Veronica menantang tidak berkedip menatap netra pria yang mencekal dagunya. Pikirannya berputar cepat, memikirkan celah bisa mendorong tubuh pria itu agar bisa keluar dari gang sempit bercahaya temaram tersebut untuk meminta tolong. Veronica benar-benar salah jalan. Pada kiri kanan Veronica hanya ada dinding batu tinggi sebagai dinding rumah tempat tinggal warga dan malam yang telah cukup larut, membuat gang tempat Veronica berada sangat sepi.Sesekali Veronica mendengar deru motor familiar pada telinganya. Tetapi pria di depannya semakin mencengkeram kuat dagu Veronica hingga mulutnya terbuka dan kesulitan untuk berteriak minta tolong. "Bukannya aku tidak tertarik akan uangmu, tetapi menikmati tubuhmu lebih dulu jauh menggugah minatku!" Lino berbicara dengan sinar mata sangat licik di atas wajah Veronica. Lino tidak lagi berniat membawa Veronica untuk Arkada, tetapi ia akan menikmati terlebih dahulu yang nanti setelahnya diberikan pada Arkada. Dendam dalam diri Lino mengingat per
Ivar, asisten pribadi Alfred Mussolini sedang mengikut pertemuan rahasia Alfred dengan Edward ketika ponselnya berdering, panggilan telpon dari Lino. "SOS." Lino mengucapkan kode membutuhkan bantuan pada Ivar dan tanpa menunggu lawan bicaranya menjawab, Lino sudah memutuskan sambungan telponnya. Sebagai sahabat dari saudara Lino yang tewas, Ivar memang menjanjikan akan memberikan bantuan kapanpun Lino membutuhkannya. Setelah berbisik dekat telinga Alfred, Ivar pergi keluar dari ruangan diikuti oleh Bobby yang dianggukkan oleh Edward memberikan persetujuannya mengikuti Ivar agar pria itu semakin mengenal lingkungan Amalfi Coast. Ivar tahu keadaan Lino darurat, karena sejak pria itu bekerja menjadi asistennya Arkada, baru kali ini Lino meminta bantuannya. Ivar menghubungi beberapa preman lokal untuk ikut datang ke tempat Lino berada sesuai dengan deteksi lokasi ponselnya.*****Ujung gang jalanan setapak, tepi tebing lautan yang bagian bawahnya terlihat jauh lebih gelap karena pencah
Fokus Veronica hanya pada Zeze, napasnya berhembus lega ketika melihat Zeze bukan hanya mengampuni para preman tetapi juga bertanggung jawab membantu memperbaiki salah satu preman yang ia buat cidera otot. Freyaa sudah melepaskan genggamannya di tangan Veronica, berlari menghampiri Zeze dengan kedua lengan terkembang lebar. "Aow ...!" Veronica yang tidak memperhatikan sekeliling, terpekik terkejut merasakan lengan kasar membebat pinggangnya."Hari ini kau akan mati di tanganku, Veronica!" bisik orang yang memeluk pinggang Veronica, seraya meniupkan napas ke samping wajah Veronica.Sang pria yang tak lain adalah Bobby tersebut, melucuti ponsel Veronica yang ia temukan di dalam kantung pakaian dan sebelumnya Veronia matikan dayanya. Ponsel tersebut dilemparkan ke arah lautan dan Veronica tetap bergeming tak peduli selain berusaha menahan tubuh juga mengumpulkan tenaga agar bisa terlepas tanpa mencelakai janin dalam perutnya. Di sisi lain, lengan Freyaa yang terentang berlari ingin mem
Zeze dan Owen telah berada di kapal yang kembal dijalankan oleh rekan Owen menuju suatu tempat. "Kenapa kita tidak kembali ke kediaman paman? Kita mau pergi kemana?" Freyaa bertanya menoleh pada Veronica dan Zeze yang ia tatap bergantian."Veronica sedang tidak aman bersama paman. Ada orang jahat yang ingin menyakiti Nicca." Zeze menjawab pertanyaan Freyaa yang sekejap menoleh pada Veronica untuk mencari kebenaran perkataan saudarinya. "Bukankah akan lebih bahaya posisi paman jika kita pergi meninggalkannya ..." Veronica berdehem pelan, meraih Freyaa agar duduk ke atas pangkuannya dan menutupi tubuhnya menggunakan selimut. "Maaf. Nanti begitu kita mendarat, Freyaa dan Zeze boleh kembali, hem?" tutur Veronica lembut yang ditanggapi Freyaa menatap lekat ke arah Zeze. "Owen akan membawamu kembali ke kediaman. Aku sudah berjanji akan menjaga Nicca." Zeze memberikan jawaban dari pertanyaan di tatapan mata Freyaa padanya. Usai berkata, Zeze bangkit berdiri menghampiri juru kemudi. Angi
Luca sama sekali tak membiarkan Felix bernapas lega, kembali menarik kerah pakaian saudaranya itu dan melemparkannya ke arah guci keramik mahal Ariana di dalam ruangan kerja Gerardo. Pranggg ...!Suara pecahan guci bergema di dalam ruangan. Luca melompat cepat untuk mengunci tubuh Felix yang meringis mengelus pinggangnya, terkena goresan guci. "Kau bilang pada Mike jika tak mencinta Veronica. Kau menikahinya untuk membalaskan dendam atas kematian Mommy dan Om Joko?!" dengkus Luca menarik bagian depan pakaian Felix yang telah kusut untuk dia bawa berdiri sejajar dengannya. "Kau bukan menyimpan dendam, Felix! Tapi kau adalah pria pengecut yang mencari pelampiasan untuk meluahkan perasaan kecewamu!" analisa Luca tepat sasaran."Kenapa kau begitu sangat emosi hanya karena Veronica? Dia istriku ...jangan bilang kau ..."Jedug! Luca mengadu keningnya dengan kening Felix hingga suaranya seperti retakan pada tulang tengkorak, "Enyahkan pikiran kotormu! Aku berbeda dan tidak seperti yang ka
Sudut bibir Luca tersenyum menyeringai pada Felix, "Tak perlu! Wajahmu jauh lebih lebam dan jelek dariku!" Felix menggetarkan rongga dada dan bibirnya tersenyum kecut menanggapi jawaban Luca. "Hindari Lucy! Jika tidak, ia akan mencecarmu dengan milyaran pertanyaan!" "Kenapa menghindariku?" Lucy baru saja masuk ke dalam ruangan kerja Gerardo, mendengar perkataan Luca pada Felix. Detik berikutnya, Lucy berteriak kencang melihat ruangan kerja Gerardo yang sangat berantakan akibat perkelahian Luca dengan Felix. "Oh, apa yang kalian lakukan di sini? Kalian memecahkan guci mahal Bibi Ariana!" pekik Lucy melihat serpihan guci berserak di lantai berkarpet. File-file dokumen kerja Gerardo di atas meja berserakan juga ternoda darah, entah darah milik siapa karena Felix dan Luca sama-sama terluka memuncratkan darah dari bibir mereka yang pecah terkena tinju. Pun komputer kerja Gerardo terjatuh ke lantai dengan layar pecah luruh. "Hati-hati," Felix menyusul Lucy, memegang telapak tangan adi
Lucy akhirnya melepaskan Felix pergi ke Amalfi meski bibirnya masih merengut manja karena sejak gadis remaja, Lucy selalu ingin bersama-sama dengan Felix. "Jangan cemberut, nanti anakmu mirip denganku, bukan seperti Ibrahim." kelakar Felix seraya memberikan pelukan ke adik perempuan manjanya itu. "Tak apa mirip denganmu. Kau tampan!" Felix tersenyum lembut, menoel puncak hidung Lucy gemas, "Pergilah istirahat. Jangan tinggalkan suamimu tidur sendirian, nanti dia mengambil selir loh." "Kau tak akan membiarkan hal itu terjadi bukan?" Lucy menyahut balas tersenyum menatap netra Felix, kemudian menganggukkan kepala, "Pergilah dan ingat ...bawa Veronica bertemu denganku." Felix menganggukkan kepala, membelai perut Lucy yang masih belum terlihat hamil karena adiknya tersebut memakai gaun panjang. "Jaga kesehatanmu dan juga keponakanku di dalam sini. Sampaikan rinduku pada semua keponakanku yang lainnya." "Ku harap istrimu juga segera hamil." tutur Lucy tulus dan ia sangat yakin Felix
Setelah memastikan kandungan Veronica baik-baik saja dan mendapatkan stok vitamin yang cukup, kini Zeze, Freyaa dan Veronica telah sampai di Budapest, Hongaria. "Kenapa kita tidak pulang saja ke Palermo?" Freyaa kembali bertanya pada Zeze dan Veronica yang ia pandangi tak mengerti. "Karena kita harus menjauh dari keluarga besar Salvatore." Zeze yang terus menjawab keluhan dan pertanyaan Freyaa, sedangkan Veronica hanya tersenyum menganggukkan kepala menyetujui jawaban yang dikatakan Zeze. "Pergilah mandi air hangat bersama Nicca, malam ini kita menginap di sini." Zeze mengalihkan fokus Freyaa agar tidak lagi banyak bertanya hal lainnya. "Mari," Veronica mengulurkan tangan dan hendak menggendong Freyaa untuk ia ajak ke kamar mandi bersama. "Eyaa sudah besar, tidak mau digendong lagi." tolak gadis kecil itu menggelengkan kepala yang kemudian matanya menatap ke arah perut Veronica, "Kapan adikku akan lahir? Apakah dia perempuan atau laki-laki? Apakah nanti aku boleh bermain dengannya
"Sister ...!" Felix berteriak terkejut mendapati ruangan tengah kediamannya terang benderang, ada tujuh ranjang portable tersusun dengan tubuh anak buahnya di atasnya, sementara Zetha dan Simon masih belum selesai melakukan operasi darurat mengeluarkan peluru dari John.Hvitserk sudah dipindahkan ke dalam ruangan perawatan yang dijaga oleh ketat beberapa pelayan wanita.Luciano, Billy yang sudah terbiasa melihat tindakan perawat di rumah sakit Siniy Dom, Nyaksimvol, Rusia, serta para pelayan lainnya di kediaman ikut membantu membebat lengan, perut, menghentikan pendarahan para anak buah Felix yang terluka menunggu giliran ditangani oleh Zetha dan Simon,Charles di bagian dapur tidak bisa diam. Ia memerintahkan pelayan bawahannya menyiapkan bubur, minuman serta makanan besar untuk Zetha, Luciano, Simon serta Felix, juga pria itu bolak balik memastikan air hangat serta kain lap tersedia untuk membantu melancarkan pekerjaan Zetha serta Simon.&
"Kau pemlik gallery lukisan!" Felix masih ingat lukisan yang ia pinta John membelinya untuk di dalam ruangan kerja Veronica memiliki kamera tersembunyi. Felix sebenarnya sudah pernah bertemu dengan pria pemilik gallery lukisan tersebut yang mengadu tentang perusahaan supplier milik keluarganya terancam bangkrut karena Alfred Mussolini terus meminta upeti.Sang pria sudah berdiri, membungkukkan tubuhnya hormat pada Felix, "Ikutlah denganku, maka keponakan Anda akan aman." Entah berapa banyak informasi yang didapatkan oleh pria di depannya, tapi bibir Felix menyeringaikan senyuman tipis dengan tatapan berkilat kejam memindai sang pria pemilik gallery lukisan."Kau tau tentang keponakanku?" pancing Felix seraya tersenyum seakan mengendorkan kewaspadaannya. "Keponakan Anda menjadi inang racun The Queen. Bukankah Anda sedang mencari keberadaannya saat ini?" jawab sang pria ditanggapi anggukan samar Felix. "Racun dalam tubuh Anda bisa memanggil inang The Queen kembali. Karena itu Anda h
Felix berhasil menarik tubuh besar Hvitserk keluar dari mobil dan membawanya menjauh sebelum van meledak dengan api membubung tinggi. "Perintahkan yang lain menangkap mereka semuanya, Knox! Jangan ada satupun yang lolos!" titah Felix pada Knox yang sudah melompat melindungi bosnya itu dari tembakan dengan membidik tepat sasaran menjatuhkan anak buah Alfred yang bersembunyi di dalam gedung, atas atap serta gang-gang gelap. Tangan Hvitserk menggapai mencengkeram bagian depan pakaian Felix yang memeluknya, "Temukan istrimu sebelum Edward membunuhnya dalam kecelakaan." "Simpan tenagamu, jangan banyak bicara!" Felix berusaha memapah Hvitserk menuju mobilnya. "Edward, dia adalah sepupunya Veronica dan pria itu ingin istrimu mati dalam kecelakaan." Hvitserk tidak menghiraukan teguran Felix, ia tetap menyampaikan info dengan lancar dalam satu tarkan napasnya sebelum semuanya terlambat. Felix membolakan netranya memandang Hvitserk yang menggerakkan kepala membuat anggukan dan susah payah
"Mister Salvatore ..." Lorenza menyentuh lembut lengan Felix, karena tiba-tiba bos tampannya itu terdiam setelah mendengar perkataannya. "Aku harus pergi. Jaga dirimu, Lo!"Felix bangkit berdiri dari duduknya, menoleh sekilas pada Lorenza ketika mengucapkan perkataannya, kemudian beralih menatap lurus ke netra Hvitserk yang reflek mengikuti bangkit dari kursinya dengan tetap tidak melepaskan lengan dari pinggang Erika. "Arkada menyuntikkan racun modifikasi pada Zee," bisik Felix ke Hvitserk yang refleks mengeratkan pelukan lengannya ke pinggang Erika. Erika tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi melihat wajah tegang Felix dan Hvitserk yang semakin mengeratkan lengan, gadis itu tdak banyak berkata, refleks mengikuti Hvitserk. "Ku pikir kalian sibuk menggoda wanita, tak akan pernah tau jika Zeze sedang kritis!" sebuah suara bergema masuk melalui headset mini dalam telinga Felix dan Hvitserk. "Ku pikir kau mencintai Veronica ..." ejek Luca terdengar sinis di telinga Felix. San
Mengetahui Zeze pergi menghilang membawa Veronica dan Freyaa bersamanya, Zetha, Luciano Sky dan Simon langsung meninggalkan pekerjaan mereka pada team dokter Siniy Dom, terbang menggunakan jet tempur menuju Amalfi membawa Billy, asisten Felix. Bagaimanapun, Zetha dan Luciano berharap, Freyaa yang jenius bisa meninggalkan 'pesan' diam-diam untuk mereka di kediaman Felix. Zetha dan Lucano hanya tidak menduga, Freyaa sama sekali belum mengetahui keadaan Zeze yang keracunan. Jika tidak, tak mungkin gadis jenius itu tidak akan bertindak meninggalkan remah nasi agar ditemukan oleh Luca, Simon, dan kedua orangtua mereka. "Apa kau tak bisa makan lagi? Ada apa denganmu? Kenapa kau masuk anginnya lama sekali?!" Freyaa menghampiri Zeze yang duduk termenung di balkon kamar, menatap kegelapan malam yang sengaja gadis itu matikan beberapa lampu, membuat cahaya sangat redup.Sebelumnya Zeze meninggalkan Freyaa dan Veronica di meja makan dengan alasan buang air. namun sebenarnya memuntahkan cairan
"Owh ...?!" telinga Arkada masih mendengar gumaman Hvitserk yang seolah pria itu maklum karena ada anak buahnya mengelilingi. Tapi ...Arkada si pemuda sombong lagi picik yang hanya peduli akan kebutuhan sela pahanya, sama sekali tidak menduga jika akan mendapat serangan secepat kilat dari Hvitserk.Hvitserk memberikan totokan ke urat nadi Arkada, menjalar ke siku bagian dalam dan pundaknya serta leher samping yang mengantarkan dorongan sesak ke rongga dada Arkada karena pasokan oksigen seakan terhenti selama beberapa detik sehingga otomatis genggamannya pada jemari Erika terlepas begitu saja. "Kau?" bibir Arkada berdesis emosi melihat Erika mengulum senyum memandang Hvitserk, dimana pinggang gadis itu sudah berada dalam rangkulan lengan Hvitserk. "Aku apa?" ejek Hvitserk menyeringaikan senyum sinis, "Sudah ku peringatkan, jangan coba-coba mendekati wanitaku. Ini kedua kalinya kau ku lepaskan, tapi tidak untuk ketiga kali!" tambah Hvitserk seraya membawa Erika pergi dari hadapan Ar
"Fells? Ada apa?"Hvitserk yang sedang memperhatikan para artis di agency Mussolini memberikan pertunjukan penyambutan untuk para tamu di atas panggung, merasakan firasat tidak nyaman, langsung menoleh pada Felix di sebelahnya. "Perhatikan sekeliling, segera tangkap Ivar dan Bobby begtu mereka menampakkan diri." ucap Felix dengan nada bergetar sembari satu telapak tangan menekan dada kirinya yang terasa sangat sesak. Sebuah firasat juga dirasakan oleh Felix. Firasat yang membuatnya kesulitan bernapas sehingga harus menekan dadanya sedikit lebih kuat. "Kau ...kau kenapa? Apakah ada sesuatu dalam minuman itu?" Hvitserk mengerutkan keningnya kuatir melihat reaksi wajah Felix yang terlihat sedikit pucat. Felix menggelengkan kepalanya samar, "Fokus pada apa yang ku sebutkan tadi."Beberapa saat lalu, ketika Hvitserk sedang asyik mengedarkan pandangannya memindai para artis Mussolini, mencari keberadaan Erika yang sudah berjanji jika malam ini adalah hari terakhirnya ia berada di bawah
Luca kembali memutar ulang rekaman dari bandul kalung Zeze, "Aku keracunan dan tidak berselera makan ..." keningnya semakin berkerut dalam. Siapapun di keluarga Salvatore tahu jika Simon, Zeze dan Freyaa menuruni bakat kedua orangtua mereka, Zetha dan Luciano Sky yang kebal terhadap berbagai jenis racun. Namun kini, Zeze keracunan. Luca bisa memastikan itu bukanlah racun biasa yang alami melainkan sudah dimodifikasi. "Racun apa yang bisa membuat darahmu tercemar dan kekebalan tubuh kalian hancur?" Luca mengirimkan pesan pada Simon yang sudah berulang kali menghubungi Zeze, tetapi tidak tersambung. "Racun yang sudah dimodifikas dengan darah murni seperti penelitian Efka Reager dahulu." balas Simon menghubungi Luca dengan panggilan video, "Paman bisa menghubungi Zeze? Didi dan Mumma sudah menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif." Sudah menjadi kebiasaan bagi Luciano akan menghubungi kedua putrinya setiap hari, entah sedang berada dimanapun ia, Zetha dan Simon berada. "Zeze bersama F
Hvitserk sudah menyiapkan tempat tinggal pribadinya di luar kediaman Felix, kini pria itu membawa Erika ke apartemen pribadinya tersebut. "Ini, tempat tinggalmu?"Erika mengikuti Hvitserk memasuki ruangan apartemen type studio yang hanya memiliki satu ruang kamar tidur menghadap laut tenang jauh dari hiruk pikuk peselancar ataupun pantai penuh turis. "Ya. Kau bisa tinggal di sini." Hvitserk yang berada di depan Erika menjawab cepat, lalu menoleh ke belakang, menangkup wajah Erika yang kini tepat berada di depannya tersebut dengan kedua tangan, "Arkada tidak akan tinggal diam sampai pria bajingan itu melecehkanmu." Erika bukan tipikal wanita yang mudah percaya pada pria, tetapi kini hatinya merasa nyaman tanpa keraguan pada Hvitserk yang sudah menarik satu pergelangan tangannya, membuka satu-satunya pintu kamar dalam unit apartemen tersebut. Melihat tatapan ragu dari Erika yang bahasa tubuhnya juga jelas terlihat sangat kikuk, Hvitserk memegangi kedua pundak gadisnya, "Aku tidak t