Zola tetap diam. Boris mencengkeram dagu Zola, lalu menyipitkan mata dan berkata sambil menggertakkan gigi, “Jawab aku, Zola. Kamu usir dia, nggak?”“Boris, sekalipun dia hanya teman biasa, aku nggak bisa usir dia. Apalagi Mahendra bukan hanya sekadar teman, dia juga partner kerja yang sudah banyak bantu aku.”“Jadi nggak peduli apa pun yang aku katakan, kamu tetap nggak mau jaga jarak darinya?” Sorot mata Boris menjadi dingin. Cengkeraman tangannya di dagu Zola juga mengencang. Dia menundukkan kepala semakin mendekat ke arah Zola. Hembusan napas yang panas menerpa wajah dan leher Zola.Zola hanya menatap Boris acuh tak acuh. “Aku nggak mengerti apa yang kamu maksud dengan jaga jarak. Apakah aku harus putus kontak dengan semua lawan jenis? Meskipun mereka hanya teman atau rekan kerja juga nggak boleh? Kalau begitu, apakah itu artinya aku harus berhenti kerja di perusahaan dan kerja sendiri di rumah?”“Aku nggak minta kamu jaga jarak dengan semua orang, hanya dengan mereka yang punya ma
Zola tidak menyembunyikan apa pun, tapi dia juga tidak banyak bicara. Dia bisa membicarakan banyak hal dengan Jeffry, tapi tidak dengan Mahendra. Karena Zola tahu, perasaan Mahendra terhadapnya tidak hanya sekadar teman. Namun, Zola tidak mungkin bersatu dengan Mahendra. Oleh karena itu, dia tidak akan pernah memberikan kesempatan.Setelah Mahendra selesai masak, jam sudah menunjukkan pukul 12. Mahendra tidak tinggal untuk makan.“Pak Boris nggak senang kalau aku tetap di sini. Kehadiranku juga akan pengaruhi hubungan kalian berdua. Aku nggak mau menyulitkan kamu.”Zola mengerutkan kening. “Nggak apa-apa. Dia hanya mau cari masalah denganku. Karena aku sudah buat dia demam dan sakit.”“Kebetulan aku juga ada janji dengan orang lain di dekat sini. Sekarang ke sana waktunya juga pas,” kata Mahendra.Mahendra bersikeras untuk pergi tanpa makan. Setelah berusaha menahannya sebentar, Zola pun tidak memaksanya lagi. Dia mengantar Mahendra sampai ke depan pintu, lalu berkata, “Mahendra, lain
“Kenapa kamu selalu libatkan orang lain? Bukannya kamu sendiri bilang kalau urusan kita ya urusan antara kita berdua, nggak usah libatkan orang lain?”“Dia yang datang sendiri. Aku nggak libatkan dia secara paksa.”“Tapi kamu selalu ungkit soal dia, bukan?”Nada bicara Zola sangat tenang. Boris sendiri yang terus menekankan padanya untuk tidak melibatkan Tyara dalam urusan di antara mereka. Lantas, kenapa sekarang Boris terus melibatkan Mahendra?Boris menatap Zola. Dia juga menggosokkan tangannya yang memegang dagu Zola. Tidak jelas emosi yang terkandung dalam suaranya.“Jadi kamu mau jaga jarak dengannya, nggak? Aku nggak suka kamu terlalu dekat dengannya. Aku juga nggak suka lihat dia dekati kamu dengan maksud lain. Dia punya niat lain. Lebih baik jangan terlalu sering berhubungan dengan orang seperti itu.Zola mengerutkan kening, merasa Boris sangat keterlaluan. Zola juga merasa sangat tidak senang. Namun, tanpa menunggunya bicara, pria itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Bibir tip
“Nggak lakukan apa pun. Aku hanya ganti lauk,” kata Boris dengan enteng.Zola mengerutkan alis. “Boris, kamu nggak merasa keterlaluan bilang kamu hanya ganti lauk? Kalau kamu nggak mau makan makanan ini, kamu boleh makan bubur. Tapi jangan sia-siakan kebaikan orang lain, oke?”“Nggak ada yang suruh dia datang ke sini. Dia yang datang sendiri tanpa diundang. Aku biarkan kamu undang dia masuk sudah termasuk beri kamu muka. Sekarang kamu kira aku izinkan kamu makan makanan yang dia masak?”“Kamu nggak izinkan pun aku juga sudah makan.”“Sudah makan ya sudah makan.”Usai berkata, Boris langsung memberikan isyarat mata kepada Jesse, menyuruh Jesse bergerak lebih cepat. Jesse melirik Zola dengan hati-hati, lalu cepat-cepat ganti piring dan masukkan semua makanan itu ke dalam rantang. Jesse pun langsung pergi tanpa menunggu lebih lama.Suasana di ruangan tersebut seketika menjadi sunyi senyap, udara terasa berat. Namun, itu bagi Zola sendiri. Boris malah tetap bersikap tenang, seolah tidak pe
Zola tidak bicara, maka Boris menganggapnya sebagai jawaban iya. Suasana di antara keduanya pun menjadi kian dingin. Boris bahkan memberi peringatan kepada Zola.“Zola, kamu dengar baik-baik. Kalau dia berani datang cari kamu lagi, dan kamu berani berduaan dengannya lagi, aku pasti akan tendang dia keluar dari Kota Binru!”Usai berkata, Boris sudah berbalik dan kembali ke kamar. Zola hanya berdiri tercengang di tempat. Dia benar-benar merasa frustrasi. Kenapa Boris tidak merasa ada yang salah ketika dia dekat dengan Tyara, sedangkan dia malah tidak boleh dekat dengan siapa pun. Pertama Mahendra, lalu Jeffry.Boris begitu mendominasi, tidak mengizinkan Zola terlalu banyak interaksi dengan mereka. Bahkan meminta Zola menjaga jarak dengan mereka. Apakah karena sudah menikah, Zola tidak boleh punya satu pun teman lawan jenis?Zola menarik napas dalam-dalam. Dia bersandar di sofa dan menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Entah berapa lama waktu berlalu, ponsel di atas meja sofa tib
Zola mengerutkan alis. “Kamu terlalu banyak berpikir. Aku hanya mau keluar jalan-jalan santai sebentar. Aku sudah di rumah selama dua hari tanpa melakukan apa pun.”Zola boleh saja tidak berolahraga, tapi janin dalam perutnya perlu cari angin segar supaya suasana hati yang baik tetap terjaga. Tentu saja, Zola tidak akan memberitahu hal itu pada Boris.Boris memperhatikan ekspresi dan tatapan mata Zola. Pada detik berikutnya, dia baru menjawab, “Kalau begitu pergi saja.”Zola menarik kembali tatapannya. Kemudian, dia membuka pintu dan keluar. Di luar dugaannya, Boris ternyata ikut keluar dan menutup pintu lebih dulu darinya.Zola menatapnya dengan bingung. Belum sempat berkata apa-apa, dia mendengar suara berat pria itu. “Bukannya mau jalan-jalan? Ayo.”“....”Zola masih berdiri diam sambil mengerutkan kening. Boris sudah berjalan ke depan lift dan menekan tombol pintu lift.Zola berjalan pelan-pelan ke arah pria itu dan berdiri di sampingnya. “Kamu mau pergi juga?” tanya Zola dengan su
Boris mengerutkan kening, sorot matanya dipenuhi dengan rasa tidak senang. “Hanya itu yang ingin kamu katakan padaku?”“....”Zola menatap Boris sambil tercengang sejenak. Kemudian, dia mendengar pria itu berkata lagi, “Nggak ada yang ingin kamu katakan padaku lagi? Kamu nggak perhatikan apa yang baru saja terjadi?”Apa yang terjadi? Boris diincar seseorang? Wajah Zola begitu tenang, hampir tidak ada gejolak emosi apa pun. Nada bicaranya juga sangat tenang.“Lantas kenapa kalau aku perhatikan? Aku nggak bisa kendalikan pikiran orang lain. Bagaimanapun, setiap orang punya rasa suka.”Boris merasa sarafnya seperti busur yang direntangkan sampai batasnya dan bisa patah kapan saja. Raut wajahnya menjadi muram. Suaranya juga menjadi sangat dingin.“Jadi sebagai seorang istri, kamu sama sekali nggak bereaksi saat ada perempuan lain mau minta nomor telepon suamimu langsung di depanmu?”Zola tersenyum. “Boris, apa yang kamu ingin aku lakukan? Debat dengannya? Atau peringatkan dia supaya jangan
“Nggak keluar setiap hari. Cuma dua kali. Lagi pula, belum terlalu malam juga,” kata Zola.“Kamu tahu nggak keluar sendirian jam segini sangat berbahaya? Mulai sekarang kamu nggak boleh pergi lagi jam segini.”Zola tidak berkata apa-apa. Dia hanya sibuk mengeluarkan isi belanjaannya dari dalam kantong dan menaruhnya di kulkas. Boris tidak senang karena sikap Zola. Dia langsung pergi menutup pintu kulkas, lalu menekan tubuh Zola ke pintu kulkas. “Zola, aku sedang bicara denganmu. Dengar, nggak?”Jarak keduanya begitu dekat. Zola terkejut. Dia mendongakkan kepala untuk menatapnya, mendapati mata dan wajah tampan pria itu sedang memancarkan aura tidak ingin dibantah.“Zola, jawab aku!” Boris mengulangi perkataannya lagi.Zola baru menjawab, “Iya, tahu.”Usai menjawab, Zola mendorong Boris menjauh darinya. Apakah pria itu tidak tahu kalau berada sedekat itu rasanya gerah dan tidak nyaman? Terutama saat Zola bisa merasakan dengan jelas napas satu sama lain. Itu membuat tubuhnya menjadi tega
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum