Setelah yakin jika Ariella pingsan, Jack kembali melajukan mobilnya hingga setelah keluar dari area hutan, mobil itu melaju menuju sebuah kastil yang sangat terawat.
Seorang penjaga membuka pintu ketika melihat mobil itu mendekat kearah kastil. Jack mengangguk pada sang penjaga dan mengemudikan mobilnya memasuki area halaman kastil hingga akhirnya berhenti didepan sorang pria yang berada dipintu depan kastil.
“Tuan..” Sapa Jack melihat kehadiran Tuan mudanya yang menunggu didepan kastil. Pria itu mengangguk, dia membuka pintu penumpang dan terdiam sejenak.
“Kenapa dia?! Dimana Faniya?” Tanyanya dengan ekspresi menggelap
“Saya tidak tau Tuan, saat saya berada disana Tuan Darwin mengatakan jika Nona Ariella Darwin yang akan saya bawa” Jelas Jack dengan wajah menunduk
Pria itu tertawa keras membuat suasana hening seketika. Jantung Jack berdegup kencang karena takut dengan ucapan dan ekpresi atasannya yang seperti akan menggila.
“Apalagi yang direncanakan pria belang itu kali ini!” geramnya sambil mengacak rambut hitamnya hingga berantakan yang justru menambakan kesan seksi bagi sang empunya.
“Haruskah saya kembali dan membawa nona Faniya, Tuan?” Tanya Jack
Pria itu diam dan menatap Ariella lekat “Tidak perlu! Kita berangkat sekarang” titahnya tak terbantah dengan membawa Ariella ke dalam gendongannya.
-
Ariella tidak menyangka begitu terbangun, dirinya akan berakhir disebuah kamar mewah. Tidak seperti kamarnya di kediaman Darwin, kamar yang kini ditempatinya seperti sebuah kamar istana dalam cerita disney atau mungkin sebuah kamar didalam istana kerajaan bertema eropa. Intinya kamar ini sangat luas dan diisi dengan peralatan mewah yang Ariella perkirakan berharga fantastis.
Setelah menatap ke berbagai arah akal sehat gadis itu kembali. Ia teringat ketika malam sedang dalam perjalanan untuk bertemu dengan Tuan Muda Winston. Jack, sang asisten tuan muda membiusnya dengan paksa.
“Awas aja kamu Jack!” Geram Ariella
Pintu terbuka menampakkan pria yang membiusnya tengah berdiri dengan senyum lebarnya bersama seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam pelayan, dengan bibir yang mengulas senyum sekedar formalis menurut Ariella.
“Selamat pagi nona, saya rasa anda tidur dengan nyenyak semalam” sapan itu berasal dari Jack. Senyum kelewat lebar itu membuat Ariella semakin geram
“Sangat nyenyak, berkat seseorang” sahut Ariella sarkas yang dibalas dengan senyum yang sama lebarnya.
“Saya minta maaf atas tindakan saya semalam namun itu sebuah langkah pengamanan agar anda tidak masalah saat dibawa dalam pesawat”
“Pesawat?!” Mata coklat Ariella membola “Dimana kita sekarang?"
“Kita sekarang berada di California nona, Tuan muda pertama dirawat di Winston Memorial Hospital.” Jelas Jack. Ariella berdecak, bagaimana bisa dalam semalam dirinya bisa lintas negara ditambah calon suaminya itu berada dirumah sakit? Dia kira pria itu hanya cacat dan duduk dikursi roda, nyatanya justru jauh lebih buruk dan hal itu menyakinkan Ariella daripada menjadi seorang istri, dia seperti menjadi perawat pribadi.
“Lain kali katakan saja jika aku tidak boleh tau, jangan suntik aku secara paksa. Kau bahkan menyuntiknya dengan tangan bergetar hingga aku kesakitan” Ucap Ariella, jujur saja lengannya masih terasa sakit
“Maafkan saya nona” sesal Jack
“Dimaafkan” Ucap Ariella membuat Jack tersenyum tipis, dia sangat amat setuju jika Ariella menjadi pasangan tuannya.
“Anda dapat bersiap untuk sarapan nona. Tuan besar dan Tuan muda pertama sudah menunggu anda sadar sejak 2 hari yang lalu” Ucap Jack. Ariella mengangkat alis nya.
“Dua hari?” ucap Ariella meminta penjelasan
“saya tidak tau jika double bius yang saya berikan memiliki dampak yang cukup lama” Ucap Jack tanpa dosa
“Terkutuk! Kau benar-benar menyebalk-” Ucapan Ariella terpotong
“Anda dapat bersiap sekarang nona, Tuan besar sedang menunggu anda dimeja makan” ucap Jack
“Tuan besar?”
“Benar nona, anda sekarang berada di mansion keluarga Winston di California” Ucap Jack yang membuat Ariella syok.
“Aku ingin langsung menemuinya” Jack menatap Ariella seolah menilai pada tampilan Ariella. Pakaian dan rambut gadis itu agak berantakan, seolah mengerti arah tatapan Jack, Ariella bangkit berdiri ia menatap kearah cermin yang menampakan bayangan dirinya.
Tangan gadis itu menata rambut dan bajunya lalu kembali menatap ke arah Jack. “Bukankah sudah lebih baik?” Jack hanya mengangguk lalu menuntun gadis itu ke ruang makan.
Begitu tiba diruang makan Ariella hanya menemukan satu kursi yang terisi, Ariella tau pria itu Dominic Axelis Winston. Tuan besar yang Jack maksud, singkatnya calon ayah mertua Ariella
“Selamat datang Ariella” Sapa pria paruh baya itu, nadanya penuh dengan wibawa.
“Terimakasih Tuan” Balas Ariella sopan
“Tidak perlu terlalu formal, Ella. Panggil saja aku Papa, kau calon menantuku” Ucap Dom dengan senyum ramah. Ariella cukup kagum dengan bahasa Indonesia yang pria itu ucapkan, terdengar sangat fasih.
“Baik papa”
“Duduklah, kita sarapan bersama” Ucap Dom
Ariella menarik sebuah kursi disisi kanan, meja itu cukup panjang, layaknya meja jamuan sebuah istana dengan Dom yang menempati kursi kepala keluarga, berbagai hidangan tersedia dimeja itu mulai dari makanan dari negara Ariella seperti bubur ayam maupun makanan western seperti chimichanga, dan Cuban sandwich.
Ariella mengambil waffle yang berada paling dekat dengan tempat duduknya, lalu memakannya. Waffle yang lembut dan renyah bercampur manisnya madu membuat mata Ariella berbinar, ini waffle terenak yang pernah dimakannya.
Dom tersenyum tipis memperhatikan Ariella sampai tiba-tiba ponsel Dom berbunyi, pria itu membukanya dan menghela nafas pelan. Dia hampir lupa dengan pejalanan bisnis yang menunggunya setelah ini.
“Aku harus pergi sekarang Ella, nikmati waktumu ditempat ini, kita akan berbicara tentang perjodohanmu saat aku pulang nanti. Kuharap kau tidak keberatan menunggu seminggu lagi” ucap Dom
“it’s oke papa, lagipula keluarga Darwinlah yang membutuhkan perjodohan ini, tentu saja aku akan menunggu” Ucap Ariella karena memang benar jika Andrew sangat ingin menjual putrinya agar perusahaan pria itu bisa bertahan.
“Tenang saja perusahaan ayahmu sudah mulai stabil sekarang”
“Terima kasih papa”
“Jack.” Panggil Dom membuat Jack mendekat menuju meja makan
“Ya” Jawabnya
“Setelah Ariella selesai makan antarkan dia menemui Mederick di ruang kerjanya setelah itu antar dia ke rumah sakit untuk bertemu Malkin” Ucap Dom yang membuat Ariella nyaris tersedak, dia akan langsung bertemu dengan kedua tuan muda Winston hari ini?
“Baik” Jawa Jack, setelahnya Dom meninggalkan ruang makan, menyisakan Ariella yang menusukan garpunya pada Waffle yang tersisa setengah.
Pikiran Ariella menerawang, dia harus memiliki hubungan yang bagus dengan Mederick Winston, karena secara tidak langsung pria yang dijuluki player itu akan menjadi kakak iparnya.
