Share

Bab 6

Author: Sinda
last update Last Updated: 2024-09-24 16:36:36

Belum juga Bulan berhasil menyuapkan satu sendok bubur ke mulut, gadis itu dibuat terkejut saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ia menjadi panik karena Fara datang dengan tangis kencang.

"Tolong Ibuku, Bulan!" jerit wanita itu sambil berlutut di samping ranjang yang Bulan tempati. Air matanya berjatuhan deras.

Sendok di tangan Bulan taruh lagi. Ia mengerjap cemas pada Fara yang terus menangis dan melipat tangan di depan dada.

"Tuan ingin membunuh Ibuku, Bulan. Dia berkata akan membakar rumah Ibuku!"

Dua tangan Bulan mengepal. Giginya beradu menahan rasa takut dan juga amarah. Pria iblis itu ingin ingkar? Bukankah kemarin Bulan sudah bersikap patuh?

Lelaki jahanam itu mengigit Bulan kemarin. Bukan hanya satu, di perutnya sekarang ada dua bekas gigitan, bahkan di dadanya terdapat beberapa ruam kemerahan. Bulan sudah mengalah dan mengapa lelaki itu tetap ingin menyakiti Bik Tari?

"Tuan marah karena kau menamparnya. Karena itu dia sudah mengirim orang untuk membakar rumah Ibuku malam ini." Fara mendekat. Dipegangnya dua tangan Bulan. "Aku mohon, Bulan. Tolong lakukan sesuatu untuk mencegah Tuan membakar rumah Ibuku."

Air matanya yang jatuh membuat Bulan memalingkan wajah. Ia begitu marah sampai tak bisa berteriak dan malah menangis. Manusia macam apa yang ia sedang hadapi ini?

"Bulan, tolong aku." Fara menunduk, masih terus memohon.

Sebenarnya Bulan tak tahu harus melakukan apa. Ia sudah menjadi penurut kemarin. Namun, lihatlah apa yang lelaki itu perbuat. Hanya karena Bulan menamparnya satu kali, dia ingkar janji?

Pelan-pelan Bulan bangkit dari kasur. Jarum infus masih terpasang di punggung tangannya. Gadis itu terpaksa harus membawa kantung cairannya. Sambil melangkah mencari si lelaki gila itu, Bulan menimbang harus melakukan apa.

Bulan menemukan lelaki itu ada di ruang tamu. Sedang merokok santai, sembari dijagai beberapa pria bertubuh besar. Pandangan Bulan yang tak sengaja jatuh pada pisau kecil di meja memberi gadis itu sebuah ide.

Tidak seharusnya orang jahat dibiarkan hidup. Bik Tari bilang, orang ini masih bernapas sampai sekarang hanya karena warga takut padanya. Bulan bukannya tidak takut, tetapi bukankah ia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Bik Tari, orang yang sudah menolongnya, dicelakai?

Lelaki itu tampak melirik santai ketika menyadari kehadiran Bulan. Si gadis tebak, pria itu masih kesal karena ditampar kemarin. Orang itu memalingkan wajah, sok tak peduli.

Ini kesempatan bagus, batin Bulan. Kapan lagi ia punya peluang sebesar ini? Mengepalkan satu tangan, Bulan mempercepat langkah menuju meja. Saat belati yang  tadi diamati sudah berada dalam genggaman, Bulan membuang kantung cairan infus.

Benda itu jatuh di lantai, ikut tertarik ketika Bulan maju dan menikamkan belati di tangan kanannya ke arah dada si lelaki. Sayang, ujung runcing belati itu tak sempat menyentuh atau menembus kulit si pria, karena lebih dulu ditahan. Malah, kini Bukan merasakan perih yang menyengat dari punggung tangannya yang robek karena jarum infus yang dipaksa lepas.

Tepat di depan mata, Bulan melihat bagaimana darah menetes dari telapak tangan si lelaki yang memegangi belati. Tubuh Bulan menggigil menyaksikan pria itu tersenyum miring padanya. Satu kali tarikan, belati lepas dari tangan Bulan.

Pria itu melempar belati tadi, menimbulkan bunyi saat benda itu menyentuh lantai. Tergeletak tak berdaya. Bulan bahkan belum sempat mengambil napas saat tangan ditarik hingga tubuhnya terjatuh ke atas tubuh si lelaki.

"Mau membunuhku?" Pria itu bertanya dengan suaranya yang berat. Satu tangannya mengusap pipi Bulan, membuat jejak darahnya menempel di sana.

Perut Bulan bergejolak. Bulir keringat dingin memenuhi dahi dan lehernya. Bau amis darah memenuhi hidung si gadis, membuat paru-paru menyempit.

"Harusnya aku yang membunuhmu, karena sudah berani menamparku." Pria itu mengulum senyum karena mendapati mata Bulan yang berkedip sayu.

Tubuh perempuan itu lunglai, nyaris jatuh ke belakang kalau saja tak disanggah si lelaki. Bulan masih berusaha sadar, ia ingin berontak, tak sudi berada di atas pangkuan si lelaki. Namun, tenaganya hilang entah ke mana.

Gadis itu ingin berteriak, tetapi pada akhirnya hanya mampu melenguh sebab kini bibirnya sudah dibungkam bibir lelaki itu. Sedikit kasar dan hangat, Bulan ingin muntah. Matanya memejam dan air mata turun dari sana. Ketika pria itu membuka mulut dan melahap bibir Bulan, si gadis pun hilang kesadaran.

Kepala Bulan terkulai di bahu si lelaki. Si pria yang berusaha mengatur napas mengumpat rendah.

"Gadis ini payah sekali," komentarnya entah pada siapa.

Ia angkat tangan kiri Bulan. Darah mengalir dari punggung tangan kurus itu. Ada luka sobek di sana, akibat jarum infus yang tertarik lepas. Warna darahnya yang merah pucat sangat kontras dengan kulit pias si gadis.

"Aku yakin. Seminggu di sini, kau pasti mati," katanya kesal ke arah wajah Bulan.

"Panggilkan dokter, Reza," suruh lelaki itu pada salah satu anak buahnya.

Ia bangkit berdiri, membawa tubuh Bulan dalam gendongan untuk dipindahkan ke kamar. Pria itu tak sadar jika kini pandangan Reza sang anak buah mengikutinya dengan sorot cemas.

***

Ini bukan hal mudah bagi Reza. Sepanjang ia mengabdi, lelaki itu tak pernah mencampuri keputusan apa pun yang sang tuan buat. Menurutnya, sang bos bukan seseorang yang akan mengambil sikap ceroboh yang bisa membahayakan bisnis mereka.

Namun, kali ini Reza meragukan keputusan sang tuan.

Reza tahu jika sejak lama sang tuan sudah memperhatikan seorang gadis  di desa ini. Mungkin sekitar dua atau tiga tahun lalu, tuannya melihat seorang perempuan kurus yang kesusahan mengangkat air dari sumur dan bersimpati padanya. Reza bisa paham mengapa si bos iba.

Gadis itu terlihat lemah. Tubuhnya kurus. Meski tinggi, gadis itu tampak sangat rapuh. Membawa satu ember air saja dia kesusahan hingga beberapa kali tersandung dan hampir jatuh.

Memang gadis itu tidak jelek. Wajah kecil dengan sorot lugu di kedua mata coklatnya. Berkulit putih bersih, nyaris tak pernah mereka lihat sebelumnya berkeliaran di desa.

Dulu, ketika tuannya membantu perempuan itu, Reza tak punya firasat apa-apa. Mungkin, bosnya hanya kasihan pada seorang gadis desa yang lemah. Namun, kini firasat Reza berbeda.

