“Adik ipar heh” Serunya dengan suara berat yang terdengar menggelitik ditelinga Ariella.
“Kau Mederick Winston kan?” Tanya Ariella dengan ragu.
“Ya” Pria itu menatapnya dari atas sampai bawah. Memindainya dengan intens membuat Ariella mengalihkan pandangannya. Merasa tertekan dengan aura kuat yang mendominasi dimiliki oleh pria itu.
‘benar-benar terlihat seperti seorang player’ batin Ariella
“Jadi kenapa kau orang yang akan menikah dengan Malkin? Ariella Darwin?”
“Maaf?” Jawab Ariella tatapannya tak lepas dari kedua mata Mederick. Ariella akui dirinya lancang namun manik abu-abu indah itu sangat mempesonanya. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan pria dengan mata seindah Mederick, sepertinya mata itu menurun dari Ibunya karena Dominic memiliki mata berwarna biru.
“Aku tanya kenapa justru kau diserahkan, seorang putri angkat. Apa itu hal yang pantas diterima oleh Winston.” suara maskulin itu kembali terdengar namun kali ini dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih membuat Ariella terlonjak kaget, matanya mengerjap untuk kembali fokus pada masalah yang akan dihadapinya kini.
“Putri kandungnya menolak menikah karena mengandung anak mantan tunanganku” Ariella berucap dengan tenang, ia melihat kearah Mederick.
“Mantan tunangan katamu..” Mederick berdecih dengan nada tak suka sambil menoleh ke samping.
“yah bukankah itu wajar, lebih baik berhubungan dengan tuan muda sevant daripada Malkin Winston yang emm… cacat?” ucap Ariella lagi, dia tidak berniat menghina namun itu adalah salah satu bagian dari rencanannya.
“Kau benar, jika begitu bukanlah lebih baik untukmu bersamaku daripada Malkin yang cacat itu” Bibir Mederick menyeringai dengan sebelah tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.
“Maaf tapi aku lebih tertarik dengan pria cacat yang setia daripada seorang player” Setelah mengucapkan itu Ariella mendapati tatapan menghunus dari Mederick. Tatapan yang penuh dengan unsur ketidaksukaan pada ucapan Ariella.
“Kau tidak tau apa-apa, kitten.” Ucap Mederick dengan langkah yang mendekati Ariella
“Sepertinya kau memiliki hubungan yang buruk dengan calon suamiku” ucap Ariella yang sukses membuat Mederick menggeram, dia berjalan cepat mendekati Ariella dan mencengkaram rahang Ariella kuat
“Lidahmu tajam juga rupanya” Desis Mederick.
“Oh ya.. apa itu melukaimu, kakak ipar” Ucap Ariella menahan sakit akibat cengraman Mederick pada dagunya.
Mederick menampakan senyuman sinis sebelum menyambar bibir Ariella yang sedikit terbuka.
Satu detik..
Dua detik..
Dan detik ketiga, Ariella membelalak, Mederick menciumnya! Mencium bibirnya! Bibir orang yang akan menjadi adik iparnya sendiri.
Gadis itu memberontak. Tangannya memukuli Mederick, Ariella bisa merasakan Mederick tersenyum ditengah ciumannya. Sialan! Selama 22 tahun hidupnya ini kali pertama Ariella dicium oleh seorang pria dan itu calon kakak iparnya sendiri!
Ariella mencoba mendorong dengan sepenuh tenaga tetapi gagal. Mederick justru menarik tekuknya dan memperdalam ciuman itu hingga..
“Shit!” Mederick mendesis, mengusap bibirnya yang berdarah, ada luka kecil disana, bekas gigitan Ariella
Bugh.. Ariella menendang tulang kering Mederick, Mederick hanya terkekeh, tak merasakan sakit
“Gigitanmu terasa lebih sakit dibanding tendanganmu, Kitten”
“Terkutuk!” Umpat Ariella lalu berbalik meninggalkan Mederick yang menatap punggung Ariella dengan seringaian miring.
“Well, selamat datang diperangkapku, Ariella Dfretes..” Gumam Mederick dengan tangan yang mengusap bibirnya dengan gerakan menggoda.
