Beranda / CEO / Jerat Gairah Paman Kekasihku / Bab 3 - Hamil Anak Stevan

Share

Bab 3 - Hamil Anak Stevan

Penulis: Creative Words
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-14 16:55:21

“Tadi aku melihatnya sendiri! Mata Stevan terbuka!” seru Elisa kepada pelayan yang tadi mengantarnya ke depan kamar Stevan. 

Sesaat lalu, Alex ketakutan dan lari tunggang langgang saat melihat Stevan tiba-tiba membuka matanya. Elisa yang takut salah memperlakukan pria itu, memutuskan untuk memanggil pelayan yang mengantarnya. Namun, saat pelayan wanita itu tiba, mata Stevan sudah tertutup kembali!

Mendadak sebuah suara berkata, “Itu hanya refleks spontan, bukan tanda bahwa dia bangun dari koma.” 

Seorang wanita paruh baya dengan setelan pakaian elegan memasuki kamar Stevan, membuat pelayan yang menemani Elisa langsung menundukkan badannya.

“Selamat datang, Nyonya Renata. Ini Elisa Andara, wanita yang—”

“Aku tahu. Kamu tidak perlu menjelaskannya.”

Elisa meneguk ludah, menatap Renata dengan perasaan tidak nyaman. Dari pembawaan dan gaya bicaranya, terlihat jelas jika wanita itu cukup otoriter dan keras kepala. Tipikal orang yang tidak akan segan memaksakan kehendaknya.

“Tidak perlu takut padaku, Elisa. Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun. Justru akulah yang harus berterima kasih padamu karena sudah mau menjadi menantuku.”

‘Menantu? Jadi wanita ini ….’

Elisa pun menyadari identitas wanita di depannya. Renata Wijaya, pebisnis ulung yang namanya begitu terkenal di kota New Hills, ibu kandung dari Stevan Wijaya.

“Elisa, kamu mendengarku?”

“Ah, oh, iya, Nyonya. Saya mendengar—”

Renata tertawa. “Statusmu adalah seorang menantu di sini, bukan pelayan ataupun asistenku. Jangan panggil Nyonya, panggil saja Mama karena aku akan menganggapmu seperti putriku sendiri. Kamu tidak keberatan, kan?” 

Elisa menggeleng cepat, tapi tak berniat membalas ucapan wanita paruh baya itu. 

Sebenarnya, Elisa masih merasa tidak pantas menerima rasa terima kasih Renata dan perlakuan hangatnya. Bagaimanapun juga, dia sempat berharap Stevan mati lebih cepat agar dirinya bisa kembali bersama Alex dan menikmati harta pria itu. 

“Saya tidak sebaik yang Anda kira,” ucap Elisa jujur, meremas jemarinya sendiri dan bersiap mengakui kejahatan terencana yang digagas oleh Alex.

Alih-alih curiga dengan menantunya, Renata justru tersenyum. 

“Kamu gadis yang tepat untuk putraku.” Dia beranjak dari posisinya dan memaksa Elisa untuk menggantikannya duduk di sebelah Stevan.

“Tapi saya—”

Ucapan Elisa terpotong karena genggaman tangan Renata.

Renata pun menarik jemari Elisa dan membawanya untuk menyentuh wajah Stevan yang terasa dingin. 

Elisa yang gugup, langsung menarik tangannya. Sadar dia melakukan hal yang tidak sopan, Elisa mencicit, “M-maaf, aku–”

“Tidak masalah, aku pasti mengejutkanmu.” Renata tersenyum puas. 

Dari tindakan Elisa, Renata menyadari menantunya gelisah saat bersentuhan dengan seorang pria, menandakan dia masih perawan dan tidak terbiasa berinteraksi intim dengan lawan jenis.

Di dalam hati, Renata langsung menyukai menantunya.

“Aku percaya padamu, Elisa,” tukasnya menarik diri seiring memberikan isyarat kepada sang kepala pelayan.

Kepala pelayan yang sedari tadi berdiri tak jauh dari keduanya, menyiapkan kursi untuk Renata setelah melihat isyarat jari telunjuk wanita itu. 

“Putraku adalah sosok yang malang.”

“Malang?”

“Aku hanya sibuk mengurus bisnisku dan membuatnya jadi terlalu dingin pada semua orang,” ucap Renata sambil mengamati wajah tampan putra bungsunya. “Alhasil, yang dia ketahui siang dan malam hanyalah pekerjaan dan dinasti bisnisnya.” Tatapannya berubah sendu. “Saat kecelakaan terjadi, aku sedang berbicara dengannya. Dan kamu tahu apa yang dia katakan?”

