Beranda / Lain / Jeruji Tanah Anarki / Bertemunya Jillian dan Shaw

Share

Bertemunya Jillian dan Shaw

Penulis: Maula Faza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Iya, sayang." Suara Jill terdengar serak. "Masuklah."

Jill menyibak selimut dan bangkit untuk duduk. Tangan kanannya meremas kepala yang mendadak pusing hingga keningnya berkerut dan matanya terpejam erat.

Bailey masuk, merendahkan daksanya di samping Jill. Mimik wajahnya menampilkan kekhawatiran yang dalam.

"Bu, Ibu kenapa?" tanya Bailey. Jill tersenyum sembari mengusap-usap kepalanya.

"Ibu hanya sedikit pusing karena terlalu lama berbaring," kata Jill. Matanya kemudian tertuju pada kedua tangan Bailey yang memegang nampan. "Apa itu? Aromanya enak sekali."

"Ah, ini kue pie apel dan bubur jahe!" jawab Bailey, meletakkan nampannya di kasur. "Ibu mau mencobanya?"

Mata Jill berbinar. Ia mengangguk cepat dengan senyum yang lebih mengembang. Bailey duduk, mengambil 1 potong kue pie apel dan menyuapi Jill.

Shaw berdiri di luar pintu. Ia tidak berani masuk sebab belum diizinkan. Senyumnya merekah melihat wajah Jill yang berseri dan Bailey y

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jeruji Tanah Anarki   Membujuk Edvard

    Belum Edvard menjawab, Shaw sudah bertanya lagi."Kapan pertunangan tuan dokter Akhazel?"Shaw harus menghitung waktunya, memastikan acara pertunangan Akhazel tidak bentrok dengan rencananya agar ia dapat hadir.Edvard tidak lantas menjawab. Ia menatap lamat-lamat, memastikan Shaw tidak terluka. Walau ia yakin jika Shaw memang tidak terluka semalam, tetap saja Edvard ingin memastikannya sendiri. Usai tidak melihat satu gores luka pun, Edvard baru membuka suara."Pertunangannya bulan depan," kata Edvard. "Ada apa? Kau mencariku atau hanya mampir?""A—" Shaw mengangkat jari telunjuk tangan kanannya."Dua-duanya," jawabnya sembari cengir-cengir.Sebuah anak panah tiba-tiba melesat dengan kecepatan tinggi dari arah barat. Shaw sontak menghindar dan mencoba menangkap anak panahnya tetapi tidak berhasil karena Edvard lebih dulu menarik tangan Shaw. Alhasil, anak panah tersebut jatuh menancap di tanah.Edvard melihat ke arah datangnya anak panah, memicingkan mata dan mempertajam penglihatann

  • Jeruji Tanah Anarki   Berita dari Haldarad

    "Bagaimana jika gagal? Tindakanmu memang sudah mulai berdampak, tetapi belum menunjukkan hasil yang signifikan." Edvard masih menolak setuju.Bukan keraguan yang menjadi batu penghalang terbesar bagi Edvard, melainkan ketakutan akan akibat yang bisa saja terjadi jikalau nanti kenyataan tidak sejalan dengan rencana. Memang, tidak ada yang mudah ketika itu tentang menyembuhkan luka dan trauma masa lalu."Hasil tidak akan mengkhianati proses, Tuan Dokter. Dan tidak ada perjuangan yang selesai dalam sehari, jika itu untuk sesuatu yang besar." Shaw meyakinkan. Sorot matanya memancarkan kemantapan hati, berbaur dengan membaranya api tekad yang terus membesar.Edvard kehabisan kata-kata. Ia melihat Shaw dengan dalam dan dalam.Bocah berusia 11 tahun itu tampak berbeda di matanya. Edvard seolah melihat ada jiwa lain dalam tubuh Shaw. Keberanian yang terpancar dari mata Shaw bukanlah keberanian yang biasa.Hembusan napas keluar dari mulut Edvard. Ia memalingkan wajah ke arah jendela dan merenu

  • Jeruji Tanah Anarki   Mengintai si pengintai

    "Mungkin faktor cuaca dan musim, Profesor." Zetranio menyahut dengan santai. Ia tidak ingin Haldarad cemas."Pasti lebih dari itu." Haldarad yakin.Zetranio menaruh nampan di atas meja dan memindahkan cangkir teh serta camilannya dari sana."Minum dulu, Prof," ujarnya, duduk di seberang Haldarad."Dua hari lalu aku memerintahkan beberapa prajurit untuk mengecek laut timur dan barat laut, dan hasilnya sama. Nelayan yang kutanyai pun mengatakan hal serupa." Haldarad melanjutkan, mengambil cangkir teh di depannya dan menyesapnya sedikit.Prajurit yang bertugas di daerah 4 mata angin melaporkan hal yang sama, tentulah pasti ada sesuatu. Dan Haldarad tidak bisa untuk tidak berpikir buruk karenanya.Zetranio mengetuk-ketukkan jemari tangan kanannya di atas lutut kanan. Ia tampak berpikir dan berpikir."Kalau sudah begini, aku tidak bisa menyembunyikannya lagi," ujar Zetranio, bangkit dari duduknya. Ia mengambil sebuah berkas dokumen dengan sampul berwarna merah dan menaruhnya di meja depan

  • Jeruji Tanah Anarki   Shaw vs pemanah misterius

    Diperhatikan lebih jeli, sang sosok tampak seperti orang baru. Shaw tidak memiliki ide akan siapa gerangan sosok tersebut. Sudah pasti bukan Fu, karena perawakannya berbeda. Sosok ini lebih tinggi dan berisi. Dari area kening dan tangannya, terlihat bahwa ia memiliki kulit yang lebih kecoklatan dibandingkan kulit Fu, serta kedua matanya terlihat lebih sipit.Tidak ada tanda pengenal di sisi kiri maupun kanan daksa sang sosok, membuat Shaw semakin bertanya-tanya dan berhati-hati. Haki yang ia rasakan menguar dari sang sosok sungguh tidak bisa ia remehkan.Sepersekian detik membisu. Hanya suara hembusan sarayu dan hewan malam yang terdengar, itu pun cukup jauh dari keduanya. Area jenggala di sekitar menjadi sangat hening dan sunyi, pertanda bahaya mengintai.Mencoba memberanikan diri, Shaw keluar dari persembunyiannya, melompat dan mendarat di dahan pohon seberang dari sang sosok."Kenapa kau ingin membunuhku?" tanya Shaw begitu tungkainya berpijak.Kehadiran Shaw yang tiba-tiba tak aya

  • Jeruji Tanah Anarki   Shaw pembunuh?

    "Tidak usah hiraukan mereka, Shaw," lirih Bailey yang duduk di depan Shaw."Aku tahu." Shaw membalas singkat.Bailey menghentak tali kekang, memacu kuda lebih cepat lagi. Wilton di belakang pun mempercepat laju kudanya.Sampai di mansion, Wilton langsung pergi lagi setelah sang sosok dibawa ke balai pengobatan. Ia keluar bersama Bexter dan Ryson, dan berpisah di depan gerbang. Wilton pergi ke barat, ditugaskan Ascal untuk memanggil Edvard, sedangkan Bexter dan Ryson ke utara untuk mengambil anak panah yang dikubur Shaw."Sudah. Dia akan baik-baik saja." Bailey menepuk pundak Shaw, mencoba menenangkan sahabatnya yang masih cemas dan murung.Ascal yang keluar dari ruang pengobatan berhenti beberapa meter di belakang Shaw dan Bailey. Ia diam, memperhatikan kedua bocah di hadapannya."Aku takut, Bailey. Walau aku merasakan aura gelap darinya, tapi aku yakin dia orang baik. Dia sempat terlihat sedih tadi," tukas Shaw.Petarung di arena tidak boleh memiliki perasaan. Itu adalah prinsip yang

