Lucas sudah ada di depan pintu apartemen Alexa. Tangannya membawa sebuket bunga dan sekotak makanan manis yang tadi dibeli oleh Baron.
Setelah menekan bel beberapa kali, terdengar suara teriakan dari dalam dan tak lama pintu terbuka.
“Oh, Luke,” ucap Alexa, mendadak gugup melihat kedatangannya.
Penampilan wanita itu terlihat sedikit berantakan, pakaian yang dipakai membuat bentuk tubuhnya terlihat seksi, kulit putihnya bersinar.
“Boleh aku masuk?” tanya Lucas dengan tersenyum.
“Oh, ya, silakan.” Alexa menyingkir dan membiarkannya masuk, setelah itu menyusulnya dan duduk di sofa tunggal.
Lucas menyerahkan bunga dan kotak makanan manis ke arah Alexa.
“Grazie, Luke. Kau tak perlu repot-repot seperti ini,” ucap Alexa menerima. Dia mencium bunga segar tersebut dengan senyum lebar.
“Bukan masalah. Bagaimana keadaanmu?”
Alexa tersenyum. “Sudah lebih baik.”
“Aku senang mendengarnya.” Tatapan matanya tak berpaling dari sosok cantik di depannya.
“Kau mau minum apa? Kebetulan aku akan makan siang, bagaimana jika kita makan sama-sama jika kau mau. Emily yang membawanya,” ucap Alexa menawarkan.
“Aku akan menerimanya jika tak merepotkan.”
“Ayo,” ajak Alexa, berjalan menuju dapur. “Duduklah dulu, aku akan membawanya.”
Alexa segara bergegas mengambil makanan yang baru saja dipanaskan. Setelah itu membawa dua piring dan sendok, tak lupa segelas air juga diberikan pada Lucas.
Setelah itu keduanya makan bersama dengan tenang. Sesekali Alexa menoleh dan melirik Lucas yang makan dengan lahap seperti begitu menikmati.
“Jangan melihatku saja. Makan makananmu, Alexa.” Dan ucapan tersebut cukup membuat wanita itu gelagapan, malu karena ketahuan telah mengamati diam-diam.
Setelah makan, Alexa membereskan bekas piring dibantu dengan Lucas. Pria itu tak mau diam walaupun sang empunya rumah telah memintanya duduk.
Setelah semuanya beres, mereka berdua kembali duduk di ruang tamu kecil di apartemen tersebut.
Secangkir kopi dan teh hijau ditemani makanan manis yang dibawakan Lucas menjadi teman bicara mereka.
“Di mana sahabatmu tinggal, Alexa?”
“Siapa? Emily?” Lucas mengangguk. “Dia ada di lantai empat, tinggal bersama adiknya.”
“Sudah lama kau mengenalnya?” Alexa mengangguk.
“Sejak aku datang ke Venesia. Dia satu-satunya orang baik yang mau menampungku selama beberapa hari sambil menunggu flat ini kosong,” jawab Alexa mengingat pertemuan pertama mereka.
“Kau sudah lama berada di sini?” Lucas mulai melancarkan pertanyaan untuk membuatnya semakin mengenal dekat Alexa.
“Lumayan. Aku suka kota ini, cantik dan tenang karena jauh dari kendaraan beroda yang membuat jalanan macet,” sahut Alexa, terkekeh pelan.
“Kau benar, di sini terlalu damai. Aku suka,” timpal Lucas membenarkan.
Lebih suka lagi berada di sampingmu, batinnya.
“Oh, ya, ada urusan apa kau ke kota ini Luke?” tanya Alexa tiba-tiba.
“Hanya untuk berlibur dan menenangkan diri. Apa kau mau menemaniku menikmati kota ini?”
Alexa menelengkan kepala. “Kau tahu aku bekerja.”
“Sepulang kau bekerja saja. Tidak apa-apa. Jika kau tidak keberatan, menyusuri kota ini sendirian tentu tidak menyenangkan, Alexa.” Lucas terkekeh pelan, “anggap saja kau menjadi tour guide dan aku akan membayar waktumu.”
“Kau terlalu berlebihan. Aku akan melakukannya, sepulang dari restoran.” Senyum Lucas melebar mendengar jawaban yang memuaskan.
“Terima kasih!”
Setelah menghabiskan beberapa jam bersama, Lucas kembali ke hotel. Berjalan sendirian menyusuri jalanan sempit dan lalu lalang orang-orang sama sekali tak membuatnya terganggu.
Justru ini yang diinginkan. Bisa menjadi orang biasa dengan kehidupan yang tanpa peraturan mengekang dan perintah yang mutlak.
Setelah membereskan ruang tamu, Alexa memilih mandi untuk menyegarkan diri. Sekuat apa dirinya menolak pesona Lucas, tetapi pria itu sudah mulai merenggut sebagian pikirannya.
Kebaikan dan ketulusan yang terlihat membuatnya mengagumi sosok pria itu. Mereka hanya orang asing yang tak sengaja bertemu sekali, tetapi pria itu berhasil membuatnya menaruh perhatian lebih.
Sejak pertemuan pertama mereka Alexa telah menolak pesona seorang Lucas. Membangun tembok tinggi untuk tak tergoda tetapi semakin ditolak justru semakin kuat pula ketertarikan yang dirasa.
“Ini salah,” gumam Alexa, menatap langit-langit kamar.
❥❥❥
“Hadiah apa yang disukai wanita, Baron?” tanya Lucas yang duduk bersama dengan tangan kanannya, mereka berdua sedang memeriksa beberapa dokumen pekerjaan.
“Perhiasan, tas mahal, gaun dan sepatu branded. Seperti biasanya, Signore.”
Lucas segera menggeleng. “Dia bukan wanita biasa, Baron!” Mengingatkan sekali lagi.
Biasa yang dimaksud Baron adalah para wanita yang selama ini mendekati hanya untuk uang dan kemewahan. Mereka akan dengan senang hati menerima hadiah-hadiah mewah tersebut, tetapi dia yakin jika itu dihadiahkan untuk Alexa, wanita itu pasti menolaknya.
Alexa berbeda.
“Anda mencari hadiah untuk Nona Alexa?” tanya Baron hati-hati.
“Sí, pikirkan hadiah apa yang disukai wanita sepertinya. Carikan hadiahnya. Jika salah dan dia menolak, kau tanggung akibatnya.” Bertanya, memberikan perintah, mengancam, sungguh paket lengkap.
“Aku tak pernah menghadapi wanita selain mereka yang suka menilai semuanya dari kemewahan.” Lucas mendesah pelan. Mendekati Alexa benar-benar butuh tenaga ekstra dan hati-hati.
“Nona Alexa suka bunga? Berikan saja itu padanya, Signore.”
“Dia menerimanya, aku tak tahu dia menyukainya atau tidak. Tapi membawa bunga setiap hari itu akan membuatnya bosan.”
Baron membulatkan matanya. “Anda berniat menemui Nona Alexa setiap hari?”
Gila, Anda benar-benar sudah jatuh cinta rupanya, batin Baron.
“Dia akan menemaniku berkeliling di sini. Kau jangan menggangguku!” Lucas memperingati.
“Tapi Anda tak bisa berkeliaran sendirian. Pengawal tetap akan menjaga anak dalam radius beberapa meter,” sahut Baron. Tidak membiarkan pria ini lepas begitu saja jika itu menyangkut keselamatan. Jika saja satu gores ada luka di tubuh Lucas karena kelalaian, maka semua pengawal akan mendapatkan hukuman.
“Terserah saja tapi jangan mendekat. Aku tidak ingin Alexa tahu,” desis Lucas pelan.
“Mustahil ada orang yang tidak mengenal Lucas Alexander Robinson.”
Lucas mengangguk. Jika nama lengkapnya disebut, mungkin Alexa akan tahu. Namun dia hanya Lucas Alexander, tanpa embel-embel Robinson.
Parasnya yang tampan cukup menarik perhatian.
“Apa Mom dan Dad tidak bertanya apa pun padamu?”
“Beliau hanya memberitahu bahwa enam bulan lagi Nona Isabelle akan kembali.”
Lucas malas jika membahas nama wanita yang baru saja disebut oleh Baron.
“Lebih baik aku tidur dan memimpikan Alexa.”
To Be Continue
Alexa melangkah keluar apartemen sambil mengenakan mantel tebal yang membungkus tubuhnya. Dia mendongak menatap langit yang mendung. Tangannya mengeratkan mantel di tubuh, bibirnya meniup udara dengan sedikit bergetar. “Hai, Luke,” sapa Alexa saat melihat Luke sudah berdiri di depan gedung apartemen. Pria itu terlihat menoleh dan tersenyum menyambut dirinya. “Hai, semoga kau benar-benar tak keberatan menemaniku, Alexa.” Wanita itu tersenyum dan menggeleng pelan. Lucas mengamati saat Alexa sudah berdiri di depannya. Rambut berwarna cokelat pirang itu terlihat kusut, wajahnya pucat, tirus dan penuh semangat. Penampilannya apa adanya, amat sederhana karena tak ada aksesoris apa pun yang menempel pada tubuh. Namun sama sekali tak mengurangi kecantikan yang dimiliki. Alexa menoleh dan tersenyum. “Ayo, aku sudah siap,” ucapnya. Belum mereka berdua melangkah, teriakan melengking dari suara yang begitu dikenal membuat keduanya menoleh. Emily—wanita itu melongok d
Alexa pernah berkata bahwa tidak ada alasan untuk menjadi cengeng, tetapi hari ini justru dia terlihat mengusap sudut mata beberapa kali ketika Lucas dengan tanpa aba-aba mengatakan sesuatu yang mengejutkan. Ada gelombang aneh yang menggetarkan hati ketika pria itu membahas tentang hubungan. Membuatnya mengingat sesuatu yang menyesakkan dada.“Apa ucapanku salah, Alexa?” tanya suara di belakang tubuh yang mengejutkan.Wanita itu segera mengusap bulir bening di pipi sebelum berbalik dan memamerkan senyum tipis yang terlihat dipaksakan.“Tidak, aku hanya … terkejut.”“Maaf jika ucapanku terlalu tiba-tiba. Venesia dan dirimu sama-sama membuatku terpesona.”Blush!Pipi Alexa merona mendengar ucapan Lucas yang membuat suhu dingin menjadi begitu panas. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain, enggan menatap pria yang kini tengah mengamatinya dalam diam.“Sedang merayuku, Signore?” “No, kau memang memesona. S
Malam kedua, seperti sebelumnya Lucas menjemput Alexa di flat tempat tinggalnya. Wajah wanita itu tampak lelah, bahkan cara jalannya saja terkesan lambat, membuat Lucas ingin mengurungkan niat untuk berjalan-jalan.“Tampaknya kau lelah,” ucap Lucas.Alexa tersenyum tipis. “Sedikit. Hari ini restoran begitu ramai, kebetulan ada rekanku yang tak masuk, jadi ya begitulah.”“Kalau begitu istirahatlah. Aku tak mau membuatmu semakin lelah.”“Sudahlah, kau terlalu banyak berpikir. Aku tidak apa, mungkin udara segar bisa membuatku kembali bersemangat.”Lucas mengangguk, dia mengikuti Alexa yang sudah melangkah lebih dulu. Mereka menyusuri jalanan sempit sebelum akhirnya menemukan jalanan yang lebih ramai.“Suasana di sini begitu damai,” kata Lucas dengan kagum.“Karena di sini tidak ada kendaraan beroda yang menimbulkan kemacetan, polusi dan sebagainya. Lagipula mobil tidak bisa masuk ke sini.”Lucas mengangguk membenar
Lucas Alexander Robinson, pria tampan dengan sejuta pesona yang luar biasa. Memiliki kehidupan yang diinginkan banyak orang.Harta, takhta dan wanita. Tiga hal itu membuat banyak orang ingin seperti dirinya. Padahal, hidupnya bahkan tak sebaik dan sebahagia yang sering dilihat orang lain.Apa yang dimiliki membuat beberapa orang menjadi iri, tetapi tak ada yang tahu bahwa sebagai putra mahkota, dia memiliki banyak tanggung jawab besar yang harus dipikul.Yang diketahui orang lain hanya saat dirinya bersenang-senang. Pesta mewah di kapal pesiar, keliling dunia, wanita yang mengelilingi.Kehidupan yang ditunjukkan tak ubahnya penuh kepalsuan. Banyak penjilat di sekitar, ada sebagian orang yang mendekat hanya untuk memanfaatkan.Seorang wanita mendekat hanya demi sesuatu yang dimiliki. Namun saat pertama kali melihat Alexa, Lucas sadar bahwa wanita itu berbeda. Bahkan yang membuatnya heran, wanita itu sama sekali tak terpesona dengan paras y
Alexa menarik tangannya perlahan. Dia menatap manik mata pria itu serius.“Jangan menunggu, itu adalah sesuatu hal yang membosankan.” Mengalihkan pandangan ke arah lain.“Sampai kau menjawabnya, Alexa.”“Aku tidak bisa,” kata Alexa diiringi helaan napas panjang.Mengapa harus aku? Di luar sana banyak wanita yang bersedia menerimamu, tapi itu bukan aku, Luke, batin Alexa.“Apa kurangnya aku?” tanya Lucas dengan mimik wajah serius.“Tidak ada yang kurang darimu. Hanya saja, aku benar-benar tidak berniat dan tidak ingin terjebak dalam sebuah hubungan.”Deg!Apa maksud ucapan itu, Lucas bertanya-tanya dalam hati dengan tubuh yang menegang karena terkejut.“Kenapa?”Alexa hanya menggeleng tanpa mau menjawab.“Kau pernah patah hati. Itu yang menjadi alasanmu, kan?” Pria itu sepertinya tak menyerah.“Bisa jadi,” sahut Alexa sambil terkekeh pelan. Sama sekali tak menanggapi ucapan pri
Alexa memasuki restoran dengan malas. Dia sama sekali tak bersemangat, tubuhnya lunglai dengan lingkar mata yang terlihat mengerikan. Wanita itu terjaga sepanjang malam ketika membayangkan apa yang telah dilakukan.Itu gila dan di luar kesadaran. Demi Tuhan dia benar-benar merasa dirinya sudah tak waras.“Hi, Alexa. Ada apa denganmu?” sapa Luca dengan menyentuh bahunya pelan.“Aku mengantuk.” Alexa menelungkup tangan di atas meja dan membenamkan kepalanya di sana dengan kepala terpejam.“Kau begadang?”“Alexa sedang terpapar virus cinta,” sahut Emily yang baru saja datang.“Wah, apa aku ketinggalan berita. Kau sudah memiliki kekasih, Alexa?”“Jangan dengarkan Emily. Dia memang pengacau,” kata Alexa dengan serak.“Sudah dibilang suruh terima. Dia terlihat seperti pria baik, juga jutawan dari negara antah berantah.”“Aku senang jika kau memang menemukan pria baik yang akhirnya mampu mencairkan gunung es.”
Alexa merasakan sesak. Tubuhnya seperti terhimpit sesuatu, tetapi begitu nyaman. Namun seketika dia tersadar, bahwa ada yang aneh, ada sesuatu yang memeluk tubuhnya.Perlahan dia membuka mata dan pemandangan yang dilihat pertama kali adalah paras tampan seorang pria. Alexa terdiam, mengagumi ciptaan Tuhan yang ada di depan mata.Tangannya terulur, menyentuh wajah yang terlihat nyata tersebut. Mengusapnya pelan hingga terdengar suara erangan lirih dan manik mata hitam itu menatapnya dengan seulas senyum tipis di sudut bibirnya.“Buongiorno (Selamat pagi), Alexa.”Deg!Suara itu mengapa terdengar begitu nyata. Alexa menarik tangannya dan mengusap wajahnya kasar. Kemudian memberikan jarak kosong yang membuat pria itu mengernyitkan kening bingung.“Ada apa?” tanya pria itu dengan menyentuh bahu Alexa pelan.“Luke?” tanya Alexa dengan suara serak, masih tak menyangka bahwa yang ada di depannya benar-benar nyata. Bukan halusin
Pada hari kepulangan Lucas dari Venesia. Dia disambut oleh keluarga besar Robinson dengan penuh kerinduan.Pria itu memutuskan pulang kembali ke Inggris bukan tanpa sebab. Dua hari lagi adalah pesta ulang tahun Robert Robinson atau yang kerap disapa tuan tua, pemegang tampuk kepemimpinan hingga saat ini.Robert Robinson saat ini genap berusia 80 tahun, tetapi gaya hidup sehat dan olahraga yang baik membuatnya tampak bugar di usia senja.“Cucu nakalku akhirnya kembali. Sudah puas kah kau bermain-main di luar sana, Luke?” sindir Robert dengan tatapan tajam.Lucas hanya tersenyum datar dan memeluk pria tua itu. “Bagaimana kabarmu, Kakek?” tanyanya basa-basi.“Kau bisa lihat. Aku masih bernapas hingga detik ini!” jawab Robert dingin.“Tentu saja kau tidak akan membuatku pulang hanya untuk menyiapkan pemakamanmu, kan?” Lucas membalas ucapan pria tua itu tak kalah tajam.Walaupun hubungan keduanya terlihat baik-baik saja, yang sebenarnya terjadi adalah Lucas begitu membenci pria tua itu.Se