Noah memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tak terhitung sudah berapa lama ia berdiri seperti orang bodoh di sana. Mungkin sudah satu jam… atau bisa jadi tiga jam lebih. Ia tetap di sana sejak melihat kepergian mobil Ezra yang membawa Ivy; kekasih hatinya, mantan… istrinya. Lidah Noah kelu saat ingin mengucapkan kata ‘mantan’. Ia jadi membenci kata itu dan mengutuk siapapun orang yang sudah menciptakan kata itu. Seharusnya kata itu tak pernah ada sehingga hubungannya dan Ivy tak menjadi asing seperti ini.“Ivy.”Sudah tak terhitung berapa kali pula bibirnya terus merapalkan nama Ivy. Ia sudah kepalang rindu pada Ivy meski belum sehari mereka berpisah. Noah tak bisa membayangkan seberapa besar penderitaan yang harus ia lalui setiap harinya karena merindukan Ivy. Kini, ia hanya bisa bertemu Ivy di pengadilan. Setelah itu, apa ia masih bisa berkesempatan bertemu Ivy?“Noah. Kau harus makan.”Napas Noah jadi memburu saat mendengar suara itu. Tanpa menoleh pun ia tahu kalau C
“Kau gugup?”Ivy yang sejak tadi mengarahkan wajahnya ke luar jendela, langsung menoleh pada Ezra yang sedang menyetir di sebelahnya. Kepalanya memberi anggukan kecil dengan senyuman canggung.“Ya… cukup gugup,” balasnya. Sudah tiga minggu lamanya sejak ia mendaftarkan gugatan cerai ke pengadilan Agama. Artinya, sudah selama itu pula ia sudah hengkang dari rumah dan tak bertemu Noah.“Wajar. Setiap orang pasti merasa gugup saat menghadapi hal-hal besar dalam hidupnya,” ucap Ezra, berniat menenangkan Ivy.Ivy mengangguk mengerti. Ia kembali memalingkan wajahnya keluar jendela dan memperhatikan setiap pemandangan di luar sana. Pepohonan yang nampak berlarian, rumah-rumah penduduk, juga motor dan mobil yang saling berdesakan di jalan raya menjadi hal yang menyenangkan untuk dilihat. Ia berharap semua rasa gelisahnya menghilang dengan mengamati keadaan di luar.“Aku putar musik ya.”“Hm.”Ezra yang mengerti perasaan Ivy mulai menghidupkan musik untuk menemani perjalanan panjang mereka.
Jantung Ivy rasanya akan meledak saat bersitatap dengan Noah. Ujung jarinya sudah sedingin es batu saat mereka akhirnya berada di ruangan yang sama setelah tiga minggu terpisah.“Bagaimana kabarmu?” tanya Noah dengan suara seraknya.Ivy hanya memberi sedikit senyuman. “Baik.”Rasa gugup ini membuat Ivy tak bisa berkata banyak. Meskipun ia juga ingin menanyakan kabar Noah dan ingin mengatakan banyak hal, bibirnya telah terkunci rapat.Pada akhirnya, ia hanya bisa menatap Noah dan memperhatikan tiap lekuk wajah yang selama ini dirindukan. Lebam-lebam di wajah Noah sudah menghilang. Hanya saja, Noah masih terlihat lesu, bahkan Ivy bisa yakin kalau dia kehilangan banyak berat badan.Ivy ingin bertanya, “Kenapa kau kurus sekali?” atau “Kenapa wajahmu makin tirus?”Tetapi tenggorokannya terlalu tercekat untuk sekadar mengeluarkan satu kata. Ia tetap diam sampai sidang perceraian pertama itu dimulai.Sidang itu berlangsung cukup lama. Hakim menunjuk mediator hebat yang mampu membuatku dan No
Satu minggu sebelum sidang pertama “Kau masih di sini?” Noah menatap Clara dengan penuh kebencian secara terang-terangan. Ia baru pulang dari lembur dan melihat wajah Clara saat pertama kali masuk ke rumah adalah sebuah kesengsaraan. Clara yang baru mengambil minum di kulkas hanya mendengus. Jam sudah menunjuk pukul dua dini hari, tetapi ia terbangun karena rasa haus. Ia pun tak tahu kalau Noah akan pulang selarut ini.“Aku berhak di sini. Ini sebagai bentuk tanggung jawabmu,” balas Clara. Noah mendengus. Ia sangat lelah dan mengantuk, tetapi banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakan malam ini juga. “Tanggung jawab apa? Aku yakin kau memang sengaja menjebakku waktu itu,” geram Noah. “Menjebakmu? Memangnya kau punya buktinya?” tantang Clara. Noah menghela napas panjang. Berdebat dengan perempuan ular ini memang sangat melelahkan. Padahal, ia ke dapur untuk membuat kopi dan langsung ke ruang kerjanya, tetapi malah harus bertemu dengan Clara yang masih tak punya malu tetap ting
Hari Persidangan PertamaNoah terbangun dengan helaan napas lelah. Ia baru saja membuka matanya di pagi hari, tetapi ia sudah sangat kelelahan walau belum melakukan apa-apa.Hari ini adalah sidang perceraian pertamanya dengan Ivy. Setelah tiga minggu tak berjumpa, akhirnya ia bisa bertemu Ivy lagi.Ia sangat bahagia dan berdebar menantikan pertemuan itu. Tetapi, ia juga tak sanggup untuk menatap wajahnya nanti saat ia sudah menjadi ayah dari bayi perempuan lain.Sejak mengetahui kehamilan Clara, ia lebih banyak murung dan tak banyak bicara. Mulutnya terbuka hanya saat sedang meeting bersama klien dan karyawannya. Selebihnya, ia tetap membisu meskipun kepada Clara.Sudah beberapa kali Clara merajuk protes akan sikapnya, tetapi ia tetap tak berubah. Pasalnya, kenyataan kalau Clara hamil masih terlalu sulit untuk ia terima. Kehamilan Clara seolah menjadi petaka karena itu artinya ia akan terjebak dengan perempuan ular itu untuk selamanya.“Aku sudah tak memiliki muka untuk bertemu dengan
“Ivy! Kau baik-baik saja?” Noah bertanya panik saat melihat Ivy terus merengutkan garis-garis wajahnya dengan gurat kesakitan.“Ivy! Ivy!”Ezra berteriak dengan napas menggebu-gebu setelah keluar dari mobil. Ia melihat kejadian barusan dan sangat terkejut saat mobil hitam tadi hampir menabrak Ivy.“Ezra—” Ivy mencengkeram lengan Ezra saat lelaki itu mendekat. Melalui tatapan mata dan bagaimana Ivy menyentuh perutnya, sudah memberikan jawaban untuk Ezra; kandungan Ivy sedang terguncang.Noah sendiri langsung terdiam saat Ivy lebih memilih menyebut nama Ezra yang baru datang, daripada dirinya yang baru menyelamatkannya dari maut.“Minggir.” Ezra mendorong tubuh Noah yang masih di dekat Ivy, lalu menggendong Ivy dengan tanggap. Ivy yang terlanjur lemas hanya bisa menyandarkan kepalanya di dada bidang Ezra.“Bertahanlah, Ivy,” bisik Ezra.Ivy mengangguk. Ia pun ingin bertahan. Ia juga berharap bayi di kandungannya turut bertahan.Setelah membaringkan tubuh Ivy di kursi penumpang belakan
Ezra masih mendengar tangisan Noah dari seberang telepon yang tak kunjung reda. Ia pun merasa pusing melihat keadaan noah yang jadi seperti ini.“Aku dijebak, Ezra. Aku yakin aku sudah dijebak oleh Clara… tapi aku tak tahu bagaimana cara membuktikannya,” ucap Noah di tengah isakannya. Kepala Ezra rasanya ditimpuk oleh batu besar. Ia merasa empati dengan keadaan Noah, tetapi juga kesal jika mengingat betapa menyebalkannya Noah selama ini.“Apalagi, Clara sekarang hamil. Aku seperti sedang di ujung jurang kematian,” lanjut Noah. Tangisannya makin menggema hingga Ezra harus menjauhkan ponselnya dari telinga demi kesehatan gendang telinganya. Situasi Noah memang sangat rumit. Mendengar Noah menangis saja sudah cukup mengejutkannya, ditambah kabar kehamilan Clara. Ia jadi berpikir, bagaimana keadaan Noah jika dia tahu kalau Ivy juga tengah mengandung anaknya?“Sudah berapa lama kandungan Clara?” tanya Ezra pada akhirnya. “Aku tidak tahu.”Akan tetapi, jawaban Noah membuatnya tercengang
Noah sudah menggenggam nomor plat mobil yang berusaha menabrak Ivy. Ia juga sudah memiliki salinan rekaman CCTV sebagai pegangan bukti yang cukup kuat apabila si penabrak tak mau mengakui kesalahannya.Sayangnya, setelah melakukan pelacakan, mobil itu rupanya bukan milik pribadi perseorangan melainkan mobil sewaan. Jadi di sinilah ia sekarang, berdiri di depan Rental Mobil Jaya dengan penuh harapan.“Kau akan tertangkap sebentar lagi, Brengsek,” desis Noah selagi kakinya mengambil langkah cepat untuk memasuki tempat penyewaan mobil itu. “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu? Bapak mau rental mobil yang apa dan berapa lama?”Seorang pegawai perempuan dengan rambut hitam panjang menyapa Noah saat Noah memasuki lobi. Senyumnya terulas lebar untuk memberikan pelayanan terbaik. “Aku ingin bertanya siapa orang yang menyewa mobil ini pagi hari tadi,” ucap Noah sambil menyerahkan foto mobil yang terparkir di pengadilan agama. Senyum di bibir pegawai perempuan itu menjadi kaku. Dia melih
Sudah satu minggu berlalu sejak siaran langsung yang dilakukan Ivy menggambarkan seluruh negeri. Sampai saat ini, banyak orang yang ikut mengawal kasusnya, bahkan ada beberapa pihak yang ikut angkat suara mengenai kelicikan dan kejahatan Evan.Akan tetapi, Ivy masih gundah karena tidak ada tanda-tanda kemunculan Evan. Ia tak tahu sembunyi dimana ayahnya sampai tak ada orang yang berhasil menemukannya.“Ivy! Ivy!” Ivy yang baru melamun di taman belakang, terkejut saat mendengar teriakan Noah. Ketika ia menoleh, Noah menatapnya dengan mata penuh keharuan.“Ada apa?” tanya Ivy.“Evan sudah ditemukan di bandara. Dia akan melakukan perjalanan ke Amerika. Beruntung pihak bandara sudah mengetahui wajah Evan yang tersebar luas dan segera melaporkan ke pihak berwajib,” jelas Ezra dengan helaan napas lega. Mendengar hal itu, Ivy tak kuasa untuk menangis bahagia. Perasaan gundah yang semula memenuhi dirinya telah sirna seutuhnya.“Kita berhasil, Ivy! Kita berhasil menangkapnya!” seru Noah deng
Clara mengerti dengan suasana tegang yang tiba-tiba memenuhi ruangan. Ia pun paham dengan tatapan tajam dari Noah dan Ezra yang belum percaya kepadanya, meskipun ia sudah sepenuhnya bertaubat.Ia sudah melakukan banyak kejahatan dan menghancurkan hidup Ivy, jadi ia paham dengan perasaan Noah dan Ezra. Oleh karena itu, ia tak tersinggung meski ditatap dengan tajam.“Clara….” Ivy menoleh ke arah Clara dengan mata merahnya.Clara ingin memeluk Ivy, tetapi ia tak bisa melakukannya karena kedua tangannya sudah diborgol. Maka, ia hanya memberikan seulas senyuman dan kembali fokus menatap kamera.“Mungkin kalian terkejut melihat borgol di tangan saya, jadi saya ingin mengungkap kalau saya memang akan ditangkap karena saya terlibat dalam penculikan kakak saya,” tukas Clara.Noah dan Ezra baru bisa bernapas lega setelah mendengar ucapan Clara. Kini, mereka bisa mempercayai Clara sepenuhnya karena perempuan itu benar-benar terlihat tulus dengan mengungkap kejahatannya sendiri.“Kalian mungkin t
Ivy duduk dengan tegak. Di depan wajahnya sudah terdapat kamera yang menyalah merah, sedangkan di belakang kamera terdapat Noah, Ezra, Bibi Puja, dan Clara.Mereka sudah memutuskan untuk melakukan siaran langsung di kediaman Ezra karena Ezra memiliki banyak alat perlengkapan di bidang teknologi. Tanpa waktu panjang, Ezra dan Ivy mencoba menyusun semuanya sampai siap diluncurkan.“Aku benar-benar takjub melihat kalian,” komentar Noah saat Ivy dan Ezra sibuk menyiapkan senjata.“Sekarang kau sadar kalau sudah menikah dengan perempuan hebat?” tanya Ezra.“Aku memang sudah sadar dari dulu karena buktinya hanya Ivy yang bisa menaklukkan hatiku,” jawab Noah.Ivy hanya tersenyum saat mendengar ucapan penuh rayuan dari Noah. Setidaknya hal itu mampu untuk menenangkan dirinya yang sedang dilanda kegugupan.“Kau siap, Ivy?” tanya Ezra.Ivy mengangguk. “Ya. Mulailah.”Sebelum Ezra menekan tombol merah di komputer yang nantinya akan meretas semua media di indonesia, tangannya sudah berkeringat di
Ivy menunggu kedatangan Ezra dengan gugup. Meskipun Clara dan Noah terus menanyakan perihal maksudnya, ia tetap tak bisa menjawab.“Tunggu Ezra datang,” balasnya secara berulang kali ketika Clara bertanya ada apa.Ezra juga memegang peran penting dalam rencananya. Ia dan Ezra harus bekerja sama agar semuanya rencana berjalan dengan baik.Setelah menunggu selama hampir tiga puluh menit, akhirnya Ezra datang bersama Bibi Puja. Mereka berdua masuk ke ruangan Clara dengan raut panik. “Bibi Puja?” tanya Clara.Bibi Puja yang sudah panik semakin gelagapan karena melihat Clara. Ia bahkan langsung bersembunyi di belakang tubuh Ezra karena takut berhadapan dengan Clara.“Jadi kau tiba-tiba hilang ternyata ikut dengan mereka?” tanya Clara, lagi.“Ya. Bibi Puja yang membantu Noah dan Ezra,” sahut Ivy.Bibi Puja masih berdiri di belakang Ezra dengan gemetar. Ia takut Clara akan memarahinya ataupun memukulnya. Akan tetapi, Clara tak bereaksi apa-apa selain mengangguk.“Oh.”Melihat reaksi Clara y
“Keadaanmu sudah sangat membaik. Kau minum obat secara teratur, melakukan terapi dan konsultasi rutin, juga mengerjakan semua tugas yang saya berikan.”Dokter Serlyn tersenyum manis saat mengungkap kemajuan keadaan Ivy. Akan tetapi, ia tahu kalau Ivy sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Meskipun ia melihat senyum Ivy sekarang, gurat wajahnya yang kaku tak bisa mengelabui matanya. “Jadi, apa ada yang mengganggumu lagi akhir-akhir ini?” tanyanya kemudian. Ivy mengangguk kaku, tetapi mulutnya tak kunjung bersuara hingga Dokter Serlyn mengulangi pertanyaannya.“Apa yang mengganggumu, Ivy? Kau bisa mengatakannya kepadaku,” ujarnya. Ivy memainkan jari-jemarinya ketika otaknya berusaha menyusun kalimat yang pas. Dokter Serlyn dengan sabar menanti sampai Ivy bersuara. “Dokter….” Ivy memanggil Dokter Serlyn dengan gugup.Dokter Serlyn mengangguk. “Ya?”“Menurut Dokter apa saya boleh balas dendam?” tanya Ivy dengan sangat lirih. “Kau ingin balas dendam?” tanya sang dokter, cukup terkejut
Clara sudah dirawat selama satu minggu lebih dan selama itu pula Ivy tak kunjung mendatanginya. Ia sempat terenyuh saat mendengar ucapan Ezra beberapa waktu yang lalu, tetapi semua itu sirna karena Ivy tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.“Ezra pasti hanya bermulut besar. Aku yakin Ivy senang melihatku tak berdaya seperti ini,” gumam Clara sambil menatap langit-langit rumah sakit. Ketika Clara hanyut dalam lamunannya, sayup-sayup ia mendengar suara Ivy. Ia melirik pintu ruang kamarnya dan yakin kalau Ivy yang baru saja berteriak di depan kamarnya. Ivy seperti sedang marah kepada Noah karena ia baru mengetahui keadaannya. Mereka terus berdebat alot sampai akhirnya masuk ke dalam ruangannya. Ia pun langsung menutup matanya dan berpura-pura tidur. Clara tak tahu kenapa ia harus berpura-pura di depan Ivy. Harusnya ia langsung berteriak marah kepadanya seperti biasa. Akan tetapi, ia lebih memilih diam dan terus berakting tak sadarkan diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
Clara merasa hidupnya sudah di ambang batas. Ia sudah yakin kalau dirinya akan mati saat disiksa dengan begitu kejam oleh ayahnya karena Ivy berhasil melarikan diri. Ia disekap selama berhari-hari dan akhirnya dibawa pergi dari rumah dengan niatan ingin dibuang.Ayahnya pasti mengira ia sudah menjadi mayat karena diam saja dan terus menutup mata, padahal ia memang sengaja berpura-pura pingsan agar siksaan itu terhenti. Ia juga menahan napasnya saat ayahnya mengecek alur napas di hidungnya.Saat berada di dalam mobil, Clara mendengar desisan ayahnya yang akan melemparkan mayatnya ke dalam lautan. Maka, saat ayahnya berhenti di pemberhentian bensin, ia segera kabur.Ia terus berlari dan bersembunyi hingga akhirnya ia tak sanggup lagi. Ia jatuh pingsan di tepian jalan dekat sungai dan sudah menyerah akan kehidupan.“Sebentar lagi aku pasti mati,” pikirnya.Di detik-detik menyakitkan itu, ia mulai terbayang dengan berbagai memori. Tentang kebersaman dengan mendian ibunya yang menghangatka
Ivy melewati lorong rumah sakit dengan jantung yang terus berdebar kencang. Setelah mendengar apa yang Noah sembunyikan, Ivy tak bisa menahan diri untuk tetap bergelung di atas tempat tidur.“Antarkan aku ke rumah sakit sekarang juga!” seru Ivy dengan berlonjak bangun.Ivy bahkan hampir lupa dengan kecacatan kakinya hingga ia hampir terjatuh dari tepat tidur sewaktu ingin bangun. Noah sontak menahan dirinya dan membantunya bersiap-siap dengan cepat.“Kau harus tenang Ivy. Jaga napasmu,” peringat Noah untuk kesekian kalinya.Noah terus mengatakan hal yang sama sejak membantunya bersiap-siap di rumah, di perjalanan menuju rumah sakit, hingga saat ini. Jika dihitung, mungkin sudah dari seratus kali Noah mengatakannya.“Aku akan tenang seandainya kau tak menyembunyikan hal ini dariku!” seru Ivy.“Aku menyembunyikannya karena tahu kalau kau akan bereaksi seperti ini. Aku tak ingin membuatmu makin khawatir,” ucap Noah.“Siapa yang tidak khawatir kalau adikku ditemukan hampir tewas dan sekar
Setelah Noah lebih tenang, ia melepaskan pelukan secara perlahan. Ivy mengapus air mata di wajah Noah dan memberi kecupan di setiap lekuk wajahnya. Noah pun melakukan hal yang sama.Bibir Noah terhenti cukup lama di bibir Ivy. Ia mengulum lembut bibir itu sembari menggendong tubuh Ivy dengan sigap dan membaringkannya ke tempat tidur. Ciuman itu tak terlepas sama sekali sampai Ivy menepuk-nepuk dadanya karena kehabisan napas.Mereka tak pernah melakukannya sejak Ivy siuman dari komanya. Mungkin sudah satu bulan berlalu Noah menahannya.Noah tahu ia harus memendam seluruh hasratnya karena keadaan Ivy yang masih lemah, sama seperti sekarang. Hanya saja posisi mereka yang sudah sangat dekat dan intim seperti ini membuat Noah lebih sulit menguasai diri.Ivy menyadari suasana yang jadi lebih intens di antara mereka. Kedua tangannya melingkar di leher Noah hingga membuat wajah Noah yang berada di atasnya hampir menempel di wajahnya.“Lakukan saja. Tak apa,” lirih Ivy.Noah menelan ludahnya