Mahendra diam seribu bahasa. Dia tahu betul apa yang dimaksud Zola. Dia sendiri juga tidak bisa langsung menjamin kalau kejadian ini tidak akan terulang lagi. Bagaimanapun juga, dengan situasi Audy saat ini, siapa pun tidak bisa menjamin.Suasana tiba-tiba menjadi hening. Setengah menit kemudian, Mahendra berkata dengan suara serak, “Zola, aku tahu maksud kamu. Tapi kamu juga tahu betul hubunganku dengan keluarga Cahyono. Audy bukan hanya adikku, dia juga putri keluarga Cahyono. Jadi aku .... Anggap saja aku minta tolong sama kamu. Sekali ini saja, oke?”Zona mengerutkan kening. Raut wajahnya tiba-tiba menjadi muram. Bagaimana mungkin dia tidak tahu apa yang Mahendra katakan?Namun, Zola bukan orang suci. Dia tidak akan merasa iba atau kasihan kepada mereka yang telah menyakitinya. Namun, Mahendra telah banyak membantunya selama ini. Jadi, Zola benar-benar bimbang.Mahendra tidak banyak bicara. Dia hanya berharap Zola bisa mempertimbangkannya. Sepertinya dia sedang berada di kantor pol
Apa yang Mahendra dan Audy lakukan hari ini bagaikan duri yang menancap di hati Zola. Dia tidak merasa Boris sengaja menjelek-jelekkan Mahendra. Dia juga tidak beranggapan kalau Boris sengaja menghasutnya karena Boris tidak ingin Zola sering melakukan kontak dengan Mahendra. Justru karena Zola telah memikirkan semua ini dengan teliti. Makanya dia tidak menemukan alasan untuk meyakinkan dirinya sendiri jangan terlalu memikirkan isi hati Mahendra.Zola tidak segera menjawab. Sorot mata Boris semakin gelap. Suaranya juga semakin berat. “Jawab aku, Zola. Apakah kamu setuju?”“Hmm.”Zola bergumam pelan. Di dalam hati Zola, dia tahu betul apa pun alasannya, dia memang harus menjaga jarak dengan Mahendra. Sebenarnya sejak dia menikah dengan Boris, dia sudah berusaha terus menjaga jarak dengan Mahendra atau pria mana pun. Dia tidak melanggar aturan apa pun dalam pernikahan ini.Yang lebih penting lagi, Audy juga datang ke Kota Binru. Menjaga jarak dari Mahendra juga demi kebaikan Zola sendiri.
Tentu saja Mahendra tahu soal itu. Dia pun berkata dengan tenang, “Arti Zola bagiku dan tujuan kita adalah dua hal yang berbeda. Jadi jangan jadikan dia sebagai perbandingan. Kalau soal dia dan Boris, tentunya aku nggak ingin lihat mereka punya akhir yang baik.”“Baguslah kalau kamu berpikir begitu.”“Sudah, besok ketemu baru kita bicarakan lagi.”Mahendra menyipitkan matanya. Nada bicaranya sangat tenang. Setelah menutup telepon, dia langsung menghapus riwayat panggilan di ponselnya.Keesokan paginya, Zola pergi ke lokasi pembangunan. Karena Zola diculik saat berada di lokasi, Wanto sangat ketakutan ketika mengetahui hal itu. Dia segera menyuruh orang memasang kamera CCTV di semua sudut dan tempat umum. Untuk mencegah seseorang merusak kamera CCTV, dia bahkan menggunakan perlindungan ganda.Ada beberapa kamera yang dipasang di tempat yang sangat kentara. Ada juga yang dipasang di tempat yang sangat tersembunyi. Bahkan sampai dia sendiri pun bingung. Akan tetapi, dia tetap menyiapkan s
Caca menganggukkan kepala, tapi hatinya semakin penasaran. Namun, Zola sudah berkata begitu padanya. Artinya semua itu kurang lebih begitu, bukan?Caca mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Seolah dia baru mengetahui suatu rahasia besar tapi tidak boleh mengungkapkannya.Zola berdiri diam di kantornya sebentar. Sesaat kemudian, dia keluar dan pergi ke ruangan Mahendra. Sampai di depan ruangan, Zola mengetuk pintu. Begitu Mahendra melihat Zola yang datang, pria itu segera tersenyum, “Di lokasi sana semuanya berjalan lancar?”“Hmm, semuanya baik-baik saja.” Zola menganggukkan kepala. Dia memperhatikan sorot mata Mahendra yang sayu serta senyum yang dipaksakan di wajahnya.“Audy datang buat keributan lagi di kantor?” tanya Zola.Senyuman di wajah Mahendra seketika memudar, hanya tersisa kesedihan. Dia bergumam pelan, lalu berkata, “Dia curiga aku punya pacar. Emosinya langsung naik.”“Kamu bertemu perempuan yang waktu itu?” Terakhir kali, Zola hanya melihat perempuan dari belakang di kedai ko
