Jika jam sembilan pagi dan jam empat sore adalah waktu yang terburuk untuk berada di jalan raya. Maka menurut Sam, jam delapan malam adalah waktu terbaik untuk bergentayangan berkeliling kota tanpa. Matahari sudah bersembunyi dibalik horizon, angin malam semilir yang dingin membelai kulit, pedagang kaki lima yang menjual beraneka ragam makanan sudah membuka lapaknya, dan suasana jalanan yang ramai tapi tidak menderita penyakit macet akut adalah resep paripurna untuk kondisi jalanan ideal.
Jika saja bisa memilih, maka seharian suasana hari seperti jam delapan malam akan sangat menyenangkan. Jadi Sam juga perlu tidak kepanasan saat menjaga toko.
Tapi kalau sehari penuh gelap seperti malam itu sudah kiamat namanya...
Mumpung kiamat belum menyapa, Sam menikmati malam ini sekhusyuk mungkin. Ia berkeliling berjalan kaki menyusuri trotoar tak jauh dari tokonya. Sesekali ia mesti turun ke jalan raya karena trotoarnya dipakai orang berjualan.
Sambil berjalan ia juga sembari memilih kira-kira makanan apa yang akan jadi santapannya malam ini. Ini sudah seperti jadwal harian Sam, siang dan malam membeli makanan sendiri. Karena ia tinggal sendirian di toko, jadi tak ada yang membuatkannya makanan. Satu-satunya benda yang siap dikonsumsi setiap saat di tokonya adalah air galon.
Keriuhan orang-orang yang mengobrol dari balik tenda kaki lima sayup-sayup terdengar seru sepanjang ia berjalan diatas trotoar yang sudah rusak di beberapa bagian itu. Dari sela-sela kain tenda salah satu pedagang terlihat sekeluarga sedang menyantap ayam penyet, di tenda lainnya segerombolan pemuda-pemudi tertawa terbahak-bahak bersenda gurau, di sisi lainnya ada pula orang yang bernasib sama dengan Sam, makan sendirian menikmati suasana tanpa ada yang menemani.
Kasian kamu Mas.. aku juga sih..
Sam kemudian memutuskan untuk membeli sate ayam saja untuk makan malam hari ini. Sudah tiga hari berturut-turut ia membeli nasi padang setiap kali jam makan, sedikit penyegaran menu baru akan menyenangkan.
“Satu porsi sate ayam ya Mas, gak usah pake lontong, buat yang pedas banget,” Sam memesan dan segera dibuatkan oleh penjualnya.
Cuaca malam ini sedikit membuat kulit di balik rambut gondrong Sam mulai berkeringat. Jadi ia mengikat rambutnya dan membiarkan udara malam sepoi-sepoi menerpa lehernya. Resleting jaketnya pun dibiarkannya terbuka hingga perut.
Sembari menunggu sate pesanannya matang, Sam memainkan ponselnya sekedar melihat-lihat berita di beranda g****e nya.
“Duh pedess Maas!” teriak seorang gadis tak jauh darinya.
Sam melirik perlahan dari sudut matanya, rupanya ada sepasang kekasih sedang kencan disini.
Bisa santai sedikit gak sih..berisik amat...
Sam memalingkan kembali perhatiannya pada ponsel di tangannya.
[PRIA GANTUNG DIRI KARENA TIDAK BISA MENEMUKAN JODOH SAMPAI USIA 40 TAHUN] sebuah tajuk utama muncul di beranda berita G****e yang sedang Sam baca.
Apaan nih... Dengan kesal Sam melewatkan berita itu dan menggulirkan layar ponselnya.
Tidak mungkin ia akan single terus sampai umur empat puluh seperti itu bukan? Meski umurnya sekarang sudah menginjak 32 tahun...
[HOBI PRIA INI MEMBAWANYA BERTEMU CINTA DALAM HIDUPNYA] tajuk utama lain muncul begitu mencolok dengan gambar si laki-laki memegang ikan di tangannya sementara kekasihnya mencium pipi si lelaki.
Bikin iri... Hobinya yang membaca komik dan bermain game sepertinya tidak akan lebih mudah mendatangkan jodoh dibandingkan hobi memancing pria ‘beruntung’ itu..
“Aduh itu yaang .. kotor..” si laki-laki dari pasangan yang dimabuk cinta itu menyeka noda di dekat bibir bawah kekasihnya dengan memakai jempolnya seperti adegan romantis di sinetron remaja tanggung.
Kalimat sederhana itu terasa seperti anak panah menusuk menembus telinga Sam dan melukai harga dirinya. Ia sejenak melirik kembali sepasang kekasih itu. Mereka tampak begitu bahagia dan mungkin dunia merasa milik berdua.
Rasa iri kembali menjalar di sekitar dadanya.
Sam tersenyum kecut sedikit merasa geli sendiri melihat tingkah mereka, dasar anak muda pemula dalam cinta, semua terasa sempurna.. Tentu saja ia juga pernah mengalami yang seperti itu. Meski sudah lama...
Ponselnya bergetar, sebuah pesan w******p diterima nomornya.
- cepetan telepon atau W* lagi Mbak Nala- ternyata itu Binar yang menghubunginya.
< kenapa emang? > - balas Sam.
- nanti keduluan orang -
< komiknya? Emang ada lagi yang nawar? >
- ya ampun malah komik Mas Jomblooooo -
Sam menggaruk kepala kebingungan.
< lha terus apa?? >
- ya Mbaknya laaaah -
< Mbak Nala? Kenapa? >
- aduh sumpah lemot banget ini Boskuuu.. hatinya udah kering kelamaan jomblo -
< gak jelas banget kamu bocah >
- nih ya..barang kali jodoh.. udah ah males jadinya! -
Barangkali jodoh?
“Ini mas satenya..”
Sam mengambil pesanannya dan kemudian berjalan kembali ke tokonya. Sambil berjalan ia masih memainkan ponselnya, memeriksa pesan w******p yang masuk hari ini. Jempolnya berhenti pada pesan dari Nala yang isinya menanyakan kelanjutan pembelian komik bekasnya.
Ia membuka foto profil pada akun w******pnya. Di foto itu ia tampak sangat ceria merentangkan kedua tangannya membelakangi lautan yang berombak. Rambutnya berkibar hingga menutupi pipinya yang tirus, dan senyumnya begitu lebar dan lepas tanpa beban.
Ekspresi yang sedikit berbeda tampak darinya ketika ia bertemu Nala di rumahnya seminggu lalu, entah bagaimana ia terlihat lebih murung dibandingkan di foto profilnya.
Meski tentu saja menurut Sam keduanya terlihat sama-sama cantik tapi lebih baik ketika melihatnya tersenyum. Mungkin saat itu ia sedang mengalami masalah? Sam bertanya-tanya dalam hati.
Barangkali jodoh? Sam mengulang kalimat itu kembali dan tanpa harapan kemudian menelepon Nala.
Ini hanya coba-coba.. tidak ada salahnya mencoba menelepon wanita cantik yang kebetulan ada keperluan bisnis dengannya bukan?
“Halo..” Sam menyapa saat Nala mengangkat teleponnya.
[oh ia halo Mas..]
Jantung Sam berhenti sedetik.. otaknya membuka kamus bahasa mencari kata untuk diucapkan.
“Eeeh... itu... apanya...”
[apanya?]
“iya itu.. buku komik...”
[iya..?]
“Jadi saya ambil ya..”
[oke Mas, syukurlah.. kirain saya Mas gak jadi ambil..]
“Jadi.. jadi..” Sam berdiri bergoyang-goyang sambil menggaruk kepala seperti anak kecil sedang dimarahi gurunya.
[sudah seminggu soalnya Mas gak kasih kabar..]
