, atau misalnya memanggil satpam penjaga komplek pastinya semuanya akan aman terkendali, tapi sayang itu sudah terlambat dan dia tidak bisa memundurkan waktu. Sekarang persoalannya hanya waktu. Apa dia punya cukup waktu untuk sampai menyerahkan arloji itu kepada Iskha tepat pada waktunya?Neneknya pernah berkata, “Arloji kuno ini diberikan sahabat nenek. Namanya sama dengan namamu. Dia memberikannya saat festival sekolah. Nenek tak akan pernah lupa.”Kayla makin kusut. Beberapa kali ia mengacak-acak sendiri rambutnya. Seandainya neneknya berkata “Diberikan seseorang” tanpa menyebut “sahabat” maka Kayla akan langsung saja pergi ke masa saat festival sekolah itu be
“Kenapa? Apa salahnya? Karena orangtuamu kah? Tak masalah aku akan menemui mereka,” Arief masih bersikeras. Dia memang seorang cowok yang tak pernah kenal menyerah.“Kau gila! Ini gila. Arrgghh!” jerit Kayla.“Dengarlah! Baiklah, aku minta maaf karena telah menciummu kemarin. Itu kecelakaan, tak akan terjadi lagi. Tapi biarlah aku berusaha untuk mendapatkan hatimu. Sebab aku benar-benar menyukaimu, Kay.”Kayla terdiam. Dia menarik napas dalam-dalam. Apa dia harus jujur kepada Arief kalau dia cucunya dari masa depan? Tidak, itu terlalu berisiko. Dia bisa saja mengubah sejarah, bisa saja dia menghilang sekarang. Ini tak boleh terjadi.“Aku akan pergi dari sini,” ucap Kayla.“Hah? Pergi?”“Iya,” ucap Kayla.“Pergi? Itukah alasanmu kau menolakku?”Kayla berbohong. “Iya. Karena itu.”“Kemana kau akan pergi?”&ldq