  • Jeruji Tanah Anarki   Bertemu Bold lagi

    "Saya baik-baik saja, Tuan Muda," balas Wilton seraya tersenyum."Hah, ya sudah." Bailey pasrah dan beralih menatap Shaw. "Kalau ada apa-apa kabari aku. Apapun itu, hal kecil sekali pun."Perjalanan kisah mereka memasuki tahap serius yang kian mendebarkan setiap harinya. Terlebih kali ini Shaw hendak melaksanakan tugas dari sang ayah, menghadirkan rasa tidak sabar dalam hati Bailey, untuk mendengar setiap perkembangannya.Shaw mengangguk, memasang senyum lebar hingga menampakkan deretan gigi putihnya yang rapi."Kalau ingat," tanggapnya. Bailey berdecak.Terkadang ia iri dengan kebebasan Shaw, membuatnya berandai-andai terlahir bukan dari keluarga bangsawan Zanwan, bukan sebagai pewaris tahta. Namun, bukan berarti ia tidak menyukai takdir hidupnya. Ia hanya ingin bisa sebebas Shaw."Ya sudah. Aku pergi dulu," pamit Bailey, menunggangi kuda dan pergi ke sekolah bersama Wilton. Shaw pun menunggangi kudanya, namun menuju arah yang berbeda.Di tengah jalan, Shaw bertemu sekumpulan anak ya

  • Jeruji Tanah Anarki   Gerbang selatan

    Shaw melajukan kudanya ke selatan, pulang ke rumah Spencer. Ia mengambil jalur pemukiman penduduk. Ketika melewati alun-alun distrik, untuk beberapa menit laju kudanya melambat dan pikirannya mengelana. Teringat ia pada sebuah kepala yang pernah tergantung di sana.Kini alun-alun itu kosong. Hanya terlihat beberapa prajurit yang berjaga di pos sebelah alun-alun, dekat dengan perumahan."Entah hari ini, esok, lusa, atau hari seterusnya, kepala seseorang mungkin akan tergantung lagi di sana." Shaw bergumam pelan, menghembuskan napas dan melanjutkan perjalanan.Dedaunan terlihat berserakan memenuhi halaman ketika ia sampai di depan rumah. Padahal tidak lama ditinggal, tetapi rumah tua itu sudah seperti rumah yang lama tidak dihuni.Shaw menalikan tali kudanya di tiang halaman samping dekat dapur. Rencana untuk langsung membuat bekal pun ia tunda dan memilih membersihkan rumah serta halaman lebih dulu.Sekelumit rasa rindu pada Spencer dan Gracie menyeruak, hadir begitu saja. Shaw seolah

  • Jeruji Tanah Anarki   Kabut

    Shaw tidak ingin peduli. Benaknya mengatakan ia harus segera pergi, jadi ia lanjut memacu kudanya. Namun, bayangan itu muncul lagi. Meski begitu, Shaw tetap berusaha mengabaikan.Seakan memperjelas bahwa Shaw adalah target, bayangan tersebut terus kembali menunjukkan entitasnya. Ia melesat dari pohon ke pohon di sekeliling Shaw.'Kecepatannya lebih tinggi dari semua mata-mata yang pernah kutemui. Apakah dia Fu? Hanya Fu yang bisa secepat ini. Tapi ... mengapa Fu tidak langsung menemuiku?' Shaw bertanya-tanya dalam hati.'Tunggu—' Lagi, Shaw membatin. Ia merasakan keberadaan haki lain, selain dari haki sang mata-mata yang melesat. 'Lebih dari satu orang!'Semerbak aroma bunga lili menguar tajam dalam sekejap, tercium harum di hidung Shaw. Aneh.Merasa ganjil, Shaw pun berhenti. Lagi. Ia menghirup udara memastikan aroma yang masuk ke indra penciumannya itu.'Apakah ini benar-benar aroma bunga lili?' Benaknya bertanya, yang lebih kepada menebak.Selain harum, aromanya segar dan manis. Na