“Iya..eeee...lupa,”
Sam memang sungguh-sungguh lupa karena ia sibuk menyelesaikan game di komputernya belakangan ini. Binar pun tidak menyinggungnya sama sekali.
[jadi mau diambil kapan Mas?]
“Saya.. cari mobil dulu.. kan itu banyak..”
[harganya masih sama dengan kemarin Mas?]
“Sama..”
[Kabari Mas kalau mau kesini]
“Oke siap..”
[Terima kasih banyak sebelumnya]
“Sama-sama...”
Dan sambungan telepon mereka pun terputus.
Standar banget... ini sih kayak telepon bisnis serius..
Sam menghela napas panjang... Kecewa pada dirinya sendiri. Padahal tadinya ia ingin sedikit basa-basi dan mungkin mengajaknya keluar. Tapi mungkin memang benar kata Binar, ia sudah terlalu lama terkena wabah jomblo dan hatinya sudah karatan. Jadi basa-basi dengan perempuan pun sudah tidak terpikirkan sama sekali olehnya.
Tak heran ia banyak melewatkan kesempatan selama ini..
Tak terasa sedikit lagi ia sampai di tokonya, Sam merogoh sakunya mengambil kunci toko. Dan saat itu sebuah becak melintas di sampingnya dengan seorang penumpang yang memiliki brewok yang lebat.
Lho Prima??
“Oooi!! PRIMA!!” Sam memanggil sembari melambaikan tangan. Beneran itu Prima kan? Kalau salah orang malu banget ini!
Si penumpang melirik dari atas becak.
“Oiii!! Jerangkoong!!!!
“Sialan hahahaha..”
Mencari makan malam malah bertemu teman lama, dan Sam akan menemukan berikutnya akan ada lebih dari itu..
“Oi!” Sam melambaikan tangan ketika melihat Prima memasuki tokonya. Jambangnya masih sama-sama mengesankan seperti dulu. Wajahnya pun tetap terlihat lebih tua daripada umur aslinya. “Wah keren nih punya toko sendiri,” kata Prima sembari melihat ke sekelilingnya. “Ah cuma nerusin usaha kakek, ayo duduk-duduk!” Sam membawa dua buah kursi kayu dari balik etalase dan mereka berdua kemudian duduk di bagian dalam toko menghadap ke jalanan. Setelah semalam bertemu dan ber
Hari minggu adalah hari dengan jadwal malas-malasan sedunia!! Setidaknya itulah yang Binar pikirkan setiap hari minggu tiba. Ia tidak perlu bangun pagi untuk bersiap bekerja, ia bisa bangun tidur sesiang mungkin dan diam di kamarnya selama yang ia suka. Tidak ada yang lebih sempurna daripada diam di dalam kamar seharian! Sang nenek yang merawatnya sejak kecil selalu membiarkan Binar berbuat semaunya khusus di hari minggu saja. Tapi di hari biasa ia mesti kerja ekstra keras selain bekerja di Bars-Man, ia juga wajib membantu pekerjaan rumah. Tak hanya membantu seadanya tapi harus melakukan segalany
Siapa yang tak suka tinggal di hotel mewah? Fasilitas lengkap, selalu di kamar tipe suite, dan tentu saja secara gratis. Tidak seratus persen gratis tentu saja, tapi setidaknya Puspa tidak membayarnya sendiri. Semua sudah ditanggung Johan sang suami yang tak tersayangnya. Ajeng Puspa Ningtias.. Ia lebih suka dipanggil Puspa karena menurutnya lebih menarik perhatian. Dan sesuai harapannya, seumur hidupnya Puspa selalu menjadi pusat perhatian dimanap
Kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi khusus bagi Sam selain daripada itu, kebersihan adalah juga sebagian dari penjualan. Apalagi bagi toko sam yang menjual barang bekas, jika barang jualannya semakin bersih maka semakin barang itu tidak terlihat bekas di mata pembeli dan akan (mudah-mudahan) membuat mereka membelinya.Sam menggunakan kuas nilon halus untuk mengusir debu dari salah satu action figure Batman original yang baru saja ia beli kemarin dari seseorang. Sam mendapatkannya dengan harga murah, tak sampai dua juta, jika sudah bersih ia berniat menjualnya seharga setidaknya tiga juta menurut harga pasaran.