Ariella meminum air dalam gelas lalu beranjak, dia menatap Jack sejenak sebelum berucap “Antarkan aku menemui tuan muda pertama Winston”
Jack tersenyum tipis “Baik nona”. Jack menuntun Ariella, mansion keluarga Mederick hanya terdiri dari dua lantai namun bagian dalamnya sangat luas dan tertata namun menyerupai labirin, ada banyak sekali koridor di mansion itu.
Ariella mengikuti Jack yang menuntunnya menaiki tangga, naik menuju lantai dua dan berhenti disebuah pintu kaca yang memiliki motif mawar hitam di tengahnya.
Jack menekan intercom yang menempel di pintu kaca itu “Saya membawa nona Ariella, Tuan” Ucap Jack.
Terdengar suara ‘klik’ dan setelahnya pintu yang terbuka secara otomatis “Silahkan masuk nona, tuan berada di dalam” Ariella melangkah masuk tangannya mendadak dingin karena kegugupan yang mulai mendera.
“Ingat tujuanmu” Ariella memotivasi dirinya sendiri lalu menghembuskan napas pelan. Ariella melangkah masuk bersamaan dengan pintu yang tertutup secara otomatis.
Sepertinya suhu Ac diruangan itu sangat rendah, karena Ariella merasakan udara dingin menusuk kulitnya ditambah penerangan yang cukup remang karena hanya cahaya matahari pagi yang meneranginya. Ariellla menatap seorang pria yang menggunakan kemeja hitam berdiri membelakanginya. Pria itu menatap kearah jendela kaca yang menampakan pepohonan yang menjulang.
Ariella maju mendekat kearah meja kerja pria itu. Mengetukkan tangannya pada meja untuk mendapatkan atensi pria itu dan berhasil, Pria itu kini membalikkan tubuhnya menghadap Ariella.
GLEK
Ariella mamatung. Perawakan pria itu sungguh sempurna. Fitur wajah khas orang barat dengan mata hitam keabuan. Pria itu berdiri tegap dengan lengan kemeja yang digulung hingga siku membuat otot lengannya terlihat jelas memancarkan aura kedewasaan dan kebebasan yang sangat ketara.
“Maaf menganggu, aku Ariella dan sepertinya akan menjadi adik iparmu” ucap Ariella dalam bahasa inggris, pria itu terlihat menahan senyumnya yang nyaris terbit.
“Adik ipar heh..” Serunya dengan suara berat yang terdengar menggelitik ditelinga Ariella.
“Adik ipar heh” Serunya dengan suara berat yang terdengar menggelitik ditelinga Ariella. “Kau Mederick Winston kan?” Tanya Ariella dengan ragu. “Ya” Pria itu menatapnya dari atas sampai bawah. Memindainya dengan intens membuat Ariella mengalihkan pandangannya. Merasa tertekan dengan aura kuat yang mendominasi dimiliki oleh pria itu. ‘benar-benar terlihat seperti seorang player’ batin Ariella “Jadi kenapa kau orang yang akan menikah dengan Malkin? Ariella Darwin?” “Maaf?” Jawab Ariella tatapannya tak lepas dari kedua mata Mederick. Ariella akui dirinya lancang namun manik abu-abu indah itu sangat mempesonanya. Ini pertama kalinya dia bertemu dengan pria dengan mata seindah Mederick, sepertinya mata itu menurun dari Ibunya karena Dominic memiliki mata berwarna biru. “Aku tanya kenapa justru kau diserahkan, seorang putri angkat. Apa itu hal yang pantas diterima oleh Winston.” suara maskulin itu kembali terdengar namun kali ini dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih membuat Ariella