Reza sudah merasakan firasat tak nyaman ketika tuannya membakar rumah seorang pria tua hanya untuk membuat gadis itu muncul. Lebih-lebih apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Gadis itu hendak membunuh sang tuan. Dia mengangkat belati dan nyaris berhasil menusuk dada si bos. Namun, bukannya menikam balik, Reza malah melihat tuannya mencium gadis itu.

Bukannya membuang gadis menyusahkan itu, tuannya malah peduli pada luka jarum di punggung tangan si perempuan, lalu memerintah Reza memanggilkan dokter. Sungguh, Reza punya firasat buruk soal ini.

Bukan Reza tak suka ada perempuan di samping bosnya. Namun, Fara sudah cukup. Walau wanita itu licik, tetap saja dia lebih baik karena tak mendapat rasa peduli seperti gadis lemah bernama Bulan itu. Terakhir kali sang tuan peduli pada seorang perempuan, mereka berakhir kacau. Reza tak mau hal itu terjadi lagi.

"Sungguh Bulan berusaha menikam Tuan?"

Suara itu membuat Reza mengusaikan kegiatan merenungnya. Pria itu melihat Fara datang dengan wajah marah. Padanya, ia memberi anggukkan kepala.

"Gadis sialan itu," desis Fara penuh kebencian. "Aku harus melakukan sesuatu padanya."

Reza menoleh dengan tatap mengejek. "Memukulnya, lalu kau ditampar lagi?"

Fara langsung memberi tatapan tajam pada lelaki yang sudah menghinanya itu. "Kalau kau lebih pintar, lakukan sesuatu agar gadis sialan itu dibuang. Dia bisa membuat kita susah."

Memalingkan wajah dan menatapi meja, Reza membenarkan ucapan Fara itu. Dia juga berpikir sudah harusnya melakukan sesuatu agar gadis itu tak terlalu lama di sekitar sang tuan. Ia harus melakukan sesuatu.

Related chapters

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 7

    Bulan sangat lapar. Lambungnya sudah terasa amat perih. Karenanya gadis itu terpaksa memakan sarapan yang Reza antarkan pagi ini. Meski kepalanya ribut melarang, tetapi Bulan kalah dengan keinginan untuk mengisi perut. Sehabis makan, gadis itu berlari ke kamar mandi yang disediakan di kamarnya. Ia muntah. Entah karena memang lambungnya masih bermasalah atau karena pertentangan batin yang gadis itu punya. Bulan merasa sangat tersiksa. Dulu ia dan sang ibu tak jarang kekurangan uang untuk makan. Mereka bahkan pernah hanya memakan singkong. Namun, Bulan tak merasa begitu tersiksa seperti sekarang. Perempuan itu lelah, ia sakit dan semua itu diperparah oleh rasa putus asa. Bulan tidak mau membayangkan nasibnya di hari-hari ke depan jikalau terus berada di sini. Di luar kamar mandi, Reza berdecak seraya mengambil ponsel. Tuannya berpesan. Jika gadis ini muntah atau pingsan lagi, Reza harus melaporkan. Reza tak habis pikir, apa yang penting soal muntah atau tidaknya gadis ini. Reza sel

    Last Updated : 2024-09-24
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 8

    Hal pertama yang Bulan ingat saat dirinya terjaga pagi ini adalah pria jahanam itu. Bagaimana lelaki tak punya perasaan itu tetap menjamah Bulan, meski si gadis sudah memohon, bahkan berlutut di kakinya. Bulan menjatuhkan air mata ketika duduk dan mendapati tubuhnya sudah mengenakan sepasang pakaian. Rahang Bulan mengetat menebak siapa yang memakaikan pakaian ini. Lelaki berengsek itu? Atau pria setan itu menyuruh salah satu anak buahnya? Bulan mengigit bibir kuat karena merasa sudah tak punya harga diri lagi. Mungkin, mati lebih baik dari ini, batinnya. Gadis itu bangun dari posisi berbaring. Kakinya baru saja menginjak lantai ketika akhirnya sadar jika sekarang tidak lagi berada di kamar si lelaki. Ini kamar tempat dirinya dikurung. Siapa yang memindahkannya ke sini? Ia berjalan menuju pintu. Namun, benda itu lebih dulu terbuka dan menampilkan pria yang tadi malam sudah menghancurkan harga diri Bulan. Si gadis otomatis menjeda langkah, tubuhnya memasang sikap waspada. Pria i