Elisa menggelengkan kepalanya. “Apa …?”

“Dia memintaku untuk mengamankan bisnis keluarga.”

Apa?

Elisa mengerjapkan mata.

Bahkan di detik-detik terakhir, pria itu lebih mementingkan bisnis keluarga dibandingkan nyawanya sendiri?

Orang macam apa–

“Aku akan mempercayakan kesembuhan Stevan padamu,” ucap Renata mengejutkan Elisa yang melamun. 

“Eh?” Elisa terkesiap karena pandangan Renata berubah tegas kembali. Kesedihan yang terlihat sebelumnya, tersembunyi dengan baik dan tak terlihat jejaknya. Wanita itu memiliki kepribadian yang membuat siapa saja gentar untuk berbicara dengannya.

“Kamu tumbuh di keluarga yang penuh kasih sayang dan suasana yang hangat. Aku yakin kamu bisa mengurusnya dengan baik dan membangunkannya.”

Elisa tak bisa membantah. Dulu, kehidupannya memang begitu bahagia dan menyenangkan. Namun, setelah sang ibu tiada dan ayahnya menikah lagi, semuanya berubah! 

Bukan hanya harus mengalah kepada Stella untuk segala hal, tapi Elisa berakhir ditendang keluar rumah dan harus tinggal di asrama universitasnya!

Terlepas dari itu, bagaimana mungkin dirinya, seorang dari jurusan fashion design membangunkan orang koma? Dokter saja sampai sekarang tidak mampu!

“Aku berharap banyak padamu, Sayang.” Renata menggenggam tangan Elisa, juga tersenyum sambil melanjutkan bicara, “Meskipun sekarang kamu belum bisa mencintai Stevan, setidaknya curahkan perhatianmu padanya. Perlakukan dia seperti seorang suami yang amat kamu cinta.”

“Ma ….”

“Sebagai balasannya, aku akan memberikan seluruh hartaku untuk kalian berdua. Aku tidak ingin semua kerja kerasku selama ini jatuh ke tangan orang lain. Jadi, buatlah dia bangun, ya. Segera. Secepatnya!”

Elisa kehilangan kata-kata, semua ucapan Renata terlalu mengejutkan untuknya. Kenapa wanita itu begitu mempercayainya? Bukankah mereka tidak saling mengenal sebelumnya?

Yang lebih aneh lagi, kenapa Renata begitu yakin dirinya bisa membangunkan sang putra?!

Namun, sebelum Elisa bisa mengatakan apa pun, Renata berpamitan dan beranjak pergi. 

Elisa kembali terduduk di samping Stevan dan menghela napas. Dia pun melirik sang suami.

‘Memiliki segalanya, tapi tidak pernah merasakan cinta. Kamu pria yang malang, Stevan,’ ucap Elisa. ‘Yah, tidak lebih malang dibandingkan diriku yang dibuang dan diperalat orang yang kucintai tentu saja.

Elisa pun kembali memikirkan permintaan Renata. Dia menengadahkan kepalanya dan menatap kosong ke udara. 

“Apa yang harus aku lakukan sekarang?” 

Jika tidak bisa membuat Stevan bangun, jangankan membalaskan dendam, Elisa pasti akan diusir dari tempat itu. Kalau dirinya memiliki rumah yang menyambutnya, mungkin tidak masalah, tapi sekarang rumah ayahnya saja adalah neraka.

Berbagai pemikiran buruk segera memenuhi kepala, membuat Elisa lemas seketika. Dia menengadah, menatap langit-langit kamar di tengah suasana hening yang menyelimutinya.

“Aku harus mencari cara mendapatkan uang,” ujar Elisa dengan penuh tekad. “Sisanya …,” dia melirik Stevan, “... aku hanya bisa berdoa.” Senyuman tak berdaya terlukis di wajah gadis itu.

**

Hari demi hari berlalu, Elisa merawat Stevan dengan tulus. Pagi dan sore, tanpa ragu dia menyeka tubuh sang suami dengan air hangat dan mengganti pakaiannya dengan yang baru. Saat kulit pria itu kering, Elisa akan mengoleskan krim pelembap. Selimut dan kasur juga diganti olehnya tiap seminggu sekali.

Ketika cuaca cerah, Elisa juga akan membawa Stevan berjalan-jalan dengan mendudukkannya di kursi roda. 

Seperti hari ini.

“Oh? Ada pintu gerbang di sana?” ujar Elisa, seakan bertanya kepada Stevan yang tertidur di kursi rodanya. 

Elisa sedikit ragu, tapi dia memutuskan melanjutkan perjalanan dan akhirnya membuka pintu tersebut. 

Sebuah halaman yang luas terlihat setelah membuka pintu gerbang. Ternyata, pintu tersebut menghubungkan rumah pribadi Stevan dengan kediaman utama keluarga Wijaya. 

Elisa kembali dibuat takjub oleh kemewahan kediaman Keluarga Wijaya. Namun, dengan cepat fokusnya teralih saat melihat Renata yang duduk sambil membaca buku tebal di tangannya.

“Ada ibumu!” ucap Elisa sembari tersenyum kepada Stevan. “Haruskah kita mengunjunginya?” tanya gadis itu sembari tersenyum.

Namun, di saat itu pula Elisa menyadari tubuh pria itu berkeringat. 

“Sepertinya, tidak.” Elisa tersenyum pahit. 

Tanpa pilihan, dia berbalik dan membawa Stevan kembali ke kamar.

Keesokan harinya, Elisa dipanggil Renata ketika Stevan sedang diperiksa oleh dokter. Gadis itu sengaja menyiapkan teh untuk sang mertua.

“Silakan diminum tehnya, Ma.” 

Renata tersenyum. “Terima kasih, Elisa. Tidak perlu repot-repot menjamuku. Kamu sudah bertahan di sisi Stevan adalah berkat tersendiri untukku.”

Elisa tersenyum. “Bagaimanapun juga, aku sudah menikah dengan Stevan. Sudah seharusnya aku memperlakukan Mama sebagai ibuku sendiri.”

Renata tersenyum dan mulai menyesap minuman hangat favorit putranya. Tidak ada jenis teh lain di dapur Stevan. Pria itu hanya minum teh hijau setiap pagi sebelum kecelakaan itu terjadi.

“Bagaimana perasaanmu?”

“Awalnya, aku sulit tidur, Ma. Rasanya aneh satu ranjang dengan seorang pria yang tidak begitu kukenal,” jawab Elisa jujur. “Namun, seiring waktu aku terbiasa.”

Renata tertawa. Dia sangat puas dengan Elisa yang jujur dan sopan.

Di saat itu, Renata teringat sesuatu.

“Aku punya sesuatu untukmu.”

Mata Elisa mengerjap. “Untukku?”

Renata meminta seorang asistennya untuk mengambil sesuatu dari kamarnya. Sebuah kotak diletakkan di atas meja sebelum kemudian disodorkan ke hadapan Elisa.

“Itu hadiah pernikahan untukmu. Bukalah.”

“Eh? Untukku?” Elisa tampak terkejut, lalu membuka kotaknya dengan hati-hati. Matanya membulat sempurna saat melihat kalung dengan permata biru yang begitu indah. Kilaunya tampak semakin memesona saat sinar mentari pagi yang cerah menerpanya. 

Meskipun tidak tahu harga pastinya, tapi Elisa yakin itu adalah benda yang mahal dan langka. Tidak semua orang bisa memilikinya.

Di saat yang sama, sepasang suami istri ikut bergabung di sana. Dialah Harris—kakak tertua Stevan sekaligus ayah Alex—dan istrinya, Shana. Keduanya terlihat menahan emosi saat melihat harta turun temurun keluarga Wijaya kini ada di tangan menantu baru yang baru sehari menjadi istri Stevan.

“Ma, ini ….”

“Seharusnya Stevan yang memberikan kalung ini untukmu, tapi karena dia belum bangun, jadi Mama yang akan memakaikannya.” Renata bergerak dari kursinya, berdiri di belakang Elisa dan mengalungkan perhiasan berharga itu di leher menantunya.

“Kenapa Mama memberikan ini untukku? Aku—”

“Ini benar-benar cocok untukmu!

“Ma, kalung ini terlalu—”

“Tidak ada orang lain yang lebih berhak memakainya karena kamulah yang akan melahirkan anak untuk Stevan dan melanjutkan garis keturunan keluarga Wijaya.”