Bab terbaru

  • Jeruji Tanah Anarki   Morth

    Atmosfer terasa lebih ramah. Irama dari ranting-ranting dan dahan oleh angin terdengar lebih wajar dibandingkan tadi. Shaw makin yakin, semua karena Morth. Atmosfer, halusinasi, entah apa lagi yang Morth sebabkan. Satu pertanyaan besar dalam benak Shaw, siapa Morth sesungguhnya? Mengapa seisi jenggala sunyi hingga seluruh penjurunya seakan-akan berada di bawah kaki tangan Morth?“Kau pikirkan aku?” Morth tiba-tiba bertanya. Rupanya ia mengekori Shaw.Huh? Apa Morth juga bisa membaca pikiran?Shaw menengok ke belakang, langkahnya melambat. “Jangan katakan kau dapat menembus kepala orang.”“Kau banyak bertanya, belum tuntas seluruhnya.” Morth mensejajarkan diri. Sejenak, ia melihat Shaw dari atas ke bawah. “Orang keras kepala seperti kau tentu akan merenungkannya. Aku benar, bukan?”“Kita baru saling tahu beberapa saat lalu dan kau yakin sekali dengan kata-katamu. Antara kau pandai menilai atau hanya pandai berasumsi.” Shaw menggeleng. Pandangan ia tujukan ke depan.Morth menyentuh leng

  • Jeruji Tanah Anarki   Penunggu hutan sunyi

    Tanduk. Hal pertama yang dilihat oleh Shaw dari sumber suara adalah tanduk, tersembunyi di antara dedaunan semak belukar setinggi pinggang orang dewasa.Shaw mengernyit, kemudian bergumam lirih, nyaris tak bersuara, "Itu seperti tanduk rusa."Sepasang mata semerah darah terlihat dari celah dedaunan. Shaw menelan ludah. Ia tahu betul itu bukan mata hewan biasa, apalagi manusia. Tidak ada satu pun penduduk desa yang pernah ditemuinya memiliki mata seperti itu.Mungkinkah ini yang Fu maksud? Apapun itu, merasakan haki tidak biasa dari sang sosok misterius membuat Shaw merasa dirinya tidak boleh berlama-lama.Diliputi kewaspadaan dan dengan suara tercekat, ia berucap dalam hati, "Aku harus segera pergi dari sini."Tanpa melakukan pergerakan yang kentara serta dengan posisi kepala yang masih sama, tatapan Shaw menyisir sekitar; memastikan tidak ada keanehan lain. Ia yang semula berjongkok pun perlahan berdiri sepelan mungkin. Namun, bak lelah bermain petak umpet, ransel yang Shaw gendong m

  • Jeruji Tanah Anarki   Halusinasi

    "Tetap tidak bisa! Terlalu berbahaya. Kau kan tahu lebih baik daripada aku, Tibate." Fu mengangkat kepala, menatap lurus Tibate dan Baldor. Ini bukan waktu yang tepat, pikir Fu. "Lagi pula aku bisa menjaga diri. Akan kupanggil kalian jika hal buruk terjadi dan aku tidak bisa mengatasinya.""Kau bisa tinggal, Fu. Aku akan melanjutkan perjalananku seorang diri," sela Shaw, angkat bicara setelah menimang-nimang."Tidak―""Aku juga akan meninggalkan kudaku di sini." Shaw menepuk pundak Fu. Ia serius ingin Fu tinggal. "Bold bilang ada danau dan tebing. Jadi, aku tidak bisa membawa kudaku. Selain itu, kau bisa mengawasi keadaan hutan dan mengabariku. Kau juga terluka, Fu. Jangan bersikeras seolah kau baik-baik saja. Bagaimanapun kau juga masih anak-anak."Ini adalah tugas Shaw. Sejak awal, Shaw memulainya sendiri, dan ia harus melanjutkannya sendiri. Shaw tidak ingin merepotkan.Fu berdecak, tidak terima, tetapi juga tidak menyangkal ataupun menyanggah. Bertemu Baldor dan Tibate membuatnya

