Setelah terbang dalam lamunan yang cukup lama, akhirnya Ivy memilih untuk keluar kamar. Ia berniat membantu Ezra menyiapkan makanan daripada duduk diam.Sekeluarnya dari kamar, Ivy sudah disambut dengan aroma masakan yang sangat harum dan gurih. Ia belum tahu letak dapur, tetapi aroma itu berhasil membimbingnya menemukan dapur yang ternyata terletak di belakang rumah. Dapur itu menyatu dengan taman yang asri sehingga Ivy merasa semakin bahagia melihatnya. Ezra yang sibuk di depan wajan masih belum menyadari keberadaannya karena berdiri memunggungi Ivy.“Kau memasak apa?”“Astaga!”Ezra berteriak kaget. Ia hampir saja menumpahkan wajan yang sedang dipegang karena terlalu terkejut. Beruntung tangannya masih memegang gagang panci kuat-kuat.“Kau mengejutkanku, Ivy!” seloroh Ezra.Ivy tertawa. “Maaf! Maaf! Aku tak berniat mengejutkanmu! Aku tadi hanya ingin tahu kau sedang sibuk memasak apa.”“Tak apa. Aku memang gampang terkejut,” balas Ezra.Ezra kembali fokus pada makanannya dan melet
Noah memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tak terhitung sudah berapa lama ia berdiri seperti orang bodoh di sana. Mungkin sudah satu jam… atau bisa jadi tiga jam lebih. Ia tetap di sana sejak melihat kepergian mobil Ezra yang membawa Ivy; kekasih hatinya, mantan… istrinya. Lidah Noah kelu saat ingin mengucapkan kata ‘mantan’. Ia jadi membenci kata itu dan mengutuk siapapun orang yang sudah menciptakan kata itu. Seharusnya kata itu tak pernah ada sehingga hubungannya dan Ivy tak menjadi asing seperti ini.“Ivy.”Sudah tak terhitung berapa kali pula bibirnya terus merapalkan nama Ivy. Ia sudah kepalang rindu pada Ivy meski belum sehari mereka berpisah. Noah tak bisa membayangkan seberapa besar penderitaan yang harus ia lalui setiap harinya karena merindukan Ivy. Kini, ia hanya bisa bertemu Ivy di pengadilan. Setelah itu, apa ia masih bisa berkesempatan bertemu Ivy?“Noah. Kau harus makan.”Napas Noah jadi memburu saat mendengar suara itu. Tanpa menoleh pun ia tahu kalau C
“Kau gugup?”Ivy yang sejak tadi mengarahkan wajahnya ke luar jendela, langsung menoleh pada Ezra yang sedang menyetir di sebelahnya. Kepalanya memberi anggukan kecil dengan senyuman canggung.“Ya… cukup gugup,” balasnya. Sudah tiga minggu lamanya sejak ia mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan Agama. Artinya, sudah selama itu pula ia sudah hengkang dari rumah dan tak bertemu Noah.“Wajar. Setiap orang pasti merasa gugup saat menghadapi hal-hal besar dalam hidupnya,” ucap Ezra, berniat menenangkan Ivy.Ivy mengangguk mengerti. Ia kembali memalingkan wajahnya keluar jendela dan memperhatikan setiap pemandangan di luar sana. Pepohonan yang nampak berlarian, rumah-rumah penduduk, juga motor dan mobil yang saling berdesakan di jalan raya menjadi hal yang menyenangkan untuk dilihat. Ia berharap semua rasa gelisahnya menghilang dengan mengamati keadaan di luar.“Aku putar musik ya.”“Hm.”Ezra yang mengerti perasaan Ivy mulai menghidupkan musik untuk menemani perjalanan panjang mereka.
Jantung Ivy rasanya akan meledak saat bersitatap dengan Noah. Ujung jarinya sudah sedingin es batu saat mereka akhirnya berada di ruangan yang sama setelah tiga minggu terpisah.“Bagaimana kabarmu?” tanya Noah dengan suara seraknya.Ivy hanya memberi sedikit senyuman. “Baik.”Rasa gugup ini membuat Ivy tak bisa berkata banyak. Meskipun ia juga ingin menanyakan kabar Noah dan ingin mengatakan banyak hal, bibirnya telah terkunci rapat.Pada akhirnya, ia hanya bisa menatap Noah dan memperhatikan tiap lekuk wajah yang selama ini dirindukan. Lebam-lebam di wajah Noah sudah menghilang. Hanya saja, Noah masih terlihat lesu, bahkan Ivy bisa yakin kalau dia kehilangan banyak berat badan.Ivy ingin bertanya, “Kenapa kau kurus sekali?” atau “Kenapa wajahmu makin tirus?”Tetapi tenggorokannya terlalu tercekat untuk sekadar mengeluarkan satu kata. Ia tetap diam sampai sidang perceraian pertama itu dimulai.Sidang itu berlangsung cukup lama. Hakim menunjuk mediator hebat yang mampu membuatku dan No
Satu minggu sebelum sidang pertama “Kau masih di sini?” Noah menatap Clara dengan penuh kebencian secara terang-terangan. Ia baru pulang dari lembur dan melihat wajah Clara saat pertama kali masuk ke rumah adalah sebuah kesengsaraan. Clara yang baru mengambil minum di kulkas hanya mendengus. Jam sudah menunjuk pukul dua dini hari, tetapi ia terbangun karena rasa haus. Ia pun tak tahu kalau Noah akan pulang selarut ini.“Aku berhak di sini. Ini sebagai bentuk tanggung jawabmu,” balas Clara. Noah mendengus. Ia sangat lelah dan mengantuk, tetapi banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakan malam ini juga. “Tanggung jawab apa? Aku yakin kau memang sengaja menjebakku waktu itu,” geram Noah. “Menjebakmu? Memangnya kau punya buktinya?” tantang Clara. Noah menghela napas panjang. Berdebat dengan perempuan ular ini memang sangat melelahkan. Padahal, ia ke dapur untuk membuat kopi dan langsung ke ruang kerjanya, tetapi malah harus bertemu dengan Clara yang masih tak punya malu tetap ting
Hari Persidangan PertamaNoah terbangun dengan helaan napas lelah. Ia baru saja membuka matanya di pagi hari, tetapi ia sudah sangat kelelahan walau belum melakukan apa-apa.Hari ini adalah sidang perceraian pertamanya dengan Ivy. Setelah tiga minggu tak berjumpa, akhirnya ia bisa bertemu Ivy lagi.Ia sangat bahagia dan berdebar menantikan pertemuan itu. Tetapi, ia juga tak sanggup untuk menatap wajahnya nanti saat ia sudah menjadi ayah dari bayi perempuan lain.Sejak mengetahui kehamilan Clara, ia lebih banyak murung dan tak banyak bicara. Mulutnya terbuka hanya saat sedang meeting bersama klien dan karyawannya. Selebihnya, ia tetap membisu meskipun kepada Clara.Sudah beberapa kali Clara merajuk protes akan sikapnya, tetapi ia tetap tak berubah. Pasalnya, kenyataan kalau Clara hamil masih terlalu sulit untuk ia terima. Kehamilan Clara seolah menjadi petaka karena itu artinya ia akan terjebak dengan perempuan ular itu untuk selamanya.“Aku sudah tak memiliki muka untuk bertemu dengan
“Ivy! Kau baik-baik saja?” Noah bertanya panik saat melihat Ivy terus merengutkan garis-garis wajahnya dengan gurat kesakitan.“Ivy! Ivy!”Ezra berteriak dengan napas menggebu-gebu setelah keluar dari mobil. Ia melihat kejadian barusan dan sangat terkejut saat mobil hitam tadi hampir menabrak Ivy.“Ezra—” Ivy mencengkeram lengan Ezra saat lelaki itu mendekat. Melalui tatapan mata dan bagaimana Ivy menyentuh perutnya, sudah memberikan jawaban untuk Ezra; kandungan Ivy sedang terguncang.Noah sendiri langsung terdiam saat Ivy lebih memilih menyebut nama Ezra yang baru datang, daripada dirinya yang baru menyelamatkannya dari maut.“Minggir.” Ezra mendorong tubuh Noah yang masih di dekat Ivy, lalu menggendong Ivy dengan tanggap. Ivy yang terlanjur lemas hanya bisa menyandarkan kepalanya di dada bidang Ezra.“Bertahanlah, Ivy,” bisik Ezra.Ivy mengangguk. Ia pun ingin bertahan. Ia juga berharap bayi di kandungannya turut bertahan.Setelah membaringkan tubuh Ivy di kursi penumpang belakan
Ezra masih mendengar tangisan Noah dari seberang telepon yang tak kunjung reda. Ia pun merasa pusing melihat keadaan noah yang jadi seperti ini.“Aku dijebak, Ezra. Aku yakin aku sudah dijebak oleh Clara… tapi aku tak tahu bagaimana cara membuktikannya,” ucap Noah di tengah isakannya. Kepala Ezra rasanya ditimpuk oleh batu besar. Ia merasa empati dengan keadaan Noah, tetapi juga kesal jika mengingat betapa menyebalkannya Noah selama ini.“Apalagi, Clara sekarang hamil. Aku seperti sedang di ujung jurang kematian,” lanjut Noah. Tangisannya makin menggema hingga Ezra harus menjauhkan ponselnya dari telinga demi kesehatan gendang telinganya. Situasi Noah memang sangat rumit. Mendengar Noah menangis saja sudah cukup mengejutkannya, ditambah kabar kehamilan Clara. Ia jadi berpikir, bagaimana keadaan Noah jika dia tahu kalau Ivy juga tengah mengandung anaknya?“Sudah berapa lama kandungan Clara?” tanya Ezra pada akhirnya. “Aku tidak tahu.”Akan tetapi, jawaban Noah membuatnya tercengang
Suasana di rumah sakit itu menjadi kian mencekam. Orang-orang yang berlalu-lalang di lorong bahkan selalu menoleh ke arah mereka berempat dengan tatapan penuh keingintahuan yang besar. Seakan-akan mereka siap menebar gosip ke berbagai kalangan. “Dua petinggi perusahaan besar sedang bertengkar di rumah sakit!”“Katanya mereka saling tuduh selingkuh!”Kemungkinan, gosip itulah yang akan keluar dan menyebar dari satu mulut ke mulut yang lainnya. Tak perlu menunggu lama hingga gosip itu pada akhirnya akan tercium media dan kembali viral di berbagai sosial media.Noah sudah memikirkan segala kemungkinan buruk itu, tetapi ia tetap tak bisa menahan dirinya untuk bersikap tenang. Lagipula, siapa yang bisa tenang jika kau melihat istrimu keluar dari ruang pemeriksaan kehamilan dengan lelaki lain?“Noah, dengarkan aku. Ini semua tak seperti yang kau pikirkan,” ucap Ivy. Ivy berusaha meredakan ketegangan yang ada dengan menernagkan Noah. Akan tetapi, amarah Noah suda menjadi bara api yang berk
Noah menahan diri untuk tidak tertawa ketika mendengar pengakuan Clara. Ia tetap berlagak terkejut dan keheranan. Ia mengangkat satu alisnya. Rupanya alasan itu yang Clara gunakan untuk menutupi kebohongannya.“Keguguran? Bagaimana bisa?” tanya Noah, masih mengikuti permainan yang Clara buat.“Aku keguguran beberapa hari yang lalu karena jatuh di kamar mandi,” balas Clara dengan sendu. Matanya berkaca-kaca saat menatap Noah. Dan Noah harus mengakui kalau perempuan ini memang sangat layak mendapatkan penghargaan sebagai aktris terbaik sepanjang masa.“Kenapa kau tak bilang?” sahut Noah. Suaranya mulai lelah karena segala kebohongan Clara.“Karena aku takut kau akan meninggalkanku jika aku tak hamil….”Kali ini, Clara berkata dengan jujur. Ia mungkin berbohong tentang semuanya, termasuk kegugurannya. Namun, ia sungguh-sungguh saat mengatakan takut kehilangan Noh.“Aku memang akan meninggalkanmu,” ucap Noah dengan tegas.Clara melebarkan matanya. Ia pun meraih lengan Noah dan menggengg
Keesokan harinya, Noah terbangun dengan semangat penuh. Setelah beberapa waktu seperti mayat hidup, baru kali ini ia menjadi lebih bersemangat.Semua ini dikarenakan ia tahu kalau kebusukan Clara akan terbongkar sepenuhnya. Ia bahkan sengaja bangun lebih awal dan menunggu Clara di ruang tengah sampai pukul delapan pagi.“Noah, kau tak berangkat kerja?” Clara bertanya dengan terkejut.Pasalnya, biasanya Noah sudah berangkat ke kantor pagi buta sehingga Clara tak mengira Noah masih berada di rumah. Padahal ia ingin menghindari Noah hari ini karena terlalu takut diajak ke dokter kandungan.“Aku sengaja mengambil cuti hari ini,” balas Noah. “Cuti? Kenapa?” Clara melebarkan matanya. Noah adalah orang yang gila kerja sehingga mengambil cuti adalah hal yang aneh untuknya.“Karena aku tak sabar melihat keadaan bayiku.”Noah mengulas senyum selebar mungkin. Ia menyukai bagaimana raut muka Clara menjadi tegang, tetapi masih berusaha tetap terlihat tenang. “Astaga… kau tak perlu sampai mengam
Kyla meraih ponselnya dengan cepat dan menekan kontak Noah. Setelah beberapa nada hubung, akhirnya Noah mengangkat panggilannya.“Halo, Kyla? Ada apa?” tanya Noah.Dari suaranya, Kyla tahu kalau Noah cukup terkejut saat menerima panggilannya. Mereka memang bukan teman dekat, jadi mustahil menghubungi jika tak ada hal penting.“Aku ingin mengatakan sesuatu padamu tentang Clara,” jawab Kyla dengan cepat.Di seberang sana, Noah yang sedang tenggelam dalam kertas-kertas pekerjaan langsung terdiam saat mendengar ucapan Kyla. Ia bahkan berdiri dari duduknya dengan raut wajah penasaran.“Katakan. Katakan apapun yang kau ketahui tentangnya,” ucap Noah dengan lebih tegas.Kyla menelan salivanya dengan susah payah. Suara Noah sangat berat dan menyeramkan hingga membuatnya tak berkutik.“Gawat! Noah marah,” batin Kyla.Kyla sangat gugup dan khawatir, tetapi ia sudah terlanjur menghubungi Noah dan tak bisa bersembunyi lagi.“Baru saja Clara menghubungiku untuk meminta dibuatkan surat keterangan h
Kyla mengerutkan dahinya saat mendengar permintaan Clara yang sangat tak tahu diri. Hal ini membuat suasana hatinya jadi makin memburuk.“Kau harus membantuku,” pinta Clara dengan penuh tekanan. Kyla menyandarkan punggungnya ke kursi dengan lelah. Padahal, ia baru menyelesaikan operasi besar yang berlangsung selama tiga jam. Ia sangat lelah, lapar, haus, dan mengantuk, tetapi saat masuk ke ruang kerjanya malah harus menerima telepon bodoh seperti ini.“Kenapa aku harus membantumu? Aku tak berhutang apa-apa padamu,” desis Kyla.“Aku akan mengabulkan semua permintaanmu! Aku janji! Kau hanya perlu melakukan itu saja agar Noah percaya kalau aku hamil anaknya.”Kyla sudah berniat untuk mengakhiri panggilan itu secara sepihak karena terlalu malas berdebat dengan Clara. Namun, ucapan Clara barusan membuatnya cukup terkejut. Ia bahkan langsung duduk tegak di kursinya.“Apa maksudmu?” tanya Kyla dengan bingung.“Aku harus membuat Noah percaya kalau aku mengandung anaknya. Dengan begitu, dia a
Ruang makan itu masih dipenuhi dengan dentingan sendok, garpu, dan piring. Noah dan Clara masih terlihat menikmati makanannya.“Aku senang sekali kau menyukai masakanku. Kapan-kapan akan kumasakkan lagi ya?” ucap Clara dengan senang hati.“Ya, boleh. Aku menantikan maskaanmu,” jawab Noah.Clara membalas dengan senyuman yang kian lebar. Ia meraih piring lauk dan kembali meletakkan beberapa daging di piring nasi Noah. “Makanlah yang banyak!”“Hm. Terima kasih.”Noah berusaha keras untuk menelan makanan itu. Tenggorokannya terus tercekat tiap ia menelan daging itu. Setelah menghabiskan makanannya, ia pun menyiapkan diri untuk berbicara mengenai tes kehamilan pada Clara.“Apa besok kau ada acara?” tanya Noah. Bola mata Clara makin berbinar mendengarnya. “Tidak! Tidak ada! Kenapa? Apa kau akan mengajakku berkencan?” tanyanya kemudian.Sudut bibir Noah terasa kaku karena harus terus terangkat, tetapi ia tetap mempertahankan senyumannya agar Clara terus menatapnya penuh cinta.“Bagaimana
“Noah, bagaimana hasil sidang pertamanya?”Noah baru membuka pintu rumah dan dihadapkan dengan Clara yang bertanya dengan tak tahu malu. Sebisa mungkin Noah menekan emosinya untuk tak menampar perempuan itu dan terus melangkah menaiki tangga menuju kamar. “Kau dan Ivy tetap bercerai, kan? Mediasinya tak berjalan lancar, kan?” tanya Clara. Clara terus mengikuti langkah Noah hingga di puncak tangga. Ia bahkan menahan lengan Noah yang akan berjalan masuk ke dalam kamarnya.“Noah, kenapa kau tak menjawabku? Aku menunggu seharian di sini dengan gugup,” ucap Clara.“Menunggu seharian di rumah dengan gugup?” ulang Noah dengan rahang mengeras.Tatapan mematikan dari Noah membuat pegangan Clara di lengannya terlepas. Clara berjalan mundur secara spontan dan menahan napasnya. “Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa dia sudah tahu?” pikir Clara. Ketakutan mendominasi perasaan Clara, tetapi ia berusaha menyembunyikannya sebaik mungkin. “Iya! Aku menunggumu! Jadi, bagaimana hasilnya?” Clara t
Setelah terdiam cukup lama memandangi data Clara, tiba-tiba saja Noah teringat pesan Ezra yang meminta agar ia memastikan kehamilan Clara setelah melaksanakan tugas pertamanyaIa pun segera menghubungi Ezra lagi untuk memberitahu penemuannya yang penting ini. Ia yakin Ezra tak akan kalah terkejut saat mengetahui siapa penjahat yang berusaha mencelakai Ivy.“Halo, Ezra?” Noah memanggil Ezra dengan menggebu-gebu saat panggilan itu akhirnya terhubung.“Halo? Ya? Kenapa?”Suara Ezra terdengar lebih lirih dari sebelumnya, bahkan terkesan sedang berbisik-bisik karena takut ketahuan.“Kau dimana?” tanya Noah pada akhirnya.Di seberang telepon, Ezra melirik ke arah Ivy yang sedang terlelap di ranjang rumah sakit. Ia pun berdiri karena tak ingin suaranya mengganggu waktu istirahat Ivy.“Sedang di rumah,” balas Ezra, memilih berbohong karena ia tak mau Noah tahu kalau Ivy dirawat di rumah sakit. Noah pasti memaksa datang jika saja dia tahu.“Kau sudah mengantar Ivy kembali ke hotel? Apa dia ba
Noah sudah menggenggam nomor plat mobil yang berusaha menabrak Ivy. Ia juga sudah memiliki salinan rekaman CCTV sebagai pegangan bukti yang cukup kuat apabila si penabrak tak mau mengakui kesalahannya.Sayangnya, setelah melakukan pelacakan, mobil itu rupanya bukan milik pribadi perseorangan melainkan mobil sewaan. Jadi di sinilah ia sekarang, berdiri di depan Rental Mobil Jaya dengan penuh harapan.“Kau akan tertangkap sebentar lagi, Brengsek,” desis Noah selagi kakinya mengambil langkah cepat untuk memasuki tempat penyewaan mobil itu. “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu? Bapak mau rental mobil yang apa dan berapa lama?”Seorang pegawai perempuan dengan rambut hitam panjang menyapa Noah saat Noah memasuki lobi. Senyumnya terulas lebar untuk memberikan pelayanan terbaik. “Aku ingin bertanya siapa orang yang menyewa mobil ini pagi hari tadi,” ucap Noah sambil menyerahkan foto mobil yang terparkir di pengadilan agama. Senyum di bibir pegawai perempuan itu menjadi kaku. Dia melih