    Last Updated : 2024-09-25
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 9

    Jadi, Bulan sudah dijebak rupanya. Reza, berdalih agar bisa membebaskan Bulan, pria itu mengatur sebuah siasat. Bulan dibuat seolah sudah tidur dengan pria lain. Hal itulah yang membuat lelaki kejam itu begitu marah sampai mengusirnya. Ketika pria itu meninggalkan Bulan, Reza menyuntikkan obat tidur. Saat Bulan lelap, dirinya dipindahkan ke kamar tempat gadis itu biasa dikurung, kemudian seorang anak buah lelaki kejam itu dipanggil untuk bergabung. Reza memanggilkan tuannya agar melihat Bulan yang seolah-olah tidur dengan si aktor tadi. Dan bodohnya lelaki jahanam itu, dia percaya begitu saja. Bulan pun dikatai jalang dan diusir pergi. Meski keberatan difitnah, tetapi Bulan menemukan bahwa ini adalah cara yang bagus. Jadi, ia merasa tak perlu marah pada Reza. Masalahnya, bagaimana cara Bulan pergi jika supir-supir pick up tak ada yang mau memberinya tumpangan? "Tuan melarang mereka memberi tumpangan padamu." Perkataan Reza membuat Bulan melipat dahi. "Kenapa?" Reza meng

    Last Updated : 2024-09-25
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 10

    Menepikan beratnya mata dan lelah yang menyandera tubuh, Bulan meletakkan jerigen air di teras. Langkahnya yang pelan membelah kerumunan di rumah Bik Tari. Langkah itu menyepat kala melihat jika Bik Tari terduduk di lantai rumah, sementara lima orang pria bertubuh besar berdiri menjulang di depan wanita renta itu. Bulan menghampiri Bik Tari. Ia begitu terkejut menemukan ada lebam di wajah wanita itu. Menoleh pada pria-pria di ruangan tersebut, Bulan memicing marah. "Kalian memukul wanita?" Pertanyaannya bermuatan cemooh. Kelima orang itu saling berpandangan, kemudian mengangguk singkat. Salah satunya berbicara pada Bulan. Menyuruh perempuan itu menyingkir sebab mereka masih ingin memberi pelajaran pada Bik Tari. "Apa yang terjadi? Bik Tari salah apa?" Bulan menarik-narik tangannya dari pria yang berusaha menyeretnya menjauh. "Lepaskan aku!" Ia menjerit kala melihat tubuh renta Bik tari dipukuli pria lainnya dengan balok kayu. Bulan meronta sekuat tenaga. Ia injak kaki pria y

    Last Updated : 2024-09-25
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 11

    "Tuan, ibunya Fara sudah datang." Kabar dari Reza terpaksa membuat pria itu menyudahi kegiatan melamun. Ia tekan ujung rokok ke asbak yang nyaris penuh, sambil terus menatapi Reza. Kemudian, kakinya melangkah menuju pintu, keluar dari kamar. Ia melempar senyum pada Tari yang duduk dengan tatapan tajam di ruang tamu rumahnya. Wanita itu tua memang tampak menyedihkan dengan beberapa luka lebam di wajah dan lengan. Mungkin masih banyak di tempat lain, tetapi untuk apa ia peduli? "Di mana putriku?" Dua tangan Tari terkepal. Ia menatap pria muda di depannya dengan kebencian menyala-nyala di mata. Malang bagi Tari. Ia akhirnya tahu bahwa putri satu-satunya yang ia kira bekerja di kota ternyata menjadi peliharaan pria paling jahat di desa mereka. Sepulang dari ladang kemarin, ia tak sengaja melihat Fara dalam sebuah mobil. Wanita renta itu berusaha mengikuti dengan sepeda tuanya, lalu menemukan anaknya di dalam rumah sang ketua preman. Fara menceritakan semuanya. Dan Tari begitu ke

    Last Updated : 2024-09-26
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 12

    Hari ini Fara kembali datang ke kamar untuk mengantar makanan. Tak mau mencari masalah dengan wanita itu, Bulan menerima. Ia baru akan menyuap makanan itu ke mulut saat Fara berucap tajam. "Menyenangkan dijadikan peliharaan?" Selera makan Bulan langsung pergi. Namun, lapar membuatnya tetap menyuapkan makanan ke mulut. Mengunyah dengan wajah tebal, sebisa mungkin Bulan makan dengan cepat. Fara mendekat setelah piring Bulan kosong. Diberikannya piring kecil berisi obat yang harus diminum. Bulan menelan itu tanpa banyak protes, membuat Fara tersenyum tipis penuh kesinisan. "Apa Bik Tari baik-baik saja?" tanya Bulan dengan tatapan penuh harap. "Kenapa kau tidak bertanya pada Tuan? Nasib ibuku ada di tangannya. Dan itu tergantung bagaimana caramu bersikap." Fara melirik kesal pada nampan tempat piring kotor Bulan, juga gelas kosong gadis itu. "Karena kau, aku harus melakukan pekerjaan pelayan." Wanita itu menyugar rambutnya putus asa. Ia berang. Mendidih darahnya. Dia berbuat

    Last Updated : 2024-09-26
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 13

    Aro segera menghampiri Bulan saat dilihatnya perempuan itu limbung. Beruntung gerakannya gesit hingga berhasil mencegah tubuh kurus dan lemah itu membentur lantai yang keras. Aro membuatnya bersandar di dada. Ia intip wajahnya, ternyata sungguhan pingsan. Lagi. Pria itu menghela malas. Matanya memicing pada semua anak buahnya yang masih memegang senjata masing-masing. Bulan si gadis lemah dan penakut ini jelas akan pingsan bila tiba-tiba dibidik delapan orang seperti sekarang. "Turunkan senjata itu. Kalian ini kenapa?" protes Aro dengan tangan kanan di kepala Bulan, sementara tangan satunya membelit punggung gadis itu. "Maaf, Tuan." Pimpinan dari bawahan Aro maju dengan kepala tertunduk. "Dia menyebut nama Tuan tadi." Kini tatapan Aro tak runcing lagi. Ia baru sadar bila dirinyalah yang membuat peraturan itu. Aturan yang mengatakan bahwa siapa pun yang menyebut namanya harus dilenyapkan. Dan barusan Bulan melanggar peraturan itu. Pria itu menunduk. Menatapi wajah Bulan ya

    Last Updated : 2024-09-27
  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 14

    Di meja reyot milik Tari, kini berbagai macam makanan tersaji. Sayuran hijau, daging yang digulai dan dimasak kecap. Sup, ayam goreng, bahkan ada jus terhidang di sana. Namun, tak ada senyum di wajah Tari. Malah, wanita renta itu kini menekuk ujung bibir seolah tengah menahan kemurkaan. "Buk, ayo, makan." Fara yang sejak tadi menunggu ibunya menyentuh makanan yang ia bawa akhirnya buka suara. Fara sengaja menyuruh orang untuk membeli semua makanan ini. Ia memang punya rencana mengunjungi si ibu. Fara kira, ia dan ibunya butuh bicara setelah apa yang terjadi. "Buk?" Fara baru hendak menyentuh tangan ibunya ketika wanita itu tiba-tiba saja menepis kasar tangannya. Tak sampai di sana saja, Tari mendorong meja makan kecil itu hingga terbalik dan semua makanan di atasnya tumpah, berserak di lantai. "Aku tidak perlu semua makananmu itu!" Tari berteriak murka. "Jika semua makanan itu kau beli dengan uang dari lelaki jahat itu, aku lebih baik makan lumpur!" Fara terhenyak untuk se

    Last Updated : 2024-10-02

Latest chapter

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 48 [Selesai]

    "Kekanakan."Meski disuarakan dengan pelan, tetapi telinga Bulan masih mampu menangkap kalimat itu. Tentu saja yang mengatakannya adalah Aro. Pria yang duduk di sebelahnya itu.Siapa yang Aro sebut kekanakan? Bulan? Hah, si wanita dengan yakin menyebut bahwa pria itulah yang kekanakan. Jika Aro memang sudah dewasa, punya pemikiran khasnya pria matang, jelas dia tak akan menolak usulan Bulan untuk menikah.Memang, apa susahnya menikah? Itu adalah hal normal yang dilakukan orang-orang dewasa. Namun, si preman satu itu malah menolaknya mentah-mentah.Aro memberi alasan. Katanya, pernikahan itu tidak terlalu penting. Juga, mengadakan pernikahan akan membuat mereka lelah. Pesta dan segala macam halnya hanya akan membuat sakit kepala.Sungguh, Bulan tak paham mengapa bisa Aro memiliki pemikiran demikian. Menikah itu tidak rumit. Bulan juga tak membutuhkan pesta besar yang mewah dan mengundang banyak orang. Memang, mereka punya kerabat? Tidak.Bulan hanya ingin ada pernikahan. Yang sederhana

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 47

    Aro menggebrak meja hingga menghasilkan bunyi debuman yang kencang. Barang-barang di atas meja itu bergetar, syukurnya tak sampai jatuh ke lantai. Beberapa pelayan yang menunggui pria itu di dapur serentak berjengit dan memegangi dada akibat terkejut. Bahkan, ada beberapa yang sudah pucat wajahnya. Pelayan di dapur itu kebanyakan memang orang lama. Pelayan-pelayan yang sempat diberhentikan Aro usai memutuskan mengasingkan Bulan ke rumah yang berada di tengah hutan. Sejak seminggu lalu mereka dipanggil kembali. Mereka orang lama, tahu betul watak Aro. Namun, tetap saja masih merasa takut tiap kali melihat majikan mereka marah-marah seperti sekarang. Aro memang sudah begini sejak dua hari lalu. Uring-uringan, begitu cepat tersulut emosi pada hal-hal kecil yang berjalan tak sesuai maunya. Dan pagi ini hal tersebut terjadi lagi, penyebabnya adalah Bulan yang menolak sarapan. Sekarang sudah pukul sembilan. Biasanya, sang nona sudah turun pukul tujuh. Namun, sampai sekarang Gino belum ju

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 46

    Sungguh. Bulan sama sekali tak ingin mengganggu rencana siapa pun. Entah itu rencana Aro yang nekat sekali datang sendirian bertemu Fara. Atau rencana tiga anak buah Aro yang baik hati sekali mau menyelundupkannya dalam rencana ini.Bulan tak ingin ikut campur. Apalagi, sampai mengacau. Inginnya, ia hanya melihat dari jauh, seperti perintah Reza. Namun, sebuah hal yang tak diduga atau diharap baru saja terjadi. Dan Bulan tak mampu menahan diri untuk tetap berada di dalam mobil, seperti yang Reza suruh.Maka perempuan itu turun. Dengan langkah cepat, bahkan setengah berlari ia menghampiri teras rumah Fara. Si pemilik rumah jelas terkejut melihat kehadirannya. Dan Aro barusan sudah berdecak kesal. Pria itu marah, sudah jelas. Barusan Bulan menganggu, pun kehadirannya di sini pasti tak diharapkan. Namun, lagi-lagi Bulan tidak peduli. Yang ia inginkan adalah harus menjauhkan Fara dari prianya.Didorongnya Fara hingga berjarak dengan Aro. Ia sendiri berdiri di depan si pria. Matanya yang