"Hai..."Kata sapaan yang singkat itu sukses membuat Sam diam mematung dengan mata terbelalak. Sam tidak pernah melupakan nada bicara yang lembut namun penuh gairah itu. Cara bicaranya yang mengalun merdu nan menggoda. Dalam sekejap bayangan wajah Puspa menclok di dalam otaknya dengan berbagai eskpresi.Sam menelan ludah mengumpulkan nyali yang berantakan hanya karena satu kata dari Puspa tadi.
Sembari menyetir mobil bak pinjaman dari Pak Broto, Sam bersiul-siul dengan ceria. Matahari terlihat lebih cerah, awan berwarna lebih putih, dan cuaca panas terasa biasa saja. Ya, Sam sedang merasa senang hari ini, meski kalau ditanya ia akan berkilah dan berkata 'bias aja ah!". Tapi tingkat kecerahan hatinya bisa dilihat dari betapa lebar senyumnya saat ini. Bahkan jalanan yang macet tidak mampu mengusir senyum lebarnya sekarang. Sementara Sam senyum-senyum sendiri, di sampingnya Binar sedang bermain game di ponselnya sepanjang perjalanan. Matanya tidak b
Ini sudah kelima kalinya dalam sepuluh menit terakhir Puspa melirik angka jam di layar ponselnya. Ia hanya punya waktu mungkin sekitar empat puluh menit lagi saja sebelum meeting dimulai di kantor developer. Ia mendesah gelisah saat angka menit di layar ponselnya semakin bertambah.Puspa melirik ke sekelilingnya, dia bisa datang kapan.... saja gumamnya dalam hati. Sembari merapikan kemejanya beberapa kali dengan gugup ia menyisir rambutnya dengan jari.Ia harus tampak sempurna.. Ia ingin terlihat sempurna.. setidaknya di hadapannya.
Mungkin sudah lima menit terakhir ini Sam memandang tanggal di layar ponselnya yang memiliki gambar Doraemon sebagai latar belakangnya. Lusa acara reuni akan dilaksanakan dan Sam merasa takut sekaligus bersemangat menghadapinya.Bagaimana rupa teman-temannya sekarang?Bagaimana kabar mereka?Apa mereka bahkan masih mengingat Sam??Dan ya
Sarah menyadari kedatangan Puspa yang sedang berjalan dengan dagu diangkat tinggi mendekatinya. Hatinya gusar melihat tingkah Puspa yang terlihat pongah, jelas ia masih menyimpan perasaan yang mengganjal peninggalan masa lalu. Tapi hari ini ia adalah tuan rumah, dan ia tahu harus bersikap sebaik mungkin.Dan dengan setarikan napas panjang ia menegakkan diri dan tersenyum lebar seramah mungkin layaknya seorang tuan rumah pada tamunya.“Selamat siang,” sapa Sarah sedikit menunduk ramah menyapa.
Seperti biasanya, Puspa selalu merasa percaya diri dimanapun ia berada. Begitupun kala ia memasuki area lapangan tempat reuni. Dengan langkah tegap layaknya seorang manajer level atas yang hendak memimpin meeting ia berjalan masuk.Segera saja banyak orang melambaikan tangan ketika melihat kedatangannya. Puspa tak lupa melempar senyum pada mereka semua. Dan tentu saja dari sudut matanya ia bisa melihat Sam yang sedang berdiri mengobrol dengan Prima.Dalam hati ia cukup terkejut melihat penampilan Sam yang sepertinya tidak berubah sama sekali dari saat ia terakhir bertemu dengannya.
