Hai readers, cover novel ini aku kembalikan seperti semula, kayaknya lebih sreg dengan cover yang lama. Spesial hari ini aku update 2 bab. Happy reading all
”Oh, ya, Khandra, besok kita akan mengadakan makan malam keluarga. Ajak istrimu juga. Kami juga harus berkenalan dengannya,” tukas Nisya tiba-tiba yang membuat Khandra memutar tumitnya cepat.”Untuk apa?” tanya Khandra.”Kok, untuk apa. Ya, untuk berkenalan dengan kami, dong. Masak kami tidak kenal dengan menantu kami sendiri. Bukan begitu, Pi?” jawab Nisya sambil tersenyum dan membelai lengan suaminya meminta dukungan.Khandra mendengus kasar begitu mendengar kata-kata Nisya. Ia menatap ibu tirinya itu dengan pandangan tak percaya.”Kenapa tiba-tiba membahas soal itu?” tanya Khandra dengan nada curiga.Nisya tersenyum manis. Namun, Khandra tahu ada maksud tersembunyi di balik senyuman itu.”Memangnya kenapa? Bukankah sudah sewajarnya kami berkenalan dengan istrimu?”Benny mengangguk membenarkan ucapan Nisya. Kali ini ia merasa setuju dengan pendapat istrinya itu.”Benar kata Nisya, Khandra. Ajak saja istrimu ke sini besok malam. Kami ingin berkenalan dengannya.”Khandra mengerutkan k
”Lebih baik kau jaga jarak dengannya,” bisik Khandra yang membuat Evanna tak enak dengan ibu mertuanya. Bisa saja ia mendengar ucapan Khandra itu.Namun, Nisya tampaknya tak menghiraukan apa yang Khandra katakan. Ia tetap berjalan mendekati Evanna dan memeluknya.”Kau cantik dan anggun. Sangat sesuai untuk menjadi menantu keluarga Alcantara,” ujar Nisya sambil tertawa riang.Evanna tersenyum senang saat menerima sambutan hangat dari ibu mertuanya itu. Wanita itu baik dan ramah, tapi entah mengapa Khandra menatap Nisya dengan pandangan tak suka.”Senang bertemu dengan Anda,” balas Evanna dengan sopan.”Jangan terlalu formal begitu. Karena kau menantuku kau boleh memanggilku dengan mama atau mami. Ah, mami tampaknya lebih familiar. Rakha memanggilku dengan sebutan itu. Jadi, kau juga boleh memanggilku mami,” ujar Nisya.”Ah, iya, terima kasih… Mami,” jawab Evanna kagok.Ia melirik suaminya dan dilihatnya rahang Khandra mengeras seperti menahan emosinya.”Di mana papa?” tanya Khandra pad
”Khandra, aku kira sudah saatnya kau harus kembali ke rumah ini,” ujar Benny pada Khandra yang membuat laki-laki itu tercekat.”Kenapa?” tanya Khandra pendek.”Kita harus membenahi keluarga ini. Dan menurutku tak akan bisa kalau kau selalu menghindar. Setelah papa menikah dengan Nisya, kau memilih tinggal dengan Angela. Setelah lulus SMA, kau ke Amerika untuk melanjutkan studimu. Setelah pulang dari Amerika pun kau memilih tinggal di apartemen. Kau selalu menghindar untuk tinggal satu atap dengan keluargamu sendiri,” tukas Benny.”Aku lebih suka tinggal di apartemen. Evanna juga suka di sana,” sahut Khandra.Evanna memperhatikan perdebatan antara suaminya dan ayahnya yang tampaknya saling memiliki idealisme masing-masing. Meskipun Khandra mencoba untuk menjaga sikapnya, tapi ia jelas akan teguh pada pendiriannya.”Kalau kita tinggal terpisah, Papa tak bisa dekat denganmu. Bertahun-tahun kau mencoba memisahkan diri dari kami dan Papa rasa sudah saatnya kau terlibat dan dekat dengan ke
Seusai makan malam, Khandra mengajak Evanna untuk pulang. Meskipun ayahnya menginginkannya menginap, tapi Khandra menolaknya. Sepanjang perjalanan menuju apartemen hanya keheningan yang melingkupi mereka berdua. Evanna segan memulai pembicaraan kalau itu hanya akan menambah kekesalah suaminya. Begitu pun dengan Khandra yang fokus dengan kemudinya meski pikirannya berkelana entah ke mana. Setibanya di apartemen, Khandra langsung menuju mini bar dan mengambil sebotol minuman favoritnya. Ia duduk di ruang santai dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya lelah, begitu juga dengan batinnya. Evanna menghela napas panjang. Ia tahu Khandra membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. ”Kenapa kalian bertengkar seperti itu?” tanya Evanna yang duduk di samping Khandra. Evanna mendengar perdebatan antara suaminya dengan ibu mertuanya. Dari kalimat-kalimat mereka Evanna akhirnya tahu hubungan antara Khandra, Rakha, dan juga Nisya. ”Karena itulah aku tidak mau tinggal di rumah. Per
Evanna duduk dengan resah di ruang tunggu. Beberapa saat yang lalu ia menerima telepon mengejutkan dari seseorang yang memintanya datang untuk menemuinya.Evanna baru pertama kali menginjakkan kaki di Imperium Holding Company. Ia menatap penuh kagum interior yang didominasi warna krem dan gold itu.”Nyonya Evanna Laura, silakan masuk! Tuan Alcantara sudah siap untuk menemui Anda,” ujar perempuan berparas cantik yang merupakan sekretaris Benny Alcantara.Sekretaris itu mengantarkan langkah Evanna memasuki ruang kantor ayah mertua Evanna. Benny Alcantara yang duduk di singgasananya langsung berdiri dan menyambut Evanna dengan senyum lebarnya.”Duduklah, Nak. Selamat datang di kantorku,” sambutnya, lalu memeluk Evanna dengan hangat.Evanna merasa rikuh menerima sambutan yang ramah itu. Selama hidup belum pernah ia mendapatkan perlakuan yang luar biasa hangat seperti itu.Evanna duduk dengan canggung di hadapan Benny Alcantara. Pria paruh baya itu menatapnya dengan sorot mata teduh, seola
Evanna menutup pintu ruangan Benny Alcantara dengan gamang. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan setelah ini. Baru semalam Khandra bilang kalau ia akan bertahan di apartemen dan tidak mau kembali ke rumah orang tuanya. Kini, Evanna sudah bersedia membantu Benny untuk membujuk Khandra.Evanna mengeluh pelan. Meskipun ia tidak bisa menjanjikan, tapi melihat sorot mata ayah ertuanya yang penuh harap membuat Evanna takut mengecewakan laki-laki itu.Sekarang yang menjadi pikiran Evanna adalah bagaimana ia akan membujuk Khandra. Kalau ia keliru bicara, bukan tidak mungkin Khandra akan emuntahkan perbendaharaan kata-kata mutiaranya pada Evanna.Evanna masih berkutat dengan pikirannya saat pintu lift terbuka untuknya. Namun, belum juga kakinya melangkah, gerungan khas Tuan Muda Anantara langsung memenuhi gendang telinganya.”Ngapain kamu ke sini?” serunya yang membuat Evanna terlonjak kaget.Belum juga Evanna menjawab pertanyaannya, lengannya ditarik secara paksa masuk ke dalam lift. Khandra
Khandra terdiam. Berbagai spekulasi tentang ayahnya memenuhi pikirannya sekarang. Ia menimbang-nimbang kalau yang dikatakan Evanna itu memang benar adanya. Namun, sebelum mengambil keputusan, Khandra perlu mengkonfirmasi satu hal dari ayahnya itu.”Ikut aku!” perintah Khandra.Khandra bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangan kantornya. Evanna yang tak tahu Khandra akan mengajaknya ke mana hanya berjalan mengikuti langkah suaminya itu dengan patuh.”Kita mau ke mana?” tanya Evanna saat mereka tengah menunggu lift.”Menemui papaku tentu saja,” jawab Khandra singkat.”Kau tak mau ribut dengan papa kan?” tanya Evanna khawatir.Khandra tak menjawab pertanyaan Evanna itu. Pintu lift terbuka dan keduanya melangkah masuk ke dalam lift yang membawa mereka ke kantor Benny Alcantara.Benny tengah duduk menghadap jendela saat pintu ruangan kantornya terbuka secara tiba-tiba. Saat melihat Khandra yang memasuki ruangannya diikuti oleh Evanna membuat laki-laki itu meninggalkan kursinya
Khandra duduk di atas ranjangnya dan duduk terpekur. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia kembali menempati kamar ini lagi.Akhirnya Khandra kembali ke rumah ini juga setelah papanya meluluskan permintaannya. Khandra tak minta banyak hal. Khandra hanya minta seluruh ruangan yang ada di lantai tiga rumah ini digunakan untuk dirinya dan Evanna.Rakha yang kamarnya ada di samping kamar Khandra harus rela pindah ke kamar yang ada di lantai dua.Sebenarnya, Khandra sudah tak memiliki ikatan batin dengan rumah ini. Rumah yang berdiri sejak kedua orang tuanya menikah.Namun, sejak ibunya meninggal dan Nisya menjadi istri baru papanya, Khandra merasa rumah ini bukan lagi menjadi bagian hidupnya.Ia memandang sekeliling kamarnya yang tak banyak berubah. Poster-poster gedung pencakar langit masih menghiasi dinding. Tumpukan buku-buku lama tersusun rapi di rak buku. Semuanya masih sama persis seperti terakhir kali ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu.Tiba-tiba pandangan Khandra tertumbuk pada