Emosi Zola benar-benar sudah di luar kendali. Karena terlalu banyak emosi yang terpendam selama beberapa hari ini dan akhirnya dia menemukan tempat untuk melampiaskannya. Tentu saja, Zola ingin melampiaskan semuanya.Apalagi sekarang Zola sedang hamil. Emosinya menjadi jauh lebih besar dari sebelumnya. Setiap kali dia memikirkan perlakuan dingin Boris terhadapnya, apa bedanya dengan perlakuan orang berdarah dingin? Zola tidak bisa mengendalikan emosinya setiap kali memikirkan hal itu.Zola mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Namun, kata-kata yang dia ucapkan seperti dibawa pergi oleh angin yang lewat begitu saja. Dia tidak mendapatkan tanggapan apa pun. Perasaan diabaikan dan perlakuan dingin seperti ini membuat Zola merasa sangat tidak berdaya.Zola mengerutkan bibir dan berkata, “Kamu jelas-jelas dengar, kenapa kamu nggak bicara?”Zola tetap tidak mendengar suara apa pun. Bahkan suara Jesse juga tidak terdengar lagi. Dia mendengus dingin dan langsung mengembalikan ponsel ke pengaw
Boris hanya menyipitkan mata dan berkata, “Aku nggak terlalu memikirkannya. Itu dua hal yang berbeda.”“Bagus, pegang omonganmu itu. Kalau sampai kamu ingkar janji, aku nggak akan maafkan kamu.”“Kakek benar-benar sayang padanya,” kata Boris tanpa daya.Hartono menghela napas. “Dia hanya punya keluarga Morrison dan seorang nenek yang sudah tua. Kamu bisa lihat sendiri bagaimana sikap keluarga Leonarto terhadapnya. Kalau bukan kita, siapa lagi yang bisa memperlakukannya dengan baik?”Boris telah mendengar kata-kata itu berulang kali. Setiap kali mendengarnya, dia pun spontan berpikir. Apakah Zola orang yang begitu bisa membuat orang lain menyukainya? Sebenarnya apa pesona yang Zola miliki, sehingga membuat banyak orang bersedia baik padanya?Kemudian, Hartono bertanya lagi, “Mamamu terus ngomong soal Zola. Kamu lihat kapan bisa bawa dia pulang untuk makan bersama?”Boris dan Zola semakin jarang kembali ke rumah kakeknya. Karena semua orang sangat sibuk. Begitu ada banyak hal yang harus
Wajah Mahendra spontan menjadi kaku. “Itu urusan pribadiku. Kamu nggak perlu tahu sampai begitu detail.”“Hahaha ....” Tyara tertawa, lalu berkata, “Aku hanya asal tanya. Kalau hubungan Zola dan Boris sedang retak, kenapa aku nggak ambil kesempatan ini untuk dapatkan kembali perasaan Boris?”Ada kelicikan terpancar di mata Mahendra. “Aku juga bermaksud begitu. Tadi malam aku sudah pikirkan masalah ini baik-baik. Aku punya ide bagus, tapi aku nggak tahu kamu mau atau nggak.”“Ide apa?” tanya Tyara yang langsung goyah.Mahendra terdiam sejenak, lalu berkata, “Caranya agak berisiko. Kalau kamu bersedia, aku baru beritahu kamu.”Tyara mengerutkan kening. “Katakan saja, jangan berbelit-belit.”Mahendra melirik Tyara. Sorot matanya penuh dengan perhitungan. “Kamu cari cara untuk bertemu dengan Boris. Lakukan apa pun yang kamu bisa. Nggak peduli apa pun alasan yang kamu gunakan, yang penting kamu bisa bertemu dengannya.”“Setelah bertemu dengannya?”“Setelah bertemu dengannya, kamu masukkan b
Apalagi jika Tyara bisa mengusir Zola dari hidup Boris, maka semuanya akan sepadan. Jika dia tidak bisa mendapatkan Boris atau berada di sisi Boris, maka siapa pun juga tidak boleh berada di sisi Boris.Tyara menyipitkan matanya dan menatap Mahendra. “Kalau aku berhasil bercinta dengannya, aku harap kamu bisa tepati janjimu. Jangan sakiti dia. Aku mau dia balas aku dengan seumur hidupnya.”Mahendra tidak bicara. Dia hanya mengatupkan bibirnya dan menatap Tyara. Tatapan Mahendra terlihat seperti sedang menatap orang bodoh. Namun, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia tetap tenang dan terlihat biasa saja.Tyara yang tidak mendapat jawaban dari Mahendra spontan mengerutkan kening. “Kamu nggak dengar apa yang aku katakan?”“Masih terlalu dini untuk katakan begitu banyak hal. Tunggu kamu berhasil taklukkan Boris dulu. Selama kamu benar0benar yakin bisa dapatkan dia, maka semuanya akan jadi lebih mudah nantinya. Tapi kalau kamu nggak berhasil buat sesuatu yang bisa dipakai untuk a
Jesse tertegun sejenak. Dia spontan menatap Boris, lalu bertanya dengan bingung, “Maksud Pak Boris ….”Boris hanya melirik Jesse sebentar. Tanpa menunggu Jesse menyelesaikan kalimatnya, dia langsung memotong, “Hmm, kamu atur saja.”Jesse menganggukkan kepala. Kemudian, dia menjauhkan diri dari Boris dan segera menghubungi seseorang. Setelah orang itu mengangkat telepon, Jesse menjelaskan secara singkat. Usai mengatur semuanya, dia pun segera kembali dan masuk ke dalam lift bersama Boris.Boris tinggal di lantai 29 Binru International Hotel. Di lantai itu ada suite eksklusif untuk Boris di hotel. Bibi yang bantu masak di apartemen juga datang untuk menyiapkan makan malam untuk Boris.Boris makan malam bersama Jesse. Banyak hal yang terjadi selama dua hari ini. Jesse juga tinggal di hotel bersama Boris. Saat mereka tengah makan, ponsel Jesse berdering. Begitu dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya, tanpa sadar dia mengerutkan kening dan menatap Boris yang duduk di depannya.Set
Si bibi menghibur dengan suara pelan. Zola hanya menganggukkan kepala. Bibi segera berkata, “Jangan bilang saya cerewet atau banyak mulut ya, Bu.”“Nggak, Bi. Sebenarnya yang Bibi bilang memang benar. Mungkin semua akan baik-baik saja setelah emosinya mereda.”Zola menjawab dengan nada datar. Senyum di wajahnya semakin lebar. Namun, tidak ada senyuman di matanya.Benar, Zola yang membujuk si bibi untuk menelepon Jesse, tapi ternyata gagal. Dia memberitahu si bibi kalau dia dan Boris sedang berselisih pendapat. Boris juga salah paham padanya karena seorang teman. Jadi Boris mengurungnya di sini dan tidak mengizinkannya keluar. Setelah mendengar perkataan Zola, si bibi pun merasa tidak tega. Karena Zola sedang hamil pula, akhirnya si bibi setuju untuk membantu Zola.Pada awalnya Zola berencana, jika si bibi bisa meyakinkan Jesse, maka si bibi akan pergi ke apartemen untuk belajar memasak. Dengan begitu, si bibi bisa membantunya menghubungi Jeni. Asalkan Jeni tahu kalau Zola ditahan di si
Tyara sudah tiba di lantai bawah hotel. Dia langsung bertanya pada Jesse, “Aku ingin bertemu Boris. Dia lagi sempat, nggak? Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengannya. Ada hubungannya dengan kejadian setahun yang lalu.”Jesse melihat ke arah Boris. Boris sedang menyipitkan matanya. Ekspresi wajahnya tidak terbaca. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Boris hanya menganggukkan kepala. Kemudian, Jesse segera memberikan jawaban kepada Tyara.“Bu Tyara, nanti Pak Boris masih ada rapat. Jadi waktunya mungkin ....”“Aku hanya sebentar saja. Selesai bicara dengannya, aku langsung pergi. Kamu bisa bawa aku bertemu dengannya? Tolong, oke?”Tyara takut Jesse menolak. Jadi dia segera memohon. Jesse bersikap seolah merasa serba salah.“Bu Tyara, saya tahu posisi Bu Tyara di hati Pak Boris. Jadi saya buat pengecualian untuk Bu Tyara. Tapi nanti jangan bilang kalau saya yang izinkan. Bagaimanapun juga, sekarang saat-saat yang riskan. Kalau sampai ada yang ambil foto, nanti akan muncul berita yang
“Mau bicara apa? Katakan saja,” kata Boris.Tyara duduk di sofa kosong di seberang Boris. Kemudian, dia berkata dengan suara pelan, “Boris, kamu benar-benar bertengkar dengan Zola? Apa karena Mahendra? Kamu salah paham, ya? Sebenarnya mereka nggak ada hubungan apa-apa. Apalagi sekarang Zola lagi hamil. Kamu jangan terlalu marah.”Boris tidak bicara. Dia hanya melirik Tyara sebentar. Tatapan matanya seolah sedang bertanya pada Tyara, apakah Tyara datang hanya untuk membicarakan hal ini?Tyara takut ketika melihat tatapan Boris. Dia segera mengalihkan topik pembicaraan. “Boris, kamu nggak ingin bertemu denganku, ya?”“Kamu bela-belain datang ke sini hanya untuk tanyakan pertanyaan ini padaku?”“Bukan, aku ....”“Sebentar lagi aku ada rapat. Jadi ada apa langsung katakan saja.”Boris tidak sabaran, bahkan seperti ada rasa muak di tatapan matanya. Tyara menggigit bibirnya dan berpikir sejenak. Kemudian, dia berkata, “Boris, kalau kamu sedang terburu-buru, kamu bisa kerja dulu. Aku akan tun
“Nggak akan,” jawab Mahendra. Kemudian, dia mengganti topik pembicaraan. “Kamu sudah ke kantor polisi.”“Sudah. Awalnya mereka menyalahkan aku karena lambat sekali baru pergi melapor. Tapi aku sudah ngomong sesuai yang kamu suruh. Mereka pun nggak menyulitkan aku lagi. Sebaliknya, mereka malah hibur aku dan bilang akan berusaha keras untuk cari kamu.”Audy menceritakan semua kepada Mahendra tentang apa yang terjadi ketika dia pergi ke kantor polisi. Setelah mendengar cerita Audy, Mahendra tidak banyak berkata. Dia hanya berkata, “Terima kasih.”Namun, kedua kata tersebut membuat orang merasa asing. Jadi Audy langsung menangis dan bertanya, “Apa maksudmu, Kak? Sekarang kamu anggap aku orang luar?”Mahendra mengulurkan tangan untuk menyeka air mata Audy sambil menatapnya dengan lembut, “Aku nggak anggap kamu sebagai orang luar. Aku hanya takut buat kamu terlibat.”Audy menangis kian menjadi. Hatinya penuh dengan perasaan haru. Terutama saat dihadapkan dengan sikap lembut Mahendra. Dia su
“Oke, kamu perhatian sekali. Kemarin Dokter Guntur juga datang dan beritahu Nenek.”Sang nenek tersenyum, matanya dipenuhi kelegaan. Tentu saja dia tahu semua ini karena Zola. Dia berpikir sejenak, lalu berkata kepada Boris, “Setiap operasi ada risiko. Aku nggak tahu apakah aku bisa bertahan di ruang operasi. Boris, kalau terjadi sesuatu pada Nenek, kamu harus beritahu Zola, jangan sedih, juga jangan merasa bersalah. Dia sudah penuhi baktinya.”“Nenek, Zola nggak mau dengar Nenek ngomong seperti itu. Jadi Nenek jangan ngomong seperti itu lagi, oke?”Boris langsung memotong dengan sikap serius. Nenek Zola hanya tersenyum, tapi matanya sedikit berkaca-kaca. Bagaimanapun juga, dia sudah tua. Tetap saja ada rasa tidak aman. Namun demi bisa hidup beberapa tahun lagi, dia akan berusaha bertahan dan bertaruh.Boris menemani nenek Zola makan malam. Sebelum pergi, dia berjanji pada sang nenek kalau Zola akan datang ke rumah sakit. Nenek Zola menganggukkan kepala. Setelah keluar dari bangsal, Bo
Wanto menundukkan kepalanya, tidak tahu harus berbuat apa. Setelah terdiam sejenak, dia baru berkata dengan suara pelan, “Saya tahu masalah ini sudah mengakibatkan banyak kerugian bagi Morrison Group. Saya juga mengerti nggak ada yang perlu dikasihani dari dia. Saya hanya kasihan orang tua dan anak istrinya. Selama ini dia kerja di bawah bimbingan saya. Sejujurnya, saya juga bertanggung jawab karena dia berubah menjadi seperti ini.”Meskipun Wanto tahu dia tidak seharusnya memohon keringanan untuk Ales, Wanto tidak bisa duduk diam saja. Selama bicara dengan Boris, Wanto sudah bersikap sangat merendah. Dia terus menundukkan kepala dan bicara dengan tulus. Sama sekali tidak ada sikap melawan.Namun, Boris tidak akan melepaskan siapa pun yang mencelakai Morrison Group. Jadi pada akhirnya, dia tetap menolak. Wanto yang sudah pupus harapannya tidak berkata apa-apa lagi. Sejak awal dia memang mencoba, tidak berekspektasi tinggi.Akan tetapi, tepat ketika Wando berdiri dan hendak pamit pergi,
“Apa maksudmu? Kamu merasa aku baik pada Zola karena ada tujuan lain? Kamu lupa kalau kakeknya pernah bantu aku? Kalau memang harus ada alasan kenapa aku baik padanya, karena kakeknya sudah tiada. Aku mau balas budi kakeknya dengan balas ke dia,” kata Hartono dengan dingin.“Tapi Zola bukan satu-satunya anak di keluarga Leonarto. Jadi Kakek agak pilih kasih.”“Bocah tengik! Coba kamu ngomong sekali lagi?”Hartono marah sampai suaranya berubah. Dia memutar bola matanya. Boris sungguh hanya tahu cara membuatnya marah.Boris terdiam. Dia hanya menatap kakeknya dalam diam. Suasana pun menjadi sunyi. Sejak kecil, Boris selalu memiliki pendirian dan pendapatnya sendiri. Jadi keluarganya tidak mengkhawatirkannya dalam banyak hal. Mereka tenang saja membiarkan Boris melakukan segalanya. Sebelum lulus kuliah, Boris sudah membantu ayahnya mengelola Morrison Group. Setelah lulus, dia pun mengambil alih sepenuhnya. Hingga saat ini, Morrison Group berkembang dengan sangat baik.Boris hampir tidak
Boris tertawa pelan ketika mendengar ucapan kakeknya. "Aku pulang untuk temani Kakek rapikan tanaman.""Huh, aku nggak mampu bayar gaji kamu." Hartono tidak ingin bertemu Boris."Bukan Kakek yang suruh aku kerja. Aku datang sendiri." Boris juga tidak takut.Boris membantu kakaknya menyiram tanaman. Sikapnya boleh dibilang sangat baik. Apa pun yang kakeknya katakan, Boris tidak akan membantah. Satu jam kemudian, Hartono yang selesai mengurus tanamannya baru buka suara."Katakan saja. Ada apa?"Boris tertawa pelan, lalu dia berkata dengan serius, "Kakek kangen Zola? Bagaimana kalau aku suruh dia ke sini temani Kakek selama dua hari?"Hartono tidak menjawab. Dia hanya menatap Boris dengan dingin. Tatapan matanya seolah berkata, apa lagi yang bocah tengik ini rencanakan?Boris tahu kakeknya tidak senang. Dia pun bertanya, "Ada apa? Memangnya Kakek nggak mau bertemu Zola?""Langsung ke intinya saja. Apa yang ingin kamu lakukan?""Di pikiran Kakek, memangnya aku ini orang seperti apa? Yang b
Namun, Mahendra tidak tahu apakah Zola juga terlibat dalam rencana Boris untuk melawannya. Sekarang Mahendra hanya bisa menaruh seluruh harapannya pada Audy.Malam berlalu dengan tenang. Keesokan paginya, Audy bangun sekitar pukul tujuh, lalu memeriksa ponselnya sebentar. Sebenarnya dia ingin menelepon nomor itu. Namun, dia takut akan membuat Mahendra dalam masalah. Jadi dia langsung hapus nomor itu, tapi dia ingat-ingat dalam hati.Audy bangun, mandi sarapan, lalu langsung pergi ke kantor polisi. Dia menjelaskan situasinya kepada polisi seperti yang diperintahkan Mahendra. Pihak polisi bertanya, “Kecelakaan terjadi sejak dua malam yang lalu. Kenapa sekarang baru datang melapor?”“Karena aku ingin tunggu dia pulang. Tapi sampai sekarang dia nggak pulang-pulang. Aku takut terjadi sesuatu padanya. Aku nggak punya siapa-siapa di Kota Binru. Aku hanya bisa datang minta bantuan kalian. Aku mohon, kalian harus temukan dia. Nggak peduli kesalahan apa pun yang dia lakukan, selama kalian bisa t
Audy menjadi bersemangat. Satu-satunya orang yang terpikirkan olehnya hanyalah Mahendra. Karena selain Mahendra, tidak ada yang akan meneleponnya dengan nomor Kota Binru. Jadi itu pasti Mahendra.Setelah Audy bertanya berulang kali, orang itu baru menjawab, “Iya, ini aku.”Audy mendengar suara pria yang berat dan serak. Audy seketika menangis karena gembira. “Baguslah, kamu masih hidup, Kak. Aku tahu kamu pasti masih hidup.”Dibandingkan Audy yang gugup dan gembira, Mahendra terkesan jauh lebih tenang. “Kamu lagi di Kota Binru, kan?” tanya Mahendra.“Iya, aku lagi di Kota Binru. Kamu lagi di mana? Aku pergi cari kamu. Sekarang juga aku ke tempatmu, oke?”Audy sudah tidak sabar untuk bertemu Mahendra. Namun, Mahendra melarangnya. “Nggak boleh. Sekarang belum saatnya. Jadi kamu belum boleh datang bertemu denganku.”“Kenapa?” tanya Audy tak mengerti.“Kalau kamu datang sekarang, aku akan ketahuan. Aku dijebak Boris. Sekarang aku jadi tersangka. Jadi kamu ingin aku ketahuan dan ditangkap?”
Jadi pasti sudah bukan. Oleh karena itu, Zola langsung patah semangat. Dia pun hanya bergumam pelan.“Bu Zola mau bertemu Pak Jesse?” tanya si bibi.“Bertemu atau nggak sama saja. Dia ngomong apa, nggak?”“Nggak ada, Bu.”“Ya sudah, kalau begitu nggak usah bertemu.”Daripada setelah bertemu Jesse, Zola ingin bertanya pada Jesse kapan Boris akan melepaskannya. Jadi lebih baik tidak usah bertemu. Dengan begitu, Zola juga tidak akan merasa kesal.Jesse sedang menunggu di depan pintu. Setelah si bibi menyampaikan perkataan Zola kepadanya, Jesse hanya berkata, “Minta Bu Zola jaga kesehatan baik-baik. Nenek Bu Zola baik-baik saja, nggak perlu khawatir. Besok Dokter Guntur baru kembali. Kemungkinan operasi nenek Bu Zola akan dilakukan beberapa hari ke depan.”Si bibi bertugas sebagai pembawa pesan. Dia pun menyampaikan perkataan Jesse kepada Zola. Setelah mendengarnya, Zola tidak berkata apa-apa lagi. Dia tidak tahu Jesse mengatakan hal itu karena Boris menyuruhnya atau Jesse sendiri yang ing
Jesse langsung mengerti maksud Boris. Dia segera menganggukkan kepala tanda mengerti harus berbuat apa.Boris sangat memahami orang seperti Mahendra. Jika Mahendra benar-benar bisa bersabar, maka dia tidak akan menjadi seperti sekarang. Mahendra sombong tapi minder. Dia paling takut orang mengatainya bergantung pada perempuan. Jadi dia butuh Audy untuk melakukan hal-hal yang memungkin dia mencapai tujuannya. Dengan begitu, bisa menunjukkan begitu mampunya dia.Saat ini, hanya Audy yang menjadi kandidat terbaik. Karena perasaan Audy adalah modal bagi Mahendra untuk melakukan apa pun yang dia inginkan.Boris menyipitkan matanya. Seringai sinis merekah di sudut bibir tipisnya. Mahendra ingin menipu semua orang sehingga dia bisa melepaskan diri dari semua kesalahan kali ini. Namun, Boris tidak akan membiarkan tujuannya tercapai.Boris terdiam lama, baru berkata lagi, Mahendra akan tetap diam saja untuk sementara waktu. Tapi nggak menutup kemungkinan dia akan gunakan orang lain untuk buat m