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 45

    "Tuan, aku tahu di mana Doni."Fara yang tiba-tiba menghubunginya langsung memberi kabar yang memang Aro butuhkan. Aro harus mengakui jika anaknya Toni itu mewarisi sifat licik ayahnya. Daris dan Gino gagal menangkapnya kemarin. Pun, hingga saat ini Aro masih belum tahu di mana Doni bersembunyi.Sudah ia sisir semua sudut di desa. Bahkan, Aro menugaskan sekelompok anak buahnya memeriksa kebun dan hutan. Namun, Doni tetap tak ditemukan. Dan tentu saja informasi dari Fara ini langsung menarik seluruh atensinya.Fara berjanji akan memberitahu di mana Doni. Asal, Aro mau datang dan menemuinya. Syarat lain, Aro harus datang seorang sendiri."Aku takut Daris dan Gino akan menuduhku berbohong, Tuan. Mereka bisa saja membunuhku."Begitu alasan yang Fara katakan saat Aro bertanya mengapa dirinya harus datang sendiri. Karena situasinya sedang terdesak, Aro pun menyetujui tawaran Fara. Ia akan menemui si perempuan sendirian. Sesuatu yang langsung ditentang Daris atau pun GIno."Dia itu perempuan

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 44

    Pagi ini Aro harusnya pergi ke kebun. Ada lahan yang mesti ditanam ulang. Namun, sebelum ke sana, pria itu ingin menemui Bulan dulu. Tak ada agenda penting. Si lelaki hanya ingin melihat wajah Bulan.Saat tiba, Bulan sedang duduk di halaman depan. Kegiatan rutinnya setelah hamil, Bulan suka berjemur. Katanya, sinar matahari pagi terasa hangat dan membuat suasana hatinya baik.Bukan sesuatu yang sulit mengabulkan permintaan itu. Jadi, Aro membiarkan Bulan melakukannya. Bulan boleh keluar, berada di halaman depan selama setengah jam untuk menikmati matahari paginya."Gino bilang kau tidak menghabiskan supmu pagi ini." Aro duduk di sebelah Bulan setelah tiba. Ia langsung suarakan laporan yang didapat dari Gino."Aku kenyang. Aku menghabiskan bubur jagung." Perempuan itu tersenyum penuh permintaan."Sup daging itu baik untukmu. Kau bisa makan bubur jagung kapan saja." Aro mati-matian menahan diri untuk tak melakukan sesuatu pada bibir yang melengkung lucu itu.Bulan sungguh tahu cara mera

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 43

    Fara mengerang kencang. Dua tangannya mencengkram seprei dengan kuat. Sehebat sensasi sakit sekaligus nikmat yang kini menerpa seluruh tubuh. Wanita itu mengejang, sebelum kemudian tubuhnya bergetar.Pria di belakang Fara menarik diri. Ikut rebah di samping si wanita, senyumnya mengembang."Kau hebat. Pantas Aro memakaimu bertahun-tahun," puji lelaki itu.Namanya Doni. Berusia empat puluh tahun, dia anak sulung Toni yang selama ini menghilang bak ditelan bumi. Sengaja ia menyembunyikan keberadaan karena dulu malas diperintah-perintah sang ayah.Fara bertemu dengannya seminggu lalu. Ia mendapati Doni tengah berada di depan kediaman Aro alias bekas rumah ayahnya. Kalau bukan dibujuk Fara untuk membuat rencana yang lebih masuk akal, mungkin malam itu Doni sudah nekat masuk ke rumah Aro dan membunuh orang yang sudah menghabisi ayahnya.Doni memang benci pada ayahnya. Pria itu tak mau menyerahkan tampuk kepemimpinan semua usaha bisnis secara cuma-cuma. Doni harus mulai dari bawah, sesuatu

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 42

    Aro menaikkan satu bongkah besar buah sawit terakhir ke truk. Pria itu tancapkan tongkatnya ke tanah. Menyeka wajah yang berpeluh dengan kaus, pria itu melihat Daris menghampiri. Anak buahnya itu pasti membawa kabar soal Bulan.Hari ini seperti biasa Aro ikut memanen sawit. Sejak pagi ia di sini. Sudah lewat tengah hari sekarang. Pekerjaan harusnya selesai tepat waktu meski dia tak membantu nantinya. Aro merasa perlu ikut kegiatan bodoh yang Daris usulkan.Daris meminta kemarin. Sampai memohon. Katanya, memberikan apa yang Bulan inginkan sangat penting sekarang ini. Sebab wanita itu sedang hamil. Jadi, Daris mengabulkan salah satu keinginan Bulan, yakni mengutip berondolan sawit.Gila kalau kata Aro. Namun, sebab dirinya telanjur menjelaskan apa itu mengidam kemarin, maka pria itu pun terpaksa membiarkan Daris mewujudkan permintaan Bulan. Sore ini perempuan itu dibolehkan meninggalkan rumah dan datang ke kebun."Tuan, Nona sudah sampai," beritahu Daris usai mencapai tempat Aro berdiri

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 41

    Seminggu setelah ia pulang dari rumah sakit, Bulan kembali melihat Aro. Pria itu datang ke rumahnya. Sudah datang dari siang, tetapi hingga sore mereka belum terlibat pembicaraan apa-apa.Terakhir kali berjumpa di rumah sakit, Bulan dan Aro tak menemukan kesepakatan apa pun sebab ia pingsan. Aro beberapa kali datang lagi, itu pun tak bicara. Menemui Bulan saja jarang, kalau pun pria itu datang ke ruangan rawat, hanya akan melirik sekilas dan lebih banyak bicara pada Gino atau Reza.Meski bingung, tetapi Bulan bisa sedikit lega. Setidaknya, ia dan sang janin masih diberi kesempatan hidup sampai sekarang. Sampai hari ini mungkin, karena akhirnya Aro muncul, mendatanginya. Tak mungkin lelaki itu datang tanpa tujuan.Saat Aro datang tadi, Bulan sedang di ruang tengah. Perempuan itu duduk dan melamun. Sama seperti yang selalu ia lakukan selama dikurung di sini. Sekarang, si perempuan jelas tak bisa melakukan itu. Ia tak bisa duduk tanpa gelisah sebab sedari tadi Aro terus menatapi.Berulan

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 40

    Cuaca hari itu tak jelek. Matahari cerah, tetapi tidak terik. Terlebih, di kiri dan kanan jalanan yang Reza lewati adalah pohon. Harusnya perjalanan mereka bisa sedikit terbantu, kalau saja nasib sedang bagus.Padahal ini jalan perkebunan, harusnya satu-satunya yang membuat tak nyaman hanya medan yang tak rata. Kadang pasir, kadang bebatuan. Namun, dasarnya hari ini bukan hari yang baik.Bulan masih kesakitan. Reza dibuat makin cemas saat melihat gaun rumah Bulan di bagian belakang sudah basah dan mencetak noda merah yang mengerikan. Reza tak mau membayangkan semenderita apa wanita itu kini.Selain harus menahan sakit, Bulan pasti sangat cemas akan kondisi janin di rahimnya. Karena itulah sejak tadi wanita itu tak berhenti menangis. Jika sedari tadi Reza masih berusaha menenangkan, kini pria itu tak bisa mengatakan apa-apa, selain umpatan.Hari ini kesialan bertubi-tubi datang. Setelah harus mengendarai pick up tua dan menempuh perjalanan jauh hanya untuk mencapai jalanan desa, sekara

DMCA.com Protection Status