“Anda baik-baik saja nona?” Tanya Jack begitu Ariella keluar dari ruang kerja Mederick
“Bukankah kau memiliki mata untuk menilainya sendiri, menurutmu aku baik atau tidak?” Sarkas Ariella membuat Jack tersenyum tipis
“Maaf nona, saya minta maaf atas nama Tuan Mederick” Ucap Jack yang membuat Ariella mendengus
“Kurasa kau harus memasukannya ke sekolah etika, apakah budaya barat memang memperbolehkan ciuman pada pertemuan pertama mereka?! Terlebih dengan calon adik iparnya sendiri dan juga kau harus mengatakan padanya untuk segera menikah agar berhenti bermain-main. Aku yakin jika usianya sudah kelewat batas” Sarkas Ariella, dia tidak peduli dengan citranya didepan Jack mengingat status pria itu sebagai asisten tuan muda.
“Tuan Mederick baru berusia 31 tahun Nona” Ucap Jack
“Baru 31 tahun kau bilang?!” Ariella melotot, jika dinegaranya maka usia itu akan dicap sebagai orang yang tidak laku-laku.
“Tuan sedang sibuk mengurus perusahaan Nona. Terlebih dia memiliki adik yang harus dijaga” Ucap Jack membela sang Tuan. Ariella menghela napas, menenangkan dirinya yang sempat terbawa emosi. Dalam hati Ariella membenarkan ucapan Jack, lagipula Mederick dapat mendapatkan wanita manapun dengan mudah.
“Ngomong-ngomong aku penasaran denganmu Jack. Siapa Tuan muda yang kau layani sebenarnya? Malkin atau Mederick?” Ariella menaikan sebelah alisnya dengan tatapan bertanya, diperkenalan mereka sebelumnya Jack hanya mengatakan dirinya sebagai asisten tuan muda. Dan hal itulah yang membuatnya penasaran
“Sebelumnya saya bekerja untuk Tuan Malkin dan setelahnya Tuan Mederick” Jawab Jack dengan senyum tipis. Sebelum Ariella kembali bertanya lebih lanjut, Jack kembali buka suara “Anda harus bersiap nona, setelah ini kita akan menemui Tuan Malkin” Ucap Jack yang membuat Ariella mengangguk.
Ariella kembali ke kamar yang dia tempati sebelumnya, salah satu kamar yang berada di lantai satu, berbatasan langsung dengan taman disamping mansion itu.
Seorang wanita paruh baya yang sebelumnya datang bersama Jack saat Ariella pertama kali sadar membantu Ariella bersiap, namanya Sarah.
“Sudah selesai Ella, kamu sangat cantik” Ucap Sarah senang. Ariella memang meminta Sarah untuk berbicara santai dengannya, sama seperti Jack bedanya Sarah tidak menolak permintaannya dan dengan senang hati memanggil Ella tanpa embel-embel nona. ala American style menurutnya.
Ariella menatap tampilannya didepan cermin. Bahkan tanpa makeup-pun dirinya sudah cantik namun dengan sentuhan makeup tipis yang Sarah berikan membuat kecantikannya lebih memancar.
“Terimakasih Sarah”
Ariella beranjak, Sarah membuka pintu kamar dan didepan kamar sudah ada Jack yang menunggunya.
“Sepertinya tak lama lagi kau akan menjadi asistenku, Jack” Ucap Ariella dengan senyum miring.
“Saya ditugaskan oleh tuan muda untuk berada disisi anda, Nona” Jawab Jack
Ariella tersenyum tipis, Jack memandunya menuju mobil dan menuju rumah sakit. Selama 20 menit berkendara akhirnya Ariella berada didepan sebuah gedung tinggi dengan tulisan Winston Memorial Hospital didepannya. Ariella mengikuti Jack yang masuk ke dalam lift dan menekan tombol 24. Hanya ada keheningan yang mengisi, Ariella juga tidak berniat untuk membuka suara.
Ting….
“Mari nona” Ajak Jack ketika pintu lift itu terbuka. Ariella berjalan dibelakang Jack, pria itu membawanya pada sebuah ruangan dengan dua orang bodyguard bersetelan hitam dengan badge Winston yang berjaga didepan pintu.
Jack menyapa mereka, lalu membuka pintu kamar tempat Malkin berada. Ariella menatap kamar tersebut. Ruang rawat inap VIP dengan fasilitas lengkap dan memadai.
“Saya membawa nona Darwin, Tuan muda” Ucap Jack membuat pandangan Ariella tertuju pada ranjang pasien yang ditempati oleh Malkin Winston, putra kedua keluarga Winston yang cacat.
“Tinggalkan kami berdua” Ucap Malkin dengan suara seraknya. Jack mengangguk lalu berbalik, saat tatapannya bertemu dengan Ariella, Jack tersenyum tipis.
Suasana dalam ruangan menjadi hening setelah pintu tertutup sempurna. “Mendekatlah nona Darwin” Ucap Malkin sambil menatap Ariella dengan senyum tipis namun Ariella bisa melihat adanya binar keterkejutan dimatanya.
Ariella melangkah mendekati Malkin, jika diperhatikan wajahnya cukup mirip dengan Mederick. Namun perbedaan ada diaura keduanya, jika Mederick terkesan lebih dewasa dan mendominasi maka ekspresi wajah Malkin lebih lembut dan ramah mungkin karena usianya yang tergolong muda yakni 25 tahun.
Selain itu warna mata keduanya berbeda, Malkin memiliki mata berwarna biru seperti Dominic dan ada bekas sayatan yang menjalar dari dahi hingga pipi kanannya. Mungkin itu alasan kenapa Malkin dirumorkan buruk, karena luka sayatan itu.
“Aku yakin kau sudah tau namaku. Aku Malkin Winston, jadi siapa namamu?” Tanya Malkin dengan senyum tipis, nada bicaranya terdengar lemah.
“Ariella, kau bisa memanggilku Ella” Ucap Ariella membalas senyum tipis Malkin.
Ariella bisa melihat tubuh Malkin yang tersentak, tak lama, karena setelahnya Malkin kembali tersenyum.
“Kau sudah bertemu dengan Mederick?”
“Sudah, beberapa jam yang lalu” Ucap Ariella malas, dia masih kesal dengan Mederick yang menciumnya tadi, cukup menjijikan untuk diingat.
Melihat ekspresi Ariella sontak saja Malkin terkekeh “Bagaimana ekpresinya saat tau kau calon istriku?” Tanya Malkin antusias
“Menyebalkan” Jawab Ariella. Anehnya Malkin suara tawa Malkin semakin keras sebelum tawa itu memudar dan dia berucap “Akhirnya aku bisa membuatnya kesal sebelum kepergianku…”
“Akhirnya aku bisa membuatnya kesal sebelum kepergianku…” Malkin bergumam dengan tatapan mengarah keluar jendela “Emm.. Kau mengatakan sesuatu?” Ariella bertanya karena dia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Malkin gumamkan. Pria itu hanya menjawab dengan senyum tipis, dia menatap Ariella lekat membuat Ariella menyentuh wajahnya “Ada yang salah dengan wajahku?” Tanya Ariella “Ah, kau cantik” Ucap Malkin. Ariella tersenyum “Aku tau” ucap Ariella membuat Malkin kembali tertawa renyah, dia tidak menduga jika Ariella akan merespon ucapannya dengan kalimat pembenaran, karena beberapa wanita pada umumnya cenderung bersikap malu-malu saat Malkin memujinya, “Kau menyenangkan Ella” “Kau orang pertama yang mengatakannya” kekeh Ariella. “Benarkah?” “Ya” Ucap Ariella jujur. Dia sendiri mengakui jika dirinya bukanlah orang yang mudah menyenangkan orang lain. Keheningan terjadi selama beberapa detik, Malkin menatap Ella sejenak sebelum berucap “Bisa kau membawaku berkeliling Ella, a
“Maafkan aku” Gumam Ariella Tiba-tiba Ariella mendengar suara Mederick dari belakang “Seharusnya kau meminta maaf padaku, bukan pada tanaman itu” “Aku tidak merasa memiliki salah padamu.” Ucap Ariella tanpa menoleh. Dia merasakan Mederick melangkah mendekatinya. Membuatnya kembali merasa tidak nyaman. “kau wanita pertama yang membuatku terluka, pertama bibirku dan kedua tanganku” Ariella menatap Mederick, pria itu berdiri tak jauh dari posisinya saat ini. Mata coklat Ariella melihat bekas gigitannya pada bibir Mederick. Ariella mendengus, kenapa dia harus mengingat ciuman pria gila itu. “Kau pantas mendapatkannya” Ucap Ariella Tidak ada respon dari Mederick, pria itu masih berdiri dibelakangnya dengan tatapan yang mengarah ke kanan, Ariella mengikuti pandangan Mederick, ada sebuah gedung perusahaan dengan plang JCOB tepat disebelah rumah sakit ini. Saat Ariella mengalihkan pandangan kembali pada Mederick, dia dikagetkan dengan tindakan Mederick yang melangkah mendekatinya. Mata