“Apa?!” Elisa tersentak di posisinya, otomatis berdiri dan membuat kursi di belakang tubuhnya terjungkal. “Ha–hamil anak Stevan?!”

Renata tersenyum lembut. “Tentu saja.”

Elisa menelan ludah. Bagaimana mungkin dia bisa hamil jika suaminya saja koma?!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Any Virgo Borjuntk Mardaup
makin penasaran mengisi waktu luang membaca novel membuat ku GK bergerak kemana mana
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku    Bab 4 - Keluarga Bermuka Dua

    “Tidak perlu terkejut seperti itu, Sayang.” Renata terkekeh melihat wajah Elisa yang pucat pasi. Dia yakin menantunya itu sangat terkejut, kaget dan tidak menyangka, sampai berdiri dari duduknya dan terlihat linglung seketika.“Aku sudah membicarakan hal ini dengan dokter yang merawat Stevan. Dia tetap bisa memiliki seorang anak walaupun masih terbaring koma. Kamu pasti pernah mendengar istilah inseminasi buatan, kan?”“Inseminasi buatan?”Elisa menggenggam ujung gaunnya, berusaha tetap tenang meskipun keraguan menggelayuti hatinya. Dia tidak benar-benar menyerahkan dirinya sebagai seorang istri, hanya ingin merawat Stevan sampai pria itu sembuh. Namun, apa yang terjadi sekarang benar-benar di luar dugaan.“Bidang kedokteran sekarang ini sudah semakin canggih. Aku sudah mencari dokter spesialis paling berpengalaman untuk menangani masalah ini. Begitu kamu setuju, aku akan mengantarmu untuk bersiap. Pertama-tama kamu harus melakukan medical check up secara keseluruhan.”“Tunggu! Apa Ma

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 5 - Bangun dari Koma

    “Bagaimana, Dokter? Kapan kita bisa melakukan inseminasi buatan untuk anak dan menantu saya?” Renata selalu to the point saat berbicara dengan siapa pun, termasuk saat menemani Elisa memeriksakan kesehatannya siang ini.Dengan koneksi yang dimilikinya, Renata tidak perlu antre bersama pasien lainnya. Dia langsung menuju lantai dua rumah sakit dan menemui dokter spesialis yang juga menjadi penanggung jawab kesehatan Stevan.Seorang perawat membantu Elisa turun dari ranjang periksa. Perawat yang lain sibuk membereskan perlengkapan dan mengembalikannya ke tempat yang seharusnya.Elisa segera bergabung dengan ibu mertuanya, menghadap dokter berkacamata tebal yang usianya tak jauh berbeda dengan Renata.“Hasil pemeriksaan fisik dan indikator lain terlihat bagus. Saya masih harus menunggu hasil cek darah dari laboratorium sebelum membuat kesimpulan. Karena tidak ada keluhan sama sekali dari pasien, saya yakin kondisi tubuhnya baik-baik saja.”“Kapan inseminasi buatan dilakukan?”Elisa harus

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 6 - Jangan Sentuh Istriku!

    “Anda baik-baik saja, Nyonya?” Maria memasuki kamar di lantai satu, tempat Elisa menenangkan dirinya sejak semalam. Dia harus melihat keadaan nyonya muda mereka setelah diusir dengan kasar oleh pria yang dua bulan terakhir dirawatnya.“Maria ….” Wanita mana pun pasti syok, tidak bisa tidur seperti yang terjadi pada Elisa. Lingkaran hitam di sekitar matanya menunjukkan wanita itu masih belum bisa mengatasi ketakutannya semalam. Bahkan, tatap matanya masih terlihat gelisah, seolah ingin mencari perlindungan.“Saya bawakan segelas susu cokelat.” Minuman hangat itu masih menguarkan asap di atasnya. Namun, Elisa menggeleng. “Maaf, aku sedang tidak nafsu,” balasnya dengan lemah, membuat Maria menghela napas tidak berdaya.Sebelum Maria pergi, Elisa kembali angkat bicara. “Bagaimana keadaan Stevan?” Dengan suara bergetar, Elisa berusaha mencari tahu kondisi terkini suaminya. “Tuan baik-baik saja. Dia sudah kembali tenang meskipun masih belum bisa bergerak dengan leluasa.” Maria tidak lu

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-14
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 7 - Hamil??

    “Jauhkan tanganmu dari istriku!”Bentakan itu membuat Alex dan Elisa tersentak. Begitu pula dengan para pengawal di ruangan tersebut.“Apa yang kalian lakukan? Seret dia keluar dari ruanganku dan jangan biarkan siapa pun lagi masuk!” tegas Stevan dengan wajah marah.Alhasil, dua orang pengawal segera menyingkirkan Alex dan meninggalkan ruangan, menyisakan Elisa yang masih terduduk di pangkuan Stevan. “A-aku akan berdiri,” ujar Elisa dengan gugup.“Diam,” titah Stevan dingin, memperkuat cengkeramannya kepada Elisa seraya menatapnya tajam. “Apa hubunganmu dengan Alex?” Suara dingin Stevan membuat Elisa gugup dan kembali berkeringat dingin. Perasaan tidak nyaman menyergap, terlebih Stevan menghakiminya dengan tatapan seolah ingin menelannya hidup-hidup. Belum lagi cengkeraman di pergelangan tangan yang semakin kuat seperti elang yang tak ingin kehilangan mangsanya.“Aku tidak pernah mengulangi pertanyaanku. Ada hubungan apa kau dengan bedebah itu?!”Elisa tersentak mendengar bentakan S

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-17
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 8 - Dokumen Rahasia

    “Nyonya Elisa Andara,” panggil seorang petugas yang keluar dari laboratorium rumah sakit.Elisa langsung berdiri dari kursi dan menatap petugas tersebut menyerahkan selembar kertas ke tangannya. “Ini hasil pemeriksaan USG-nya.” Wajah petugas itu semringah, berbanding terbalik dengan Elisa yang tampak pucat. “Selamat, Nyonya akan jadi ibu.” Kepala Elisa tertunduk, menatap kertas di tangannya dengan saksama. “Aku … sungguh hamil?”Elisa semakin tak bisa berkata-kata. Ketakutannya menjadi nyata. Dia benar-benar hamil anak Stevan!Detik itu juga ingatannya kembali ke belakang saat Stevan bertekad menceraikannya. Pria itu tidak pernah menerima pernikahan mereka, juga membenci inseminasi buatan yang dilakukan tanpa persetujuan darinya.Kalau pria itu mengetahui kehamilan ini, bukankah posisi Elisa akan sangat berbahaya?!Elisa langsung menghadap Dokter Mecca, dokter yang bertugas memeriksanya atas rekomendasi Renata dulu.“Dokter, berapa usia kandungan saya saat ini?”“Dilihat dari tangga

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-18
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 9 - Dituduh Bersalah

    “Apa aku salah lihat?”Elisa mengerjap matanya dua kali, bahkan sampai mendekatkan dokumen itu mendekati wajahnya. Dia benar-benar kaget melihat nominal yang tertera di sana.“Satu, dua, tiga, empat, ….” Elisa lanjut berhitung dalam hati, berapa digit angka yang berhasil membuat bola matanya terbelalak tak percaya. Jumlah yang sangat fantastis, tidak pernah terbayang sebelumnya jika aset yang dimiliki oleh Stevan sebanyak itu. “Pantas saja Alex dan ayahnya sangat berambisi menguasai harta peninggalannya jika Stevan meninggal. Kehidupan mereka akan terjamin tujuh turunan. Ah, bahkan mungkin lebih,” gumam Elisa seorang diri, masih terhanyut dengan isi kepalanya sendiri.“Jika yang Stevan miliki saja sebanyak ini, tidak menutup kemungkinan Mama juga memiliki jumlah aset yang sama atau bahkan lebih banyak lagi. Pantas saja dia tidak masalah menanggung utang ibu tiriku ….”Elisa mencubit pipinya sendiri untuk menyadarkannya jika yang dia lihat bukanlah mimpi. Namun, hal itu justru berhasi

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 10 - Hukuman untuk Elisa

    “Katakan! Untuk siapa kau bekerja?!”Bentakan Stevan membuat Elisa terenyak. Gadis itu pun berusaha melepas tangan Stevan yang semakin menyakitinya, tapi pria itu begitu kuat.“Aku sama sekali tidak bekerja untuk siapa pun!”“Bohong! Kalau memang demikian, untuk apa kamu mencuri laporan keuangan perusahaan?!”‘Mencuri?’ Mata Elisa membola. “Bidang studiku fashion design dan tidak pernah bersinggungan dengan laporan keuangan sebelumnya. Untuk apa mencurinya?!” Dia mencoba menjelaskan, “Aku hanya tidak sengaja melihatnya, tapi aku benar-benar tidak punya tujuan apa pun. Bahkan, aku tidak paham isi berkas yang tadi kulihat. Bagaimana mungkin aku akan menjatuhkanmu?!”Elisa berusaha membela diri, tapi hal itu malah membuat Stevan semakin menjadi-jadi.Bibir Stevan mengukir senyum miring, dia merasa Elisa tengah mengucapkan omong kosong.“Tidak mau mengaku, ‘kan?” ujar Stevan dengan nada menantang. “Kalau begitu coba kita lihat kamu mau diam sampai kapan!”Stevan berteriak lantang, “Pengaw

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20
  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 11 - Kesalahan

    “Elisa … bangunlah, Nak.” Renata berlari memasuki kamar Elisa dan bersimpuh di samping tubuh mungilnya yang tergeletak di lantai. Tangannya sibuk menepuk-nepuk Elisa yang masih terpejam. Bibirnya pucat pasi seperti mayat.Maria terperanjat mendengar kepanikan Renata. Semula, dia hanya berdiri di tempatnya karena takut kepada Stevan. Pria itu melarang siapa pun membuka pintu kamar Elisa. Bahkan, Maria juga kena dampaknya saat kemarin berniat memberikan makanan secara diam-diam.“Elisa ….” Renata berusaha mengguncang tubuh menantunya, tapi tetap tak ada reaksi. “Buka matamu, Sayang. Mama di sini.”Beberapa detik berlalu, tetap tak ada yang berubah. Tubuhnya begitu dingin seperti sudah berjam-jam tergeletak di lantai tanpa pertolongan.“Maria, panggil dua pengawal ke sini dan siapkan mobil sekarang juga!” Hening beberapa saat. Suara serak Renata tak berhasil membuat wanita enam puluh tahun itu bertindak. Tatapan Stevan yang dingin dan arogan berhasil mengikis keberaniannya.“Maria!”“Ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-20

Bab terbaru

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 278 - Jerat Selamanya

    *Satu minggu kemudian …. “Proses penyelidikan berjalan dengan lancar, Tuan. Tidak ada kendala. Tuan Harris dan juga Hilda mengakui semua perbuatan mereka. Bukti-bukti yang terkumpul sudah cukup untuk menuntut keduanya di meja hijau.” Stevan mengangguk sambil membaca berkas yang dibawa oleh Mario. “Tuntutan 10 tahun penjara?” “Benar, Tuan,” Mario mengangguk. Stevan mengangguk puas. Selain 10 tahun mendekam di balik jeruji besi, Harris dan Hilda juga harus membayar biaya denda yang tidak sedikit jumlahnya. Stevan lantas menutup dokumen dan menatap Mario. “Pastikan hal ini tidak mempengaruhi Wijaya Group.” Mario mengangguk. “Semuanya aman terkendali, Tuan. Semenjak Tuan Harris dikeluarkan dari jajaran direksi dengan cara tidak terhormat, kasus ini tidak membawa dampak besar bagi perusahaan.” “Bagus. Pertahankan,” kata Stevan.Mario kembali mengangguk. “Nyonya Besar akan mengambil alih selama Tuan cuti panjang?” “Ya. Kau bisa berkoordinasi dengan asisten Mama mulai hari ini. Janga

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 277 - Hampir Usai

    ‘Paman, maaf mengganggumu malam-malam. Tapi aku ingin mengabarkan kalau Papa sudah siuman. Dia sudah dipindahkan ke kamar inap biasa.’ Elisa membaca pesan yang dikirimkan oleh Alex kepada Stevan. Ia mengerjapkan mata beberapa kali untuk memastikan penglihatannya tidak keliru. Wanita itu lalu menatap Stevan yang tidak mengatakan apapun. Namun, melihat tubuhnya yang menegang, Elisa bisa memastikan bahwa suaminya juga sama terkejutnya dengan dirinya.“Steve? Kamu baik-baik saja?” Stevan tampak tercenung di tempatnya. Perasaannya campur aduk. Ia pikir Harris tak akan mampu melewati masa kritis panjangnya. Stevan pikir, pada akhirnya maut lah yang menjadi hukuman bagi kakaknya itu. Tapi ternyata, Sang Maha Kuasa punya rencana lain. Dan Stevan tidak tahu perasaan apa yang selayaknya ia rasakan saat ini. Melihat kemelut di wajah suaminya, Elisa lantas mengusap-usap lengannya dengan lembut, mencoba menyalurkan rasa nyaman yang menenangkan. “Apa yang kamu rasakan, Steve?” Elisa ragu-ragu

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 276 - Obrolan di Malam Hari

    “Minggu depan?!” Elisa menjauhkan ponsel dari telinganya mendengar suara pekikan gadis di seberang sambungan. Ia tertawa mendengar suara grasak-grusuk yang terasa familiar. Meski sudah lama tidak saling kontak, nyatanya sahabatnya itu belum berubah, masih heboh seperti dulu saat mereka pertama kali berteman. “Astaga, aku belum menyiapkan apapun untuk calon bayimu!” kata Sera, terdengar panik. “Tenanglah, Sera,” kata Elisa sambil tertawa. “Kamu tidak perlu menyiapkan apapun.” “Tidak perlu bagaimana?! Calon keponakanku yang pertama akan lahir ke dunia, tidak mungkin aku tidak menyiapkan apapun!” protes Sera. Nadanya terdengar panik sekaligus antusias. Elisa tersenyum, senang karena Sera menyebut calon buah hatinya sebagai keponakan meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah sama sekali. “Besok aku akan berbelanja setelah makalah sialan ini selesai,” gerutu Sera, yang lagi-lagi membuat Elisa tertawa mendengarnya. Sudah lama sejak terakhir kali mereka bertemu. Keduanya dis

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 275 - Titik Terang

    Stevan semakin sibuk menjelang hari persalinan Elisa. Ia ingin menyelesaikan banyak pekerjaan sekaligus sebelum mengambil cuti agar bisa fokus pada sang istri dan calon buah hati mereka nantinya. Kesibukan itu tentu berimbas pada banyak orang, tidak hanya Mario, tetapi juga divisi-divisi lain di bawah pengawasan Stevan, termasuk Alex yang sudah mendapatkan kepercayaan untuk mengepalai beberapa project besar. Namun, di tengah-tengah kesibukan itu, baik Stevan maupun Alex masih bisa mencuri waktu untuk orang-orang terkasih. Sesibuk apapun mereka di kantor, mereka masih meluangkan sedikit waktu untuk sekadar bercengkerama lewat panggilan telepon atau video. Obrolan singkat itu selalu menjadi pelipur di tengah hectic-nya pekerjaan di kantor. “Kau yakin tidak menginginkan apapun? Aku akan membelinya saat pulang nanti,” kata Stevan sambil menaikkan bingkai kacamata baca yang turun ke pangkal hidungnya. Matanya masih fokus pada dokumen di hadapan, dengan pulpen di tangan yang sesekali men

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 274 - Kebersamaan Tak Terduga

    “Elisa!” Stevan menaiki undakan tangga teras dengan langkah lebar. Raut wajahnya tampak mengeras, dengan dada naik turun karena napasnya tidak beraturan. Ia bahkan mengabaikan pelayan yang tergopoh-gopoh mengikutinya dari belakang. Pelayan itu tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi melihat aura dingin dari tuannya, pelayan tersebut memilih untuk bungkam. Namun, saat Stevan hendak menaiki tangga ke lantai dua, pelayan itu segera menyela dan mengatakan keberadaan Elisa. “Nona berada di taman belakang bersama—” Stevan tidak menunggu pelayan tersebut menyelesaikan kalimatnya, langsung membawa langkah lebarnya ke arah taman di belakang kediaman utama. “Elisa—” panggil Stevan, tapi ia tidak melanjutkan kalimatnya saat sepasang matanya menangkap pemandangan asing yang membuatnya terpaku. Rasa marah dan kesal yang sedari tadi ia bawa dari kantor, seketika langsung menguap begitu saja saat melihat apa yang ada di depan matanya kini. “Steve? Kamu sudah sampai?” tanya Elisa terkejut. Waj

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 273 - Harus Diberi Hukuman 

    “ALEX?!” Suara Stevan terdengar meninggi satu oktaf, berkas yang sedari tadi ia bolak-balik sambil membubuhi beberapa halaman dengan tanda tangan teronggok begitu saja di atas meja. Ia terlalu terkejut mendengar satu nama itu disebut membersamai kata ‘teman’ dari mulut istrinya. Sejak kapan Alex menjadi teman Elisa?!“Ya,” sahut Elisa, tidak menyadari kegundahan sang suami yang begitu kentara sebab ia tampak sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. “Sebentar lagi Alex akan datang ber—” “Tunggu di sana,” sela Stevan sambil bergegas. Ia melupakan berkas dokumen yang masih menumpuk di atas meja, lantas mengambil jasnya yang tersampir di sandaran kursi dan langsung bergegas menuju pintu. “Steve—”“Aku akan tiba dalam 15 menit.” Stevan tidak menunggu respon dari Elisa. Ia segera memutus sambungan dan menaruh ponsel genggamnya ke dalam saku celana. Mario baru saja ingin mengetuk pintu saat Stevan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa. Mereka nyaris bertabrakan kalau saja M

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 272 - Teka-teki Tak Berujung

    “Tidak ada yang mengunjungi Tuan Harris sebelum beliau dirawat di ruang ICU, Tuan,” lapor Mario keesokan paginya saat Stevan baru saja tiba di kantor. “Saya sudah cek CCTV beberapa minggu ke belakang. Selain keluarga, tidak ada yang datang untuk menjenguk Tuan Harris. Hanya ada beberapa petugas dari kantor kepolisian yang berganti menjaga di depan kamar inap beliau,” tambah Mario. Laporan itu membuat dahi Stevan mengerut. “Kau yakin?” Mario kemudian menyerahkan sebuah tablet begitu tuannya sudah duduk di kursi kebesarannya. Layar pipih itu menampilkan satu rekaman CCTV, waktunya sekitar satu minggu sebelum Harris dipindahkan ke ruang ICU. “Bukankah gadis ini Stella?” Mario mengangguk. “Benar, Tuan. Dia pernah datang, tetapi tidak diizinkan masuk untuk menjenguk Tuan Harris.” “Kenapa?” tanya Stevan. “Penjaga berkata bahwa itu adalah pesan dari Tuan Alex. Ia meminta pada para petugas agar tidak memberi akses kepada siapa pun untuk menemui ayahnya kecuali keluarga inti dan p

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 271 - Si Jubah Putih

    “Stevan?” Stevan mengalihkan tatapannya, menatap wajah ibunya yang tampak lelah. “Kamu melihat apa?” tanya Renata sembari melihat ke arah ujung koridor yang sepi. Tidak ada siapa-siapa di sana. “Tidak,” sahut Stevan, terdengar tidak yakin bahkan di telinganya sendiri. Ia lantas berdiri dari kursi dan menatap ibunya sejenak. “Aku akan ke toilet sebentar,” katanya, langsung pergi tanpa menunggu respon dari Renata. Stevan berjalan ke arah koridor di mana ia melihat seseorang berdiri di sana beberapa saat yang lalu. Namun, sekarang tidak ada siapa-siapa sejauh matanya menyapu sekitar. Ia membawa langkahnya menyusuri koridor, barangkali akan menemukan sebuah petunjuk. Instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Stevan merasa sedang diawasi. Tapi siapa? Dan untuk apa?Stevan mencoba menerka-nerka. Ia kemudian mengambil ponselnya di dalam saku dan bermaksud untuk menelepon Mario. Stevan akan meminta pria itu untuk mencari tahu siapa saja yang berkunjung ke ruangan Harris selama

  • Jerat Gairah Paman Kekasihku   Bab 270 - Waktunya Tidak Lama Lagi

    “Tuan Harris dalam kondisi kritis. Saat ini beliau sedang dirawat di ruang ICU.” Stevan meletakkan sendok dan garpu di atas piring, lalu mengarahkan tatapannya pada Maria yang baru saja menyampaikan informasi yang didapatkannya dari pelayan kediaman kakak sulungnya itu. “Stevan ….” Perhatian Stevan teralihkan pada Elisa yang juga baru saja menghentikan aktivitas makan malamnya. Elisa meraih jemari Stevan dan menatapnya lekat, seolah tengah mencari perubahan emosi yang dirasakan oleh suaminya itu lewat sepasang matanya. Namun, tidak ada. Stevan memang tampak tercenung, tapi itu hanya selama beberapa detik sebelum ekspresinya kembali datar, seolah kabar itu tidak pernah ia dengar sama sekali. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Elisa, tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Stevan hanya mengangguk sekilas, sebelum kembali mengambil sendok dan garpunya, lalu melanjutkan makan malam yang sempat tertunda. “Kita makan dulu,” kata Stevan ringan. Seolah dengan begitu, selera makan Eli

DMCA.com Protection Status