Wajahnya terlihat dingin dan sedikit pucat pasi. Zola tidak menjawab pertanyaan Tyara. Dia langsung menghampiri perempuan itu dan melayangkan satu tamparan di pipi Tyara tanpa mengatakan apa pun. Suara tamparan menggema di udara.Tamparan itu membuat bekas tangan tersisa di wajah Tyara. Perempuan itu menatap Zola dengan sorot tidak percaya dan bertanya, "Kenapa kamu menamparku? Atas dasar apa?""Atas dasar apa? Kamu tanya aku atas dasar apa? Tyara, aku peringatkan sebaiknya simpan pemikiranmu. Kamu nggak mau kesan malaikat polos pada dirimu hancur, 'kan? Kalau kamu berani mengusikku, aku nggak akan melepaskanmu!"Zola menatap Tyara dengan sorot penuh arti."Aku nggak tahu apa yang kamu katakan. Zola, kamu menamparku tanpa alasan. Kalau sampai Boris tahu, kamu tahu bagaimana menjelaskan padanya?" Tyara menutupi wajahnya dengan mata memerah dan tampak sedih.Manajernya, Kak Lily bergegas membawa Tyara ke balik tubuhnya karena takut Zola melayangkan pukulan lagi."Bu Zola, sikapmu ini sal
Tyara menangis pilu. Ekspresi wajah Boris pun menjadi lebih serius. Setelah diam sejenak, pria itu baru berkata, “Tyara, biar aku yang urus. Aku pasti akan berikan penjelasan ke kamu.”Tyara spontan berkata, “Boris, aku bukannya mau buat kamu serba salah dan harus lakukan sesuatu untukku. Aku hanya nggak tahu harus berbuat apa lagi. Zola juga peringatkan aku untuk jauhi kamu. Kalau kamu juga bermaksud begitu, sekarang juga aku akan pergi jauh-jauh dan nggak akan muncul lagi di hadapanmu.”Wajah Boris kian muram. Bekas tamparan di pipi Tyara bukan dibuat-buat. Oleh karena itu, Boris langsung menelepon Zola.Begitu terhubung, Boris langsung bertanya, “Kamu di mana?”“Di rumah. Ada apa?” Zola bersikap tenang, nada bicaranya datar. Tidak ada gejolak apa pun.“Tunggu aku di rumah.”Boris berkata dengan dingin. Setelah itu, dia langsung menutup telepon tanpa menunggu tanggapan Zola. Dia memakai mobil sendiri membawa Tyara dari Morrison Group ke Bansan Mansion. Hanya butuh waktu sekitar 40 me
Wajah Zola yang halus dan cantik sama sekali tidak terlihat marah. Sebaliknya, sorot matanya sama sekali tidak terbaca. Aura yang memancar dari tubuhnya juga membuat orang tidak mengerti emosi apa yang sedang dia rasakan saat ini.Sejak awal Zola selalu bersikap tenang, bagaikan permukaan air yang sama sekali tidak beriak. Namun, matanya yang jernih justru membuat orang merasa asing dengannya.Zola dan Boris saling bersitatap. Saat ini, rasanya seperti ada tangan yang tak kasat mata mencengkeram hati Boris, menimbulkan rasa sakit yang tidak bisa diabaikan begitu saja.Tepat saat Boris ingin melihat mata Zola lebih dalam, tiba-tiba terdengar suara Tyara yang lembut, “Lupakan saja, Boris. Satu tamparan saja, aku nggak apa-apa. Jangan bertengkar dengan Zola. Aku nggak mau hubungan kalian terpengaruh gara-gara aku.”Tyara mengangkat tangannya, lalu tangannya mendarat di lengan Boris yang sedang memegang tangan Zola. Mata Zola tertuju pada tangan Tyara. Kemudian, dia menarik tangannya denga