Sam melangkah ke depan cermin gantung yang sudah sedikit buram itu. Ia sedang mencari-cari bayangan dari dirinya sendiri di masa ketika ia masih sibuk mengejar dosen ke kelas. Wajahnya masih sama seperti dulu, ditambah sedikit keriput disana sini dan terlihat lebih lelah. Rambutnya masih sama panjang seperti dulu, bahkan cara berpakaiannya pun masih sama.Ia melirik jam di dinding toko yang entah mengapa terdengar berdetak lebih keras daripada biasanya.Masih dua jam lagi sebelum acara dimulai.. ujarnya dalam hati sembari menarik napas panjang.
Rambut halus di tangan dan tenguk Sam terasa merinding, padahal angin sedang tidak berhembus kencang. Bowo, Prima, dan Darso berjalan berkeliling komplek penginapan yang luas ini sementara Sarah dan Sam mengikuti di belakangnya. Sesekali Sam melirik Sarah di sebelahnya, sesekali pula pandangan mereka beradu membuat Sam merasa kikuk. "Jadi... kamu sehat?" Sarah mengawali dengan suara seraknya. Sam mengangguk tapi tidak menjawab jelas.
Mungkin sudah lima menit terakhir ini Sam memandang tanggal di layar ponselnya yang memiliki gambar Doraemon sebagai latar belakangnya. Lusa acara reuni akan dilaksanakan dan Sam merasa takut sekaligus bersemangat menghadapinya.Bagaimana rupa teman-temannya sekarang?Bagaimana kabar mereka?Apa mereka bahkan masih mengingat Sam??Dan ya
Ini sudah kelima kalinya dalam sepuluh menit terakhir Puspa melirik angka jam di layar ponselnya. Ia hanya punya waktu mungkin sekitar empat puluh menit lagi saja sebelum meeting dimulai di kantor developer. Ia mendesah gelisah saat angka menit di layar ponselnya semakin bertambah.Puspa melirik ke sekelilingnya, dia bisa datang kapan.... saja gumamnya dalam hati. Sembari merapikan kemejanya beberapa kali dengan gugup ia menyisir rambutnya dengan jari.Ia harus tampak sempurna.. Ia ingin terlihat sempurna.. setidaknya di hadapannya.
Sembari menyetir mobil bak pinjaman dari Pak Broto, Sam bersiul-siul dengan ceria. Matahari terlihat lebih cerah, awan berwarna lebih putih, dan cuaca panas terasa biasa saja. Ya, Sam sedang merasa senang hari ini, meski kalau ditanya ia akan berkilah dan berkata 'bias aja ah!". Tapi tingkat kecerahan hatinya bisa dilihat dari betapa lebar senyumnya saat ini. Bahkan jalanan yang macet tidak mampu mengusir senyum lebarnya sekarang. Sementara Sam senyum-senyum sendiri, di sampingnya Binar sedang bermain game di ponselnya sepanjang perjalanan. Matanya tidak b
"Hai..."Kata sapaan yang singkat itu sukses membuat Sam diam mematung dengan mata terbelalak. Sam tidak pernah melupakan nada bicara yang lembut namun penuh gairah itu. Cara bicaranya yang mengalun merdu nan menggoda. Dalam sekejap bayangan wajah Puspa menclok di dalam otaknya dengan berbagai eskpresi.Sam menelan ludah mengumpulkan nyali yang berantakan hanya karena satu kata dari Puspa tadi.
Kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi khusus bagi Sam selain daripada itu, kebersihan adalah juga sebagian dari penjualan. Apalagi bagi toko sam yang menjual barang bekas, jika barang jualannya semakin bersih maka semakin barang itu tidak terlihat bekas di mata pembeli dan akan (mudah-mudahan) membuat mereka membelinya.Sam menggunakan kuas nilon halus untuk mengusir debu dari salah satu action figure Batman original yang baru saja ia beli kemarin dari seseorang. Sam mendapatkannya dengan harga murah, tak sampai dua juta, jika sudah bersih ia berniat menjualnya seharga setidaknya tiga juta menurut harga pasaran.