Zola tertawa sinis. Tanpa menunggu Tedy menjawab, dia pun lanjut berkata, “Bagaimana mungkin kamu bisa menyesal? Tentu saja kamu nggak akan menyesal. Bagaimanapun juga, kamu hanya ingin balas dendam padanya karena sudah meninggalkan kamu, kan? Tapi apa kamu tahu? Dia pergi karena kamu sudah punya tunangan, tapi kamu masih saja ganggu dia. Kalau dipikir-pikir, Jeni sama sekali nggak bersalah. Salah kamu yang terlalu serakah. Karena kamu nggak bisa berikan kebahagiaan, kenapa kamu nggak mau lepaskan dia? Hanya demi harga dirimu sebagai seorang pria, kamu lukai dia sampai seperti itu. Kamu rasa dia akan maafkan kamu?”Setelah Zola selesai bicara, ekspresi Tedy menjadi semakin muram. Dia tertawa, lalu berkata, “Zola, kamu benar-benar bermulut tajam, bisa menusuk hati orang dengan kata-kata yang kamu ucapkan. Sudah cukup sindir aku? Kalau sudah, bisa nggak kamu kasih aku kesempatan untuk temukan dia lebih cepat?”“Aku hanya ngomong sebentar, kamu sudah nggak sanggup dengar lagi?” Zola memas
Tedy tak kuasa menyelesaikan kalimatnya. Suaranya semakin pelan hingga tidak terdengar apa-apa lagi. wajahnya dipenuhi amarah.Boris mengambil kembali ponselnya dan berkata kepada Jesse dengan tenang, “Temukan orang itu secepat mungkin. Kalau sudah ketemu, langsung hubungi aku.”“Baik, Pak Boris.”Panggilan telepon berakhir. Ruang tamu kembali menjadi sunyi. Zola tiba-tiba berteriak, “Tedy, kalau sampai terjadi sesuatu pada Jeni, aku dan keluarganya nggak akan ampuni kamu.”Seiring kata-kata kejam terlontar dari mulut Zola, atmosfer di ruang tamu menjadi semakin berat. Boris melirik Tedy sekilas. Dia pun mengerutkan kening dan berbisik pada Zola, “Jeni akan baik-baik saja. Aku sudah atur orang cari dia. Kamu harus tenang, oke?”“Tenang? Gimana aku bisa tenang? Dia bukan temanmu, nggak ada hubungan apa pun denganmu. Tentu saja kamu nggak merasakan apa pun.”Zola berdiri dan meninggalkan sofa. Dia tidak ingin tinggal di sini lebih lama lagi. Melihat Tedy dan Boris hanya membuatnya semaki
Tedy yang sedang duduk di sofa juga melihat adegan tersebut. Dia spontan mengerutkan alisnya. Raut wajahnya menjadi lebih serius.Dibandingkan dengan reaksi Tedy, Boris justru tampak tidak peduli. Dia tetap mencengkeram tangan Zola, tak berniat melepaskannya. Pupil matanya sedikit menyusut. Sesaat kemudian, dia berkata dengan tenang, “Aku nggak berpikir seperti itu. Siapa pun nggak berharap seseorang mengalami hal seperti ini. Tapi karena semua telah terjadi, bukankah yang harus kita lakukan adalah meminimalisir luka yang akan dialami Jeni? Aku nggak peduli bagaimana sikapmu terhadapku sekarang. Tapi kamu yakin mau alihkan perhatian yang seharusnya bisa aku gunakan untuk cari Jeni ke kamu?”Zola menyipitkan mata dan tidak berkata apa-apa. Panas di telapak tangannya masih jelas terasa. Tamparannya yang terlalu keras meninggalkan rasa panas itu. Dia menundukkan kepala, entah apa yang dia pikirkan. Perasaan khawatir dan frustrasi tersembunyi di wajahnya yang tertunduk.Boris menatapnya d
Saat keduanya tengah mengobrol, Zola bangun dari tidurnya. Dia melihat selimut yang menutupi tubuhnya dengan wajah datar tanpa ekspresi. Kemudian, dia membuka selimut dan berdiri dari sofa. Dia bertanya kepada pelayan di vila di mana kamar mandi berada. Kemudian, dia pergi ke kamar mandi untuk cuci muka.Zola melihat pantulan dirinya di cermin. Lingkaran hitam di bawah matanya begitu kentara. Wajahnya terlihat lesu. Penampilannya tampak begitu kuyu dan lemas tak bertenaga.Selesai cuci muka, Zola keluar dari kamar mandi. Saat berjalan keluar, dia tiba-tiba mendengar obrolan di koridor yang sepi.“Dengar-dengar, Bu Jeni dibawa pergi pria cabul. Menurut kalian, bakal terjadi sesuatu padanya, nggak?”“Sssttt, pelankan suaramu. Jangan sampai kedengaran Pak Tedy.”“Nggak tahu kemarin Bu Wina datang dan ngomong apa dengan Bu Jeni. Kalau nggak, kenapa Bu Jeni lebih memilih lompat dari balkon kamar untuk pergi? Saat itu kondisinya sedang hujan deras lagi. Entah bagaimana keadaannya sekarang.”
Zola mengangguk sopan kepada si penerima tamu itu, lalu bertanya, “Bu Wina ada di sini?”“Bu Wina Jardi?”“Iya. Dia lagi di mana? Aku sudah buat janji dengannya.”“Bu Wina sedang duduk di aula utama bersama dua temannya.”Begitu si penerima tamu selesai menjawab, Zola pun melangkahkan kakinya ke dalam restoran. Setelah meninggalkan vila Tedy, dia langsung pergi ke perusahaan. Dia menghabiskan cukup banyak waktu baru menemukan keberadaan Wina.Setelah mengetahui keberadaan Wina, Zola bergegas ke sini. Tentu saja, dia tidak bisa bersabar lagi untuk menemui perempuan itu. Setelah sampai di aula utama, masih belum terlalu banyak pengunjung. Karena belum tepat jam makan siang.Setelah menemukan sosok Wina, Zola berjalan ke arahnya dengan perlahan. Pada detik berikutnya, Wina menoleh dan melihat Zola.Wina mengenal Zola karena Boris adalah teman Tedy. Dia segera berdiri lalu tersenyum, hendak menyapa Zola.namun, belum sempat Wina bicara, Zola menarik kerah baju Wina dan memberikan peringata
Zola menundukkan kepala dan bersandar di setir mobil. Setelah menahan diri sejenak, dia baru berhasil mengurungkan niatnya untuk menghubungi Santo.Pada saat yang sama, di kantor CEO Morrison Group. Boris sedang menerima telepon. “Pak Boris, baru saja Bu Zola keluar dari Restoran Yirna. Sebelumnya, Bu Zola hanya ke perusahaannya.”“Dia pergi makan?”“Bukan. Bu Zola bertemu dengan Bu Wina, tunangan Pak Tedy. Keduanya sempat bertengkar sebentar.”“Terus ikuti dia. Kalau sampai dia kenapa-napa, kamu juga nggak perlu kembali hidup-hidup untuk bertemu denganku lagi."Jesse segera berkata baik sambil menganggukkan kepala walau tahu Boris tidak bisa melihatnya. Dia merasa hidupnya begitu sengsara. Sudah kerja keras sepanjang malam, pagi ini dia harus mengikuti Zola lagi. Pekerjaannya sungguh bukan pekerjaan yang mudah.Jesse mengikuti Zola sepanjang jalan kembali ke apartemen. Setelah memastikan Zola tidak akan turun lagi dari apartemennya, Jesse baru menelepon Boris lagi. Begitu mendapat izi
Belum selesai Tedy bicara, dia melihat sorot mata Boris berubah menjadi dingin. Dia pun berhenti bicara.“Maaf,” kata Tedy.Boris tidak menghiraukannya. Keduanya pun menyaksikan proses interogasi polisi terhadap tersangka. Setelah serangkaian pemeriksaan dan interogasi dengan foto Jeni, tersangka akhirnya mengatakan yang sebenarnya.“Aku memang sempat bawa dia. Aku lihat dia sudah basah kuyup. Aku sempat punya niat, tapi dia terlalu galak. Selain itu, aku nggak mau ditangkap lagi karena aku baru saja bebas. Jadi aku nggak apa-apakan dia. Siapa sangka, dia bahkan nggak bayar, langsung keluar dari mobil dan pergi ....”Tersangka mengungkapkan tempat Jeni turun dari mobil. Kemudian, semua orang mulai mencari keberadaan Jeni di sekitar tempat tersebut. Kurang dari setengah jam, kabar pertama datang dari Jesse.“Pak Boris, orang kita sudah mendapat kabar tentang Bu Jeni.”Boris menyuruh Jesse memberitahu Tedy. Sedangkan dia sendiri pergi ke apartemen Zola. Sesampainya di sana, dia mengetuk
Jeni mengangguk pelan dan menjawab, “Kamu tenang saja. Aku nggak akan melakukannya lagi. Oh ya, kakakku ada hubungi kamu, nggak?”“Ada, sekali. Dia mungkin nggak curiga, kamu nggak perlu khawatir.”Keduanya tengah mengobrol. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu di luar. Kemudian, terdengar suara Jesse berkata, “Bu Zola, Pak Tedy datang. Pak Tedy ingin bertemu dengan Bu Jeni.”Zola menatap Jeni. Jeni hanya memasang wajah datar dan sorot mata dingin. “Kamu gimana? Mau bertemu dengannya, nggak?” tanya Zola.Jeni terdiam sesaat. Beberapa detik kemudian, dia baru memaksakan seulas senyum di wajahnya. “Bukan soal mau bertemu atau nggak. Sepertinya aku dan dia harus bertemu. Ada beberapa hal yang kalau nggak kami bicarakan sampai jelas, dia mungkin akan gunakan cara yang sama terhadapku lagi. Sebenarnya aku sudah pikirkan banyak hal selama dua hari ini. Aku tahu, ada beberapa hal yang nggak akan bisa diselesaikan kalau aku terus menghindarinya.”Jeni memaksakan diri untuk tidak menghadapinya. Na
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum