Edward sedang menikmati berenang di kolam renang kediamannya ketika pelayan memberitahu, "Ada Mister Salvatore menunggu Tuan di halaman." "Suruh dia masuk dan suguhkan minuman juga makanan terbaik!" Edward berkata sembari menepi ke pinggir kolam untuk naik kemudian menuju kamar bilas. Edward melakukan panggilan telpon ke istrinya yang sangat ia ketahui sedang berada di halaman belakang bersama kedua anak mereka. "Cepatlah berdandan yang cantik dan temani tamuku!" "Aku sedang bersama anak-anak." Angel, istrinya Edward berusaha menolak permintaan suaminya yang memintanya untuk menghibur tamu. Salah satu putra mereka kemarin terjatuh dan kakinya terkilir, sehingga Angel melakukan terapi sendiri mengajaknya berjalan perlahan-lahan di atas bebatuan dan pasir serta rumput. "Sudah ku katakan, tinggalkan mereka bersama pelayan!" nada bicara Edward menaik, "Menjadi istriku, kau harus tunduk dan patuh pada perkataanku! Cepat pergi berdandan dan kenakan gaunmu yang paling seksi!" tegas Edwa
Jet pribadi Felix sudah siap di landasan pacu, tidak jauh dari lokasi pertambangan. Tetapi mobilnya yang melaju kencang mengepulkan debu membubung tinggi di belakangnya, tiba-tiba berbelok ke arah kediaman Benjamin. "Mi, mi-mister Felix?!" Benjamin terkejut melihat Felix sudah memasuki rumah tepat saat sebelah tangannya sedang memegangi ponsel di telinga. Felix merampas ponsel yang ada di tangan Benjamin, melihat nama di layar yang sedang melakukan panggilan telpon, "Jika kau berani menyentuh keluargaku, maka ...jangan salahkan aku, istrimu yang sedang hamil, anak bayi dan putrimu tak akan melihat hari esok!" tegas Felix berkata pada di sambungan telpon. "Mi-mister Felix ...ini salah paham. Gary hanya menghubungiku dan bertanya kapan Mister kembali untuk disiapkan menu masakan di kediaman," Benjamin berusaha menjelaskan pada Felix yang menyeringaikan senyuman sinis pada wajah tampannya. "Kau juga sengaja memberikan ramuan rempah mengandung perangsang pada air mandiku tadi pagi? Ka
"Mereka menyandera anakku ..."Jennifer berkata sangat lirih, mendongak memandang wajah Felix sambil menggerakkan tangan hendak menyibakkan rambut panjangnya untuk ia selipkan ke belakang daun telinga. Tepat ketika Jennifer hendak menusukkan jarum beracun yang baru saja ia ambil dari selipan rambutnya ke kaki Felix, lehernya sudah lebih dulu berbunyi 'krekk' diikuti suara tubuhnya jatuh terjengkang ke belakang serta udara yang terdengar mendidih berhembus keluar dari lubang hidungnya. Wajah cantik Jennifer terpaling ke samping dan sesaat tubuhnya masih kelojotan di atas lantai selama beberapa detik sebelum berhenti total dengan kedua biji mata melotot ngeri. Felix menepukkan kedua telapak tangannya, seolah yang baru saja ia sentuh dan putar batang lehernya bukanlah manusia, melainkan benda berdebu. "Bersihkan!" cetus Felix pada Hvitserk yang mengangguk mengulum bibinya masuk, menahan tawa. Sudah sangat lama Hvitserk tidak melihat sisi diri Felix yang seperti ini, membunuh tanpa am
Jet yang ditumpangi oleh Felix baru saja mendarat di landasan pacu kediaman Joe Parrish. Pria setengah baya itu mengemudikan sendiri mustang yang dititipkan Felix sebelumnya untuk menjemput ke landasan pacu. "Terima kasih, Mister Joe! Untuk sisa pembayaran, nanti akan diurus oleh Hvitserk." Felix menyambut uluran tangan Joe Parrish yang menjabatnya hangat. Felix memang hanya menyewa jet pribadi milik Joe Parrish selama 2x24 jam dengan pembayaran telah lunas di transfer. Tetapi ternyata urusannya di Somalia melewati batas waktu sewaannya, beberapa jam saja. "Jika Mister Salvatore berkenan, ijinkan saya bergabung dengan bisnis Anda." Joe lebih tertarik berbinis dengan Felix Salvatore, bahkan ia siap untuk merger perusahaan dengan Felicita corp jika Felix menawarkan padanya. "Apakah bisnis transportasimu lancar?" Felix melontarkan pertanyaan mengenai bisnis yang dijalankan oleh Joe Parrish, yaitu bisnis transportasi udara dan laut seperti penyediaan sewa kapal juga kendaraan laut lai
Quince adalah pria yang memiliki postur tinggi dengan otot lengan besar juga tubuh keras seperti beton, namun diantara Hansel dan Knox serta Hvitserk, Quince yang paling 'sabar' mempermainkan target musuhnya. Tubuh Gary diikat menggunakan tali baja, didudukkan pada kursi listrik yang bisa sewaktu-waktu menyetrumnya. "Bagaimana rasanya jadi pengkhianat?" tanya Quince sambil mengiris buah apel di tangannya menggunakan pisau buah sangat tajam. Tubuh Gary tersentak terkejut, bergetar-getar dan bibirnya berteriak pilu memohon agar setrum di kursi listrik dihentikan karena Quince baru saja menekan tombol satu pada remot yang tersambung langsung ke kursi listrik pria itu duduki. "Jika kau tak menjawab cepat, bersiaplah organ tubuhmu mati perlahan-lahan lebih dulu!" kekeh Quince seraya menekan tombol off di remot. Napas Gary terengah-engah, keringat dingin mengucur deras pada tubuhnya, seakan ia baru saja lari marathon puluhan kilometer. Quince menoleh memandang Gary dengan sudut bibir m
Felix baru saja memasuki ruangan kerjanya di perusahaan, ketika Lorenza langsung mengekor ikut masuk ke dalam ruangan Felix tanpa permisi terlebih dahulu. "Hvitserk ada di ruangan kontrol ..." Felix berkata agar bisa menghindari wanita cantik berkulit eksotis yang mengikutinya tersebut. "Saya mencari Anda, Mister Felix." Lorenza memakai setelan kerja rapi dan sopan, tidak seperti biasanya, berjalan mendekat dan berdiri tepat di ujung sudut meja kerja Felix yang telah duduk pada kursi kebesarannya. "Katakan, ada perlu apa kau mencariku?" Felix membuat jari jemarinya terjalin dimana ia menumpukan siku pada tepi meja, memandang Lorenza dengan seksama. "Jangan pernah mempercayai siapapun, terutama orang yang menawarkan kerjasama pada Anda!" Felix menaikkan alisnya sedikit, menyeringaikan senyuman samar, "Oke. Ku hargai peringatanmu." tuturnya sembari merentangkan sebelah tangan, kode untuk Lorenza sudah bisa pergi berlalu keluar dari ruangan. "Saya belum selesai, Mister!" tiba-tiba
Felix langsung membuat pernyataan setuju untuk melakukan merger perusahan dengan Joe Parrish yang akan tunduk dibawah Felicita Corp. Ia sama sekali tidak mengindahkan peringatan dari Lorenza. "Terima kasih, Mister Salvatore." Joe Parrish bangkit berdiri dari duduknya mengulurkan tangan setelah Felix menyetujui akan menyokong dana pemulihan bisnis Joe Parrish. "Untuk dokumen dan urusan lainnya akan tangani oleh Hvitserk." Felix berkata tegas dan Hvitserk yang bersiap siaga di sebelahnya, langsung memberikan senyuman tipis serta anggukan kepala pada Joe Parrish. Memang sangat tidak mudah untuk bertemu serta berhubungan langsung dengan Felix Salvatore. Semua bisnisnya akan diwakilkan ditangani oleh Hvitserk atau Billy. Joe Parrish termasuk salah satu orang yang beruntung karena bisa bertemu langsung dengan Felix. Namun akankah keberuntungan tersebut akan terus berlanjut setelah Felix pergi ke Amalfi? Setelah Joe Parrish undur diri dari hadapan Felix, pria itu menoleh pada Hvitserk,
"Uhmm ...ehmm ..." Veronica mendesah kuat hingga terduduk, bagian intimnya berkedut sangat nikmat.Kelopak mata Veronica refleks terbuka dan melotot memandang Felix yang mendongakkan wajah dari menekuni bagian bawah tubuhnya sambil menyeringaikan senyuman.Felix bangkit dari posisinya setelah melahap habis cairan pelepasan Veronica yang masih meringis dengan wajah merona dan kelopak mata terbuka lebar memandangnya."Telan aku, Nicca!" Mata Veronica semakin membulat melotot ngeri melihat batang besar nan kaku juga sangat sombong mencuat di depan wajahnya, yang justru tanpa dosa sengaja Felix tempelkan ke bibirnya. Otak Veronica masih belum pulih dari rasa terkejut karena dibangunkan dengan cara yang sangat tidak masuk akal, sekarang ia disuruh menelan batang jantan pria yang masih sangat mengerikan bahkan sekedar untuk dilihat. "Buka mulutmu, Sayang ...usap aku dengan lidahmu!" Felix mencengkeram dagu Veronica agar membuka mulutnya. Felix sungguh sangat tega meminta istrinya yang b
"Sister ...!" Felix berteriak terkejut mendapati ruangan tengah kediamannya terang benderang, ada tujuh ranjang portable tersusun dengan tubuh anak buahnya di atasnya, sementara Zetha dan Simon masih belum selesai melakukan operasi darurat mengeluarkan peluru dari John.Hvitserk sudah dipindahkan ke dalam ruangan perawatan yang dijaga oleh ketat beberapa pelayan wanita.Luciano, Billy yang sudah terbiasa melihat tindakan perawat di rumah sakit Siniy Dom, Nyaksimvol, Rusia, serta para pelayan lainnya di kediaman ikut membantu membebat lengan, perut, menghentikan pendarahan para anak buah Felix yang terluka menunggu giliran ditangani oleh Zetha dan Simon,Charles di bagian dapur tidak bisa diam. Ia memerintahkan pelayan bawahannya menyiapkan bubur, minuman serta makanan besar untuk Zetha, Luciano, Simon serta Felix, juga pria itu bolak balik memastikan air hangat serta kain lap tersedia untuk membantu melancarkan pekerjaan Zetha serta Simon.&
"Kau pemilik gallery lukisan!" Felix masih ingat lukisan yang ia pinta John membelinya untuk di dalam ruangan kerja Veronica memiliki kamera tersembunyi. Felix sebenarnya sudah pernah bertemu dengan pria pemilik gallery lukisan tersebut yang mengadu tentang perusahaan supplier milik keluarganya terancam bangkrut karena Alfred Mussolini terus meminta upeti.Sang pria sudah berdiri, membungkukkan tubuhnya hormat pada Felix, "Ikutlah denganku, maka keponakan Anda akan aman." Entah berapa banyak informasi yang didapatkan oleh pria di depannya, tapi bibir Felix menyeringaikan senyuman tipis dengan tatapan berkilat kejam memindai sang pria pemilik gallery lukisan."Kau tau tentang keponakanku?" pancing Felix seraya tersenyum seakan mengendorkan kewaspadaannya. "Keponakan Anda menjadi inang racun The Queen. Bukankah Anda sedang mencari keberadaannya saat ini?" jawab sang pria ditanggapi anggukan samar Felix. "Racun dalam tubuh Anda bisa memanggil inang The Queen kembali. Karena itu Anda h
Felix berhasil menarik tubuh besar Hvitserk keluar dari mobil dan membawanya menjauh sebelum van meledak dengan api membubung tinggi. "Perintahkan yang lain menangkap mereka semuanya, Knox! Jangan ada satupun yang lolos!" titah Felix pada Knox yang sudah melompat melindungi bosnya itu dari tembakan dengan membidik tepat sasaran menjatuhkan anak buah Alfred yang bersembunyi di dalam gedung, atas atap serta gang-gang gelap. Tangan Hvitserk menggapai mencengkeram bagian depan pakaian Felix yang memeluknya, "Temukan istrimu sebelum Edward membunuhnya dalam kecelakaan." "Simpan tenagamu, jangan banyak bicara!" Felix berusaha memapah Hvitserk menuju mobilnya. "Edward, dia adalah sepupunya Veronica dan pria itu ingin istrimu mati dalam kecelakaan." Hvitserk tidak menghiraukan teguran Felix, ia tetap menyampaikan info dengan lancar dalam satu tarkan napasnya sebelum semuanya terlambat. Felix membolakan netranya memandang Hvitserk yang menggerakkan kepala membuat anggukan dan susah payah
"Mister Salvatore ..." Lorenza menyentuh lembut lengan Felix, karena tiba-tiba bos tampannya itu terdiam setelah mendengar perkataannya. "Aku harus pergi. Jaga dirimu, Lo!"Felix bangkit berdiri dari duduknya, menoleh sekilas pada Lorenza ketika mengucapkan perkataannya, kemudian beralih menatap lurus ke netra Hvitserk yang reflek mengikuti bangkit dari kursinya dengan tetap tidak melepaskan lengan dari pinggang Erika. "Arkada menyuntikkan racun modifikasi pada Zee," bisik Felix ke Hvitserk yang refleks mengeratkan pelukan lengannya ke pinggang Erika. Erika tidak tahu apa yang sedang terjadi, tetapi melihat wajah tegang Felix dan Hvitserk yang semakin mengeratkan lengan, gadis itu tdak banyak berkata, refleks mengikuti Hvitserk. "Ku pikir kalian sibuk menggoda wanita, tak akan pernah tau jika Zeze sedang kritis!" sebuah suara bergema masuk melalui headset mini dalam telinga Felix dan Hvitserk. "Ku pikir kau mencintai Veronica ..." ejek Luca terdengar sinis di telinga Felix. San
Mengetahui Zeze pergi menghilang membawa Veronica dan Freyaa bersamanya, Zetha, Luciano Sky dan Simon langsung meninggalkan pekerjaan mereka pada team dokter Siniy Dom, terbang menggunakan jet tempur menuju Amalfi membawa Billy, asisten Felix. Bagaimanapun, Zetha dan Luciano berharap, Freyaa yang jenius bisa meninggalkan 'pesan' diam-diam untuk mereka di kediaman Felix. Zetha dan Lucano hanya tidak menduga, Freyaa sama sekali belum mengetahui keadaan Zeze yang keracunan. Jika tidak, tak mungkin gadis jenius itu tidak akan bertindak meninggalkan remah nasi agar ditemukan oleh Luca, Simon, dan kedua orangtua mereka. "Apa kau tak bisa makan lagi? Ada apa denganmu? Kenapa kau masuk anginnya lama sekali?!" Freyaa menghampiri Zeze yang duduk termenung di balkon kamar, menatap kegelapan malam yang sengaja gadis itu matikan beberapa lampu, membuat cahaya sangat redup.Sebelumnya Zeze meninggalkan Freyaa dan Veronica di meja makan dengan alasan buang air. namun sebenarnya memuntahkan cairan
"Owh ...?!" telinga Arkada masih mendengar gumaman Hvitserk yang seolah pria itu maklum karena ada anak buahnya mengelilingi. Tapi ...Arkada si pemuda sombong lagi picik yang hanya peduli akan kebutuhan sela pahanya, sama sekali tidak menduga jika akan mendapat serangan secepat kilat dari Hvitserk.Hvitserk memberikan totokan ke urat nadi Arkada, menjalar ke siku bagian dalam dan pundaknya serta leher samping yang mengantarkan dorongan sesak ke rongga dada Arkada karena pasokan oksigen seakan terhenti selama beberapa detik sehingga otomatis genggamannya pada jemari Erika terlepas begitu saja. "Kau?" bibir Arkada berdesis emosi melihat Erika mengulum senyum memandang Hvitserk, dimana pinggang gadis itu sudah berada dalam rangkulan lengan Hvitserk. "Aku apa?" ejek Hvitserk menyeringaikan senyum sinis, "Sudah ku peringatkan, jangan coba-coba mendekati wanitaku. Ini kedua kalinya kau ku lepaskan, tapi tidak untuk ketiga kali!" tambah Hvitserk seraya membawa Erika pergi dari hadapan Ar
"Fells? Ada apa?"Hvitserk yang sedang memperhatikan para artis di agency Mussolini memberikan pertunjukan penyambutan untuk para tamu di atas panggung, merasakan firasat tidak nyaman, langsung menoleh pada Felix di sebelahnya. "Perhatikan sekeliling, segera tangkap Ivar dan Bobby begtu mereka menampakkan diri." ucap Felix dengan nada bergetar sembari satu telapak tangan menekan dada kirinya yang terasa sangat sesak. Sebuah firasat juga dirasakan oleh Felix. Firasat yang membuatnya kesulitan bernapas sehingga harus menekan dadanya sedikit lebih kuat. "Kau ...kau kenapa? Apakah ada sesuatu dalam minuman itu?" Hvitserk mengerutkan keningnya kuatir melihat reaksi wajah Felix yang terlihat sedikit pucat. Felix menggelengkan kepalanya samar, "Fokus pada apa yang ku sebutkan tadi."Beberapa saat lalu, ketika Hvitserk sedang asyik mengedarkan pandangannya memindai para artis Mussolini, mencari keberadaan Erika yang sudah berjanji jika malam ini adalah hari terakhirnya ia berada di bawah
Luca kembali memutar ulang rekaman dari bandul kalung Zeze, "Aku keracunan dan tidak berselera makan ..." keningnya semakin berkerut dalam. Siapapun di keluarga Salvatore tahu jika Simon, Zeze dan Freyaa menuruni bakat kedua orangtua mereka, Zetha dan Luciano Sky yang kebal terhadap berbagai jenis racun. Namun kini, Zeze keracunan. Luca bisa memastikan itu bukanlah racun biasa yang alami melainkan sudah dimodifikasi. "Racun apa yang bisa membuat darahmu tercemar dan kekebalan tubuh kalian hancur?" Luca mengirimkan pesan pada Simon yang sudah berulang kali menghubungi Zeze, tetapi tidak tersambung. "Racun yang sudah dimodifikas dengan darah murni seperti penelitian Efka Reager dahulu." balas Simon menghubungi Luca dengan panggilan video, "Paman bisa menghubungi Zeze? Didi dan Mumma sudah menelponnya, tapi ponselnya tidak aktif." Sudah menjadi kebiasaan bagi Luciano akan menghubungi kedua putrinya setiap hari, entah sedang berada dimanapun ia, Zetha dan Simon berada. "Zeze bersama F
Hvitserk sudah menyiapkan tempat tinggal pribadinya di luar kediaman Felix, kini pria itu membawa Erika ke apartemen pribadinya tersebut. "Ini, tempat tinggalmu?"Erika mengikuti Hvitserk memasuki ruangan apartemen type studio yang hanya memiliki satu ruang kamar tidur menghadap laut tenang jauh dari hiruk pikuk peselancar ataupun pantai penuh turis. "Ya. Kau bisa tinggal di sini." Hvitserk yang berada di depan Erika menjawab cepat, lalu menoleh ke belakang, menangkup wajah Erika yang kini tepat berada di depannya tersebut dengan kedua tangan, "Arkada tidak akan tinggal diam sampai pria bajingan itu melecehkanmu." Erika bukan tipikal wanita yang mudah percaya pada pria, tetapi kini hatinya merasa nyaman tanpa keraguan pada Hvitserk yang sudah menarik satu pergelangan tangannya, membuka satu-satunya pintu kamar dalam unit apartemen tersebut. Melihat tatapan ragu dari Erika yang bahasa tubuhnya juga jelas terlihat sangat kikuk, Hvitserk memegangi kedua pundak gadisnya, "Aku tidak t