One man’s trash is another man’s treasure (Suatu benda yang dianggap sampah bagi seseorang, adalah harta karun bagi orang lain). Tulisan itu ditulis dengan cat akrilik berwarna kuning pudar berbentuk huruf-huruf absurd diatas sebua papan tulis hitam bekas. Binar sudah berkali-kali protes dan meminta tulisan itu dicopot dari tempatnya yang menggantung diatas rak tepat di blakang meja etalase. Menurutnya tulisan itu jelek, tidak ada esetetikanya, dan yang paling penting tidak bisa dijual!!
Samudera alias Sam si pemilik toko tentu saja tidak begitu saja menuruti keinginan Binar si bocah bawel itu. Sam ngotot tulisan itu harus tetap dipajang karena sesuai dengan prinsip toko barang bekas ‘Bars-Man’ (kependekan dari Barang Bekas Mantap) miliknya ini. Barang yang dibuang oleh orang lain akan disulap menjadi uang di tokonya yang sudah berdiri bertahun-tahun ini.
Setiap Binar mengomel soal papan jelek bulukan itu, Sam selalu merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Menunjuk dan menyapukan pandangannya pada setiap benda bekas yang dijual di toko ini sembari berkata dengan sok bijak dan tersenyum lebar “One man’s trash is another man’s treasure.”
“Kalau tokonya jadi gak laku gara-gara papan bulukan itu aku gak tanggung jawab!” ancam Binar di satu hari.
Sam hanya tertawa renyah melihat Binar bersemangat seperti itu. Malah Sam senang melihat semangat semacam itu, karena jarang ada gadis usia tujuh belas tahun yang rajin bekerja dan begitu peduli dengan pekerjaannya.
Sam menebak masa depan gadis ingusan ini akan cerah. Malah sepertinya akan jauh lebih cerah daripada dirinya yang cenderung pasif dan malas. Untung saja ada toko ini, kalau tidak mungkin ia sudah kesulitan mencari pekerjaan dengan rambut gondrong kesayangannya. Bahas-bahas soal toko ia jadi teringat sudah setahun ini belum berkunjung ke Bandung. Mungkin nanti akhir tahun ia mesti menyempatkan diri.
“Mas Saaaaam!!” teriak Binar di satu siang yang terik. Suara serak cemprengnya mampu menyobek mimpi Sam yang sedang tidur siang di belakang etalase.
“Apa sih?” Sam mengucek matanya yang masih terasa lengket.
“Ini bisa diskon gak??” Binar menunjuk pada sebuah koper merek polo (kondisi bekas pastinya).
Sam memincingkan mata pada koper berwarna merah marun itu berusaha mengingat berapa ia membelinya sebulan lalu.
“Empat ratus udah paling murah.”
Binar mengangguk dan menyampaikannya pada pasangan suami istri yang sepertinya sedang mampir ke kota ini untuk berwisata. Beberapa saat kemudian Binar sudah berlari-lari riang mencarikan plastik yang cukup besar untuk koper itu. Tapi mereka ingin membawanya langsung dan Binar mempersilakannya untuk membawanya.
Brak!!!
Binar menaruh uang di atas etalase keras-keras.
“Nanti pecah, ampun deh... kamu tuh jadi anak gadis kok brutal banget,” kata Sam yang sekarang sudah duduk dan menerima uangnya.
“Ah nanti kalau lemah lembut dikira cewek lemah!” kata Binar sambil menunjukkan otot bisepnya yang menonjol setengah sentimeter.
“Susah dapet pacar entar.”
“Eh Mas jomblo gak berhak ngomong gitu!”
Gabus bekas tempat menyimpan Tv langsung melayang menuju kepala Binar. Untungnya Binar yang lincah seperti kancil sudah melompat jauh sambil memeletkan lidah mengejek Sam.
Untung saja bocah itu rajin bekerja dan sangat loyal pada Sam jadi ia menganggap itu hanya sekedar gurauan saja. Kalau tidak ia sudah memecat gadis barbar itu, lagipula gadis remaja umuran segitu mana mengerti kesulitan orang dewasa soal mencari jodoh.
Sam membuka ponsel nya dan iseng-iseng membuka I*******m sembari menunggu konsumen berikutnya tiba. Sam menelusuri gambar-gambar di beranda aplikasinya, beberapa temannya tampak sedang berlibur di Bali. Wah berenang! Ia jadi berpikir ingin pergi ke pantai, berenang di laut dan bermain melompati ombak seperti anak kecil. Sudah lama ia tak merasakan desiran pasir pantai di kakinya dan angin pantai yang lengket menyapu wajahnya.
Kemudian di beberapa gambar berikutnya seorang selebrgam yang ia ikuti tampak memamerkan sepeda mahalnya. Kali ini Sam tidak tertarik.. rasanya malas sekali jika mesti berolah raga. Untungnya ia selama ini selalu memiliki tubuh yang kurus dan sulit menggemukkan badan jadi ia tidak takut obesitas dan karena itu ia tak perlu olah raga (begitu kira-kira logika sok jeniusnya). Dan lagi mereka hanya membeli sepeda karena ikut tren, dan mengikuti tren adalah hal yang tak akan pernah dilakukan Sam.
Sam beberapa kali tertawa sendiri ketika melihat beberapa gambar postingan akun meme dan shitposting. Lalu mendadak bola matanya melotot seperti membesar mendekatkan kepalanya ke arah ponselnya.
“Wah si Awo kawin!” katanya terkejut pada diri sendiri ketika melihat foto sahabatnya kala SMP itu memajang foto di pelaminan.
[wah selamat ya bro! Semoga langgeng] begitu tulis Sam di kolom komentar.
Awo aja yang orangnya gak jelas udah nikah gumamnya dalam hati, sedikit menyindir kejombloan dirinya sendiri dan iri pada Awo. Dari sudut matanya terlihat Binar sedang melayani konsumen yang baru saja tiba naik becak.
Mas jomblo.. Sam membeo ucapan Binar sebelumnya.. Bocah sial..jadi kepikiran kan..
Mata Sam masih tertuju pada Binar dan konsumennya tetapi otaknya sudah berangkat keluar kota kepalanya. Umur 32 masih jomblo.. single itu pilihan.. begitu ia membela dari pikirannya sendiri. Tapi sesungguhnya jika dikorek sampai kerak hatinya di sudut yang gelap dan terdalam maka kita akan menemukan tulisan menyala gemerlap berbunyi ‘PENGEN KAWIN’.
Mungkin Sam terlalu nyaman menikmati berdagang di toko jadi ia lupa bergaul... bisa jadi..
Mungkin ia terlalu jelek... Sam menelan ludah untuk mengakui... bisa juga...
Mungkin ia terlalu miskin... Yang ini mungkin sedikit kurang tepat meski Sam bukan pula orang bergelimang dengan harta.
“MAAASSS!! INI BERAPA!!” Binar berteriak lagi membuat lamunan Sam lagi-lagi tenggelam kembali ke alam bawah sadarnya.
Sam meniup kepalan tangan dan menempelkannya ke telinganya yang pekak gara-gara bocah ini. Padahal cuma jarak lima langkah itu lho!! pake teriak-teriak....
“Seratus ribu aja,” kata Sam sambil memerhatikan jas warna krem yang sedang Binar tawarkan.
Jas itu berwarna sama dengan jas almamater kampusnya dulu. Segera saja kereta memori tiba di stasiun otak Sam dan memutar kembali gambar-gambar kejadian di masa itu.
Ia ingat pernah dikatai ‘mahasiswa edan’ hanya karena ia tak sengaja menjatuhkan tas dengan keras ketika ia tiba di kelas karena lelah berlari takut kesiangan. Dikira dosennya, Sam sedang marah-marah dan alhasil ia mendapatkan nilai ‘spesial’ dari dosen itu plus julukan Mahasiswa Edan dari beliau.
Sam juga ingat bagaimana ketika masa orientasi alias ospek ia dengan heroiknya jatuh dari tangga ketika sedang foto bersama menghibur seluruh angkatan menertawakannya. Wajah Sam otomatis memerah malu ketika ia mengingatnya.
Kejadian memalukan memang sebaiknya dilupakan saja untuk selamanya.....
