Sesaat kemudian, Alex mengangkat telepon. “Kenapa kamu telepon aku? Bukannya kamu bilang jangan telepon dulu sementara waktu?”Suara Alex terdengar cemas. Karena sikap Boris kemarin membuatnya sangat ketakutan. Mahendra tidak menangkap emosi dalam kata-kata Alex. Dia juga tidak tahu bagaimana perasaan Alex saat ini.Mahendra hanya berkata, “Kamu baik-baik saja, kan? Kamu masih di lokasi? Bisa keluar sebentar, nggak? Aku bawa makanan untuk kamu.”“Kamu lagi di luar?”“Iya.”“Kenapa kamu datang ke sini lagi? Kamu tahu nggak aku hampir saja ketahuan saat pergi bersamamu dua hari yang lalu? Sekarang kondisinya nggak kondusif. Jangan datang cari aku lagi. Mampus aku kalau sampai ketahuan kita dalang di balik insiden gedung runtuh.”Walau Mahendra adalah orang yang memberinya uang, Alex sangat takut akan ketahuan. Dia juga takut akan kehilangan pekerjaan, bahkan harus menanggung tanggung jawab hukum serta beberapa konsekuensi lainnya. Jadi, nada bicaranya terhadap Mahendra cukup ketus.Akan
Mahendra tidak berhenti. Dia langsung memacu mobilnya dengan cepat. Dia berusaha meninggalkan mobil yang mengikutinya sampai tidak peduli dengan keselamatannya sendiri lagi.Pada akhirnya, Mahendra menghentikan mobilnya di jalan yang lalu lintasnya paling padat. Kemudian, dia keluar dari mobil dan berjalan ke kerumunan.Mahendra berkeliling selama hampir satu jam. Setelah memastikan tidak ada yang mengikutinya, dia pun pergi ke sebuah toko pakaian pria dan membeli pakaian baru. Kartu yang dia gunakan untuk membayar tidak dibuat dengan identitasnya sendiri.Mahendra juga membeli ponsel baru, lalu mengajukan kartu sementara yang baru. Namn, dia tidak segera menghubungi siapa pun dengan kartu itu. Mahendra membawanya hanya untuk keadaan darurat.Boris juga segera mendapat informasi tentang Mahendra. Boris hanya tersenyum acuh tak acuh, sama sekali tidak terburu-buru.“Nggak masalah. Karena dia ingin main kucing berburu tikus, aku akan temani dia bermain. Aku ingin lihat apa yang bisa dila
Wanto juga mulai sedikit memahami situasi. Ekspresi wajahnya terlihat berat hati dan sedih, dia juga sangat menyayangkan hal ini.Hanya dalam setengah hari, perubahan yang besar dan mengejutkan telah terjadi. Polisi mengumumkan orang di balik insiden gedung runtuh beserta barang bukti. Media pun mulai memberitakannya.Nama Mahendra langsung muncul di hasil pencarian teratas. Netizen sangat giat dan cepat saat menggali informasi Mahendra. Mahendra memiliki nilai bagus di sekolah, tapi dia anak angkat keluarga Cahyono. Dia berteman lama dengan Zola, tapi hanya sebatas teman. Setelah Zola menikah, Mahendra ikut datang ke Kota Binru dan menjalankan sebuah perusahaan bersama Zola.Mahendra dikritik habis-habisan oleh media dan netizen. Nama Morrison Group benar-benar bersih dari insiden gedung runtuh. Adapun pihak kepolisian memberikan keterangan terkait Mahendra, “Kami masih melacak. Kalau ada yang mengetahuinya, saya harap semuanya berikan petunjuk yang lebih kuat.”Morrison Group menerus