  • Jeruji Tanah Anarki   Janji pada jenderal besar

    Pria berjanggut memperhatikan sambil mengusap-usap janggut dan kumisnya. Saat otaknya mengingat sesuatu tentang Fu, matanya seketika melebar."Kau ingin aku mencincangmu, hah?!" Tibate berseru.Setelah ikan bakarnya rusak, sekarang dirinya yang nyaris terbakar. Pria plontos itu tidak terima.Tibate menghentak tanah dengan kakinya, bergantian kaki kanan dan kaki kiri. Pegangannya pada gagang pedang semakin erat dan erat.Fu melompat mundur, mengambil sikap siaga dan meningkatkan kewaspadaannya. Ia siap dengan apapun yang akan Tibate lakukan untuk membalasnya.Sebelum Tibate menyerang balik, pria berjanggut yang masih menggenggam keranjang bambu itu berjalan ke depan Tibate, lalu berdiri memunggungi Fu dan Shaw."Kau mau dikutuk atau sudah bosan hidup?!" tanyanya."Apa maksudmu? Kalau kau hanya ingin aku berhenti memberi anak itu pelajaran, sebaiknya kau minggir!" balas Tibate."Kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa? Kau tidak berencana mengingkari janjimu pada Jenderal Besar, 'ka

  • Jeruji Tanah Anarki   Pertarungan Fu dan Tibate

    "Apa kau sedang bercanda?" Tibate mendengus kasar. Ia tampak tidak suka.Pria plontos itu tahu dirinya sudah hidup lama, tetapi bukan berarti ingatannya menua. Ia tahu ingatannya masih berfungsi dengan sangat baik. Ia sangat meyakini itu."Aku tidak bercanda," sanggah Fu, berkacak pinggang. "Kau memberitahukannya sendiri padaku saat aku memberimu buah persik. Kalau kau masih tidak ingat, berarti ada yang salah dengan ingatanmu," imbuhnya.Buah persik?Tibate mengerutkan kening. Ia merasa tidak asing, tetapi tidak mengingat apapun."Sudahlah. Lebih baik kalian pulang sekarang, dan akan kuanggap ini tidak pernah terjadi," ujar Tibate seraya memasang wajah serius."Tidak bisa!" Shaw berseru. "Aku harus pergi ke tenggara!""Ya. Kami tidak bisa kembali ke desa saat ini," Fu menimpali.Tibate memukulkan ujung pedangnya ke tanah, menimbulkan gelombang angin yang kencang. Dedaunan dan batu kerikil tersapu, begitu pun Fu dan Shaw yang ikut terpental."Aduh ...." Shaw mengerang, berusaha bangun

  • Jeruji Tanah Anarki   Penjaga hutan hitam

    Menjelang pagi, suara kehidupan awal sekali menggaung. Beberapa penduduk desa sudah mulai melakukan aktivitas mereka. Sebagian di dalam rumah, sebagian di luar rumah.Satu di antara manusia yang telah lepas dari peraduannya adalah Wilton. Ia bertugas pagi kali ini."Selalu rajin, ya." Zander berkomentar. Kuda-kuda di kandang bersuara antusias saat Zander memberi mereka makan."Tidak juga. Aku hanya tidur cukup nyenyak semalam, dan tubuhku merasa lebih segar saat aku bangun. Jadi, ya, mungkin lebih bersemangat," sahut Wilson seraya terkekeh kecil."Padahal kau hanya tidur sebentar, 'kan, semalam," Celetuk Zander. Tangannya cekatan melipat karung-karung rumput yang sudah kosong.Wilton tersenyum cerah menanggapinya. Ia memeras kain yang dipakai untuk mengelap kuda yang akan ia pakai untuk mengantar Bailey ke sekolah."Sebentar pun tetap saja namanya tidur, Zan," kata Wilton, keluar dari kandang sambil membawa kain basah dan ember hitam kecil."Ya, tidak salah."Suara derap kaki nyaring

  • Jeruji Tanah Anarki   Penemuan Avidius

    "Ada yang menarik perhatianmu, Vid? Aku sampai mengantuk menunggumu." Bailey menimpali."Ah, maaf maaf .... Tadi ada yang harus kulakukan. Ada sesuatu! Jadi, aku kembali lebih lama," ujar Avidius seraya tersenyum canggung.Avidius adalah cucu Barid. Ia satu sekolah dengan Leonere."Sesuatu apa?" Leonere bertanya.Avidius, remaja berkulit putih kemerahan dengan senyum manis dan lesung pipi itu mengeluarkan sebuah kain merah dari saku pakaian di balik jubahnya. Saat kain dibuka, Leonere dan Bailey membulatkan mata melihat benda yang terpampang di sana."Bukankah itu—" Kata-kata Leonere terhenti. Ia mendekat tergesa dan memegang benda yang ditunjukkan Avidius. "Ini kan ....""Dari mana kau menemukan itu?" tanya Bailey yang juga mendekat.Avidius melirik ke arah belakang sesaat, memastikan sekitarnya aman. Senyumnya pudar seketika."Dari hutan barat laut. Aku menemukannya tadi," bisik Avidius, tampak serius.Bailey dan Leonere tercengang lalu saling menatap. Pikiran keduanya seolah tersam

  • Jeruji Tanah Anarki   Hutan hitam

    "Tidak ada yang gratis," sahut Fu seraya menyeringai tipis.Shaw berdecak. "Kubayar dengan manisan.""Apa itu? Tidak cukup! Informasiku sangat mahal, kau tahu.""Ck, kubayar dengan makanan lain. Kau bebas memintanya, dan aku akan membuatkannya untukmu," tawar Shaw.Fu menyeringai penuh kemenangan kini. Sebuah siasat terlintas di benaknya."Bisa dipertimbangkan," kata Fu. Sesaat kemudian seringai di wajahnya hilang, berganti raut serius. "Kurangi kecepatan kudanya. Melewati batang pohon besar di depan itu, buat kudanya berjalan biasa.""Huh? Oke."Shaw percaya pada Fu. Ia mengikuti instruksi Fu tanpa ragu.Pohon-pohon besar yang dimaksud Fu berada 20 meter dari mereka. Warna pohonnya gelap, seolah melambangkan sesuatu yang misterius dan tampak mati. Pepohonan itu seakan telah terbakar. Meski begitu, dedaunannya sangat rimbun.Melewati dua pohon besar tersebut, kuda memasuki jenggala yang lebih gelap dan sunyi dari sebelumnya. Sekeliling tampak benar-benar gelap dengan aura yang terasa

  • Jeruji Tanah Anarki   Desa neraka dan tetua desa

    "Ya sudah." Eroth menghela napas.Selain belajar bersikap baik pada budaknya, Eroth pun belajar untuk tidak memaksakan kehendak. Ya, itu sungguhan, bukan sandiwara yang dibuat-buat.Di depan mereka, Aaban mendengarkan dalam diam. Komandan itu sibuk dengan pikirannya.Menjelang ujung dari jenggala ketiga, Fu tiba-tiba berujar. Suaranya terdengar serius di telinga Shaw."Berhenti, Shaw."Shaw menghentikan laju kuda dan melirik Fu. "Ada apa?""Kita ambil jalan lain," tukas Fu."Kenapa? Ada apa dengan jalan ini?""Ada sesuatu di depan. Hakinya tidak jauh berbeda dengan Kaye dan teman-temannya.""Ha?"Shaw menatap lurus, lalu memejamkan mata. Ia mencoba merasakan haki di depan, tetapi tidak merasakan atau melihat apapun."Aku tidak merasakan apapun," kata Shaw seraya membuka mata.Fu berdecak dan memegang kedua pundak Shaw. Aliran haki mengalir dari tangannya."Coba lihat lagi," kata Fu. Shaw mengiyakan.Bayangan sosok berjumlah lebih dari 10 terlihat di kejauhan di depan, dengan haki yang

DMCA.com Protection Status