Share

2-38

“Enak rasanya?” tanya Mak Nyai.

Aku berusaha tak menelannya. Rasanya aneh, seperti daging mentah yang terasa di lidah.

“Habiskan, Mak mau ke depan dulu mengurus sesuatu.”

Aku bernapas lega. Setidaknya ini bisa menjadi waktuku untuk membuang makanan aneh ini. Aku membawa makanan itu, lalu membuangnya ke luar jendela. Tak peduli diketahui Mak NYai atau tidak. Meski bentuknya sama dengan sate bikinan Mamak, jelas ini sangat beda rasanya. Seperti kanibal saja makanannya begitu.

Aku kembali dengan hati yang berdebar. Ternyata Puspa sudah ada di sana dan tengah menatapku kesal.

“Kenapa mendadak di sini? Aku tak memintamu datang,” tanyaku.

“Kamu tuh nggak minta, tapi manggil aku lewat Nyai. Sama saja!” ketusnya.

Eh?

Apakah dunia lain ini cara berkomunikasinya seperti itu. Hanya mengandalkan insting saja atau memang mereka ada semacam telepati ya?

“Ini perasaan nggak pernah malam. Siang terus,” tanyaku sambil duduk di kursi empuk di sebelah sisi kamar.

“Itu karena hati Nyai sedang senang, mak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status