Macau 09.50 PM Sebuah pesawat pribadi mendarat di sebuah tempat dengan penjagaan berlapis dengan pria-pria besenjata lengkap yang berjaga disetiap sisinya. Sebuah markas besar yang terbuat dari kerangka baja terkuat. Seorang pria turun dari pesawat itu. Pria itu berjalan melewati orang-orang bersenjata lengkap yang berbaris rapi di sisi kanan dan kiri. Mederick Winston melangkah masuk diikuti Jack sang asisten yang setia dibelakangnya. Pria itu duduk di sofa single sedangkan Jack berdiri disisi kirinya. Seseorang mendekat kearahnya. “Tuan, polisi sudah berjaga di dermaga, petinggi mereka mengucapkan terimakasih atas informasi yang anda berikan” “Lebih lambat dari yang ku duga” Mederick menyeringai yang membuat pria itu ngeri. “Anda ingin ke dermaga tuan?” Pria itu bertanya dengan hati-hati. “Tidak, aku ingin melihat apakah Ezel berhasil dengan tugasnya.” Pria itu menunduk lalu mundur dengan cepat. Ia kembali ke posisinya, kembali berjaga seperti sebelumnya. “Jack siapkan helic
Santa Monica Place, califoronia Sudah 5 hari sejak Ariella terbangun di mansion Winston dan merawat Malkin. Hari ini adalah hari libur Ariella, Malkin memintanya untuk berbelanja. Mood Ariella seketika membaik terlebih dia juga tidak melihat Mederick selama 2 hari ini. entah kemana perginya pria itu, Ariella tidak peduli. Ariella menatap Sarah yang memilihkan banyak pakaian. Wanita itu memang sudah berumur namun seleranya dalam fashion patut diacungi jempol. Dari pakaian santai hingga gaun semua pilihan Sarah sangat sesuai seleranya. Bahkan alas kaki dan perhiasanmu juga dipilihkan oleh Sarah. Ariella memang lebih suka berpenampilan simple namun bukan berarti ia tidak tau fashion. Ella suka barang branded tapi ia tidak suka yang mencolok. Ia tidak begitu tertarik menggunakan make-up karena menurutnya itu merepotkan untuk menggunakan sekaligus membersihkannya. Setidaknya ia merasa beruntung memiliki wajah yang cantik sehingga tidak perlu sibuk mempercantik diri. “Ada lagi yang ingi
Ariella menuju lift, ketika pintu lift akan segera tertutup, pintu itu ditahan oleh tangan kekar seorang pria dengan seringain diwajahnya. “KAU-“ Ariella menatap Mederick. Setelah tidak terlihat selama 2 hari tiba-tiba saja pria itu berada didepannya dengan setelan jas hitam dan tangan kanan yang menyeret koper. “Apa yang kau lakuk-” “hust- Bukankah lebih aman bersamaku, kitten” ucap Mederick memotong ucapan Ariella. Pria itu ikut masuk ke dalam lift membuat Ariella menjauhkan dirinya ke pojok, dia menatap Mederick dengan tatapan tak suka. Mederick bersmirk, “kau tau.. little kitten, tingkahmu yang seperti ini benar-benar menggodaku” Ucapnya Ariella melotot, mata abu Mederik menatap Ariella lekat membuat Ariella nyaris hanyut dalam suasana, dia menelan salivanya. Ariella kewalahan dengan kesan dewasa yang melekat pada pria itu. Mederick bener-benar seorang cassanova yang berbahaya untuknya “Jangan mendekat!” Ucap Ariella saat Mederick mendekatinya, memojokkannya dengan tubuh teg
“Orang yang kau tau sebagai calon suami, bagaimana perasaanmu jika dia mati?” Mederick berucap datar, pandangannya tertuju pada mata coklat Ariella. Ariella terdiam, dia belum memikirkan ini meskipun sejak awal Ariella tau jika Malkin tidak memiliki semangat untuk hidup. Sejak bertemu dengan Malkin, Ariella sudah menduga jika pria itu sangat pasrah dengan hidupnya terlebih dengan adanya kejadian hari ini membuat Ariella yakin jika Malkin benar-benar mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. “Menyesal….” Ucap Ariella pelan, mata coklatnya bersitatap dengan manik keabuan Mederick yang terpaku menatapnya “Menyesal karena gagal untuk memahaminya dengan baik… bahkan disaat terakhirnya aku tidak bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya” Sambung Ella tanpa sadar meneteskan air matanya, inilah perasaan yang sejak tadi tidak Ariella pahami. Mederick kaget ketika melihat Ariella menangis, namun setelahnya pria itu tersenyum miring. “Kenapa kau menangis? Seperti bocah” Ucap Mederick dengan
“Emm..” Ariella memberontak, mendorong dada bidang Mederick untuk melepaskan ciuman panas yang pria itu berikan padanya “Babe!” Wanita pirang yang tadi menjadi lawan cumbuan Mederick berteriak kesal, dia menarik tangan Mederick dan.. Plak.. “Jalang! beraninya kau menggoda kekasihku!” Ariella mematung tak percaya, wanita pirang itu menampar dan berteriak marah padanya BRUK Mederick mendorong wanita itu jatuh ke lantai lalu mendekap tubuh Ariella dengan erat. Otak Ariella buntu, tidak bisa mencerna secara cepat apa yang baru saja terjadi hingga tangan Mederick menyentuh dagu nya, mengarahkan wajah cantik itu untuk menatap Mederick dan mengusap pipi Ariella yang memerah, “babe.. apa yang kau lakukan?” Tanya wanita pirang itu Mederick mengecup pipi Ariella, membuat Ariella tak memahami jalan pikiran Mederick yang memang jauh dari kata ‘waras’ itu. “This bitch” Ucap Mederick dengan tajam, baru saja Mederick hendak bergerak, tangan Ariella menghentikannya “Jangan kasar padanya” Ariel
“LEPASKAN!” Ariella mencoba untuk menarik tangannya yang terus digenggam erat oleh Mederick saat pria itu bergerak menekan tombol lift. Ting.. begitu pintu lift terbuka ada seorang wanita dengan setelan kemeja merah dan rok pensil dengan panjang diatas lutut, wanita itu menatap Ariella sekilas lalu beralih pada Mederick. “Oh Mederick Winston senang bertemu denganmu disini” Ucapnya dengan senyum tipis yang menggoda “Minggir!” Ucap Mederick datar “Gezz, kau pemarah sekali.” Ucap Melisa sambil berjalan keluar dari lift. Wanita itu mengusap kemeja Mederick lalu mengerlingkan matanya mata Ariella. “Jadi dia yang kau pilih?” Ucap Melisa dengan tatapan mengejek. Ariella diam menyimak percakapan keduanya, setelah diingat lagi wanita didepannya ini adalah seorang model victoria secret yang pernah dikabarkan berkencan dengan Mederick “Bukan urusanmu!” “Ku akui dia cantik tapi bodynya bukan tipemu kan?” Celetuk Melisa, Ariella memutar bola matanya malas andai saja tangannya tidak ditahan o
Mederick menyerahkan sebuah kertas pada Ariella. Surat pengalihan seluruh aset milik atas nama Mederick pribadi. Mulai dari property hotel, restoran bintang 5 miliknya hingga asset lain seperti mansion dan gendung-gedung atas nama Mederick ditambah lagi pulau pribadi milik Mederick“Kau mau menjual ini semua?” Tanya Ella penasaran karena Mederick menyerahkan dokumen itu ke arahnya. Mederick menggeleng. Pria itu menyerahkan sebuah surat yang berbeda dari surat-surat lainnya.“Surat pernyataan?” Gumam Ariella membaca selembar surat yang Mederick serahkan“Semua aset milikku sudah menjadi milikmu termasuk aku. Jadi tandatangani surat yang menyatakan bahwa kau adalah milikku untuk selamanya” Jelas Medrick cepat. Ariella melotot terkejut.“Apa-apaan ini, kau tidak takut jika aku pergi darimu lagi, Der?” Tanya Ariella tanpa menghilangkan raut terkejutnya. Ariella terkesiap saat Mederick bergerak cepat meraih pinggangnya dan mendekapnya lebih eratAriella merasakan hatinya berdebar kencang k
Dalam sebuah kamar rumah sakit yang tenang, Mederick terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur, wajahnya pucat dan lesu. Tidak jauh darinya, Ariella duduk di kursi, pandangannya terpaku pada wajah Mederick yang lelah. Pikirannya berkecamuk dengan beragam emosi, dari kemarahan hingga belas kasihan."Dia selalu saja menyebalkan" gumam Ariella pelan. "Tapi, aku tidak bisa membantah bahwa dia peduli padaku." Dia merenung sejenak, mengingat momen-momen mereka bersama, bahkan di antara pertengkaran dan konflik yang tak kunjung usai.Ariella menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Tapi itu bukan alasan untuk membiarkan dirinya menyakitiku" gumamnya dengan suara penuh ketegasan. "Dia harus belajar mengendalikan emosinya, seperti yang selalu dia katakan kepadaku."Saat itu, Mederick mulai bergerak, matanya terbuka perlahan. Ariella segera berdiri, tatapannya bertemu dengan Mederick yang masih lemah. "Kau sadar" ucapnya dengan suara lembut, mencoba menenangkan pria itu
Sementara itu, di pulau terpencil yang jauh dari kekacauan di villa mewah Mederick, Ariella Dfretes duduk di sebuah teras dengan pemandangan pantai yang tenang. Bersama dengannya adalah Faniya dan Mason, dua orang yang telah memberikan perlindungan dan kedamaian setelah ia melarikan diri dari kekacauan yang diciptakan oleh Mederick."kak, aku masih tidak percaya bahwa kau berhasil melarikan diri dari Mederick" ujar Faniya dengan nada prihatin. "Kakak tahu bahwa dia tidak akan pernah berhenti mencarimu."Ariella mengangguk dengan penuh ketegasan. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa lagi tinggal di bawah pengaruhnya. Aku butuh kebebasan, dan aku tidak akan kembali padanya. Tenang saja aku gak ganggu kalian kok"Mason menatap Ariella dengan penuh kekhawatiran. "Tapi, bagaimana dengan ancamannya? Apakah kau yakin kau aman di sini?""Aku tahu risikonya" jawab Ariella mantap. "Tapi aku lebih baik berisiko hidup di sini daripada hidup di bawah bayang-bayang ketakutan bersama Mederick. Tapi aku ju
Dalam gelapnya malam yang menyelimuti villa mewah itu, Mederick Winston berdiri di tengah-tengah ruangan yang kini tergenang oleh lautan darah dan mayat-mayat yang tergeletak tanpa bentuk. Kekacauan yang terjadi adalah gambaran nyata dari kegilaan yang merajalela di dalam dirinya."SIALAN, KALIAN SEMUA TIDAK BERGUNA!" teriak Mederick dengan suara yang penuh kemarahan, membuat udara menjadi terasa lebih berat di dalam ruangan itu. Tangannya bergetar saat ia memandang ke sekeliling, melihat kehancuran yang ia sebabkan dengan tangannya sendiri.Tak peduli siapa yang berada di depannya, Mederick mengamuk tanpa ampun. Dia tidak membedakan siapa pun yang berada di jalannya, termasuk para bawahannya sendiri. Ia memukul, menendang, bahkan membunuh tanpa ampun, seperti seorang manusia yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.Di antara orang-orang yang menjadi korban kegilaannya, Jack, salah satu bawahannya yang setia, berdiri dengan wajah yang penuh kebingungan dan kecemasan. Selama delap
Ariella berdiri di ruangan rapat, di hadapan tim eksekutif dan staf perusahaannya yang terkejut dan bingung dengan pernyataan yang baru saja Ariella katakan"Saya ingin berbicara dengan kalian semua. Seperti yang kalian ketahui, saya baru saja dilantik sebagai Presiden Direktur perusahaan Darwin. Namun, saya memiliki pengumuman penting yang perlu saya sampaikan."Tim eksekutif dan staf memandang Ariella dengan penasaran. Ariella mengambil napas panjang“Saya telah memutuskan untuk menyerahkan seluruh kekayaan dan aset perusahaan ini kepada sebuah panti asuhan yang membutuhkan. Saya percaya bahwa sebagai pemimpin, tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada mencari keuntungan, tetapi juga pada memberikan kembali kepada masyarakat."Semua yang ada disana termasuk tim eksekutif dan staf terkejut dengan pengumuman tersebut, beberapa di antaranya menunjukkan reaksi campuran antara kagum dan kebingungan.“Tapi bagaimana kelanjutan perusahaan?”Ariella menanggapi pertanyaan itu dengan seny
Langit senja menyala di balik jendela mobil mewah saat Mederick mengemudikannya dengan tenang. Ariella duduk di sebelahnya, tetapi suasana di dalam mobil terasa tegang. Mereka baru saja meninggalkan acara bisnis yang panjang, tetapi tidak sepatah kata pun terucap sejak mereka memulai perjalanan pulang.Dengan napas dalam, Mederick memutuskan untuk memecahkan keheningan yang membelenggu mereka. "Riel, aku ingin meminta maaf."Ariella menoleh padanya dengan pandangan yang penuh pertanyaan di matanya. "Maaf? Maaf untuk apa?" ucapnya berpura-pura tak tahu, meskipun dalam hatinya dia sudah mengetahui alasan di balik permintaan maaf Mederick.Mederick menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tahu belakangan ini aku agak... terlalu cemburu. Aku ingin meminta maaf jika itu membuatmu tidak nyaman."Ariella menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak mengharapkan permintaan maaf seperti itu dari Mederick, yang biasanya sulit mengakui kesalahannya. "meskipun aku m
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur, menggantikan Andrew Darwin sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan” ujar juru bicara perusahaan dengan suara yang tegas dan jelas, memecahkan keheningan ruangan rapat.Prok.. Prok.. Prokk.. Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan, mengisyaratkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari para pemegang saham.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat. Mereka melihat kehadiran Ariella sebagai awal dari babak baru bagi perusahaan, penuh dengan harapan dan potensi.Ariella dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya. Dengan pakaian profesional yang ra
Mederick menghembuskan asap rokoknya dengan napas yang berat. Rokok itu hanyalah pelarian dari kekacauan emosinya yang tak terkendali. Dia merasa putus asa, mencoba memahami perasaan yang berkobar-kobar di dalam dirinya. Meskipun, dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya. Dia hanya bisa merasakan betapa kuatnya keinginannya untuk menjaga Ariella di sisinya, meskipun itu berarti memaksanya.“Aku membencimu. Ayo kita batalkan perjanjiannya!”Kata-kata Ariella membuat Mederick merasa tercengang. Dia mencoba memahami apa yang sebenarnya Ariella maksud dengan permintaan itu. Namun, bahkan dengan segala usahanya, dia tetap tidak bisa menyelami sepenuhnya isi hati wanita itu. Ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya, rasa penasaran yang tak terhentikan, dan dia ingin mengetahui apakah perasaannya itu beralasan.Mederick mencoba membenamkan dirinya dalam pertimbangan-pertimbangan yang melingkupi hubungannya dengan Ariella. Dia merenungkan setiap momen yang mereka lewati bersama, mencari
Ariella menatap langit malam melalui jendela kamarnya, membiarkan pikirannya melayang pada pembicaraannya dengan Faniya tadi siang. Faniya telah membuat keputusan besar dengan keluar dari keluarga Darwin dan mengejar kebebasannya, sementara dia sendiri merasa terperangkap dalam jebakan yang lebih besar.Dalam keheningan malam, pikiran Ariella melayang jauh, mencoba memahami keputusan yang diambilnya selama ini. Dia merenungkan bagaimana hidupnya telah terjebak dalam lingkaran masalah dan tekanan, terutama dalam pernikahannya dengan Mederick.Apakah yang dilakukannya benar?Meskipun dia berjuang untuk mempertahankan dirinya dan mencari kedamaian, dia merasa semakin terjebak dalam kekacauan yang telah dibangun di sekitarnya.Namun, melihat keberanian Faniya untuk keluar dari lingkaran itu memberinya sedikit harapan. Dia menyadari bahwa kebebasan dan kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dia korbankan demi kepentingan orang lain. Mungkin saatnya baginya untuk mengambil langkah besar, s