"Suci … bangun, Nak. Ini sudah jam berapa?" Suara seorang wanita yang tidak asing di telinganya, membangunkan Suci yang tengah tertidur pulas di kamar.
Wanita paruh baya yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Suci menggeleng-gelengkan kepala.
"Kamu bisa terlambat pergi bekerja Suci, ini sudah jam tujuh. Ayo cepat bangun!" ujarnya lagi menutup pintu.
Suci mengerjapkan matanya, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Dia sadar kalau dia baru saja bermimpi.
Tidak ada lagi kastil atau pria yang diketahuinya sebagai bosnya tidur di sampingnya. Sepertinya benar kalau dia hanya bermimpi selama ini.
Suci bangun dan menurunkan kakinya ke atas lantai, baru saja akan menginjakkan kedua kakinya. Suci kembali terduduk karena merasa pangkal pahanya sangat sakit.
"Aww…." ringisnya kembali terduduk di atas ranjang. "Kenapa sakit sekali?"
Susah payah Suci menyeret kakinya berjalan menuju kamar mandi. Apa yang terjadi padanya? Bukankah semalam itu hanya mimpi? Kenapa tubuh intinya sangat sakit?
Bahkan untuk buang air kecil saja Suci merasakan perih yang teramat sangat di dalam sana. Astaga … apa mimpi benar-benar bisa membuat wanita kehilangan keperawanannya?
Suci merasa dirinya pasti sudah gila saat ini, bahkan bayangan pergulatan panas semalam masih jelas berlarian di otak kecilnya.
Butuh setidaknya sejam lebih untuk Suci bersiap dan menahan rasa sakit di bawah sana. Wanita itu berjalan dengan hati-hati menuruni tangga.
"Kamu kenapa?" tanya Charlie ayah Suci.
"Tidak apa-apa Dad. Hanya sedang datang bulan saja," sahutnya beralasan.
Pria yang hobi membaca koran itu mengangguk dan kembali memusatkan perhatiannya pada lembaran-lembaran di tangannya.
Mereka sedang duduk di depan meja makan menunggu ibu Suci selesai menyiapkan sarapan.
"Tumben sekali kamu bangun siang Suci, Mommy tidak tahu kamu pulang jam berapa semalam."
Wanita yang masih memakai celemek bermotif batik itu berjalan membawa piring berisi omelet ditangannya.
"Aku lembur semalam, Mom. Jadi aku pulang sedikit larut…," sahutnya tanpa beban.
Iya, Suci hanya ingat dia pulang dari kantor setelah lembur bersama rekan kerjanya Olivia.
"Ya sudah, cepat habiskan makananmu. Nanti kamu pergi bersama Daddy ke kantor."
"Mommy tidak ke toko?"
"Tidak, mommy dirumah saja. Mommy lelah seharian membantu Daddy kamu di sana, tapi tidak pernah diberikan jajan setiap mommy minta!" kesal wanita paruh baya keturunan Indonesia itu mencurahkan isi hatinya.
"Baru juga kemarin daddy kasih, Beb. Masa sekarang sudah minta lagi? Heran daddy uangnya dibelikan apa!" sela Charlie membela diri.
"Namanya juga wanita, kebutuhan kami, kan banyak. Bilang saja kalau kamu tidak mau mengeluarkan uang lagi untuk istri sendiri!" cibir Susi istrinya.
Suci hanya menjadi pendengar yang baik dengan perdebatan kedua orang tuanya ini. Menjadi anak tunggal di keluarga berbeda budaya, membuat Suci terbiasa menghadapi cara keduanya menyelesaikan masalah.
Paling nanti juga setelah ini mereka akan masuk ke kamar dan terdengar bunyi barang berhamburan dari dalam sana, pikirnya.
"Aku pergi dulu," ujar Suci berdiri dari kursi meja makan.
"Tunggu, biar Daddy yang mengantarkanmu…." tahan Charlie.
"Tidak perlu, Daddy disini saja membujuk mommy. Aku pergi dulu." Suci pamit, berjalan meninggalkan dua orang yang kembali berdebat itu.
Dia lelah jika harus menghabiskan banyak waktunya di pagi ini mendengarkan orang tuanya yang saling menyalahkan satu sama lain.
Sesampainya di perusahaan tempatnya bekerja, Suci tidak sengaja bertemu dengan pria yang semalam ada dalam mimpinya.
Pipi Suci seketika memanas membayangkan pergulatan mereka dalam mimpi basahnya. Astaga … apa-apaan itu? Otakku benar-benar tidak masuk akal, gumamnya.
Suci harus menaiki lift untuk bisa sampai ke lantai ruangan di mana dia bekerja. Bersamaan dengannya, pria berambut putih yang adalah atasannya di kantor, sudah lebih dulu masuk kedalam.
"Kamu tidak masuk?" tanya seorang pria yang dikenalnya sebagai sekretaris bos besar mereka.
"Ti-tidak Pak, saya sedang menunggu teman…," sahut Suci gugup.
Sekretaris bos besarnya itu mengangguk dan menekan tombol lift. Sebelum pintu itu tertutup, manik mata biru Rey menatap dalam manik mata coklat tua Suci.
Pandangan mata dinginnya membuat tubuh Suci seketika kaku, hingga tanpa sadar menahan nafasnya sendiri sampai pintu lift tertutup rapat.
Bodoh! Kenapa aku malah memimpikan pria pucat itu? Kesalnya dalam hati.
Menunggu sampai pintu lift itu kembali terbuka, Suci masuk menuju lantai tempatnya bekerja.
"Kamu kemana saja dua hari ini Suci?" sapa Olivia mendekati meja rekan kerjanya.
"Hah? Dua hari? Bukannya aku baru masuk kemarin?"
"Astaga, apa kamu masih bermimpi Suci? Kamu sudah dua hari tidak masuk. Kepala divisi kita sampai menanyakannya padaku, kenapa kamu tidak masuk bekerja!"
Suci terdiam, apa benar dia tidak masuk kerja selama itu? Bukannya semalam dia baru saja pulang lembur bersama Olivia?
"Hei, diam lagi kamu!" sentak Olivia mencolek lengan Suci.
"Ah iya, aku tidak kemana-mana, Liv. Aku hanya—"
"Suci…!" panggil kepala divisi mereka memotong pembicaraan dua teman itu.
Suci sontak berdiri dan buru-buru menghampiri wanita yang seumuran dengan ibunya.
"I-iya, Bu?"
"Kamu diminta ke ruangan HRD sekarang. Kamu akan dipindahkan ke ruangan Presdir di bagian timnya."
"Apa?" kaget Suci. "Kenapa tiba-tiba begini, Bu? Apa saya bekerja tidak baik di divisi ini?"
"Sama sekali bukan karena itu Suci, mereka hanya sedang kekurangan pegawai saat ini. Kamu diminta mengisi kekosongan tim yang ada di sana," terang kepala divisi itu.
Suci yang kaget dengan pemberitahuan dari kepala divisinya, malah bleng seketika. Bagaimana mungkin pria yang baru semalam dia mimpikan sedang bercinta dengannya malah akan bertemu dengan dia tiap hari.
Suci jadi malu sendiri jika ada orang lain yang tahu tentang mimpi anehnya semalam.
"Ayo cepat Suci, mereka sudah menunggumu sekarang!" perintah kepala divisinya lagi.
"Baik, Bu."
Dengan langkah gontai, Suci kembali ke meja kerjanya yang disambut tepukan bahagia dari Olivia.
"Wah, selamat Suci. Aku ikut senang mendengar kamu akan pindah ke lantai paling atas bersama pemimpin kita. Aku jadi iri padamu…."
"Tapi aku tidak mau pindah, Liv. Aku tidak mau bekerja dan setiap hari harus bertemu dengan pria berambut putih itu!" keluh Suci terduduk lemas di kursinya.
"Jangan bicara begitu Suci. Walau bagaimanapun dia yang menggaji kita disini. Kerja saja dengan baik dan jangan lupakan temanmu di bawah sini," goda Olivia mulai merapikan barang-barang Suci di atas meja.
Menghembuskan nafas yang berat, Suci berjalan keluar dari ruangan di mana dia bekerja selama beberapa tahun ini. Wanita itu masuk lagi ke dalam lift menuju lantai paling atas gedung.
Selama berada di dalam lift Suci tidak berhenti menggerutu. Sial sekali nasibku ini, kenapa juga aku harus pindah kesana setelah mendapatkan mimpi aneh itu?
Suci membentur-benturkan kepalanya ke dinding lift dengan tangan memegang kotak sedang berisi barang-barangnya.
Begitu pintu lift terbuka, Suci melangkah dengan gugup berjalan mencari ruangan sekretaris bos besarnya yang bersebelahan dengan ruangan Rey.
Mengetuk pintu sambil membawa kotak barangnya di tangan, Suci terlonjak kaget mendengar suara bariton dari arah belakang dia.
"Aaaa…." teriaknya menjatuhkan kardus yang Suci bawa.
"Kenapa kamu berteriak-teriak disini?!" sentak suara bariton itu menatapnya tajam.
"Ma-maaf, Pak. Aku … aku disuruh kepala divisi keuangan kesini, Pak," sahut Suci terbata.
"Jadi kamu yang akan dipindahkan kesini?" tanya pria itu lagi masih menatap tajam wanita di depannya.
Suci tidak berani menatap manik mata biru atasannya yang seperti akan memakannya bulat-bulat.
"I-iya Pak, aku diminta kepala divisi kesini setelah melapor di bagian HRD tadi."
"Lihat aku, kenapa kamu menunduk? Apa aku ada di bawahmu sekarang?!" ujar Rey setengah membentak.
"Ma-maaf Pak." Suci ragu-ragu mendongak, menatap pria tampan dengan rahang yang tegas di depannya.Pria yang sempat dia ledek waktu itu bersama Olivia tampak sangat tampan dari arah sini.Bayangan wajah pria ini pun begitu jelas dalam mimpinya. Bagaimana pria itu tidur di sampingnya, serta bagaimana pria ini menyetubuhinya dengan sangat lembut semalam. Suci merasa kepalanya sudah tidak waras sekarang."Ambil barangmu dan ikut aku!" ujar Rey lagi berjalan meninggalkan Suci yang masih tertegun dengan ketampanan sosok atasannya."Aku hitung sampai lima, kalau kamu belum juga masuk ke ruanganku. Aku akan memberimu hukuman!" ancamnya.Suci bergegas mengambil barang miliknya yang berserakan di lantai, dan melangkah cepat masuk keruangan Rey."Ternyata kamu cukup sigap untuk seorang wanita." Rey tersenyum tipis melihat Suci yang terlihat takut mendapatkan huku
Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey."Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya."Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi."Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini.""Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?""Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny
"Bangun Suci…." Suara bariton terdengar di telinga wanita berwajah mulus tanpa noda itu.Manik mata cokelat tuanya terbuka perlahan, dan tertegun menatap wajah tampan di depannya."Ayo bangun, kita sudah sampai…," ujar suara itu lagi.Seakan tersadar, Suci melompat bangun dari tidurnya dan menyadari kalau dia tengah berada di dalam sebuah mobil."Aku di mana?"Rey berdecak menatap Suci tajam. "Tentu saja ada di bumi, kamu pikir kamu ada di bulan sekarang!"Suci menatap ke sekelilingnya, mendapati mobil yang sedang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah yang terlihat seperti hotel."Ayo turun!" ajak Rey lagi.Pria berkulit pucat itu keluar lebih dulu meninggalkan Suci yang masih kebingungan di kursi mobil.Wanita itu bergegas turun saat menyadari Rey s
"Kita akan menginap disini, Pak?" Rey mengangguk dan menjatuhkan dirinya ke sofa kamar hotel."Apa aku boleh pulang saja, Pak?" tanya Suci lagi."Kenapa memangnya? Apa kamar yang aku pesan ini tidak cukup bagus untukmu?"Suci mengangkat dua tangan ke atas dada dan mengayunkannya dengan cepat. "Bukan, bukan begitu, Pak. Aku hanya—""Tidurlah disini, kita akan pulang besok pagi!" potong Rey bangkit dari sofa."Tapi, Pak. Aku tidur di mana nanti?""Kamu bisa tidur di sofa kalau kamu mau," sahut Rey santai.Suci melongo, tidak menyangka atasannya akan berkata begitu padanya. Bagaimana mungkin pria berambut putih itu menyuruhnya tidur di sofa? Apa dia tidak bisa memesankan satu kamar lagi untuknya?Kesal, Suci menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Dia ingin sekali protes, tapi Rey sudah lebi
"Dari mana saja kamu, hah?!" sentak Rey saat Suci baru saja masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mengagetkan aku, Pak." sahut Suci mengusap dada."Aku tanya kamu dari mana?!" tanya Rey lagi."Aku dari bawah, Pak. Mencari makanan untuk kita, tapi aku tidak sempat memesan makanan karena bertemu dengan Tuan Heinze di sana," terang Suci berdiri di depan atasannya."Apa? Kenapa kamu berkeliaran sendirian di sini? Apa aku menyuruhmu ke bawah, hah?!"Rey kembali memarahinya untuk hal yang tidak penting menurut Suci. Apa pria ini memang hobi marah-marah pada orang lain sejak dulu?Dia masih kesal dengan perlakuan tuan Heinze padanya dan kini Rey malah menambah rasa kesalnya? Suci ingin sekali melempar sepatunya ke wajah Rey sekarang."Kenapa kamu diam?!" Rey masih membentak Suci."Lalu aku harus menjawab apa? Aku la
"Kamu mau ke mana Suci?" tanya Susi melihat anaknya sudah tampak cantik dan menawan."Aku akan menemani bosku ke sebuah pesta, Mom."Susi mengernyit. "Kamu mau pergi lagi dengan bosmu malam ini?" Suci mengangguk."Apa kalian sudah dekat sekarang, hm?" goda wanita paruh baya itu."Maksud Mommy apa? Kami hanya sebatas atasan dan bawahan, Mom … jangan berpikir yang tidak-tidak!" elak Susi dengan wajah yang memerah."Mommy hanya bertanya Suci, kamu yang terlalu berburuk sangka dengan mommy.""Terserah Mommy saja, aku pergi dulu. Dia sudah menungguku di luar.""Ya, buat dia terus terpesona denganmu…!" sahut Susi setengah berteriak sebelum pintu depan rumah mereka tertutup.Suci melangkah cepat masuk ke dalam mobil bosnya dengan perasaan bahagia. Entah karena ucapan ibunya, atau karena tahu d
Hai … Akhirnya novel kedua author di Platform ini selesai … Setelah hampir sempat terbengkalai dan kadang up karena kesibukan, author bisa menamatkan juga Tuan Vampire kita hari ini … Terima kasih untuk semua pembaca setia Tuan Rey dan Suci yang selalu setia menanti up … Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah beli koin dan ngasih Vote untuk pasangan Vampire dan manusia kita, yah … Tidak ada kata-kata yang cukup menggambarkan kebahagiaan serta rasa terima kasih author untuk semua pembaca … Dan seperti pengumuman-pengumuman author sebelumnya, author akan umumkan pemenang Giveaway kita berdasarkan vote atau pemberi GEM 3 terbanyak … Nama-namanya adalah sebagai berikut:: 1. Sari Ariswati dengan jumlah 57 GEM 2. Sheril Warouw dengan jumlah 33 GEM 3. Ziza Ziz S dengan jumlah 30 GEM Untuk para pemenang bisa langsung DM author @adamvanda yah … Bagi pemenang yang tinggal di luar Pulau Jawa, author minta maaf nanti ongkirnya ditanggung pemenang yah … Atau bisa juga japri auth
"Kau apa…!?" "Aku akan mengakhiri kesepakatan kita hari ini." Rey tertegun selama beberapa saat, kaget mendengar pengakuan pemimpin terakhir Kaum Hitam di depannya. Setelah berbicara dengan Suci malam tadi, King pergi menemui Raja Vampire di kastilnya. Kedatangan pria berjambang itu sempat membuat seluruh penjaga kastil heboh termasuk Michael. Pria itu dengan sigap menahan King, menanyakan apa maksud kedatangannya ke sini. Rey yang saat itu tengah berada di kamar beristirahat, langsung keluar begitu mendengar suara keributan dari luar. "Besok kau bisa menjemput wanitamu di kerajaanku. Aku sudah mengatakan padanya dia bisa pergi besok pagi bersamamu." King menyambung ucapannya, berbicara lantang duduk berhadapan dengan Rey. Tidak terlihat keraguan sedikitpun diwajah King, dia sudah siap dan menerima semua takdir cinta bertepuk sebelah tangannya pada Suci. Rey masih diam mencerna perkataan King. Datang ke kastilnya disaat hampir pagi dan mendengar berita tidak terduga ini dari
Pukul delapan malam Suci memberanikan diri mengetuk pintu kamar King yang tepat bersebelahan dengan kamarnya.Dengan rasa gugup dan pikiran yang bersalah, Suci meyakinkan dirinya untuk bertemu dengan King malam ini juga.Entah keberanian dari mana sampai wanita yang hanya memakai gaun tipis dengan jubah panjang yang menutupinya berdiri di depan pintu kayu jati besar yang perlahan terbuka dari dalam.King menampakkan dirinya dengan wajah terkejut. "Nona?" ucapnya kaget.Suci tersenyum tipis dan masuk ke dalam tanpa dipersilahkan oleh King. Pria itu tertegun beberapa saat dan menutup kembali pintu kamarnya perlahan."Apa aku mengganggu malammu?" tanya Suci berdiri membelakangi pria bertubuh kekar itu."Ti-tidak. Aku hanya sedang membaca buku saja," jawab King sedikit gugup.Suci mengedarkan pandangan menatap ke seluruh sudut kamar King yang
"Nona …." King mendekati wanita yang tengah sibuk dengan kegiatannya di taman samping kerajaan Kaum Hitam.Sembari menunggu Rey, suaminya. Suci mengambil beberapa bunga mawar putih dan merah yang sengaja ditanam King di sekitar sana.Selain ingin membuat Suci betah, King ingin wanita itu punya kesibukan di kerajaannya selain duduk berjam-jam bersama Raja Vampire.King tahu Suci pasti akan sangat bahagia jika ada bunga-bunga cantik yang ditanam di tempat itu."Kau … ada apa kau ke sini?" risih Suci.Dia hanya tidak mau Rey salah paham jika melihat King ada di sana bersamanya disaat Rey belum datang."Aku hanya ingin bicara sebentar denganmu," ucap King tanpa basa basi.Suci menghembuskan nafas panjang, beranjak dari dekat taman dan duduk di kursi panjang tempat dia dan Rey biasa menghabiskan waktu bersama. Bunga yang Su
"Bisakah kau jelaskan apa maksud semua ini, Nona?!" Thomas masuk ke dalam kamar istri pemimpinnya setelah Nani lebih dulu masuk ke sana. Maid pribadi Suci hanya tertunduk begitu Suci menatapnya bertanya-tanya melihat Thomas juga ikut masuk bersamanya. "Apa maksudmu menjelaskan semua ini, Thomas?" Suci bangkit dari sofa sudut kamar, mendekati pria dan wanita Kaum Hitam itu. "Ini … aku menemukan ini dari Nina!" Thomas menunjukkan botol kecil berisi cairan berwarna merah yang tinggal sedikit. Suci mengernyit kemudian beralih menatap Nina lagi. Dia mengerti kenapa maid pribadinya hanya tertunduk sejak Nina masuk ke sini. "Tolong jelaskan kenapa Nona meminta Nina memasukkan ini ke dalam ramuan obat Tuan King!" sambung Thomas tidak sabar. Suci terlihat membuang nafas kasar, melewati Thomas dan berhenti di depan jendela kamarnya. "Apa aku perlu menjelaskan kepentingan pribadiku padamu?!" Suci melipat tangan di depan dada. "Meskipun kau Kaum kepercayaan King, bukan berarti kau berhak
"Thomas!""Iya, Tuan?""Aku merasa ada yang tidak beres." King duduk seperti biasa mengamati dari jauh pasangan suami istri yang kemarin sempat bertengkar, kini sudah berbaikan.Rey dan Suci duduk berdekatan di kursi taman samping kerajaan Kaum Hitam dengan kemesraan mereka.Sempat bertengkar malah membuat keduanya semakin mesra satu sama lain. Suci bahkan tidak sungkan lagi mencium pipi dan bibir Rey di sana, tidak peduli ada di mana mereka saat ini."Apa maksud Tuan ada yang tidak beres?" Thomas bertanya."Tubuhku. Ada yang tidak beres dengan tubuhku." Thomas mengernyit, semakin bingung dengan maksud ucapan pemimpinnya."Aku merasa tubuhku semakin sehat sekarang. Kemarin tabib juga berkata demikian. Kondisi tubuhku perlahan membaik, katanya."Thomas diam, mencoba menelaah perkataan King. Dari
"Ini sudah dua hari My Lady. Apa kamu masih tidak ingin menemuiku?" Rey mengetuk pintu kamar Suci dari luar.Wanitanya masih saja tidak mau bertemu dengan Rey setelah pertengkaran mereka waktu itu. Suci sengaja mengunci diri di kamar setiap kali Rey datang menemuinya seperti hari ini."Tolong jangan mengacuhkan aku My Lady. Aku merindukanmu," ucap Rey dengan wajah yang sendu.Suci tidak terdengar menyahutinya dari dalam. Rey semakin sedih dan merasa bersalah. Tidak tahu sampai kapan wanitanya akan mendiamkan dia seperti ini."Mungkin istriku masih marah padamu Tuan Rey." King mendekati Raja Vampire dari arah depan lorong menuju kamar.Pria berjambang itu tampak bahagia melihat Rey terus diacuhkan Suci. Selama mereka bertengkar, King sudah banyak melewati waktu-waktu yang indah bersama Suci.Dengan Suci dan Rey bertengkar seperti ini, intensitas pertemuan kedu
"Kamu masih marah?" Rey diam tidak menjawab.Suci menghembuskan nafas panjang, duduk di samping suaminya. Sejak kemarin Rey tidak mau berbicara dan hanya diam duduk di dekatnya di taman samping kerajaan Kaum Hitam.Mengetahui wanitanya menjaga pemimpin Kaum Hitam semalaman membuat hati Rey kesal. Pria itu sengaja mendiamkan Suci agar bisa memberi peringatan padanya kalau apa yang dilakukan Suci pada King tidak dia suka."Lalu kamu mau aku bagaimana Rey? Apa aku harus membelah tubuhku menjadi dua demi bisa menyenangkan hati kamu dan dia?!" Suara Suci terdengar meninggi seiring rasa putus asanya membujuk pria pucat itu.Bagi Suci, Rey sangat egois dan tidak memikirkan posisinya juga sebagai istri King. Meski tidak pernah menganggap pernikahan mereka ada, namun sebagai wanita manusia yang punya belas kasih, Suci merasa wajib membantu King terlepas dari rasa cinta Kaum Hitam itu padanya.
"Nona … apa yang Nona lakukan?!" pekik wanita maid yang baru saja masuk ke dalam dapur kerajaan."Tidak perlu berteriak begitu, Nina. Suaramu bisa membangunkan satu kerajaan!" Suci terkejut, membuang nafas panjang sebelum melanjutkan apa yang sedang dia lakukan di dalam dapur."Ma-maaf, Nona. Tapi apa yang Nona lakukan? Ini—" "Jangan berkata apa-apa, Nina," potong Suci cepat. "Kau diam saja di sana dan perhatikan apa yang aku lakukan!" Wanita keturunan Kaum Hitam dengan seragam maid putih hitam seketika bungkam menutup mulutnya rapat.Bau amis darah begitu tercium menyengat hampir ke seluruh penjuru dapur. Buru-buru wanita berambut pendek itu menutup semua pintu dan jendela yang ada di sana, takut jika ada Kaum lain yang melihat apa yang terjadi di dalam dapur."Nona seharusnya tidak melakukan ini. Tuan King akan sangat marah jika mengetahui apa yang Nona lakukan." Nina kembali bersuara melihat banyaknya darah yang menetes dari telapak tangan Suci.Suci tengah mengumpulkan darahnya