”Aaarrrrgghhhh……!!” Calix melolong kesakitan saat aliran listrik kembali menyiksa tubuhnya.Calix sudah semakin lemah. Napasnya tersengal-sengal. Tubuhnya basah oleh keringat. Ia tak punya tenaga lagi untuk melawan.Meski sudah melihat Calix tak berdaya, ketiga orang tinggi besar yang menawannya tak menunjukkan raut wajah kasihan. Salah seorang di antaranya malah menjambak surai Calix dan menatapnya sinis.”Kami akan menyiksamu sampai kau tak berbentuk lagi, kau tahu?” ejeknya sambil menatap Calix yang terengah.”Aku..aku tak bersalah. Kenapa kalian lakukan ini padaku?” rengek Calix yang membuat ketiga orang itu semakin jengkel mendengarnya.Salah satu anak buah Khandra kembali menyalakan listrik dan Calix kembali berteriak kesakitan.”Kumohon… kumohon hentikan… Aarrrghhh!!”Tubuhnya hanya bisa menegang saat aliran listrik kembali menyiksa tubuhnya. Calix tidak berdaya. Kedua tangan dan kakinya diikat pada kursi kayu yang kuat.Calix hanya bisa mendogakkan kepalanya dan berteriak kenc
”Cari Maira sekarang juga sampai ketemu! Aku tak peduli ia bersembunyi di lapisan neraka bagian mana. Yang pasti temukan dia dan bawa ke hadapanku sekarang juga!”Rakha tersentak kaget saat mendengar gerungan marah dari dalam ruangan Khandra. Apalagi kakaknya itu juga menyebut tentang Maira.”Anda ingin bertemu Khandra?” sapa Rendra asisten pribadi Khandra.Rakha berjengit kaget mendengar suara Rendra yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya dan memergokinya tengah menguping.”Tampaknya sekarang bukan waktu yang baik. Dia kelihatannya sedang mengamuk. Ada apa?” tanya Rakha.”Bukan apa-apa. Hanya ada seorang bernama Calix yang disuruh seseorang untuk menjebak Nyonya Evanna di club. Untung saja Khandra datang tepat waktu,” jelas Rendra singkat.Rakha menelan salivanya yang rasanya seperti tersangkut di tenggorokan. Jadi, Khandra menangkap Calix dan sekarang tengah menginterogasinya. Bahaya. Jika Calix atau Maira menyebut namanya, Rakha bisa tamat saat ini juga.”Nanti saja aku kembal
Evanna menyesap iced caramel macchiato-nya. Ia duduk sendiri di dalam café dan memandangi orang-orang yang lewat berlalu lalang dari balik kaca besar.Evanna sudah tidak lagi bekerja sekarang. Dan untuk membunuh waktu yang menjemukan ia kembali luntang-lantung di café. Hidupnya terasa membosankan sekali.”Halo, Kakak Ipar,” sapa suara yang sudah sangat Evanna kenal.”Hai, Rakha,” balas Evanna lemah.”Kenapa wajahmu suram begitu?” tanya Rakha sambil duduk di samping Evanna. Seperti biasa tangannya menggenggam segelas matcha.”Aku sedang bosan. Aku pengangguran sekarang karena Khandra melarangku bekerja,” keluh Evanna.”Bukannya tidak bekerja itu lebih menyenangkan. Apalagi hidupmu berkecukupan. Kenapa pula kau harus bekerja kalau Khandra sudah bisa memenuhi kehidupanmu,” ujar Rakha.Evanna hanya bisa mengangkat bahunya. Satu lagi yang pasti, ia tak bisa bergantung sepenuhnya pada Khandra. Ia bukan benalu. Lgipula Evanna tak bisa selamanya mengandalkan Khandra. Ia ingat kalau pernikaha
Diva membanting tas yang dibawanya ke atas sofa. Ia kesal sekali hari ini. Janji temu dengan calon nasabahnya dibatalkan secara sepihak. Setelah itu, ia harus bertemu dengan Evanna yang tampaknya hidupnya sudah amat bahagia.”Kamu kenapa Diva? Kok marah-marah begitu,” Reni yang asyik menonton televisi merasa heran dengan tingkah anak perempuannya itu.”Mama tahu nggak aku habis ketemu siapa? Aku baru saja bertemu Evanna. Dan Mama tahu bagaimana dia sekarang?””Oh, ya, kamu ketemu di mana?” tanya Reni ingin tahu.”Imperium Royal. Dia tinggal di apartemen mewah itu sekarang. Dan Mama tahu kegiatannya sekarang? Dia hanya nongkrong di café dan bersantai. Hebat bukan?” jawab Diva sinis.Akhir-akhir ini Diva merasa ada yang kurang di rumah. Tak ada Evanna yang bisa menjadi pelampiasan emosinya. Sekalinya bertemu malah membuatnya merasa sakit hati. Kehidupan Evanna sudah sangat jauh berubah.Sangat sulit bagi Diva untuk menerima kenyataan itu. Selama ini dia selalu menjadi yang nomor satu di
”Kami memang tak punya pembantu di apartemen ini, Ma,” jawab Evanna.Mata Reni membeliak saat mendengar jawaban Evanna. Ia melirik vacuum cleaner yang disandarkan di ujung ruangan. Ia juga melirik pakaian Evanna yang tampak berpakaian ala kadarnya.”Masak tinggal di penthouse mewah seperti ini tak punya pembantu. Di rumah kita saja ada 3 pembantu yang selalu siaga,” balas Reni.”Aku punya banyak waktu luang. Lagipula kami tinggal di apartemen, bukan di rumah. Jadi, tidak perlu pembantu yang harus stand by untuk mengurusi dapur dan bersih-bersih. Makan pun kami bisa pesan atau pergi ke salah satu restoran yang ada di gedung ini,” jawab Evanna.Reni memang nyonya besar di rumah. Ia tak akan mau menginjakkan kakinya ke dapur. Diva apa lagi. Ia tahunya hanya memerintah.”Ya, tentu saja. Kau banyak waktu luang. Tapi juga tidak seperti ini, dong. Jadi, sebenarnya kau ini istri atau pembantu?” tanya Reni dengan suara sinisnya.Sudah Evanna tebak, ibu tirinya itu tak akan bermuka manis padany
Khandra berdiri dari tempat duduknya dan segera berlalu meninggalkan restoran. Amarah membuat nafsu makan siangnya hari itu lenyap begitu saja. Ia melangkah lebar dan kembali ke apartemennya.Saat membuka pintu apartemen dilihatnya Evanna tengah duduk di sofa dan mendekap kedua lututnya. Kepalanya ia sembunyikan dalam kedua tangannya yang terlipat.Khandra langsung mencengkeram lengan Evanna dan memaksanya berdiri.”Ganti baju sekarang juga dan ikut aku!” perintahnya pada Evanna yang menatapnya bingung.”Kita mau ke mana?” tanya Evanna serak.Khandra menatap istrinya itu dan melihat bekas lelehan air mata di sepanjang pipinya. Khandra sangat tidak menyukai Evanna yang lemah seperti ini.”Jangan banyak tanya, cepat ganti! Aku tunggu lima belas menit!” perintah Khandra yang membuat Evanna terburu memasuki kamarnya untuk berganti pakaian.”Pantas saja mereka menghinamu gembel dan seperti pembantu. Pakaianmu saja seperti itu,” komentar Khandra pedas saat Evanna keluar kamar.Evanna mereng
”Kenapa begitu? Sayang kalau harus dibuang semua. Banyak pakaianku yang masih bagus dan aku bisa memakainya untuk bersantai di rumah,” tolak Evanna.Meskipun jauh di bawah standar Khandra, tapi baju-baju Evanna masih layak pakai. Beberapa bahkan baru dibelinya sebelum ia menikah.”Sudah ada yang baru, kan? Buat apa yang lama masih disimpan,” ujar Khandra tak menghiraukan penolakan Evanna.”Baju-bajuku masih banyak yang bagus, kok,” bantah Evanna lagi.”Bagus apanya? Kalau memang bagus, tak mungkin ibu dan kakak tirimu menyebutmu buluk seperti pembantu,” dengus Khandra sebal.Pada waktu hari pernikahannya dulu, Khandra memang merasa kecewa karena ternyata bukan putri sulung keluarga Rasena yang akan menjadi istrinya. Ia harus menelan kekecewannya dengan menikahi anak haram mereka.Namun, sekarang Khandra merasa cukup beruntung menikah dengan Evanna. Perempuan itu meskipun ceroboh, tapi penurut dan tak banyak tingkah. Evanna memang sedikit bodoh dan ceroboh, tapi ia perempuan yang tak b
Dalam hati Rakha tengah bersorak gembira. Ternyata ada perempuan bodoh satu lagi yang bisa ia gunakan untuk menghancurkan Khandra. Perempuan yang sedang dibakar cemburu dan kebencian sangat mudah untuk diperdaya. Perempuan seperti itu rela melakukan apa saja untuk melampiaskan rasa dengkinya.Akh, bukan hanya Khandra tapi juga Evanna. Rakha yakin ia bisa menjatuhkan kakak tirinya itu melalui Evanna.Akhir-akhir ini Khandra seperti di atas angin. Pernikahannya tampaknya baik-baik saja. Dan hal itu membuat reputasinya di perusahaan juga meningkat pesat. Rakha sangat benci melihat hal itu. Ia sangat mengharapkan Khandra jatuh terhempas dan hancur berkeping-keping.”Aku baru tahu kalau kalian bukan saudara kandung. Memang bisa begitu ya?” tanya Rakha yang seolah sangat tertarik dengan kisah keluarga Diva.”Memang benar. Itu kenyataan kelam keluarga kami. Ibu Evanna dulu menggoda papaku. Jadinya, lahirlah Evanna. Karena ibunya meninggal, papaku harus memeliharanya sampai dia dewasa. Cerit