Pada detik berikutnya, Zola langsung menoleh ke arah Boris. Namun pada akhirnya, dia tidak menjawab pertanyaan pria itu. Boris pun tidak bertanya lagi karena ponselnya berdering. Telepon dari Jesse.“Pak Boris, saya baru saja dapat kabar kalau Leonarto Group datang dua manajer yang tegas dalam menangani masalah. Selena sendiri yang bawa mereka ke Leonarto Group. Saya sudah selidiki, mereka berdua berasal dari Kota Jantera,” kata Jesse di telepon.“Hmm, aku mengerti.” Boris memutuskan panggilan dan meletakkan ponselnya di konsol tengah. Dia menatap lurus ke depan sejenak, lalu menatap perempuan di sebelahnya.“Kamu yang atur dua orang dari Kota Jantera yang masuk ke Leonarto Group?” tanya Boris.Zola memiringkan kepalanya dan menatap Boris sambil tersenyum tipis. “Kamu sudah tahu?”“Aku atur orang untuk awasi Leonarto Group. Jaga-jaga ada kejadian buruk. Jadi kita bisa selesaikan secepat mungkin.”“Aku pinjam orang dengan Santo.”“Dia kelihatannya bukan orang yang gampang diajak bicara.
“Bu Zola, ini foto yang saya ambil. Orang ini adalah sekretaris Pak Jerico, namanya Budi. Dia sudah kerja untuk Pak Jerico selama bertahun-tahun. Pak Jerico sangat percaya padanya. Boleh dibilang, seluruh keluarga Leonarto sangat percaya padanya.”Zola mengambil foto yang diserahkan Jesse kepadanya, lalu melihat foto satu per satu. Dia melihat orang di dalam semua foto itu dengan tenang, lalu dia melihat ke arah Jesse dan bertanya, “Budi ada kontak dengan dua orang yang lompat dari gedung.”“Benar, Bu. Awalnya saya juga merasa nggak mungkin. Bagaimanapun juga, Budi adalah sekretaris Pak Jerico. Siapa pun yang kerja begitu lama dengan Pak Jerico sudah pasti nggak pernah diperlakukan dengan nggak baik. Tapi setelah aku selidiki dia, ternyata memang benar demikian.”Setelah Jesse selesai bicara, Zola pun terdiam. Jika ada yang tidak beres dengan Budi, maka masalah Leonarto Group bukan hanya masalah model operasi perusahaan, tapi memang sudah direncanakan sejak awal.Jesse melirik Zola yan
“Iya. Mobil itu sudah ikuti kita sejak kita baru keluar. Saya sudah ubah rute. Jadi sekarang saya bisa naikkan kecepatan. Bu Zola kencangkan dulu sabuk pengamannya.”Zola mengulurkan tangan dan mengencangkan sabuk pengaman, lalu berkata kepada Jesse, “Nggak perlu tegang, Bu Zola. Kalau pun mereka tetap bisa mengikuti kita juga nggak apa-apa.”“Oke, aku mengerti.”Jesse melihat ke arah Zola. Setelah memastikan Zola telah siap mental, dia baru menginjak pedal gas dan menaikkan kecepatan mobil. Sebenarnya Zola tidak merasa apa-apa. Sebaliknya, dia masih bisa menoleh dan melihat mobil di belakang. Benar seperti yang Jesse katakan, mobil itu memang sedang mengikuti mereka. Karena saat Jesse menaikkan kecepatan, mobil di belakang juga ikut menaikkan kecepatan. Di dunia ini mana ada begitu banyak kebetulan?Zola menyipitkan mata. Ada perasaan aneh di dalam hatinya, yang membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Jesse berbelok di tiga persimpangan. Akhirnya, dia berhasil menyingkirkan mobil di b
“Pak Budi sudah berapa lama kerja di Leonarto Group?”Zola menatap Budi dengan acuh tak acuh. Dia tidak memanggil Budi dengan sebutan om seperti Selena.Wajah Budi sedikit menegang. Dia pun berkata dengan nada keberatan, “Aku dan papamu sudah kerja bareng selama bertahun-tahun. Kamu nggak tinggal bersama keluarga Leonarto, jadi mungkin kamu nggak tahu. Selena tahu betul hubunganku dengan keluarga Leonarto.”“Pak Budi, aku hanya tanya sudah berapa laa Pak Budi kerja di Leonarto Group. Bagaimana hubungan Pak Budi dengan papaku atau keluarga Leonarto, aku sama sekali nggak peduli.”Sikap dingin Zola membuat ekspresi wajah Budi langsung berubah. Selena juga spontan menarik pakaian Zola, sebagai isyarat agar Zola jangan bicara seperti itu. Namun, tatapan Zola langsung membuat gerakan tangan Selena berhenti.“Pak Budi sudah bekerja di Leonarto Group selama bertahun-tahun. Kecelakan karena PHK kali ini seharusnya baru pertama kali terjadi, kan?”“Tentu saja.”“Karena ini pertama kalinya, mau
Zola tersenyum, tapi sebenarnya dia sudah membuat keputusan ketika mengucapkan kata-kata itu. Karena Zola adalah putrinya Jerico. Meskipun dia tidak memiliki saham Leonarto Group, tapi identitasnya sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. terlebih lagi, Selena sama sekali tidak bicara, dia jelas setuju dengan Zola.Posisi Budi telah dikosongkan. Zola langsung menyerahkan semua pekerjaan kepada dua orang yang dia pinjam dari Santo.Budi ingin mengajak orang lain untuk memprotes. Namun, karyawan lain masih memiliki kontrak dengan perusahaan. Mereka tidak berdaya, hanya bisa menurut pada atasan.Semua ini telah dipersiapkan segera setelah sekretaris Santo kerja di Leonarto Group. Setelah menangani masalah ini, Zola keluar dari Leonarto Group. Selena mengikutinya di belakang. Selena tidak mengerti mengapa Zola melakukan hal itu.Oleh karena itu, Selena pun bertanya, “Zola, Om Budi punya hubungan yang sangat baik dengan Papa. Selama ini dia juga selalu kerja keras di perusahaan. Tindakanmu i
“Sama-sama, Bu Zola. Ini memang sudah pekerjaan saya.”Zola mengambil bukti-bukti yang dikumpulkan Jesse. Dia tidak terburu-buru melakukan sesuatu. Dia hanya bertanya kepada Boris, “Menurutmu, keluarga Leonarto akan percaya, nggak?”Zola sendiri tidak yakin dengan hal ini. Karena sejauh apa yang keluarga Leonarto lakukan padanya, lalu sekarang membandingkan dirinya dan Budi, Zola merasa keluarga Leonarto akan memilih untuk percaya dengan Budi, tidak percaya padanya.Zola mengerutkan bibirnya. Tatapannya tampak kosong. Jesse juga tersentak karena pertanyaan tersebut. Karena ini masalah keluarga Leonarto, Jesse juga tidak bisa memberikan jawaban pasti.Namun, setelah dipikir-pikir, Jesse akhirnya memberikan sebuah ide kepada Zola. “Bu Zola, saya rasa kakak Bu Zola masih bisa bedakan mana yang benar dan mana yang salah. Bagaimana kalau Bu Zola kirimkan saja buktinya pada kakak Bu Zola secara anonim? Dengan begitu, dia bisa membuat pilihan. Kalau dia memilih percaya pada Budi, Bu Zola juga
“Boris, kenapa kamu terus ingin buat aku suap kamu?” tanya Zola.Boris spontan tertawa. Dia membelai pipi Zola dengan lembut sambil menatap Zola dengan lekat. “Jadi kamu mau nggak suap aku?”Zola tidak menjawab, tapi bertanya, “Apa untungnya suap kamu?”Boris mengerutkan kening. Zola malah membicarakan syarat. Boris pun berkata, “Keuntungan apa yang kamu inginkan?”Zola menyipitkan mata dan tersenyum tipis. “Boris, kamu seorang pengusaha. Kamu nggak akan biarkan aku ambil keuntungan, kan?”Boris tersenyum, lalu berkata, “Bingo.”“Boris, Jesse ada beritahu kamu soal penyelidikannya terhadap Budi, sekretaris papaku?” tanya Zola tiba-tiba.“Hmm, ada.”“Aku sudah kirimkan bukti-buktinya ke Selena. Tapi dia nggak balas.”“Zola, nggak peduli ada masalah ini atau nggak, kamu sudah boleh lepas tangan. Kamu sudah berbuat cukup banyak. Selanjutnya, biarkan keluarga Leonarto buat keputusan sendiri. kalau kamu terus nggak mau lepaskan, pada akhirnya kamu sendiri yang capek.”Kata-kata Boris seolah
“Ma, sebenarnya ....”“Jerico, kamu lihat sendiri, kan. Beda jauh anak yang kita besarkan sendiri dengan yang bukan kita besarkan sendiri. Kalau kamu sudah sembuh dan keluar dari rumah sakit, kamu bawa Selena ke perusahaan saja. Toh, cepat atau lambat juga akan diserahkan ke Selena. Aku sudah anggap nggak pernah lahirkan Zola. Dia benar-benar berdarah dingin. Dia nggak pantas dapat apa pun dari keluarga Leonarto.”Lydia sangat kesal dan marah terhadap Zola. Baginya, setiap kali dia teringat sikap dingin dan tidak berperasaannya Zola, Lydia pun tidak mengendalikan kebenciannya terhadap Zola. Karena Lydia masih percaya kalau semua masalah terjadi karena Zola. Jika bukan karena Zola tidak mau membantu, tidak akan terjadi masalah-masalah lainnya. Oleh karena itu, semuanya salah Zola.Jerico hanya memasang wajah muram dan berkata, “Sudah, biarkan aku istirahat dengan tenang.”Setelah Jerico siuman, suasana hatinya selalu tidak begitu baik. Lydia pun berhenti bicara. Akan tetapi, Selena meng
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum