"Baik, Tuan," jawab Carl sambil membungkuk hormat.Jonathan mengusap rambutnya dengan gusar. Dia lalu menyusuri ruangan, menatap lantai."Seharusnya aku sadar, aku tidak asal percaya dengan video itu. Apakah aku harus melawan orang tuaku sendiri hanya untuk perasaanku yang konyol ini?" pikir Jonathan.Perasaannya penuh dilema antara seorang pewaris dan juga rasa yang ia pendam untuk Hazel. Beberapa menit Jonathan memikirkan hal-hal terkait keputusan. Namun ia hanya mendapatkan jalan buntu."Sudahlah, aku akan melihat Hazel terlebih dahulu. Apa yang wanita kaca mata kuda itu lakukan." Jonathan menghela napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Jonathan tahu bahwa menghadapi masalah ini tidaklah mudah. Apalagi ia harus berhadapan dengan konflik yang timbul dari keluarganya sendiri. Jonathan melangkah keluar ruangan dengan cepat, menuju ke tempat di mana Hazel bekerja. Akan tetapi, tubuh Jonathan membatu melihat di balik kaca transparan saat Mike, tengah menutupi tubu
Natasya terhuyung ke belakang, pipi wanita itu terasa panas dan perih akibat tamparan Jonathan. Dia menatap Jonathan dengan tatapan penuh rasa sakit dan kebingungan."Apa maksudmu menamparku?" tanya Natasya dengan suara bergetar.Jonathan berdiri di depan wanita itu, dengan sorot mata penuh kemarahan. "Aku tahu semuanya, Natasya! Apa maksudmu menjebak Hazel? Membuat skenario agar aku beranggapan jika Hazel adalah wanita licik seperti dirimu, huh?!" marah Jonathan.Natasya tercengang, dia menatap Jonathan dengan pupil mata bergetar. "Tidak, aku tidak melakukan hal itu. Kau... Kau jangan asal menuduhku, Jo," ucap Natasya dengan terbata-bata. Jonathan mencengkeram kedua pipi Natasya dengan kuat. "Kau kira aku sebodoh itu? Aku melihat bukti-buktinya sendiri, Natasya. Kau pikir dengan melakukan cara picik seperti ini membuatku tertarik padamu? Aku bahkan jijik dan lebih mantap untuk tidak menikahimu!" Jonathan menggeram, wajahnya semakin mendekat ke wajah Natasya.Natasya merasa napasnya
"Aku pulang!" Hazel tiba di rumahnya, dia melepaskan sepatu dan melangkah ke arah kamar. "Nak, kamu sudah makan?" Hazel yang hendak menarik gagang pintu kamarnya itu pun menoleh. "Sudah, Bu. Sekarang, aku mau istirahat. Hari ini, pekerjaanku banyak sekali dan aku benar-benar kelelahan," jawab Hazel. "Bukannya kamu ingin mengundurkan diri? Tadi bibimu kesini. Dia menawarkan pekerjaan untukmu," ucap Amy. Hazel membalikkan tubuh, menatap sang ibu yang menghampirinya. "Bu, jujur saja. Apapun yang ditawarkan oleh Bibi Clara, itu hanya mempersulit diriku. Aku tidak begitu percaya dengannya," kata Hazel. "Tapi, ini menyangkut hubunganmu dan Edward. Kata Bibimu, Edward ingin kau menjadi sekretarisnya."Hazel terdiam mendengar penjelasan ibunya. Di lain sisi, dia juga ingin lepas dari Jonathan. 'Apakah ini jawaban? Atau... Aku hanya akan mendapatkan masalah yang lebih besar?' pikir Hazel. "Bu, di perusahaan di tempatku bekerja, atasanku tidak mengizinkanku keluar —""Hazel, Ibu tahu, ka
"Pagi Hazel, sudah sarapan?" tanya Mike berjalan di lobby perusahaan dengan segelas cup minum kopi di tangan. Hazel yang baru saja memasuki bangunan perusahaan itu tersenyum kepada Mike. "Kamu menungguku? Jika kau bertanya aku sudah sarapan, itu pertanyaan yang sungguh basa-basi, Mike," jawab Hazel yang terus melangkah. Mike terkekeh. "Ya, maaf ... Soalnya, wajahmu kelihatan kusut. Apa ada masalah?" Hazel menghembuskan napas. "Nama juga hidup. Enak ya mati. Barulah tidak ada masalah. Kamu ini aneh sekali." Lagi-lagi Mike terkekeh. "Ya ampun Hazel, aku hanya khawatir. Makanya aku bertanya. Ya, siapa tau aku bisa bantu." Mereka berdua tiba di dalam lift. Hazel hanya tertunduk, menggenggam map sambil menatap ujung sepatunya. "Mike, maaf kalau aku terkesan kasar tadi. Sebenarnya, aku sedang banyak pikiran," ujar Hazel pelan, sambil menatap refleksi wajahnya di pintu lift yang mengkilap.Mike mengangguk, mencoba memahami perasaan Hazel. "Tidak apa-apa, Hazel. Aku mengerti. Kalau kau
"Tuan Parker, sepertinya Anda tidak begitu bersemangat?" tanya Natasya saat ia dan Jonathan tiba di butik. Natasya akan memanggil Jonathan sesuai dengan suasana hatinya. Karena saat ini mereka akan memilih gaun pengantin, maka ia harus bersikap sopan kepada Jonathan. "Apa kau sudah puas membuat aku seperti ini, huh?!" kesal Jonathan. Natasya memutar bola matanya. Seakan jengah dengan sikap Jonathan. "Jo, plis ya, kita sedang di tempat umum. Bisakah kau lebih bersikap manis?!" "Cih, manis kepada wanita sepertimu? Itu hal yang paling konyol. Kau yang ingin menikahkan? Jadi, pilih saja sendiri!" ketus Jonathan, dia berdiri dari duduknya. Natasya, mencekal tangan pria itu. Dan Jonathan pun melirik sinis ke arah tangan yang menggenggamnya. "Lepas!" hardik Jonathan, suaranya tajam. Natasya menggeleng. "Jo, pengawal ayahmu sedang memantaumu. Apa kau ingin mereka melapor kalau kau tidak memperlakukanku dengan baik, hah?!" ancam Natasya. "Kau pikir, setelah apa yang kau perbuat dan per
“Owh… Edward, kau mau menjadi pahlawan untuk wanita menjijikan seperti dia?” cibir tuan Lucas.Hazel merasa perih di pipinya, lebih dari itu, hati wanita berkacamata itu juga terasa remuk. Hazel mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh. Sementara Edward, memeluk Hazel dengan erat, menatap Tuan Lucas dengan penuh kemarahan."Tidak perlu sampai menamparnya, Paman. Hazel berhak berbicara," kata Edward dengan nada tegas.Tuan Lucas mendengus. "Dia hanya akan terus membuat masalah. Sudah cukup skandal ini merusak reputasi keluarga kita.”Edward melepaskan pelukannya, menatap Hazel dengan lembut. "Ayo kita pergi, Hazel. Aku tidak akan membiarkanmu diperlakukan seperti ini lagi."Hazel mengangguk, masih memegang pipinya yang memerah. Mereka berdua berjalan keluar ruangan, meninggalkan Tuan Lucas yang masih memandang mereka dengan penuh kebencian.Saat mereka berjalan di lorong, para karyawan yang melihat kejadian itu mulai berbisik-bisik lagi. “Ternyata benar, isu mengenai Hazel yang m
"Kita mau kemana?" tanya Hazel. Saat ini, Hazel dan Edward sudah berada di mobil yang melaju. Edward, ingin membawa kabur Hazel dengan alibi menyelamatkan wanita itu dari tuan Lucas. "Kita ke apartemenku, ya. Kau tentu sangat tertekan saat mendapatkan perlakuan kasar dari pamanku," jawab Edward. "Hmm... Tapi, aku harus ke rumah ibuku dulu. Aku takut kalau nanti ibuku akan khawatir kalau aku tidak pulang," Hazel memandang keluar jendela, mata perempuan itu penuh kecemasan.Edward menghela napas panjang. "Baiklah, kita singgah ke rumah ibumu terlebih dahulu. Aku hanya ingin memastikan kau aman, Hazel."Mereka berbelok ke arah rumah ibunya Hazel, suasana dalam mobil terasa berat dan tegang. Hazel meremas tangannya, berusaha menenangkan diri. Dalam hati, Hazel tahu bahwa perasaannya terhadap Jonathan belum sepenuhnya hilang, namun situasi yang mereka hadapi membuat semuanya semakin rumit.Setibanya di rumah Amy, Hazel segera turun. "Tok, tok , tok!" Hazel mengetuk pintu di hadapannya.
"Di mana Natasya?" tanya tuan Lucas, mendapati Jonathan melangkah masuk ke dalam kediaman hanya seorang diri. Wajah lelah pria bermanik biru itu berjalan acuh tak acuh sambil meletakkan jasnya di pundak. "Aku meninggalkannya di butik," jawab Jonathan santai. Tuan Lucas pun berdiri, wajah pria paruh paya itu benar-benar merah padam. "Jonathan, apa kau sedang mempermainkan keluarga? Apakah hukuman di ruang bawah tanah tempo itu masih belum menyadarkan dirimu dari pengaruh Hazel, wanita rendahan itu?!" geram tuan Lucas, suara pria itu berkobar-kobar penuh amarah yang memuncak. Jonathan yang benar-benar berada di titik lelah dan jenuh menatap wajah sang ayah dengan semburat senyum tipis mengejek terbit di bibir Jonathan. "Jika iya aku ingin mempermalukan keluarga kenapa ayah? Kau akan membunuhku?" tantang Jonathan. Tuan Lucas mengeram marah, dengan langkah tegas, pria itu melangkah menghampiri Jonathan. "Anak tidak tahu diuntung kamu Jonathan! Mengapa sejak kau dekat dengan wanita itu