Zola menyipitkan matanya. Sorot matanya juga meredup ketika dia melihat ke arah Mahendra. Kata-kata yang Boris ucapkan seketika bergema kembali di dalam benaknya. Mendadak ada pertanyaan yang tak ada habisnya muncul di dalam hati Zola.Apakah Mahendra benar-benar sengaja membuat Audy melakukan kesalahan? Semakin memikirkannya, Zola merasa semakin sulit untuk membayangkan kalau Mahendra benar-benar orang seperti itu. Keraguan yang ada di hatinya membuat Zola merasa sangat tidak nyaman.Zola tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya menghibur Mahendra dan memintanya untuk tidak memikirkan yang tidak-tidak.Tidak lama setelah Zola keluar dari ruangan Mahendra, dia menerima telepon dari Boris. “Nanti aku akan jemput kamu. Malam ini kita makan malam di rumah Kakek, oke?”“Oke.”“Lagi apa?”“Kerja.”Zola tidak tahu mengapa Boris tiba-tiba bertanya seperti itu. Boris hanya bergumam pelan. Kemudian, suasana jadi hening.Saat ini, di Morrison Group. Tyara ingin bertemu dengan Boris. Namun, bagia
Boris menambahkan, “Aku hanya bisa katakan satu hal padamu. Zola satu-satunya perempuan yang akan jadi mama dari anakku.”Mata Tyara tiba-tiba membelalak. Dia spontan bertanya dengan tidak percaya, “Apakah karena ini keinginan Kakek, Om dan Tante, makanya kamu berpikir seperti itu?”“Tyara, aku harap kamu nggak lakukan apa pun yang bisa mengikis rasa bersalahku padamu. Kamu tahu, begitu rasa bersalah terakhir itu hilang, kita berdua akan impas. Aku akui, aku memang pernah berpikir akan menikahi kamu. Setelah kamu sadar, aku memang sudah ingin lakukan hal itu. Tapi keinginan itu sudah hilang setelah kamu kikis pelan-pelan dengan semua perbuatanmu.”Boris mengucapkan setiap kata dengan sangat jelas sehingga membuat Tyara tercengang dan diam seribu bahasa. Boris menatap Tyara tanpa emosi apa pun. Hanya ada tatapan dingin di matanya.“Jadi, kamu pikirkan dengan hati-hati pilihan yang akan kamu ambil,” kata Boris.Tidak diragukan lagi, ucapan Boris merupakan peringatan bagi Tyara untuk tida
Ini pertama kalinya Zola kembali ke sana setelah kehamilannya terungkap. Rosita sudah menyuruh orang dapur untuk menyiapkan makanan. Semua makanan yang disiapkan merupakan makanan kesukaan Zola, juga baik untuk ibu hamil.Di meja makan, Hartono mengambil surat yang diantarkan pengacara tadi siang. Dia menyerahkan surat itu kepada Zola dan berkata, “Ini hadiah dari aku untuk kamu dan anakmu. Sejak awal aku mau kasih ke kamu saat kamu nikah dengan Boris. Kali ini nggak boleh tolak.”Hartono memberikan surat pemindahan saham. Dia memberikan dua persen saham pribadinya di Morrison Group kepada Zola dan anak dalam perut Zola. Dua persen saham sudah cukup untuk buat Zola jadi direktur di Morrison Group, lebih banyak dibandingkan saat Boris pertama kali masuk kerja di Morrison Group.Zola langsung tercengang. Dia tidak mengambil surat itu, dia malah menolak. “Kakek, aku nggak boleh ambil.”Hartono spontan memasang wajah cemberut. “Ambil saja. Zola, ini memang sudah seharusnya jadi milik kamu.
Begitu mengungkit masalah ini, Rosita merasa bersalah dan tidak enak hati. Awalnya dia ingin langsung menelepon Zola saat itu juga. Namun setelah dipikir-pikir, toh nanti malam Zola akan datang. Jadi dia menunggu sampai sekarang baru berani bicara.Rosita merasa bersalah. “Memang mulutku ini mulut ember. Langsung bilang tanpa tanya kamu dulu. Mama benar-benar minta maaf, La.”“Mama ngomong apa, sih? Kenapa jadi salah Mama?” Zola tersenyum, sama sekali tidak mengambil hati masalah itu. “Nggak apa-apa. Masalah kecil. Mama nggak salah, kok.”“Kamu benar-benar nggak salahkan Mama?”“Tentu saja.”Zola bergelayut manja di tangan Rosita dan meyakinkannya, “Nggak usah masukkan dalam hati, Ma. Mama juga nggak perlu khawatir, oke?”“Zola benar-benar anak yang baik. Seperti bidadari kecil yang baik dan perhatian.”Kali ini giliran Zola yang malu, merasa tidak enak hati dipuji seperti itu oleh ibu mertuanya. Sedangkan tiga pria lainnya hanya diam melihat interaksi antara ibu mertua dan menantu itu
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum