Jangan lupa komen dan vote ya, Thank you and i love you all!
Felix memasuki ruangan kamar dan Effren terus mengikuti beberapa langkah di belakang. Sudah lewat tengah malam dan salju masih turun seperti hujan gerimis di luar. Felix melangkahkan kaki menuju wall in closet, melucuti pakaian basah pada tubuhnya dan memilih pakaian kering berwarna gelap untuk ia pakai. "Siapa dia? Siapa wanita yang kau baringkan di atas meja makan? Dia tewas karena melindungimu? Apa kau baik-baik aja?" Effren mencecar Felix seraya menyandarkan sisi tubuhnya pada pintu wall in closet, menatap punggung Felix yang meraih jubah. "Kau sungguh tidak bisa mengenalinya? Tidak ada getaran apapun pada hatimu? Dan otak jeniusmu gagal menebak siapa dia?" Felix menyahut dingin, mendelikkan tatapan sinisnya pada Effren. Punggung Effren tiba-tiba menegak tegang, "Jangan bilang dia putri Daddy yang kau temukan!?" tanyanya seraya menatap lekat bola mata dingin Felix yang mendengkuskan napas kasar. Felix melewati Effren yang masih berdiri di depan pintu wall in closet, "Dia bahka
Matahari pagi bersinar cerah, membuat beberapa bagian pulau Efge yang tertutupi salju terlhat sangat indah dengan salju mencair seperti kristal bening. Peti mati Lorenza baru saja terkubur di samping makam saudaranya, putranya Effren bersama Deristi. Effren mengukir sendiri nama inisial L.S pada papan kayu untuk ia tancapkan di atas makam Lorenza, "Selamat berbahagia di sana, putrinya Ayah, Lorenza Salvatore." bisik Effren seraya tersenyum pedih.Para penduduk pulau Efge berjanji pada Effren dan Felix, akan tutup mulut mengenai makam Lorenza di sebelah Michael, putranya Effren tersebut. Felix dan Effren melangkahkan kaki ke rumah tua milik Michael Salvatore yang masih kokoh tegak berdiri di puncak pulau Efge. Charles dibantu oleh para wanita penduduk pulau Efge sudah menyiapkan sarapan untuk Felix, Effren dan semua anak buah Felix yang ikut datang ke pulau Efge. Usai sarapan bersama dalam hening, Felix dan Effren mengajak pasukan kembali ke Amalfi menggunakan helikopter seperti ke
Sudah dua hari Zeze di rumah sakit, pun juga Veronica dan Freyaa tetap menemaninya. Sedangkan Michele pulang ke kediaman tua Johnson bersama Susie dan Bonnie. "Kau sudah bangun? Aku membeli puding kacang merah, kau mau coba?" Dominic masuk ke dalam ruangan perawatan Zeze, menenteng tas karton berisi beberapa cup pudng kacang. Pandangan mata Dominic melirik ke sofa, Veronica tertidur bersama Freyaa yang membaringkan kepala di atas pangkuannya. "Bagaimana keadaanmu?" Zeze tersenyum pelan memandang Dominic yang datang menghampirinya di atas brangkar."Maaf aku meracunimu. Pikiranku tidak waras saat itu." Zeze menurunkan kedua kakinya menjejak lantai, berjalan pelan ke sofa yang terdapat di depan jendela kaca besar. "Aku baik-baik aja dan kau tak perlu minta maaf." Dominic meraih telapak tangan Zeze, memegangi pundaknya lalu membantu gadis itu duduk dengan nyaman di sofa. "Aku menyayangimu, Dom." Dominic tersenyum lembut, meraih satu cup puding kacang dalam tas karton, membukakan tut
"Ada apa dengan wajah kaku itu?" Effren benar-benar mengajak Felix pergi ke diskotik dewasa milik Alfred Mussolini. "Kau belum pernah pergi ke diskotik?" Effren berbisik dengan nada mencemooh adik lelakinya yang ia sikut tulang iganya. Felix menyeringai tipis, memutar bola matanya mendelik pada Effren, "Cepat selesaikan pekerjaanmu, aku tidak suka menyentuh barang bekas!" Effren terkekeh rendah mendengar perkataan Felix, mereka melangkah ke arah meja bar. "Apakah kalian memiliki stok gadis perawan?" tanya Effren sangat tengil melirik Felix yang menggelengkan kepala samar, mendengkuskan napas kasar keluar. "Kami punya beberapa. Kami juga memiliki primadona yang jauh lebih pinter memuaskan pria daripada gadis perawan." Effren mengedarkan pandangannya ke sekeliling, dimana banyak wanita yang saling berciuman sesama jenis dan beberapa yang lainnya berusaha menghangatkan suasana diskotik, membius mata para lelaki dengan melakukan tarian tiang eksotis di atas panggung kecil bagian teng
Musik menghentak hingar bingar sangat riuh dari tengah ruangan pesta diskotik yang seperti menjalar ke setiap dinding menjadi bergetar mengikuti sorak sorai manusia berpesta. Pesta dewasa yang sebenarnya, dimana wanita melakukan adegan dewasa antar sesama dipertontonkan diatas panggung dan pria yang berhasil menarik perhatian sang wanita akan mendapatkan satu jam bersama gadis primadona yang tak lain adalah Magdalena. Magdalena memang cantik, menawan dan senyum palsunya berhasil memikat banyak kalangan pria berpengaruh yang sekaligus menjadikannya primadona bukan hanya di diskotik tapi di seluruh jajaran bisnis entertainment Mussolini. "Mungkin itu gadis selingkuhanmu, Erika."Effren menoleh ke belakang memperhatikan kehebohan dari lorong depan pintu ruangan wanita germo, melihat keriuhan para pengunjung diskotik, terlihat seorang gadis sedang beratraksi melakukan akrobat tali, menggunakan gaun indah dikelilingi para wanita mempertontonkan kemesraan antar sesama mereka. Felix melir
Suara musik DJ yang menghentak, sama sekali tidak ada yang curiga jika dinding ruangan pribadi wanita germo sedang didobrak menggunakan linggis dan palu oleh anak buah Felix dari luar. "Kalian perampok!" wanita germo yang pergelangan tangannya diinjak oleh Effren, hanya bisa bergerak telentang itu, memaki. Mata jeli Effren melihat sebuah benda di atas meja, benda yang sudah sangat ia tahu fungsi kegunaannya. "Ya, kami memang perampok. Hubungi majikanmu, katakan padanya jika kau sedang dirampok!" Effren berjongkok mencekal dagu sang wanita untuk ia bawa berdiri tegak. Tangan Effren meraih benda di atas meja, "Masukkan ini ke sela pahamu, lalu hubungi Alfred!" Effren memberikan benda milik wanita germo, menatap tajam sang wanita yang tak bisa menolak, akhirnya meraih benda dari tangan Effren untuk ia selipkan ke sela pahanya. "Jangan coba-coba kau keluarkan, atau satu biji matamu juga turut meloncat keluar!" Sudut bibir Effren menyeringai sinis melihat anggukan sang wanita
Alfred mengamuk membanting semua barang di atas meja kerjanya, ketika mendengar laporan dari Ivar yang menyebutkan dinding ruangan pribadi wanita germo di bobol dan brangkas hilang. Sedangkan wanita germo tergeletak tewas di atas lantai dengan tubuh bagian bawah polos tanpa pakaian. "Brengsek, kenapa kau kirimkan photo wanita itu padaku?" Alfred memaki dalam sambungan telpon, melihat layar ponselnya menampilkan gambar serta video dalam ruangan termasuk sang wanita germo. "Maaf Bos, wanita itu digunakan sebelum dibunuh. Dia mengenal perampok, jadi ini bukan pemerkosaan dan bisa jadi ia bekerjasama dengan perampok lalu dibunuh karena kebodohannya." Ivar menjawab menyuarakan pendapatnya. "Seret Edward Suter ke hadapanku sekarang!" "Ini dilakukan oleh Edward Suter? Bukankah dia sudah kembali ke Kamboja?" Ivar terkejut karena Bobby pamit pulang ke kamboja.Alfred mendengkus marah, "Bajingan itu tak ada di kamboja. Cepat cari keberadaannya, seret dia ke hadapanku sebelum matahari terbit!
Freyaa berlari membawa ikat pinggang spesial Zeze, memberikannya dengan bibir tertawa cengengesan. Gadis kecil Salvatore itu adalah penggemar sejatinya Zeze dan selalu suka melihat saudarinya membunuh atau menganiaya orang lain.“Sim-sim, menjauh darinya!” Freyaa berteriak pada anak ularnya yang sedang menjulurkan lidah ke depan wajah Arkada.Arkada memalingkan kepala ke samping, seluruh rambut pada tubuhnya berdiri merinding merasakan ujung lidah anak ular menyentuh kulit wajahnya.“Apa kau bersenang-senang?” Luca menggamit pinggang Freyaa untuk ia gendong tinggi pada samping tubuhnya.“Eyaa mau di sini,” Freyaa berkata karena ia tidak ingin melewatkan pertunjukan Zeze pada Arkada, “Paman Luca kalah lagi dari Zee?” lanjutnya menggoda Luca yang semua orang tahu sangat tidak suka dikalahkan.Kecuali oleh Zeze.Luca menoel puncak hidung Freyaa, “Paman yang mengalah agar saudarimu semakin bersemangat, hem?”Freyaa tergelak ceria, menganggukkan kepala seakan setuju. Namun sebenarnya gadis
Melihat Zeze membawa Freyaa di punggungnya, turun ke ruang tengah keluarga, semuanya langsung bernapas lega. Felix langsung menghampiri Zeze, meraih Freyaa yang tertawa ceria di punggung keponakannya itu, lalu menatap Zeze, "Kau baik-baik aja?"Zeze mengangguk cepat, "Uhm, aku baik-baik aja. Maaf, tadi perutku mulas jadi langsung pergi ke kamar."Felix tersenyum tipis, membelai pipi Zeze yang kemerahan ranum sehabis berendam, "Kau bohong pun, paman akan tetap percaya. Yang penting kau baik-baik aja, itu sudah cukup." Zeze berusaha menahan dirinya untuk tidak gugup, memindai sekelilingnya, memandang Zetha yang mengunci tatapan padanya, tetapi sebelum Zeze meghampiri Mumma cantknya, Luca sudah melangkah lebar langsung memeluknya. "Kemana kau pergi? Apakah kau sudah mengucapkan kata perpisahan dengan Knox?" bisik Luca sangat pelan di telinga Zeze yang ia dekap erat, tak bisa melepaskan diri. "Uhm. Aku bertemu dengannya di depan tadi." Zeze tahu tidak ada gunanya berbohong pada pamann
Setelah punggung Knox semakin menjauh tanpa satu kalipun menoleh ke belakang, Zeze segera pergi naik ke kamarnya dengan memanjat balkon dan mencongkel jendela. Kemudian mandi berendam air hangat di jacuzzi dengan sabun berbusa banyak juga sangat wangi. "Kau baik-baik aja? Boleh aku masuk?" Freyaa baru saja membuka pintu kamar mandi, bertanya pada Zeze yang menidurkan kepalanya pada tepian jacuzzi. "Kemarilah, temani aku berendam." Gegas Freyaa melucuti pakaiannya lalu masuk ke dalam jacuzzi dengan wajah riang memandang Zeze. "Paman Felix dan Paman Luca mengkuatirkanmu yang tiba-tiba menghilang. Mumma dan Didi juga ..." Zeze merengkuh pundak Freyaa, mengguyurnya dengan air berbusa sabun kemudian memijatnya pelan. "Tubuhku pegal, nanti gantian pijat aku, mau?" Zeze mengalihkan pembicaraan dan fokus Freyaa yang langsung mengangguk dan tertawa lebar tanpa suara. "Aku tidak pegal, berbaliklah, akan ku pijat punggungmu." Zeze memberikan kecupan cepat ke puncak bibir Freyaa, lalu seg
Tidak jauh dari posisi Zetha, Michele berdiri berpegangan pada teralis jendela, terus memperhatikan 'pertunjukan' tarian tongkat kayu Luca dan Zeze. "Kakimu bisa cepat pegal, duduklah." Megan membawakan kursi untuk Michele duduk. "Megan ..." Michele mendudukkan dirinya hati-hati pada kursi dan lengannya dipegangi Megan. "Kau bilang mereka tidak mau menerima hadiah dari Luca ...apakah ada diantara mereka yang memiliki golongan darah cocok dengan Zee?" tanya Michele tanpa memalingkan wajahnya dari Luca dan Zeze di halaman yang sengaja memprovokasi Arkada agar semakin menggigil ketakutan. “Untuk donor organ, tidak bisa hanya dari golongan darah yang cocok, Kakak Ipar. Tapi harus memperhatikan hal lainnya dan memastikannya cocok dengan Zee. Simon dan Sister Zetha sangat paham hal ini, saya kurang mengerti.” “Dunia Luca akan gelap dan ia bisa kehilangan dirinya jika terjadi sesuatu pada Zee. Kau dan aku tak akan bisa membantunya keluar dari kegelapan itu.” ucap Michele sangat pelan. M
Cuaca sedang cerah, salju turun sedikit seperti bunga dandelion yang berterbangan. Siapapun yang melihat salju seperti ini akan merasa hangat, penuh cinta dan harapan layaknya bunga dandelion yang sering dijadikan simbol untuk keinginan, harapan, dan impian.Bibir Zeze merekahkan senyuman lebar, meloncat berputar-putar di udara dengan tongkat kayu pada tangan berlawanan dengan Luca yang bersemangat ingin tahu kemampuan beladiri keponakannya sudah sejauh mana berkembang. "Paman ...aku melihat adegan ini di mimpiku!" Zeze berseru, baru saja memukul batang pohon ke arah Luca dan paman tampannya itu dibasahi bunga-bunga salju lebih banyak dari ranting pohon. "Apa yang kau lihat?" Luca bertanya mengejar Zeze. Zeze turun untuk mencari pijakan kakinya yang mendarat pada bahu Arkada, mengaitkan ujung jemari kaki telanjangnya ke tengkuk Arkada, kemudian menurunkan kepala ke tanah dan mendarat dengan kedua tangan. Luca bergegas menghampiri Zeze, menarik cepat pinggang keponakannya. Ia kuatir
Denyut kehidupan yang ceria dan riang menyemarakkan kediaman Johnson. Setiap wajah semua orang memperlihatkan senyum bahagia sejak Zeze siuman. Hanya Zetha, Luciano, Simon dan Jonathan yang berusaha menyembunyikan kekuatiran di dalam diri mereka. Zeze siuman, tetapi organ vital dalam tubuhnya entah sampai kapan kuat bertahan. Waktu mereka untuk mendapatkan pendonor semakin kritis. Empat orang pria yang sebelumnya hampir sekarat mengantarkan tanaman guna diekstrak menjadi ramuan anti racun untuk Zeze, sudah mulai membaik, namun masih membutuhkan perawatan dari team medis. Luca mengumumkan, "Walaupun kalian terlambat, tapi berhasil menyelamatkan hidup keponakanku. Hadiah tetap diberikan, lalu Megan akan memberikan kunci rumah dan mentransfer dana, termasuk biaya transportasi kalian sampai datang kemari." "Terima kasih, Bos." pria yang memimpin dan melapor saat baru tiba, menjawab perkataan Luca. Pria itu menoleh pada rekan-rekannya yang terbaring di sebelah, lalu memandang Luca kem
"Ehmm ...Ahh!" Freyaa bergumam dengan wajah puas dan kelopak matanya yang terpejam tiba-tiba terbuka terbeliak kaget."Untung pakai pampers, kikikik ...!" gadis kecil itu terkikik geli tanpa sadar, beringsut naik lalu mengangkat wajahnya tepat berada di depan wajah Zeze."Zee, aku baru saja mengompol." bisik Freyaa seraya memperhatikan wajah, kelopak mata, serta permukaan kulit saudarinya yang mulus dan bersih.Tiba-tiba sesuatu menjalar ke sela paha Freyaa, sebuah tangan."Zeeeee ...!" Freyaa terpekik terkejut tetapi ia semakin naik menduduki perut Zeze, tak peduli pampersnya yang sudah penuh berisi air seni.Freyaa menelungkup, membuka paksa kelopak mata Zeze yang tertutup dan ia semakin berteriak histeris juga tertawa tergelak bersamaan, melihat bola mata biru saudarinya bergerak-gerak."Zeeee!! Zeze-ku sudah bangun! Hak hak hak ..." Freyaa tertawa gembira hingga tubuh montoknya berguncang-guncang di atas per
Kepala Felix menggeleng tegas, "Aku mencintaimu Nicca. Aku sungguh jatuh cinta padamu."Felix meraih ujung jemari Veronica dan menggenggamnya sedikit kuat agar tidak bisa ditarik oleh istrinya, "Mungkin terdengar konyol bagimu, tapi aku benar-benar jatuh cinta sejak pertama kali melihatmu turun dari lantai atas restoran waktu itu.""Aku pikir hal itu adalah dendam tetapi jantungku berdebar hangat. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk tidak terjatuh mencintai mangsaku ...ya, saat itu dirimu bagiku adalah mangsa, target dan orang yang ingin ku bunuh karena sudah membuatku kehilangan Ibuku ..."Felix mendesah, membuang napasnya ke samping, lalu menatap netra Veronica kembali yang tetap menunggu mendengarkan dengan wajah datar, tetapi sebenarnya sudut bibirnya tersenyum masam."Aku hanya mencari pembenaran atas rasa sakit dan kehilanganku. Tapi juga bukan kebetulan dirmu dilindungi oleh Ibuku ketika kejadian tragedi itu." Felix kembali
Zetha melepaskan kateter urin juga tidak lagi memberikan infus ke Zeze setelah diberikan serum dari ekstrak tanaman. Ia dan Simon perlu mengamati keadaan Zeze. Semua orang sudah kembali ke kamar, tersisa Simon, Jonathan dan Freyaa serta anak serigala dan Blacky-serigala hitam dalam ruangan. Jonathan mendesak Luciano agar membawa Zetha istirahat, karena putrinya itu benar-benar terlihat sangat lelah. Beberapa puluh menit lalu, ketika Zeze baru saja diberikan serum, anak serigala yang ditempatkan pada teras samping kediaman, tiba-tiba menggaruk pintu kamar Zeze. "Ibumu akan baik-baik aja." Freyaa membelai puncak kepala anak serigala yang seperti anak anjing, berputar-putar di lantai, tidak sabar ingin melompat naik ke atas tubuh Zeze di atas ranjang. Blacky terlihat sangat tenang, menelungkup diam di dekat pintu, matanya terus menatap ke arah ranjang, tempat Zeze berbaring. Jonathan tidak tahan melihat dua serigala itu yang bahkan terlihat sangat sedih dan baru kali ini pula beran
Zetha menyerahkan Freyaa yang pulas tertidur di gendongannya ke Luciano. Mereka berdua tersenyum tanpa daya, bagaimanapun mereka berdua sangat tahu jika Freyaa tidak bisa tidur istirahat dengan baik sejak Zeze 'terlelap'.Setelah mengakui kesalahannya, merasakan perhatian dan kasih sayang Zetha tidak berubah, perasaan bersalah dalam diri Freyaa perlahan terangkat dan hal ini membuat mental psikologisnya nyaman lalu secara otomatis tubuhnya rileks sehingga tertidur pulas.Sisi psikologis inilah yang dipikirkan Zetha sebagai dokter juga ibu. Jika ia menunjukkan sikap kecewanya pada Freyaa, bukan hanya Freyaa yang akan terluka, sedih dan menderita. Tetapi ia, Luciano juga Simon serta keluarga besarnya akan turut merasakan kesedihan yang mendalam.Karena mereka semua menyayangi dan mencintai Freyaa sama seperti perasaan mereka terhadap Zeze.Membesarkan anak bukan hanya memenuhi urusan sandang, pangan dan papannya saja, tetapi juga memenuhi