Ia juga ingat beberapa temannya seperti si Prima yang punya jambang lebat bak sinterklas. Si muka tua! Itu julukannya dulu karena jambangnya. Bahkan semasa kuliah tidak ada satupun dosen yang bisa mengalahkan wajah tua Prima. Lalu ada Margo yang hobinya hanya satu... futsal. Setiap hari ia selalu bermain futsal dengan teman UKM nya, bahkan hingga memenangkan juara ke tiga di piala antar kampus. Bahkan saking cintanya dengan futsal ia sampai berkencan dengan pacarnya memakai seragam futsal. Belum lagi ada Pepeng yang senang sekali membangunkan seisi kosan tepat jam 7 pagi dengan teriakannya sambil senam pagi di depan kamar kosnya. Sampai akhirnya di semester delapan seorang mahasiswa S2 melemparnya dengan teko karena suara burik Pepeng menganggu jam istirahatnya setelah begadang mengerjakan thesis semalaman.
Lalu tentu saja ia teringat satu orang lagi yang sepertinya akan menempel di otaknya seumur hidup.
Puspa.... Sam enggan menggali kenangan yang satu ini, tapi jika diceritakan secara singkat, Puspa adalah mantan pacar Sam..
Bukan sembarang mantan, karena Puspa adalah pacar pertamanya seumur hidup. Dan hingga saat ini dia juga sekaligus memiliki gelar pacar terakhir Sam.
Payah banget aku... keluhnya dalam hati jika ingat Puspa. Karena dengan itu ia juga jadi ingat baru punya satu pacar selama 32 tahun berjalan di bumi.
Mungkin itu juga jadi faktor kenapa seorang Samudera masih betah menjomblo....
Memori..
“Nih!!” Binar menggebrak meja lagi-lagi untu memberikan uang dari konsumen sampai membuat Sam melompat dari tempat duduknya.
“Halah kamu ini..”
“Keren kan aku ini jualannya..”
“Hoki.”
“Hahahaha Mas Sam iri!”
Sam hanya tersenyum melihat tingkah Binar... di otaknya kini muncul satu pertanyaan yang melayang-layang.
Gimana ya kabar Puspa sekarang...?
Jam sembilan pagi adalah waktu yang terburuk untuk berada di tengah-tengah pusaran kemacetan. Itu adalah saat dimana kita mesti berjibaku memperebutkan ruang di atas aspal supaya kita bisa melaju lebih cepat untuk mencapai tujuan tanpa terlambat. Belum lagi aroma asap yang semerbak menginvasi rongga hidung bisa membuat tenggorokan bernyanyi batuk-batuk. Untunglah bagi Sam kemacetan di jam ramai itu hanyalah pemandangan normal setiap hari dari Bars-Man yang juga sudah menjadi tempat tinggalnya. Jadi tidak ada kata ‘berangkat kerja’ di kamus kehidupan Sam selama bertahun-tahun. Melihat orang-orang naik darah ketika terjebak di kemacetan membuatnya amat bersyukur akan hidupnya yang simpel.. mungkin terlalu simpel.
Jika jam sembilan pagi dan jam empat sore adalah waktu yang terburuk untuk berada di jalan raya. Maka menurut Sam, jam delapan malam adalah waktu terbaik untuk bergentayangan berkeliling kota tanpa. Matahari sudah bersembunyi dibalik horizon, angin malam semilir yang dingin membelai kulit, pedagang kaki lima yang menjual beraneka ragam makanan sudah membuka lapaknya, dan suasana jalanan yang ramai tapi tidak menderita penyakit macet akut adalah resep paripurna untuk kondisi jalanan ideal. Jika saja bisa memilih, maka seharian suasana hari seperti jam delapan malam akan sangat menyenangkan. Jadi Sam juga perlu tidak kepanasan saat menjaga toko.
“Oi!” Sam melambaikan tangan ketika melihat Prima memasuki tokonya. Jambangnya masih sama-sama mengesankan seperti dulu. Wajahnya pun tetap terlihat lebih tua daripada umur aslinya. “Wah keren nih punya toko sendiri,” kata Prima sembari melihat ke sekelilingnya. “Ah cuma nerusin usaha kakek, ayo duduk-duduk!” Sam membawa dua buah kursi kayu dari balik etalase dan mereka berdua kemudian duduk di bagian dalam toko menghadap ke jalanan. Setelah semalam bertemu dan ber
Hari minggu adalah hari dengan jadwal malas-malasan sedunia!! Setidaknya itulah yang Binar pikirkan setiap hari minggu tiba. Ia tidak perlu bangun pagi untuk bersiap bekerja, ia bisa bangun tidur sesiang mungkin dan diam di kamarnya selama yang ia suka. Tidak ada yang lebih sempurna daripada diam di dalam kamar seharian! Sang nenek yang merawatnya sejak kecil selalu membiarkan Binar berbuat semaunya khusus di hari minggu saja. Tapi di hari biasa ia mesti kerja ekstra keras selain bekerja di Bars-Man, ia juga wajib membantu pekerjaan rumah. Tak hanya membantu seadanya tapi harus melakukan segalany
Siapa yang tak suka tinggal di hotel mewah? Fasilitas lengkap, selalu di kamar tipe suite, dan tentu saja secara gratis. Tidak seratus persen gratis tentu saja, tapi setidaknya Puspa tidak membayarnya sendiri. Semua sudah ditanggung Johan sang suami yang tak tersayangnya. Ajeng Puspa Ningtias.. Ia lebih suka dipanggil Puspa karena menurutnya lebih menarik perhatian. Dan sesuai harapannya, seumur hidupnya Puspa selalu menjadi pusat perhatian dimanap
Kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi khusus bagi Sam selain daripada itu, kebersihan adalah juga sebagian dari penjualan. Apalagi bagi toko sam yang menjual barang bekas, jika barang jualannya semakin bersih maka semakin barang itu tidak terlihat bekas di mata pembeli dan akan (mudah-mudahan) membuat mereka membelinya.Sam menggunakan kuas nilon halus untuk mengusir debu dari salah satu action figure Batman original yang baru saja ia beli kemarin dari seseorang. Sam mendapatkannya dengan harga murah, tak sampai dua juta, jika sudah bersih ia berniat menjualnya seharga setidaknya tiga juta menurut harga pasaran.
"Hai..."Kata sapaan yang singkat itu sukses membuat Sam diam mematung dengan mata terbelalak. Sam tidak pernah melupakan nada bicara yang lembut namun penuh gairah itu. Cara bicaranya yang mengalun merdu nan menggoda. Dalam sekejap bayangan wajah Puspa menclok di dalam otaknya dengan berbagai eskpresi.Sam menelan ludah mengumpulkan nyali yang berantakan hanya karena satu kata dari Puspa tadi.
Sembari menyetir mobil bak pinjaman dari Pak Broto, Sam bersiul-siul dengan ceria. Matahari terlihat lebih cerah, awan berwarna lebih putih, dan cuaca panas terasa biasa saja. Ya, Sam sedang merasa senang hari ini, meski kalau ditanya ia akan berkilah dan berkata 'bias aja ah!". Tapi tingkat kecerahan hatinya bisa dilihat dari betapa lebar senyumnya saat ini. Bahkan jalanan yang macet tidak mampu mengusir senyum lebarnya sekarang. Sementara Sam senyum-senyum sendiri, di sampingnya Binar sedang bermain game di ponselnya sepanjang perjalanan. Matanya tidak b
Sarah menyadari kedatangan Puspa yang sedang berjalan dengan dagu diangkat tinggi mendekatinya. Hatinya gusar melihat tingkah Puspa yang terlihat pongah, jelas ia masih menyimpan perasaan yang mengganjal peninggalan masa lalu. Tapi hari ini ia adalah tuan rumah, dan ia tahu harus bersikap sebaik mungkin.Dan dengan setarikan napas panjang ia menegakkan diri dan tersenyum lebar seramah mungkin layaknya seorang tuan rumah pada tamunya.“Selamat siang,” sapa Sarah sedikit menunduk ramah menyapa.
Seperti biasanya, Puspa selalu merasa percaya diri dimanapun ia berada. Begitupun kala ia memasuki area lapangan tempat reuni. Dengan langkah tegap layaknya seorang manajer level atas yang hendak memimpin meeting ia berjalan masuk.Segera saja banyak orang melambaikan tangan ketika melihat kedatangannya. Puspa tak lupa melempar senyum pada mereka semua. Dan tentu saja dari sudut matanya ia bisa melihat Sam yang sedang berdiri mengobrol dengan Prima.Dalam hati ia cukup terkejut melihat penampilan Sam yang sepertinya tidak berubah sama sekali dari saat ia terakhir bertemu dengannya.
