"Ma-maaf Pak." Suci ragu-ragu mendongak, menatap pria tampan dengan rahang yang tegas di depannya.
Pria yang sempat dia ledek waktu itu bersama Olivia tampak sangat tampan dari arah sini.
Bayangan wajah pria ini pun begitu jelas dalam mimpinya. Bagaimana pria itu tidur di sampingnya, serta bagaimana pria ini menyetubuhinya dengan sangat lembut semalam. Suci merasa kepalanya sudah tidak waras sekarang.
"Ambil barangmu dan ikut aku!" ujar Rey lagi berjalan meninggalkan Suci yang masih tertegun dengan ketampanan sosok atasannya.
"Aku hitung sampai lima, kalau kamu belum juga masuk ke ruanganku. Aku akan memberimu hukuman!" ancamnya.
Suci bergegas mengambil barang miliknya yang berserakan di lantai, dan melangkah cepat masuk keruangan Rey.
"Ternyata kamu cukup sigap untuk seorang wanita." Rey tersenyum tipis melihat Suci yang terlihat takut mendapatkan hukuman darinya.
"Mulai hari ini kamu akan bekerja satu ruangan denganku."
"Satu ruangan, Pak?" tanya Suci memastikan.
"Iya, aku akan meminta Michael menambah meja dan kursi untukmu disini."
"Ta-tapi, Pak. Kenapa harus satu ruangan? Apa disini tidak ada ruangan yang lain lagi?" protes Suci.
"Kamu terlalu banyak bicara dengan tubuh kecilmu itu!"
Eh, kenapa ucapannya mirip sekali dengan yang ada di mimpiku? Gumam wanita berbibir tipis itu dalam hati.
"Jika kamu mau bekerja denganku, kamu harus mendengarkan semua perintahku dan jangan coba-coba membantah! Aku paling tidak suka di bantah!" sambung Rey masih menatap Suci penuh arti.
Kenapa kepribadian mereka sangat mirip dengan mimpiku? Astaga … apa mimpi itu seperti ramalan yang akan terjadi pada kita di kemudian hari? Suci larut dalam pikirannya hingga tidak sadar Rey sudah berdiri di depannya.
"Kamu melamun, hm?"
"Eh…." Suci kaget dan refleks mundur ke belakang.
Tidak sengaja wanita itu menyambar vas bunga di atas bufet ruangan atasannya hingga pecah.
"Astaga … ma-maaf, Pak." Suci buru-buru meletakkan kardus yang masih dia bawa di tangannya, dan menunduk mengambil serpihan-serpihan vas bunga yang pecah.
Karena gugup takut dimarahi lagi oleh Rey, Suci malah tidak sengaja melukai jari telunjuknya hingga berdarah.
"Aww…," ringis Suci.
"Apa kamu tidak bisa berhati-hati?!" sentak Rey menarik jari Suci dan menghisap darahnya yang keluar dengan cepat.
Suci membola tidak menyangka pria dingin itu akan bersikap semanis ini padanya. Wajahnya seketika merona dengan dada yang berdebar tidak karuan.
Wajah mulus dengan hidung mancung bak seluncuran itu terlihat begitu tampan. Bulu matanya yang lentik ke bawah dengan bibirnya yang tipis di bagian atas dan tebal di bagian bawah, menambah kesan pesona pria dengan kulit tubuhnya yang pucat.
Entah kenapa Suci jadi ingin berlama-lama menatap wajah tampan Rey yang ikut berjongkok di depannya.
"Lain kali jangan memegang benda-benda tajam seperti ini lagi Suci. Darahmu terlalu berharga jika sampai keluar sedikit saja…."
"I-iya, Pak. Maaf aku memecahkan vas bungamu." jawab Suci menarik tangannya dari genggaman Rey.
"Vas bunga masih bisa aku beli lagi, tapi darahmu … tidak akan pernah bisa tergantikan!" sahut Rey penuh makna.
Suci mengangguk dan menyambut uluran tangan Rey yang membantunya untuk berdiri. Malu-malu wanita itu kembali menyentuh tangan halus atasannya.
"Sekarang kamu duduk disitu. Aku akan mengobati jarimu!" tunjuk Rey di kursi sofa tamunya.
"Tidak perlu, Pak. Ini hanya luka kecil, aku tidak apa-apa…," sahut Suci tidak enak.
"Berapa kali harus aku katakan padamu jangan pernah membantahku Suci?!" Rey sedikit menekan nada suaranya, memberi kesan bahwa dia mulai kesal dengan sikap pembangkang wanita itu.
Suci hanya bisa menelan salivanya dalam, takut menyela ucapan pria itu lagi. Sikap pemaksa Rey yang dominan, membuat Suci tidak bisa bergerak dengan leluasa dan harus mengikuti semua perintah atasannya ini.
Sepertinya dia harus mulai terbiasa dengan sikap Rey, jika masih mau bekerja disini pikirnya.
Pria bertubuh pucat itu pergi mengambil kotak obat di dalam lemari setelah Suci duduk, dan kembali menjatuhkan dirinya di samping Suci.
"Ulurkan tanganmu." Suci memberikan tangan kanannya yang terluka di bagian jari telunjuk.
Rey dengan lembut mulai mengolesi obat merah pada luka goresan itu, dan membungkusnya dengan perban.
Ah, kenapa pria ini harus perhatian begini? Sudah lama aku tidak pernah diperhatikan oleh seorang pria, gumam Suci.
Wajah serius Rey mengalihkan perhatian Suci. Berada sedekat ini saja bisa membuat jantung Suci bertalu-talu tidak karuan. Dia khawatir Rey bisa mendengar detak jantungnya saat ini.
"Kamu sudah puas memandangiku?" Rey mendongak, menatap manik mata coklat tua Suci.
Tatapan mata mereka sempat bertemu selama beberapa detik, sebelum Suci mengalihkan pandangannya dari Rey.
Wanita itu tidak sanggup jika harus berlama-lama saling menatap seperti itu, apalagi dalam jarak yang sangat dekat dengan atasannya.
Rey tersenyum tipis melihat wajah Suci yang tampak memerah, hingga menjalar ke bagian telinganya.
"Pergilah temui Michael, kamu bisa menanyakan padanya apa pekerjaanmu disini!"
Suci tersadar dan refleks bangkit dari atas kursi sofa tamu ruangan Rey. "Ba-baik, Pak," jawabnya gugup.
Wanita berambut panjang itu melangkah cepat menuju pintu keluar ruangan atasannya. Jantungnya bisa-bisa meledak jika dia masih berdiam diri di dalam sana, pikir Suci.
"Tunggu." Rey menahan langkah kaki Suci.
Pria bertubuh tinggi itu ikut berdiri menatap Suci yang berbalik menghadapnya.
"I-iya, Pak?" Wanita itu masih gugup, tidak mau menatap Rey.
"Barang-barangmu jangan dibiarkan begitu saja, letakkan kardus itu di atas lemari!" perintah Rey dengan tangan berada di saku celana panjang hitamnya.
"Baik, Pak." Suci dengan sigap mengangkat kardus berisi barangnya dan meletakkannya di atas lemari.
Dia berusaha berhati-hati , tidak ingin teledor lagi seperti tadi. Rey masih memperhatikannya saat ini dari jauh.
"Aku permisi, Pak…," pamit Suci keluar dari ruangan atasannya.
Di balik pintu yang tertutup, Suci mengusap dadanya yang semakin gila berdetak di dalam sana. Entah kenapa di perhatikan seperti itu oleh pria setampan Rey, bisa membuat hatinya tidak tenang.
Baru beberapa jam mereka bersama, Suci sudah tidak bisa bernafas dengan baik. Entah apa jadinya jika setiap hari dia harus bertemu dan berdekatan seperti tadi dengan Rey.
"Tenang saja Suci, jangan bertindak bodoh apalagi memalukan di depannya!" Suci berusaha menguatkan dirinya sendiri, sambil terus berusaha menetralisir detak jantungnya.
Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey."Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya."Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi."Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini.""Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?""Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny
"Bangun Suci…." Suara bariton terdengar di telinga wanita berwajah mulus tanpa noda itu.Manik mata cokelat tuanya terbuka perlahan, dan tertegun menatap wajah tampan di depannya."Ayo bangun, kita sudah sampai…," ujar suara itu lagi.Seakan tersadar, Suci melompat bangun dari tidurnya dan menyadari kalau dia tengah berada di dalam sebuah mobil."Aku di mana?"Rey berdecak menatap Suci tajam. "Tentu saja ada di bumi, kamu pikir kamu ada di bulan sekarang!"Suci menatap ke sekelilingnya, mendapati mobil yang sedang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah yang terlihat seperti hotel."Ayo turun!" ajak Rey lagi.Pria berkulit pucat itu keluar lebih dulu meninggalkan Suci yang masih kebingungan di kursi mobil.Wanita itu bergegas turun saat menyadari Rey s
"Kita akan menginap disini, Pak?" Rey mengangguk dan menjatuhkan dirinya ke sofa kamar hotel."Apa aku boleh pulang saja, Pak?" tanya Suci lagi."Kenapa memangnya? Apa kamar yang aku pesan ini tidak cukup bagus untukmu?"Suci mengangkat dua tangan ke atas dada dan mengayunkannya dengan cepat. "Bukan, bukan begitu, Pak. Aku hanya—""Tidurlah disini, kita akan pulang besok pagi!" potong Rey bangkit dari sofa."Tapi, Pak. Aku tidur di mana nanti?""Kamu bisa tidur di sofa kalau kamu mau," sahut Rey santai.Suci melongo, tidak menyangka atasannya akan berkata begitu padanya. Bagaimana mungkin pria berambut putih itu menyuruhnya tidur di sofa? Apa dia tidak bisa memesankan satu kamar lagi untuknya?Kesal, Suci menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Dia ingin sekali protes, tapi Rey sudah lebi
"Dari mana saja kamu, hah?!" sentak Rey saat Suci baru saja masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mengagetkan aku, Pak." sahut Suci mengusap dada."Aku tanya kamu dari mana?!" tanya Rey lagi."Aku dari bawah, Pak. Mencari makanan untuk kita, tapi aku tidak sempat memesan makanan karena bertemu dengan Tuan Heinze di sana," terang Suci berdiri di depan atasannya."Apa? Kenapa kamu berkeliaran sendirian di sini? Apa aku menyuruhmu ke bawah, hah?!"Rey kembali memarahinya untuk hal yang tidak penting menurut Suci. Apa pria ini memang hobi marah-marah pada orang lain sejak dulu?Dia masih kesal dengan perlakuan tuan Heinze padanya dan kini Rey malah menambah rasa kesalnya? Suci ingin sekali melempar sepatunya ke wajah Rey sekarang."Kenapa kamu diam?!" Rey masih membentak Suci."Lalu aku harus menjawab apa? Aku la
"Kamu mau ke mana Suci?" tanya Susi melihat anaknya sudah tampak cantik dan menawan."Aku akan menemani bosku ke sebuah pesta, Mom."Susi mengernyit. "Kamu mau pergi lagi dengan bosmu malam ini?" Suci mengangguk."Apa kalian sudah dekat sekarang, hm?" goda wanita paruh baya itu."Maksud Mommy apa? Kami hanya sebatas atasan dan bawahan, Mom … jangan berpikir yang tidak-tidak!" elak Susi dengan wajah yang memerah."Mommy hanya bertanya Suci, kamu yang terlalu berburuk sangka dengan mommy.""Terserah Mommy saja, aku pergi dulu. Dia sudah menungguku di luar.""Ya, buat dia terus terpesona denganmu…!" sahut Susi setengah berteriak sebelum pintu depan rumah mereka tertutup.Suci melangkah cepat masuk ke dalam mobil bosnya dengan perasaan bahagia. Entah karena ucapan ibunya, atau karena tahu d
"Ini laporan yang Pak Rey minta." Suci menyodorkan sebuah dokumen ke tangan atasannya."Kamu sudah memeriksanya dengan teliti?"Suci mengangguk. "Sudah, Pak.""Bagus, kalau begitu pesankan aku makan siang." Rey menaruh dokumen di tangannya begitu saja ke atas meja."Bapak tidak ingin memeriksanya lagi?" kaget Suci."Tidak perlu, aku yakin kamu pasti mampu menyelesaikan laporan itu dengan baik."Suci hanya bisa mengangguk, mengikuti apa yang dikatakan pria berkulit pucat itu. Dia kembali duduk di depan meja kerjanya dan menghubungi seseorang untuk memesan makanan untuk Rey."Bapak, ingin makan apa?" tanya Suci lupa bertanya tadi."Darah….""Apa?""Maksud aku daging … steak," sahut Rey merutuki mulutnya sendiri.Hampir saja di
Hai … Akhirnya novel kedua author di Platform ini selesai … Setelah hampir sempat terbengkalai dan kadang up karena kesibukan, author bisa menamatkan juga Tuan Vampire kita hari ini … Terima kasih untuk semua pembaca setia Tuan Rey dan Suci yang selalu setia menanti up … Terima kasih juga untuk pembaca yang sudah beli koin dan ngasih Vote untuk pasangan Vampire dan manusia kita, yah … Tidak ada kata-kata yang cukup menggambarkan kebahagiaan serta rasa terima kasih author untuk semua pembaca … Dan seperti pengumuman-pengumuman author sebelumnya, author akan umumkan pemenang Giveaway kita berdasarkan vote atau pemberi GEM 3 terbanyak … Nama-namanya adalah sebagai berikut:: 1. Sari Ariswati dengan jumlah 57 GEM 2. Sheril Warouw dengan jumlah 33 GEM 3. Ziza Ziz S dengan jumlah 30 GEM Untuk para pemenang bisa langsung DM author @adamvanda yah … Bagi pemenang yang tinggal di luar Pulau Jawa, author minta maaf nanti ongkirnya ditanggung pemenang yah … Atau bisa juga japri auth
"Kau apa…!?" "Aku akan mengakhiri kesepakatan kita hari ini." Rey tertegun selama beberapa saat, kaget mendengar pengakuan pemimpin terakhir Kaum Hitam di depannya. Setelah berbicara dengan Suci malam tadi, King pergi menemui Raja Vampire di kastilnya. Kedatangan pria berjambang itu sempat membuat seluruh penjaga kastil heboh termasuk Michael. Pria itu dengan sigap menahan King, menanyakan apa maksud kedatangannya ke sini. Rey yang saat itu tengah berada di kamar beristirahat, langsung keluar begitu mendengar suara keributan dari luar. "Besok kau bisa menjemput wanitamu di kerajaanku. Aku sudah mengatakan padanya dia bisa pergi besok pagi bersamamu." King menyambung ucapannya, berbicara lantang duduk berhadapan dengan Rey. Tidak terlihat keraguan sedikitpun diwajah King, dia sudah siap dan menerima semua takdir cinta bertepuk sebelah tangannya pada Suci. Rey masih diam mencerna perkataan King. Datang ke kastilnya disaat hampir pagi dan mendengar berita tidak terduga ini dari
Pukul delapan malam Suci memberanikan diri mengetuk pintu kamar King yang tepat bersebelahan dengan kamarnya.Dengan rasa gugup dan pikiran yang bersalah, Suci meyakinkan dirinya untuk bertemu dengan King malam ini juga.Entah keberanian dari mana sampai wanita yang hanya memakai gaun tipis dengan jubah panjang yang menutupinya berdiri di depan pintu kayu jati besar yang perlahan terbuka dari dalam.King menampakkan dirinya dengan wajah terkejut. "Nona?" ucapnya kaget.Suci tersenyum tipis dan masuk ke dalam tanpa dipersilahkan oleh King. Pria itu tertegun beberapa saat dan menutup kembali pintu kamarnya perlahan."Apa aku mengganggu malammu?" tanya Suci berdiri membelakangi pria bertubuh kekar itu."Ti-tidak. Aku hanya sedang membaca buku saja," jawab King sedikit gugup.Suci mengedarkan pandangan menatap ke seluruh sudut kamar King yang
"Nona …." King mendekati wanita yang tengah sibuk dengan kegiatannya di taman samping kerajaan Kaum Hitam.Sembari menunggu Rey, suaminya. Suci mengambil beberapa bunga mawar putih dan merah yang sengaja ditanam King di sekitar sana.Selain ingin membuat Suci betah, King ingin wanita itu punya kesibukan di kerajaannya selain duduk berjam-jam bersama Raja Vampire.King tahu Suci pasti akan sangat bahagia jika ada bunga-bunga cantik yang ditanam di tempat itu."Kau … ada apa kau ke sini?" risih Suci.Dia hanya tidak mau Rey salah paham jika melihat King ada di sana bersamanya disaat Rey belum datang."Aku hanya ingin bicara sebentar denganmu," ucap King tanpa basa basi.Suci menghembuskan nafas panjang, beranjak dari dekat taman dan duduk di kursi panjang tempat dia dan Rey biasa menghabiskan waktu bersama. Bunga yang Su
"Bisakah kau jelaskan apa maksud semua ini, Nona?!" Thomas masuk ke dalam kamar istri pemimpinnya setelah Nani lebih dulu masuk ke sana. Maid pribadi Suci hanya tertunduk begitu Suci menatapnya bertanya-tanya melihat Thomas juga ikut masuk bersamanya. "Apa maksudmu menjelaskan semua ini, Thomas?" Suci bangkit dari sofa sudut kamar, mendekati pria dan wanita Kaum Hitam itu. "Ini … aku menemukan ini dari Nina!" Thomas menunjukkan botol kecil berisi cairan berwarna merah yang tinggal sedikit. Suci mengernyit kemudian beralih menatap Nina lagi. Dia mengerti kenapa maid pribadinya hanya tertunduk sejak Nina masuk ke sini. "Tolong jelaskan kenapa Nona meminta Nina memasukkan ini ke dalam ramuan obat Tuan King!" sambung Thomas tidak sabar. Suci terlihat membuang nafas kasar, melewati Thomas dan berhenti di depan jendela kamarnya. "Apa aku perlu menjelaskan kepentingan pribadiku padamu?!" Suci melipat tangan di depan dada. "Meskipun kau Kaum kepercayaan King, bukan berarti kau berhak
"Thomas!""Iya, Tuan?""Aku merasa ada yang tidak beres." King duduk seperti biasa mengamati dari jauh pasangan suami istri yang kemarin sempat bertengkar, kini sudah berbaikan.Rey dan Suci duduk berdekatan di kursi taman samping kerajaan Kaum Hitam dengan kemesraan mereka.Sempat bertengkar malah membuat keduanya semakin mesra satu sama lain. Suci bahkan tidak sungkan lagi mencium pipi dan bibir Rey di sana, tidak peduli ada di mana mereka saat ini."Apa maksud Tuan ada yang tidak beres?" Thomas bertanya."Tubuhku. Ada yang tidak beres dengan tubuhku." Thomas mengernyit, semakin bingung dengan maksud ucapan pemimpinnya."Aku merasa tubuhku semakin sehat sekarang. Kemarin tabib juga berkata demikian. Kondisi tubuhku perlahan membaik, katanya."Thomas diam, mencoba menelaah perkataan King. Dari
"Ini sudah dua hari My Lady. Apa kamu masih tidak ingin menemuiku?" Rey mengetuk pintu kamar Suci dari luar.Wanitanya masih saja tidak mau bertemu dengan Rey setelah pertengkaran mereka waktu itu. Suci sengaja mengunci diri di kamar setiap kali Rey datang menemuinya seperti hari ini."Tolong jangan mengacuhkan aku My Lady. Aku merindukanmu," ucap Rey dengan wajah yang sendu.Suci tidak terdengar menyahutinya dari dalam. Rey semakin sedih dan merasa bersalah. Tidak tahu sampai kapan wanitanya akan mendiamkan dia seperti ini."Mungkin istriku masih marah padamu Tuan Rey." King mendekati Raja Vampire dari arah depan lorong menuju kamar.Pria berjambang itu tampak bahagia melihat Rey terus diacuhkan Suci. Selama mereka bertengkar, King sudah banyak melewati waktu-waktu yang indah bersama Suci.Dengan Suci dan Rey bertengkar seperti ini, intensitas pertemuan kedu
"Kamu masih marah?" Rey diam tidak menjawab.Suci menghembuskan nafas panjang, duduk di samping suaminya. Sejak kemarin Rey tidak mau berbicara dan hanya diam duduk di dekatnya di taman samping kerajaan Kaum Hitam.Mengetahui wanitanya menjaga pemimpin Kaum Hitam semalaman membuat hati Rey kesal. Pria itu sengaja mendiamkan Suci agar bisa memberi peringatan padanya kalau apa yang dilakukan Suci pada King tidak dia suka."Lalu kamu mau aku bagaimana Rey? Apa aku harus membelah tubuhku menjadi dua demi bisa menyenangkan hati kamu dan dia?!" Suara Suci terdengar meninggi seiring rasa putus asanya membujuk pria pucat itu.Bagi Suci, Rey sangat egois dan tidak memikirkan posisinya juga sebagai istri King. Meski tidak pernah menganggap pernikahan mereka ada, namun sebagai wanita manusia yang punya belas kasih, Suci merasa wajib membantu King terlepas dari rasa cinta Kaum Hitam itu padanya.
"Nona … apa yang Nona lakukan?!" pekik wanita maid yang baru saja masuk ke dalam dapur kerajaan."Tidak perlu berteriak begitu, Nina. Suaramu bisa membangunkan satu kerajaan!" Suci terkejut, membuang nafas panjang sebelum melanjutkan apa yang sedang dia lakukan di dalam dapur."Ma-maaf, Nona. Tapi apa yang Nona lakukan? Ini—" "Jangan berkata apa-apa, Nina," potong Suci cepat. "Kau diam saja di sana dan perhatikan apa yang aku lakukan!" Wanita keturunan Kaum Hitam dengan seragam maid putih hitam seketika bungkam menutup mulutnya rapat.Bau amis darah begitu tercium menyengat hampir ke seluruh penjuru dapur. Buru-buru wanita berambut pendek itu menutup semua pintu dan jendela yang ada di sana, takut jika ada Kaum lain yang melihat apa yang terjadi di dalam dapur."Nona seharusnya tidak melakukan ini. Tuan King akan sangat marah jika mengetahui apa yang Nona lakukan." Nina kembali bersuara melihat banyaknya darah yang menetes dari telapak tangan Suci.Suci tengah mengumpulkan darahnya