“Saya mengerti jika perusahaan ini gagal mendapatkan proyek dari Sentosa Oil. Terus saya harus menjawab apa, Pak?” tanya Avery berlagak bodoh.
“Hais … ucapkan sesuatu yang menyenangkan atau memberi semangat pada diriku!” Xavier sangat geram dengan ucapan Avery yang sangat datar dan tidak ada reaksi sedikitpun.
“Siapa yang memenangkan proyek Sentosa Oil, Pak?” tanya Avery berpura-pura penasaran.
“Vermont,” balas Xavier kesal. Ia sangat kesal karena ia kalah dari perusahaan saingannya.
“Semangat, Pak,” ucap Avery datar. Ia bahkan seharusnya bahagia dari siapapun karena Vladimir Corp gagal mendapatkan proyek Sentosa Oil dan yang memenangkan pertandingan proyek adalah Vermont Corp.
“Kamu benar-benar manusia tanpa ekspresi, Belle!” protes Xavier yang melihat Avery tidak ada ekspresi apapun saat berbicara dengannya.
“Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Avery mengalihkan perhatian. Ia malas untuk memberi semangat atau mendengarkan
Avery nakal gak?
Bittersweet Memories Seorang wanita dengan wajah penuh make up dan pakaian seksi melintas di hadapan Avery. Ia mendekati Avery dan menatapnya tajam. “Mbak, tolong katakan kepada Xavier, calon istrinya sudah datang,” ucap wanita itu arogan. “Boleh saya tahu siapa nama Nona?” balas Avery sopan. “Wina Stainfield,” ucap wanita itu tersenyum penuh percaya diri. “Pak, ada Nona Wina. Apakah bapak mau menemui nona?” tanya Avery di telepon intercon. “Hais … bisakah kamu mengatakan bahwa aku sedang berada di luar, Belle?” ucap Xavier kesal. Masalahnya dengan Sentosa Oil sudah mengganggunya, sekarang ia tidak mau diganggu lagi dengan wanita bernama Wina Stainfield. Wanita yang dijodohkan dengannya tapi ia sama sekali tidak tertarik terhadap wanita itu. “Maaf, Pak. Nona sudah berada di depan. Ia memaksa untuk bertemu,” ucap Avery santai. “Ya sudah. Suruh dia masuk,” balas Xavier putus asa. Avery menutup telep
“Hai, Sayangku,” ucap Wina dengan nada sangat genit ketika memasuki ruangan Xavier.“Ada apa?” Xavier sangat malas melihat Wina.“Aku merindukanmu ...” Wina mendekati meja Xavier, sementara Xavier menghindarinya dan berjalan menuju sofa.“Aku tidak,” balas Xavier ketus.“Ayolah, temani aku, Sayang.” Wina mencoba mendekati tapi Xavier selalu menjaga jarak dengannya.“Sudah jangan dekat-dekat lagi. Kamu bisa berdiri di sana!” seru Xavier kesal.“Kamu jangan terlalu ketus, Sayang. Aku ini calon istrimu,” ucap Wina manja dan terus berusaha mendekat kepada Xavier.Xavier hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Wina. Sungguh ia tidak suka dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya dengan orang tua Wina. Wina bukanlah tipe wanita yang ia sukai. Semua dandanan dan pribadi Wina yang seperti dibuat-buat membuat
Setelah menyelesaikan rapat dengan Visho hotel, Avery dan Xavier kembali ke ruangan kerja mereka. Mereka hanya diam sepanjang jalan tanpa sepatah katapun. “Belle,” sapa Xavier untuk membuka pembicaraan dengan Avery. “Ya, Ada apa, Pak?” Avery mencoba menjawab dengan sesopan mungkin. “Aku harap kamu tidak salah sangka dengan apa yang terjadi antara aku dan Wina tadi,” jelas Xavier ragu-ragu. Ia juga sendiri bingung mengapa harus menjelaskan hal itu kepada Avery yang notabene bukan siapa-siapa untuknya. “Baik, Pak,” jawab Avery datar. “Ma-maksud saya ...” Xavier mencoba menjelaskan lebih lanjut agar Avery tidak salah sangka dan membuat Avery berpikir bahwa ia telah berbuat mesum di jam kantor.
Pagi ini begitu cerah, Avery sengaja berdandan yang sangat cantik untuk menunjang penampilannya yang sudah cantik. Ia juga sengaja memasak beberapa cemilan untuk dibawa ke kantor. Ia sangat berniat untuk merebut perhatian Xavier dari Wina. Misinya sudah bergeser karena ia melihat Wina sebagai objek yang menarik untuk pembalasan dendam pribadinya bukan untuk Rosalind lagi. Ia bergegas keluar dari apartemen dan menemui Aldi di lobi apartemen. Seperti biasanya, Aldi sudah siap menjemput Avery di lobi dengan mobil sederhananya. “Hai, Al,” sapa Avery berseri-seri tidak seperti biasanya yang selalu murung dan banyak protes. Aldi sendiri bingung dengan perubahan Avery hari ini. “Apakah ada hal yang membahagiakan hari ini, Nona?” tanya Aldi penasaran sambil mengendarai mobilnya.
“Jadi sekarang kita akan makan malam dimana, Pak?” tanya Avery bersemangat saat memasuki ruangan kerja Xavier. “Apa yang kamu inginkan untuk malam ini, Belle? Sesuai dengan janjiku, aku akan mentraktirmu setiap hari,” balas Xavier senang. Ia tentunya sangat senang dengan perubahaan mood dari Avery. Wanita di hadapannya sudah tidak ketus lagi, ia kembali menjadi wanita ceria yang pernah Xavier temui di bandara Incheon, Korea Selatan. “Bagaimana jika shabu-shabu? Hari ini begitu dingin, lebih enak makan yang berkuah,” tawar Avery. “Ok. Sebentar aku rapikan semua berkas di meja,” Xavier mulai sibuk merapikan semua berkas yang ada di mejanya. “Saya bantu agar cepat selesai.” Avery maju mendekati meja kerja Xavier dan membantunya merapikan semua berkas di meja.
Shabu First “Sudah sampai, Pak.” Vergi memberitahukan kepada Xavier. “Ayo turun, Belle. Oh ya, Kamu bisa pergi dahulu. Mungkin kami akan lama di sini. Atau kamu bisa memberikan kunci mobil dan kamu pulang terlebih dahulu setelah memarkirkan mobil,” ucap Xavier memberikan instruksi. “Baik, Pak.” Xavier turun terlebih dahulu dari mobil kemudian membuka pintu untuk Avery. Ia seperti seorang gentleman yang sangat sopan dan memperhatikan wanita yang ia ajak kencan. “Ini restaurant shabu-shabu yang sangat terkenal di daerah ini, Belle,” ucap Xavier memperkenalkan restaurant yang ada di hadapannya. “Terima kasih, Pak,” Avery tersenyum terhadap Xavier.
“Hai, Al.” Avery membuka pintu mobil Aldi yang terparkir di lobi restaurant. “Selamat malam, Nona.” Aldi mulai menyalakan mobil dan mengendarainya menjauhi restaurant tempat Avery dan Xavier makan malam bersama. Bayangan Xavier lama kelamaan menghilang dari penglihatan Avery dan Aldi dari spion mobil. “Apa kabarmu hari ini, Al? tanya Avery untuk memulai pembicaraan dengan Aldi. “Baik, Nona,” jawab Aldi datar. Bagaimana dengan masakanku? Apakah enak?” cerocos Avery yang terlihat berseri-seri. “Sangat enak, Nona,” jawab Aldi dengan jujur. Aldi memperhatikan rona wajah Avery yang semakin berseri setiap harinya. Ia senang dan takut akan perubahan yang terjadi pada diri Avery. Ia senang karena Avery tidak murung lagi ta
“Tuan, waktu makan sudah tiba.” Aldi membawakan makan malam ke kamar Jordan. Saat ini Jordan sedang tidak sehat karena terlalu banyak pekerjaan sehingga menyebabkan sakit kepalanya kumat. “Terima kasih, Al.” Jordan tersenyum melihat Aldi yang selalu setia kepadanya. Ia juga sangat menyayangi Aldi seperti anaknya sendiri. “Sama-sama, Tuan. Ini obat yang harus anda minum setelah makan malam.” Aldi menunjuk sebutir obat yang ada di gelas kecil. "Terima kasih, Al. Oh ya, bagaimana perkembangan Avery sekarangl?" tanya Jordan penasaran. Ia berusaha bangkit dar posisi tidurnya dengan dibantu oleh Aldi. Tubuhnya yang sudah mulai menua membuat ia mengalami banyak sakit. Banyak pikiran dan pekerjaan yang tiada hentinya menyita semua pikiran dan tenaga Jordan. "Nona sudah berha
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k