Evanna melihat kembali alamat yang diberikan Rakha padanya. Memang benar ini tempatnya. Namun, gedung dua lantai itu terlihat sangat sepi. Seperti tak terlihat ada tanda-tanda kehidupan. Evanna hendak menghubungi Rakha kembali, saat seorang satpam menghampirinya.”Cari siapa, Mbak?” tanya satpam bertubuh kurus itu pada Evanna.”Saya ada janji bertemu dengan Pak Laban,” jawab Evanna.Satpam itu memperhatikan Evanna dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Meskipun sederhana, tapi wanita di depannya itu terlihat cantik dengan kulit putih dan pipi kemerahan.”Oh, janji ketemu dengan Pak Laban. Beliau ada di kantornya. Mari saya antar,” tawar satpam itu ramah.Evanna berjalan mengikuti langkah satpam itu. Dari luar bangunan itu memang terlihat sepi, tapi saat masuk ke dalam, Evanna baru melihat beberapa mobil yang diparkir. Saat memasuki bagian dalam bangunan, Evanna baru tahu kalau di dalamnya cukup ramai.Satpam itu naik ke lantai dua. Terdapat beberapa lorong panjang dengan ruangan yang
”Kenapa begitu?” tanya Evanna tak mengerti.”Pak Calix itu sangat suka barang bagus. Kalau nggak cantik nggak mungkin akan didekati. Nggak semua karyawan perempuan di sini yang diajak makan siang bersama. Setahuku waktu Mbak Shana pertama kali bekerja di sini juga begitu. Sering diajak makan bareng. Tapi, sekarang tampaknya tidak lagi,” jelas Marwan.”Mungkin karena aku karyawan baru. Hanya untuk sekadar beramah tamah. Dengan Shana pun mungkin juga begitu hanya sekadar keramahan atasan pada bawahannya,” kilah Evanna lagi.”Hmm…tampaknya nggak begitu deh, Mbak,” bantah Marwan yang tampaknya senang sekali bergosip itu.”Udahlah, nggak perlu dipermasalahkan. Hak sepele saja, kok,” tukas Evanna mengakhiri Marwan yang hendak membuka mulutnya lagi.Evanna berjalan menuju meja kerjanya. Sudah ada setumpuk berkas yang tersusun rapi di atas mejanya. Ia menyalakan komputer dan memulai pekerjaannya.Marwan mengangkat bahu melihat Evanna yang sepertinya tidak terlalu tertarik dengan gosip tentang
”Bagaimana?’ tanya Rakha pada Maira yang baru saja menutup teleponnya.”Semua beres. Tinggal menunggu saat yang tepat,” jawab Maira sambil tersenyum.”Mereka bisa dipercaya, kan? Maksudku Laban dan Calix. Aku tak mau uangku keluar sia-sia,” tanya Rakha memastikan.Maira menghampiri Rakha dan duduk di sampingnya. Diusapnya lengan partner in crime-nya itu dengan lembut.”Tenanglah, Sayang. Laban dan Calix sudah sering bekerja sama denganku sebelumnya. Mereka orang-orang yang sudah lama aku kenal dan bisa diandalkan. Asalkan ada uang, mereka akan melakukannya dengan senang hati," ujar Maira meyakinkan.Rakha mengangguk pelan, wajahnya masih tampak sedikit cemas. Rakha tahu ia tak bisa percaya 100 persen dengan orang seperti Maira.”Aku hanya tidak ingin rencanaku kali ini gagal seperti yang sudah-sudah. Kau tahu berapa banyak kerugian yang aku derita kalau sampai semua ini gagal?"Tangan kekar Rakha mengepal erat mengingat kegagalannya menjatuhkan Khandra beberapa bulan lalu. Gagal membu
”Oh, ya, Evanna, apa akhir pekan nanti kau ada acara?” tanya Calix yang membuat Evanna tertegun seketika.Evanna teringat ucapan Shana sebelumnya bahwa ia harus bersikap hati-hati terhadap Calix. Mendengar pertanyaan Calix itu, Evanna merasa ia tidak hanya harus berhati-hati, namun juga waspada.Evanna meletakkan garpu dan pisaunya perlahan. Ia menatap Calix dengan tatapan tenang meski jantungnya berdegup sedikit lebih kencang.”Sepertinya saya ada acara dengan keluarga, Pak. Kenapa memangnya?” tanya Evanna balik dengan nada setenang mungkin.Calix tersenyum mendengar jawaban Evanna. Senyumnya bahkan terlihat sedikit mencurigakan di mata Evanna.”Ah, sayang sekali! Padahal aku ingin mengajakmu melihat pertunjukan di Black Diamond malam minggu nanti. Ada pertunjukan eksklusif penari dari Thailand akhir pekan nanti,” ujar Calix dengan nada kecewa yang kentara.Evanna mengernyitkan dahinya curiga. Entah mengapa ia merasa ajakan Calix itu tidak sesederhana kelihatannya. Dugaannya semakin m
Menjelang petang Evanna sudah berada di dalam mobil Calix menuju Quantum Hotel. Evanna sudah hampir menangis karena Calix memaksanya berganti pakaian sebelum berangkat. Terpaksa Evanna memakai pakaian yang disodorkan Calix padanya. Laki-laki itu tampaknya sudah mempersiapkan semuanya, termasuk gaun untuk Evanna.Gaun ketat merah maroon itu sangat menyiksa Evanna. Panjangnya sepuluh senti di atas lutut. Apalagi potongan leher v-neck rendahnya membuat Evanna malu memakainya. Dia merasa seperti wanita penghibur. Terlebih lagi saat tatapan nakal Calix yang terus mengerling ke arah paha dan belahan dadanya.Sepanjang perjalanan menuju Quantum Hotel, Evanna hanya bisa menunduk malu dengan tangan menutupi pahanya seerat mungkin. Tangannya sesekali juga membenahi leher gaunnya. Evanna merasa sangat tidak nyaman dengan balutan ketat gaun mini yang dipaksakan Calix untuk ia pakai.Pandangan Evanna sesekali melirik ke arah Calix yang menyetir dengan tenang. Namun tatapan atasannya itu seringkali
”Sebenarnya siapa Evanna?” tanya Calix melalui panggilan telepon pada Maira. Malam ini Calix tak bisa tidur. Setelah membuntuti mobil yang ditumpangi Khandra dan Evanna menuju apartemen, Calix semakin penasaran dengan Evanna. Ia sudah mengeluarkan semua pesona yang dimilikinya pada Evanna, tapi gadis itu tampaknya tidak tertarik padanya. Padahal sebelumnya Calix yakin bisa membuat Evanna bertekuk lutut dalam tempo satu minggu. Namun, setelah hampir satu bulan tak memberikan hasil seperti yang diinginkannya, membuat Calix hampir merasa putus asa. Ia sudah menyiapkan jurus terakhirnya. Namun, ia kalah kelak dari Khandra Anantara. Evana pun tampaknya tak menolak saat diajak pergi laki-laki sialan itu. ”Kan aku sudah bilang kalau ia perempuan kaya yang perlu kau rayu, kau taklukkan, lalu kaukuras habis harta bendanya. Apa aku kurang memberimu informasi?” tanya Maira. ”Kalau begitu informasimu kurang akurat. Evanna tampaknya sulit ditaklukkan,” keluh Calix. Maira tertawa keras mendeng
Evanna keluar dari toilet setelah menenangkan hatinya. Ia kecewa pada atasannya sendiri. Benar kata Shana bahwa Evanna harus mewaspadai Calix.”Ini.”Evanna terkejut saat mengetahui Shana sudah menunggunya di depan pintu toilet. Ia mengulurkan tissue pada Evanna untuk menyeka mata dan pipinya.”Kau tak apa-apa?” tanya Shana khawatir.Hari ini Shana sengaja datang lebih pagi supaya bisa cepat pulang. Namun, ia malah mendengar suara orang bertengkar dari dalam ruang kantor Calix.Evanna menerima tisue dari Shana dengan tangan sedikit gemetar. Ia mengusap sisa-sisa air mata di pipinya sembari menghela napas panjang.”Aku tidak apa-apa, hanya sedikit terguncang saja,” ujar Evanna parau.Shana mengangguk paham. Tentu saja Evanna masih syok dengan pertengkarannya barusan dengan Calix. Shana bisa menebak apa penyebabnya, saat melihat raut kacau di wajah Evanna.”Kita masuk ke ruang istirahat dulu. Kau terlihat butuh waktu untuk menenangkan diri,” ujar Shana lembut.Evanna hanya menurut tanpa
Masih ada dua minggu lebih sebelum Evanna dan Shana menjalankan rencana mereka. Calix adalah laki-laki licik. Evanna dan Shana harus sangat berhati-hati dan merencanakan semuanya dengan matang.Sepulang bekerja petang ini, Evanna berdiri di depan mini bar milik Khandra. Selama tinggal di apartemennya, Evanna tak pernah menengok isi mini bar itu. Baru kali ini ia penasaran isinya dan setelah lama memperhatikan isinya ia malah bingung sendiri.Ada berbagai macam botol dengan ukuran dan warna yang berbeda. Evanna mengenal beberapa di antaranya seperti anggur dan wiski meskipun belum pernah mencicipinya.Dalam pesta Halloween pasti akan disajikan minuman beralkohol. Evanna perlu mencoba beberapa di antaranya supaya ia bisa memprediksi reaksi tubuhnya terhadap alkohol. Akan aneh kalau ia bersama Calix tanpa menyentuh minuman sama sekali.”Kau sedang apa?” tanya Khandra yang sudah berdiri di belakang Evanna.”Oh, hanya sedikit ingin tahu tentang alkohol,” jawab Evanna yang membuat Khandra me