Sam melangkah ke depan cermin gantung yang sudah sedikit buram itu. Ia sedang mencari-cari bayangan dari dirinya sendiri di masa ketika ia masih sibuk mengejar dosen ke kelas. Wajahnya masih sama seperti dulu, ditambah sedikit keriput disana sini dan terlihat lebih lelah. Rambutnya masih sama panjang seperti dulu, bahkan cara berpakaiannya pun masih sama.Ia melirik jam di dinding toko yang entah mengapa terdengar berdetak lebih keras daripada biasanya.Masih dua jam lagi sebelum acara dimulai.. ujarnya dalam hati sembari menarik napas panjang.
Rambut halus di tangan dan tenguk Sam terasa merinding, padahal angin sedang tidak berhembus kencang. Bowo, Prima, dan Darso berjalan berkeliling komplek penginapan yang luas ini sementara Sarah dan Sam mengikuti di belakangnya. Sesekali Sam melirik Sarah di sebelahnya, sesekali pula pandangan mereka beradu membuat Sam merasa kikuk. "Jadi... kamu sehat?" Sarah mengawali dengan suara seraknya. Sam mengangguk tapi tidak menjawab jelas.
Mungkin sudah lima menit terakhir ini Sam memandang tanggal di layar ponselnya yang memiliki gambar Doraemon sebagai latar belakangnya. Lusa acara reuni akan dilaksanakan dan Sam merasa takut sekaligus bersemangat menghadapinya.Bagaimana rupa teman-temannya sekarang?Bagaimana kabar mereka?Apa mereka bahkan masih mengingat Sam??Dan ya
Ini sudah kelima kalinya dalam sepuluh menit terakhir Puspa melirik angka jam di layar ponselnya. Ia hanya punya waktu mungkin sekitar empat puluh menit lagi saja sebelum meeting dimulai di kantor developer. Ia mendesah gelisah saat angka menit di layar ponselnya semakin bertambah.Puspa melirik ke sekelilingnya, dia bisa datang kapan.... saja gumamnya dalam hati. Sembari merapikan kemejanya beberapa kali dengan gugup ia menyisir rambutnya dengan jari.Ia harus tampak sempurna.. Ia ingin terlihat sempurna.. setidaknya di hadapannya.
Sembari menyetir mobil bak pinjaman dari Pak Broto, Sam bersiul-siul dengan ceria. Matahari terlihat lebih cerah, awan berwarna lebih putih, dan cuaca panas terasa biasa saja. Ya, Sam sedang merasa senang hari ini, meski kalau ditanya ia akan berkilah dan berkata 'bias aja ah!". Tapi tingkat kecerahan hatinya bisa dilihat dari betapa lebar senyumnya saat ini. Bahkan jalanan yang macet tidak mampu mengusir senyum lebarnya sekarang. Sementara Sam senyum-senyum sendiri, di sampingnya Binar sedang bermain game di ponselnya sepanjang perjalanan. Matanya tidak b
"Hai..."Kata sapaan yang singkat itu sukses membuat Sam diam mematung dengan mata terbelalak. Sam tidak pernah melupakan nada bicara yang lembut namun penuh gairah itu. Cara bicaranya yang mengalun merdu nan menggoda. Dalam sekejap bayangan wajah Puspa menclok di dalam otaknya dengan berbagai eskpresi.Sam menelan ludah mengumpulkan nyali yang berantakan hanya karena satu kata dari Puspa tadi.
Kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi khusus bagi Sam selain daripada itu, kebersihan adalah juga sebagian dari penjualan. Apalagi bagi toko sam yang menjual barang bekas, jika barang jualannya semakin bersih maka semakin barang itu tidak terlihat bekas di mata pembeli dan akan (mudah-mudahan) membuat mereka membelinya.Sam menggunakan kuas nilon halus untuk mengusir debu dari salah satu action figure Batman original yang baru saja ia beli kemarin dari seseorang. Sam mendapatkannya dengan harga murah, tak sampai dua juta, jika sudah bersih ia berniat menjualnya seharga setidaknya tiga juta menurut harga pasaran.