Jeni langsung memikirkan kemungkinan yang terburuk. Emosinya seketika meluap. Dia pun berkata, “Sekarang dia lagi hamil. Kamu melanggar hukum kalau kamu pukul dia. Pak Boris, aku juga tahu soal Mahendra. Awalnya Zola memang mau beritahu kamu. Kamu nggak boleh begini padanya.”Jeni mengatakan banyak hal. Boris sampai sakit kepala. Dia pun langsung memotong, “Sudah cukup bicaranya? Kalau sudah, aku tutup.”“Boris!” bentak Jeni.Namun, Boris hanya berkata dengan acuh tak acuh, “Katakan.”“Sebenarnya Zola ada di mana? Dia nggak ikut kamu ke luar kota, kan?”“Jeni, kalau kamu benar-benar demi kebaikan dia, diam dan jangan ganggu aku lagi. Kalau nggak, aku punya banyak cara untuk siksa kamu.”Usai berkata, Boris langsung menutup telepon.Jeni sungguh terlalu keras kepala. Boris berpikir sejenak, lalu dia mencari nomor dari riwayat panggilan di ponselnya. Kemudian, dia menghubungi nomor tersebut.Orang yang dia telepon segera mengangkat telepon. Tanpa menunggu orang itu bicara, Boris telah bi
Jeni langsung pergi ke rumah sakit dengan mobilnya. Setelah nenek Zola melihatnya, sang nenek baru merasa lega. Jeni menemani nenek Zola makan malam, lalu mengobrol sebentar. Setelah cukup lama, Jeni baru meninggalkan rumah sakit.***Sekitar pukul sepuluh malam.Semua pekerjaan Tyara telah dihentikan selama beberapa hari. Selama itu pula, dia tidak pernah muncul di depan publik. Saat ini, dia sedang duduk di sebuah mobil mewah berwarna hitam. Mobil itu melaju kembali ke apartemen tempat dia tinggal. Karena Boris menghentikan semua pekerjaannya, jadi dia hanya bisa mengandalkan cara lain untuk mempertahankan popularitasnya di dunia hiburan. Maka dari itu, dia berinisiatif pergi mencari Samuel.Tyara baru saja menemani Samuel ke sebuah pesta dansa, lalu sekarang kembali ke apartemen. Di dalam mobil, Samuel menggenggam jari-jari Tyara dan memainkannya dengan lembut. Dia menatap Tyara, lalu berkata sambil tersenyum tipis, “Tyara, gimana kalau malam ini nggak usah pulang dan pergi ke tempa
Selesai minum, pria itu baru menatap Tyara dengan manik hitam pekatnya dan berkata dengan acuh tak acuh, “Kamu keluar sama Samuel?”Tyara sama sekali tidak merasa malu ketahuan oleh pria itu. Dia meletakkan tasnya dan duduk di sofa, lalu berkata, “Ada masalah?”“Kamu nggak takut Boris akan jadi lebih dingin sama kamu kalau dia tahu kamu keluar dengan Samuel?”“Menurutmu sekarang dia nggak cukup dingin padaku? Dia hentikan semua pekerjaanku, buat aku jadi bahan tertawaan semua orang. Aku bahkan curiga nggak ada lagi aku di hatinya. Aku rasa semua perasaannya padaku sudah hilang.”Suasana hati Tyara menjadi sangat buruk setiap kali dia memikirkan hal itu. Dia justru berharap Boris tahu. Tyara ingin melihat apakah Boris peduli padanya atau tidak. Sekarang dia bahkan tidak bisa menghubungi Boris.“Kamu suruh aku mengadu pada Boris, bilang kalau kamu dalang di balik kejadian gedung runtuh. Ternyata sejak awal Zola sudah tahu. Apa yang terjadi selanjutnya? Aku bahkan nggak bisa bertemu Boris
Mahendra tersenyum. Setelah menghabiskan sebatang rokok, dia pun pergi ke kamar mandi.***Keesokan paginya, sinar mentari pagi yang hangat menyelinap masuk ke dalam vila melalui jendela kaca. Zola bangun pagi-pagi sekali. Karena tidak bisa keluar, dia hanya bisa berkeliaran di ruang tamu.Bibi melihat Zola ketika dia bangun untuk menyiapkan sarapan. Bibi itu pun segera bertanya dengan suara pelan, “Bu Zola sudah lapar? Sekarang juga saya siapkan sarapan.”“Nggak, Bi. Nggak usah buru-buru. Aku hanya sudah cukup tidur.”Zola sudah berada di sini selama tiga hari. Tidak ada yang bisa dia lakukan, tidak ada gunanya. Zola berpikir sejenak, lalu dia pergi membuka pintu. Pengawal yang berjaga di balik pintu langsung berdiri dan menghalanginya.“Bu Zola nggak boleh keluar tanpa izin dari Pak Boris. Jangan menyulitkan kami, Bu.”“Aku nggak keluar. Aku hanya mau minta kalian sampaikan ke dia. Aku mau kertas dan pensil. Aku harus kerja.”Usai berkata, Zola mendapati kedua pengawal itu masih diam
Emosi Zola benar-benar sudah di luar kendali. Karena terlalu banyak emosi yang terpendam selama beberapa hari ini dan akhirnya dia menemukan tempat untuk melampiaskannya. Tentu saja, Zola ingin melampiaskan semuanya.Apalagi sekarang Zola sedang hamil. Emosinya menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya. Setiap kali dia memikirkan perlakuan dingin Boris terhadapnya, apa bedanya dengan perlakuan orang berdarah dingin? Zola tidak bisa mengendalikan emosinya setiap kali memikirkan hal itu.Zola mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Namun, kata-kata yang dia ucapkan seperti dibawa pergi oleh angin yang lewat begitu saja. Dia tidak mendapatkan tanggapan apa pun. Perasaan diabaikan dan perlakuan dingin seperti ini membuat Zola merasa sangat tidak berdaya.Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Kamu jelas-jelas dengar, kenapa kamu nggak bicara?”Zola tetap tidak mendengar suara apa pun. Bahkan suara Jesse juga tidak terdengar lagi. Dia mendengus dingin dan langsung mengembalikan ponsel ke pengaw
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin
Permusuhan di antara keduanya benar-benar telah pecah. Tentu saja, Mahendra tidak akan membiarkan Boris pergi begitu saja.Mahendra tertawa sinis dan berkata dengan nada mengejek, “Memangnya kenapa kalau aku andalkan perempuan? Mereka juga melakukannya dengan sukarela. Dibandingkan denganmu, kamu lebih kasihan, Boris. Bagaimanapun juga, Zola nggak mencintai kamu. Di hatinya hanya ada mantan pacarnya. Dia nggak ada perasaan sama sekali padamu. Kalau bukan karena kamu yang terus bersikeras nggak mau cerai, kamu kira kalian berdua masih bisa jadi pasangan suami istri sekarang?”Kata-kata Mahendra membuat wajah Boris menjadi dingin. Amarah yang terpancar di matanya terlihat sangat jelas. Meskipun dia tahu Mahendra sengaja membuatnya kesal, Boris tetap saja tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir ke arah situ. Apakah Zola sendiri yang memberitahu Mahendra?Karena Boris tahu Zola punya mantan pacar. Zola menikah dengannya karena Zola ingin menjauhkan diri sepenuhnya dari mantan pacarnya
Tyara mengedipkan matanya pelan, agak linglung dan bingung. Namun, dia tidak tahan karena dimarahi oleh Mahendra seperti itu.Tyara mendengus sinis dan berkata, “Kamu nggak berhak marah aku. Siapa suruh kamu jebak aku? Seharusnya kamu beritahu aku lebih awal apa yang ingin kamu lakukan. Bukan dengan lakukan hal-hal yang merugikan aku tanpa sepengetahuan aku seperti sekarang.”Mahendra tidak ingin bicara omong kosong dengan Tyara. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Dari semalam kamu sudah di rumah sakit?” tanya Mahendra.“Iya, dia sudah tahu.”Wajah Mahendra menjadi muram. Jadi apa maksud Boris dengan sengaja membuat keributan seperti itu? Tiba-tiba, Mahendra mengerti sepenuhnya. Boris sedang memaksanya untuk muncul.Ekspresi wajah Mahendra semakin tidak bersahabat. Dia pun menunjuk Tyara dan berkata, “Kamu akan bayar harga atas keputusanmu hari ini. Kamu kira kalau Boris tangkap aku, dia akan lepaskan kamu? Kamu salah, Tyara. Karena dia tahu kamu ingin jebak dia pakai obat, dia pasti sud