Begitu Hartono selesai berkata, Jerico, Lydia dan Selena serempak tercengang. Jerico dan Lydia saling menatap satu sama lain. Kemudian, Jerico pun bertanya, “Pak Hartono, maksud Anda, Anda setuju mereka cerai?”“Iya, aku setuju. Bagaimanapun juga, mereka punya jalan mereka sendiri. Kita sebagai orang tua nggak bisa memaksa mereka. Tapi sekalipun mereka bercerai, hubungan keluarga kita tetap sama, nggak ada yang berubah.”“Pak Hartono, kenapa Anda setuju mereka cerai? Mereka sudah tunda perceraian mereka demi Morrison Group. Itu berarti mereka ingin terus membina hubungan mereka. Anak kami Zola seorang perempuan. Kalau sudah cerai, bagaimana dia bisa menikah lagi? Nggak akan ada yang mau.”Lydia memasang wajah tidak senang, jelas dia bermaksud menyalahkan. Boris sama sekali tidak bicara. Hanya saja, raut wajahnya muram. Tatapannya selalu tertuju pada Zola, tapi dia hanya mendapati perempuan itu memasang raut waja datar, sama sekali tidak ada gejolak emosi.Apakah sejak awal Zola sudah t
Keesokan paginya, Zola kembali ke rumah orang tuanya. Zola sudah tahu alasan mengapa keluarganya tidak ingin dia bercerai dengan Boris. Jadi saat dia berdiri di depan rumah orang tuanya, Zola menarik napas dalam. Setelah itu, dia baru melangkahkan kakinya menuju rumah itu.Zola berpapasan dengan Selena di taman vila. Keduanya saling bersitatap, tidak ada yang mau mengacuhkan satu sama lain. Zola pun terus berjalan masuk. Saat melewati Selena, Selena tiba-tiba bertanya, “Kamu benar-benar mau cerai dengannya?”“Iya.”“Kenapa? Awalnya kamu bilang dia yang mau cerai. Tapi bukannya demi Morrison Group, dia nggak mau cerai? Sekarang kenapa kakeknya yang suruh kalian bercerai? Itu niatmu, kan?” tanya Selena bertubi-tubi sambil mengerutkan kening dan menatap Zola.“Nggak ada alasan apa pun. Cepat atau lambat kami akan bercerai. Daripada berlama-lama, lebih cepat lebih baik.” Suara Zola begitu lembut, sama sekali tidak ada pergolakan emosi.Selena berkata lagi, “Papa dan Mama nggak senang kamu
Beberapa kali Zola ingin mengambil inisiatif untuk bicara dengan Boris. Namun, setiap kali kata-kata yang ingin dia ucapkan sudah sampai di ujung bibirnya, kata-kata itu malah tertahan. Karena sudah menjadi seperti ini, maka dia harus melanjutkannya sampai akhir.Malam hari, Zola duduk di sofa di kamar tidurnya sambil melamun. Setelah kembali ke Kota Binru, dia tetap berhubungan dengan neneknya. Karena terpaut jarak, mereka tidak bisa bertemu kapan saja. Baik itu karena neneknya atau anak dalam kandungannya, saat ini Zola merasa semakin ingin pergi.Dua hari yang dijanjikan belum tiba, tapi Lydia sudah tidak sabar lagi. Hari kedua setelah Zola pulang ke rumah orang tuanya, Selena menelpon Zola.“Mama ingin cegah kamu dan Kak Boris cerai. Dia berencana pakai namamu untuk kasih Tyara pelajaran. Masalah ini terjadi karena kamu. Kalau kamu nggak bersikeras bercerai, Mama nggak akan lakukan hal seperti itu. Aku harap kamu bisa tangani Tyara dengan baik. Jangan sampai buat keluarga Leonarto
Manajer Tyara mengutarakan pendapatnya, berharap Tyara dapat berpikir matang dulu sebelum mengambil tindakan. Mungkin kata-kata manajer itu berpengaruh, Tyara pun tidak bicara lagi. Dia hanya mengatupkan bibirnya. Wajahnya terlihat tidak senang.Kata-kata yang tertulis dalam secarik kertas itu sangat sederhana tapi jelas. Hanya ada satu kalimat. “Ada masalah dengan asisten baru. Percaya atau nggak terserah kamu. Jangan menyesal kalau terjadi sesuatu.”Karena tidak ada bukti nyata yang menunjukkan kalau Zola adalah dalang dibalik hal ini, Tyara hanya bisa menyembunyikan kecurigaannya pada Zola dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.Setelah menangani masalah asisten baru Tyara, Zola juga mengirimkan pesan kepada ibunya. Dia berkata pada sang ibu, “Mama pakai namaku lakukan hal itu, itu nggak hanya hancurkan namaku. Seluruh keluarga Leonarto juga akan terseret.”Lydia tidak membalas pesan itu, tapi Zola yakin kalau Lydia telah membacanya. Itu bukan masalah bagi Zola.Sekarang semua telah
“Tentu saja dia bakal cari. Yandi yang paling jago kalau soal ini. Perempuan yang dari luar kelihatannya dingin begitu justru perempuan yang paling bersemangat. Perempuan seperti itu suka dengan pria baik seperti Yandi.”Suara di belakang Zola berangsur-angsur menghilang. Sampai mereka berdua tiba di tempat parkir dan masuk ke dalam mobil, Caca baru berkata, “Bu Zola nggak apa-apa? Mereka benar-benar keterlaluan. Mentang-mentang punya uang, mereka kira mereka orang paling hebat?”“Aku nggak apa-apa. Nggak usah dipedulikan, Ca. Kamu pasti kaget banget, ya?”Zola tertawa pelan. Nada bicara juga terkesan acuh tak acuh. Seolah-olah kejadian barusan tidak pernah terjadi.Caca menggelengkan kepala. Kemudian, Zola baru mengeluarkan kartu nama di dalam sakunya, lalu membuangnya ke luar jendela mobil. Dia menyipitkan matanya, tapi ekspresinya tetap tenang. Dia hanya menganggap orang-orang itu sedang omong kosong.Zola melupakan masalah itu. Proyek Bellan International berjalan dengan lancar. Di
Sorot mata Audy begitu tajam. Raut wajahnya juga sangat tidak bersahabat. Usai berkata, dia langsung berlari ke arah Tyara, lalu menindih Tyara ke tempat tidur dan menarik rambutnya.Setelah sadar, Tyara juga mulai melawan. Keduanya pun berkelahi. Mereka berkelahi sambil terus berteriak. Suara keributan segera menarik perhatian perawat. Perawat datang dan segera menjauhkan mereka.Satunya anak keluarga kaya, satu lagi artis terkenal di industri hiburan. Namun saat ini, rambut mereka berantakan. Pakaian mereka juga berantakan. Ada luka goresan di wajah mereka. Citra mereka benar-benar hancur total.Tyara menunjuk ke arah Audy dan berkata, “Aku mau lapor polisi. Dia masuk tanpa izin dan langsung pukul orang. Aku mau tuntut dia.”Audy terlihat santai saja. “Oke, tuntut saja. Lebih baik kalau kamu segera lapor polisi. Aku akan beritahu polisi kalau kamu ada hubungan dengan kakakku.”Wajah Tyara spontan menegang. Ada sesuatu yang aneh di sorot matanya. Sebenarnya, dia spontan berpikir kalau
Kemudian, Audy membuka akun media sosialnya. Selama beberapa hari terakhir, dia selalu memeriksa akun media sosialnya. Audy syok berat ketika melihat berita Mahendra yang hilang kontak setelah jatuh ke sungai. Air matanya terus mengalir. Otaknya menjadi kosong. Dia hanya memikirkan satu hal, tidak mungkin. Bagaimana mungkin Mahendra bisa jatuh ke sungai?Wajah Audy tampak serius. Dia bahkan tidak sarapan. Dia langsung keluar dari hotel dan pergi ke tempat kejadian dengan naik taksi. Sesampainya di sana, sudah banyak orang berkumpul di sekitar sungai. Karena sungai mengalir ke sungai yang lebih besar, maka arus sungai sangat deras. Selain itu, sungainya juga sangat dalam.Orang-orang yang ada di sana tidak berhenti berkomentar. “Malam-malam mobil jatuh ke sungai, seharusnya nggak ada harapan lagi. Orangnya pasti sudah terbawa arus. Mungkin saja jasadnya sudah nggak utuh.”“Sayang sekali. Dengar-dengar orangnya masih sangat muda.”“Apa yang perlu disayangkan? Dia sudah lakukan banyak hal
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin