Napas Ivy selalu berat sejak penyiksaan itu terjadi. Akan tetapi, ia bisa mengela napas lega saat tongkat yang semula sudah diangkat tinggi oleh ayahnya, kembali turun.Kelegaan semakin menyeruak di dadanya ketika Evan sudah melempar tongkat itu ke samping. Evan sudah membuang senjatanya, bukankah itu sebuah kabar baik?“Ayah sudah membuang tongkat bisbol itu. Apa penyiksaan ini akan berakhir? Apa Ayah tersentuh karena aku hamil?”Ivy menduga-duga dalam benaknya. Ia berharap apa yang dipikirkan memang benar. Ia sangat berharap bahwa ayahnya luluh karena kehamilannya.“Iya, Ayah. Aku hamil… aku hamil cucumu. Cucu pertamamu,” ucap Ivy. Evan mengangguk-angguk. Ia memilih jongkok untuk menatap Ivy lebih jelas. Posisi wajah yang sejajar membuat Ivy bisa menatap ayahnya dengan jelas.Pada awalnya, Ivy merasa lega ketika Evan membuang tongkat bisbol itu. Ia mengira Evan sudah luluh dan tak akan menyiksanya lagi. Akan tetapi, ia tahu kalau pemikirannya salah.Ketika Ivy melihat wajah Evan ya
“Kau harus tetap sadar, Noah! Kita akan menemukan Ivy!”Ezra terus-menerus menggoyang tubuh Noah yang membeku. Ezra sudah sampai di rumah makan itu selama tiga puluh menit, tetapi Noah tak kunjung menunjukkan tanda-tanda kewarasan. Akal sehat Noah seolah-olah sudah hilang. Ia terus memanggil-manggil Ivy dengan menangis hingga ia sukses menjadi tontonan banyak orang. Akhirnya, Ezra membawa ke mobilnya dengan bantuan petugas keamanan.“Sialan! Sadarlah, Noah!” bentak Ezra dengan memberi tamparan ke pipi kanan Noah. Noah akhirnya berjengit, lalu menatap Ezra. “Ezra, aku merasakan firasat buruk,” sahut Noah dengan tatapan kosongnya. “Aku merasa akan kehilangan Ivy untuk selamanya,” lanjutnya dengan lirih.Ezra memukul dashboard mobil dengan kesal. Ia sangat marah karena Noah tak bisa diajak kerja sama, tetapi di lain sisi ia pun paham dengan perasaannya. Jauh di dalam benaknya, ia pun juga merasakan hal yang sama.“Lalu apa kau akan tetap diam seperti orang bodoh di sini? Kau akan mera
“Katamu kau menghubungi seorang profesional yang bisa melacak keberadaan Ivy, kan?” tanya Ezra kemudian. “Ya,” jawab Noah dengan mengangguk cepat. “Sebaiknya kuhubungi lagi saja untuk melacak keberadaan Clara,” lanjutnya. Ezra mendengus. “Akan membutuhkan waktu lama,” celetuknya.“Lalu bagaimana? Kita tak memiliki pilihan lain,” sahut Noah. “Masih ada,” balas Ezra dengan tegas. Noah memandangnya dengan bingung, sedangkan Ezra menoleh dan melemparkan senyuman penuh percaya diri. “Masih ada aku. Aku bisa melacaknya dalam hitungan detik,” tukas Ezra. “Kau?” Noah menunjuk Ezra dengan wajah tak percaya sehingga membuat Ezra mendengus kesal. Mobil yang semula melaju cepat akhirnya mulai berkurang kecepatannya. Ezra memilih membelokkan mobilnya ke sebuah gang sepi dan menghentikan mobilnya. Noah yang melihat hal itu jadi makin keheranan.“Kenapa berhenti? Bukannya kita harus ke rumah Evan secepatnya?” tanyanya dengan sedikit kesal karena keputusan Ezra yang memilih berhenti. “Sebent
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Evan, Noah lebih banyak diam semenjak mengetahui identitas Ivy yang tersembunyi. Ia masih tak menyangka kalau istrinya sudah menyembunyikan rahasia besar itu darinya.“Lalu kenapa kau tahu kalau Ivy juga peretas? Apa kalian sudah lama berteman?” tanya Noah, melanjutkan interogasinya kepada Ezra.“Kami memang berteman lama sebagai sesama peretas, tetapi sama-sama tak tahu identitas asli kami,” jawab Ezra.“Lalu sejak kapan kalian tahu?” tanya Noah. Ketertarikan Noah untuk mengulik informasi tentang hubungan Ezra dan Ivy semakin tinggi. Ia tidak menyangka kalau mereka ternyata lebih dekat daripada yang ia duga.“Mungkin beberapa saat setelah aku bertemu Ivy. Yang jelas, saat itu aku sudah berbuat licik dengan mengancam Ivy akan mengungkap identitasnya padamu,” ucap Ezra.“Apa?” Noah menyahut dengan kesal. “Berani-beraninya kau mengancam Ivy!” serunya dengan kesal.“Aku menggunakan cara itu karena aku sangat tertarik kepadanya. Aku sangat menyukai I
“Kau mendapatkan kartu identitas sebagai polisi itu dari mana?” Noah bertanya dengan bingung ketika mereka berhasil menerobos ke pekarangan rumah Evan dengan mudah. Ezra hanya tersenyum tipis.“Aku membuatnya untuk jaga-jaga,” balasnya.“Jadi itu hanya cetakan palsu?” sahut Noah dengan melongo.Ezra mengangguk. “Tentu saja. Tak mungkin aku sungguhan polisi.”“Kau… benar-benar licik sekali,” tukas Noah. Untuk kesekian kalinya, ia terkejut dengan segala rencana dan akal bulus Ezra.“Itu namanya jenius, bukan licik,” koreksi Ezra. Lagi-lagi Ezra tersenyum sombong dan mengetuk-ngetuk pelipis kanannya saat menatap Noah.“Kau hanya perlu menggunakan otakmu dengan baik,” ucap Ezra.Wajah Ezra yang berlagak sombong sungguh membuat Noah naik pitam. Ia sangat ingin memukulnya, tetapi mereka harus bergerak cepat untuk masuk ke dalam rumah Evan.“Ayo masuk,” ucap Noah sembari mendorong pintu utama rumah Evan.“Ya.”Ketika pintu itu terbuka lebar, hanya sunyi yang menyambut Noah dan Ezra. Merek
Noah berdiri seperti orang linglung di ruang kamar Ivy. Pandangannya sudah kosong dan kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran buruk. Ivy menghilang. Ivy pergi. Hanya kalimat itu yang terus terngiang-ngiang di benaknya.“Ivy! Kau di mana?” tanya Noah dengan suara putus asa.Di dalam kamar itu, Noah tak bisa lagi menahan air matanya. Ia jatuh terduduk di lantai dengan tangisan putus asa. Mulutnya terus memanggil-manggil nama Ivy dengan lesu.“Ivy!!!!” “Dia tak akan menjawabmu karena dia memang tidak ada di sini!” Clara berseru dari luar kamar.Noah sudah tak memiliki tenaga lagi untuk berteriak kepada Clara. Sebagian nyawanya seolah sudah menghilang bersama raibnya tanda-tanda kehadiran Ivy.Ezra sendiri berusaha tetap was-was. Ia memang panik melihat Noah yang sudah sangat lemah. Belum lagi Clara yang masih mengompori dengan terus berteriak bahwa usahanya sia-sia untuk mencari Ivy di rumah ini.“Ivy memang tak di sini,” pikir Ezra.Ezra bisa menyimpulkan hal itu karena Clara terliha
Ruangan yang gelap dan apek itu hanya dipenuhi dengan aroma anyir. Pandangan Ivy sudah buram karena air mata dan rasa sakit di kepalanya yang berdentum kian besar seolah-olah kepalanya akan pecah. Tubuhnya sudah sempurna lemas dan tak bisa bergerak lagi. Sekadar bergidik ngeri dan menggeliat sakit pun tak sanggup. Ivy yakin kalau kakinya sudah lumpuh karena ia tak bisa menggerakkan jari-jari kakinya. Kini, ia menduga kalau tangannya pun tak lama lagi akan kehilangan fungsinya karena Evan terus memukuli tangannya tanpa henti. “Tangan ini yang sudah menjadi petaka untukku. Tanganmu harus dilumpuhkan juga,” tegas Evan. Ketika Ivy memejamkan matanya untuk menahan sakit dari hantaman besi itu ke tangannya, sayup-sayup ia mendengar suara langkah kaki yang mendengar. Ivy sempat mengira itu hanya halusinasinya, tetapi tubuh Evan yang menegang membuatnya yakin kalau memang ada orang yang mendekat. “Sialan! Siapa itu?” desis Evan dengan geram. Suara langkah kaki itu kian mendekat. Dari su
Sesampainya di rumah sakit, baik Noah ataupun Ezra sama-sama hanya duduk diam dengan pandangan kosong. Mereka sudah berada di depan ruang operasi selama tiga puluh menit dengan diliputi keheningan.Hanya deru napas berat yang terdengar di lorong itu. Dalam benak Noah mulai menayangkan setiap memorinya dengan Ivy. Hingga tak sadar kalau satu per satu air matanya jatuh di pipinya. Namun, Noah tak berniat untuk menghapus air matanya. Seluruh tenaga Noah seolah ikut hilang bersama ketidakberdayaan Ivy di ruang operasi. Ia bahkan membiarkan tubuhnya masih dipenuhi dengan darah milik Ivy dan mengabaikan tatapan beberapa orang yang terkejut melihatnya. Di tengah lamunannya, Noah tersentak saat perempuan tua yang semula ikut bersamanya mengambil duduk di sampingnya. Pikiran Noah yang kacau balau bahkan membuatnya hampir melupakan eksistensi perempuan itu.“Ini.”Perempuan dengan rambut beruban yang digelung itu mendekat dengan menjulurkan sapu tangan basah. Rupanya ia baru dari kamar mandi
Sudah satu minggu berlalu sejak siaran langsung yang dilakukan Ivy menggambarkan seluruh negeri. Sampai saat ini, banyak orang yang ikut mengawal kasusnya, bahkan ada beberapa pihak yang ikut angkat suara mengenai kelicikan dan kejahatan Evan.Akan tetapi, Ivy masih gundah karena tidak ada tanda-tanda kemunculan Evan. Ia tak tahu sembunyi dimana ayahnya sampai tak ada orang yang berhasil menemukannya.“Ivy! Ivy!” Ivy yang baru melamun di taman belakang, terkejut saat mendengar teriakan Noah. Ketika ia menoleh, Noah menatapnya dengan mata penuh keharuan.“Ada apa?” tanya Ivy.“Evan sudah ditemukan di bandara. Dia akan melakukan perjalanan ke Amerika. Beruntung pihak bandara sudah mengetahui wajah Evan yang tersebar luas dan segera melaporkan ke pihak berwajib,” jelas Ezra dengan helaan napas lega. Mendengar hal itu, Ivy tak kuasa untuk menangis bahagia. Perasaan gundah yang semula memenuhi dirinya telah sirna seutuhnya.“Kita berhasil, Ivy! Kita berhasil menangkapnya!” seru Noah deng
Clara mengerti dengan suasana tegang yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Ia pun paham dengan tatapan tajam dari Noah dan Ezra yang belum percaya kepadanya, meskipun ia sudah sepenuhnya bertaubat.Ia sudah melakukan banyak kejahatan dan menghancurkan hidup Ivy, jadi ia paham dengan perasaan Noah dan Ezra. Oleh karena itu, ia tak tersinggung meski ditatap dengan tajam.“Clara….” Ivy menoleh ke arah Clara dengan mata merahnya.Clara ingin memeluk Ivy, tetapi ia tak bisa melakukannya karena kedua tangannya sudah diborgol. Maka, ia hanya memberikan seulas senyuman dan kembali fokus menatap kamera.“Mungkin kalian terkejut melihat borgol di tangan saya, jadi saya ingin mengungkap kalau saya memang akan ditangkap karena saya terlibat dalam penculikan kakak saya,” tukas Clara.Noah dan Ezra baru bisa bernapas lega setelah mendengar ucapan Clara. Kini, mereka bisa mempercayai Clara sepenuhnya karena perempuan itu benar-benar terlihat tulus dengan mengungkap kejahatannya sendiri.“Kalian mungkin t
Ivy duduk dengan tegak. Di depan wajahnya sudah terdapat kamera yang menyalah merah, sedangkan di belakang kamera terdapat Noah, Ezra, Bibi Puja, dan Clara.Mereka sudah memutuskan untuk melakukan siaran langsung di kediaman Ezra karena Ezra memiliki banyak alat perlengkapan di bidang teknologi. Tanpa waktu panjang, Ezra dan Ivy mencoba menyusun semuanya sampai siap diluncurkan.“Aku benar-benar takjub melihat kalian,” komentar Noah saat Ivy dan Ezra sibuk menyiapkan senjata.“Sekarang kau sadar kalau sudah menikah dengan perempuan hebat?” tanya Ezra.“Aku memang sudah sadar dari dulu karena buktinya hanya Ivy yang bisa menaklukkan hatiku,” jawab Noah.Ivy hanya tersenyum saat mendengar ucapan penuh rayuan dari Noah. Setidaknya hal itu mampu untuk menenangkan dirinya yang sedang dilanda kegugupan.“Kau siap, Ivy?” tanya Ezra.Ivy mengangguk. “Ya. Mulailah.”Sebelum Ezra menekan tombol merah di komputer yang nantinya akan meretas semua media di indonesia, tangannya sudah berkeringat di
Ivy menunggu kedatangan Ezra dengan gugup. Meskipun Clara dan Noah terus menanyakan perihal maksudnya, ia tetap tak bisa menjawab.“Tunggu Ezra datang,” balasnya secara berulang kali ketika Clara bertanya ada apa.Ezra juga memegang peran penting dalam rencananya. Ia dan Ezra harus bekerja sama agar semuanya rencana berjalan dengan baik.Setelah menunggu selama hampir tiga puluh menit, akhirnya Ezra datang bersama Bibi Puja. Mereka berdua masuk ke ruangan Clara dengan raut panik. “Bibi Puja?” tanya Clara.Bibi Puja yang sudah panik semakin gelagapan karena melihat Clara. Ia bahkan langsung bersembunyi di belakang tubuh Ezra karena takut berhadapan dengan Clara.“Jadi kau tiba-tiba hilang ternyata ikut dengan mereka?” tanya Clara, lagi.“Ya. Bibi Puja yang membantu Noah dan Ezra,” sahut Ivy.Bibi Puja masih berdiri di belakang Ezra dengan gemetar. Ia takut Clara akan memarahinya ataupun memukulnya. Akan tetapi, Clara tak bereaksi apa-apa selain mengangguk.“Oh.”Melihat reaksi Clara y
“Keadaanmu sudah sangat membaik. Kau minum obat secara teratur, melakukan terapi dan konsultasi rutin, juga mengerjakan semua tugas yang saya berikan.”Dokter Serlyn tersenyum manis saat mengungkap kemajuan keadaan Ivy. Akan tetapi, ia tahu kalau Ivy sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Meskipun ia melihat senyum Ivy sekarang, gurat wajahnya yang kaku tak bisa mengelabui matanya. “Jadi, apa ada yang mengganggumu lagi akhir-akhir ini?” tanyanya kemudian. Ivy mengangguk kaku, tetapi mulutnya tak kunjung bersuara hingga Dokter Serlyn mengulangi pertanyaannya.“Apa yang mengganggumu, Ivy? Kau bisa mengatakannya kepadaku,” ujarnya. Ivy memainkan jari-jemarinya ketika otaknya berusaha menyusun kalimat yang pas. Dokter Serlyn dengan sabar menanti sampai Ivy bersuara. “Dokter….” Ivy memanggil Dokter Serlyn dengan gugup.Dokter Serlyn mengangguk. “Ya?”“Menurut Dokter apa saya boleh balas dendam?” tanya Ivy dengan sangat lirih. “Kau ingin balas dendam?” tanya sang dokter, cukup terkejut
Clara sudah dirawat selama satu minggu lebih dan selama itu pula Ivy tak kunjung mendatanginya. Ia sempat terenyuh saat mendengar ucapan Ezra beberapa waktu yang lalu, tetapi semua itu sirna karena Ivy tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.“Ezra pasti hanya bermulut besar. Aku yakin Ivy senang melihatku tak berdaya seperti ini,” gumam Clara sambil menatap langit-langit rumah sakit. Ketika Clara hanyut dalam lamunannya, sayup-sayup ia mendengar suara Ivy. Ia melirik pintu ruang kamarnya dan yakin kalau Ivy yang baru saja berteriak di depan kamarnya. Ivy seperti sedang marah kepada Noah karena ia baru mengetahui keadaannya. Mereka terus berdebat alot sampai akhirnya masuk ke dalam ruangannya. Ia pun langsung menutup matanya dan berpura-pura tidur. Clara tak tahu kenapa ia harus berpura-pura di depan Ivy. Harusnya ia langsung berteriak marah kepadanya seperti biasa. Akan tetapi, ia lebih memilih diam dan terus berakting tak sadarkan diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Clara merasa hidupnya sudah di ambang batas. Ia sudah yakin kalau dirinya akan mati saat disiksa dengan begitu kejam oleh ayahnya karena Ivy berhasil melarikan diri. Ia disekap selama berhari-hari dan akhirnya dibawa pergi dari rumah dengan niatan ingin dibuang.Ayahnya pasti mengira ia sudah menjadi mayat karena diam saja dan terus menutup mata, padahal ia memang sengaja berpura-pura pingsan agar siksaan itu terhenti. Ia juga menahan napasnya saat ayahnya mengecek alur napas di hidungnya.Saat berada di dalam mobil, Clara mendengar desisan ayahnya yang akan melemparkan mayatnya ke dalam lautan. Maka, saat ayahnya berhenti di pemberhentian bensin, ia segera kabur.Ia terus berlari dan bersembunyi hingga akhirnya ia tak sanggup lagi. Ia jatuh pingsan di tepian jalan dekat sungai dan sudah menyerah akan kehidupan.“Sebentar lagi aku pasti mati,” pikirnya.Di detik-detik menyakitkan itu, ia mulai terbayang dengan berbagai memori. Tentang kebersaman dengan mendian ibunya yang menghangatka
Ivy melewati lorong rumah sakit dengan jantung yang terus berdebar kencang. Setelah mendengar apa yang Noah sembunyikan, Ivy tak bisa menahan diri untuk tetap bergelung di atas tempat tidur.“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang juga!” seru Ivy dengan berlonjak bangun.Ivy bahkan hampir lupa dengan kecacatan kakinya hingga ia hampir terjatuh dari tepat tidur sewaktu ingin bangun. Noah sontak menahan dirinya dan membantunya bersiap-siap dengan cepat.“Kau harus tenang Ivy. Jaga napasmu,” peringat Noah untuk kesekian kalinya.Noah terus mengatakan hal yang sama sejak membantunya bersiap-siap di rumah, di perjalanan menuju rumah sakit, hingga saat ini. Jika dihitung, mungkin sudah dari seratus kali Noah mengatakannya.“Aku akan tenang seandainya kau tak menyembunyikan hal ini dariku!” seru Ivy.“Aku menyembunyikannya karena tahu kalau kau akan bereaksi seperti ini. Aku tak ingin membuatmu makin khawatir,” ucap Noah.“Siapa yang tidak khawatir kalau adikku ditemukan hampir tewas dan sekar
Setelah Noah lebih tenang, ia melepaskan pelukan secara perlahan. Ivy mengapus air mata di wajah Noah dan memberi kecupan di setiap lekuk wajahnya. Noah pun melakukan hal yang sama.Bibir Noah terhenti cukup lama di bibir Ivy. Ia mengulum lembut bibir itu sembari menggendong tubuh Ivy dengan sigap dan membaringkannya ke tempat tidur. Ciuman itu tak terlepas sama sekali sampai Ivy menepuk-nepuk dadanya karena kehabisan napas.Mereka tak pernah melakukannya sejak Ivy siuman dari komanya. Mungkin sudah satu bulan berlalu Noah menahannya.Noah tahu ia harus memendam seluruh hasratnya karena keadaan Ivy yang masih lemah, sama seperti sekarang. Hanya saja posisi mereka yang sudah sangat dekat dan intim seperti ini membuat Noah lebih sulit menguasai diri.Ivy menyadari suasana yang jadi lebih intens di antara mereka. Kedua tangannya melingkar di leher Noah hingga membuat wajah Noah yang berada di atasnya hampir menempel di wajahnya.“Lakukan saja. Tak apa,” lirih Ivy.Noah menelan ludahnya