“Akhirnya aku bisa membuatnya kesal sebelum kepergianku…” Malkin bergumam dengan tatapan mengarah keluar jendela “Emm.. Kau mengatakan sesuatu?” Ariella bertanya karena dia tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Malkin gumamkan. Pria itu hanya menjawab dengan senyum tipis, dia menatap Ariella lekat membuat Ariella menyentuh wajahnya “Ada yang salah dengan wajahku?” Tanya Ariella “Ah, kau cantik” Ucap Malkin. Ariella tersenyum “Aku tau” ucap Ariella membuat Malkin kembali tertawa renyah, dia tidak menduga jika Ariella akan merespon ucapannya dengan kalimat pembenaran, karena beberapa wanita pada umumnya cenderung bersikap malu-malu saat Malkin memujinya, “Kau menyenangkan Ella” “Kau orang pertama yang mengatakannya” kekeh Ariella. “Benarkah?” “Ya” Ucap Ariella jujur. Dia sendiri mengakui jika dirinya bukanlah orang yang mudah menyenangkan orang lain. Keheningan terjadi selama beberapa detik, Malkin menatap Ella sejenak sebelum berucap “Bisa kau membawaku berkeliling Ella, a
“Maafkan aku” Gumam Ariella Tiba-tiba Ariella mendengar suara Mederick dari belakang “Seharusnya kau meminta maaf padaku, bukan pada tanaman itu” “Aku tidak merasa memiliki salah padamu.” Ucap Ariella tanpa menoleh. Dia merasakan Mederick melangkah mendekatinya. Membuatnya kembali merasa tidak nyaman. “kau wanita pertama yang membuatku terluka, pertama bibirku dan kedua tanganku” Ariella menatap Mederick, pria itu berdiri tak jauh dari posisinya saat ini. Mata coklat Ariella melihat bekas gigitannya pada bibir Mederick. Ariella mendengus, kenapa dia harus mengingat ciuman pria gila itu. “Kau pantas mendapatkannya” Ucap Ariella Tidak ada respon dari Mederick, pria itu masih berdiri dibelakangnya dengan tatapan yang mengarah ke kanan, Ariella mengikuti pandangan Mederick, ada sebuah gedung perusahaan dengan plang JCOB tepat disebelah rumah sakit ini. Saat Ariella mengalihkan pandangan kembali pada Mederick, dia dikagetkan dengan tindakan Mederick yang melangkah mendekatinya. Mata
Macau 09.50 PM Sebuah pesawat pribadi mendarat di sebuah tempat dengan penjagaan berlapis dengan pria-pria besenjata lengkap yang berjaga disetiap sisinya. Sebuah markas besar yang terbuat dari kerangka baja terkuat. Seorang pria turun dari pesawat itu. Pria itu berjalan melewati orang-orang bersenjata lengkap yang berbaris rapi di sisi kanan dan kiri. Mederick Winston melangkah masuk diikuti Jack sang asisten yang setia dibelakangnya. Pria itu duduk di sofa single sedangkan Jack berdiri disisi kirinya. Seseorang mendekat kearahnya. “Tuan, polisi sudah berjaga di dermaga, petinggi mereka mengucapkan terimakasih atas informasi yang anda berikan” “Lebih lambat dari yang ku duga” Mederick menyeringai yang membuat pria itu ngeri. “Anda ingin ke dermaga tuan?” Pria itu bertanya dengan hati-hati. “Tidak, aku ingin melihat apakah Ezel berhasil dengan tugasnya.” Pria itu menunduk lalu mundur dengan cepat. Ia kembali ke posisinya, kembali berjaga seperti sebelumnya. “Jack siapkan helic
Santa Monica Place, califoronia Sudah 5 hari sejak Ariella terbangun di mansion Winston dan merawat Malkin. Hari ini adalah hari libur Ariella, Malkin memintanya untuk berbelanja. Mood Ariella seketika membaik terlebih dia juga tidak melihat Mederick selama 2 hari ini. entah kemana perginya pria itu, Ariella tidak peduli. Ariella menatap Sarah yang memilihkan banyak pakaian. Wanita itu memang sudah berumur namun seleranya dalam fashion patut diacungi jempol. Dari pakaian santai hingga gaun semua pilihan Sarah sangat sesuai seleranya. Bahkan alas kaki dan perhiasanmu juga dipilihkan oleh Sarah. Ariella memang lebih suka berpenampilan simple namun bukan berarti ia tidak tau fashion. Ella suka barang branded tapi ia tidak suka yang mencolok. Ia tidak begitu tertarik menggunakan make-up karena menurutnya itu merepotkan untuk menggunakan sekaligus membersihkannya. Setidaknya ia merasa beruntung memiliki wajah yang cantik sehingga tidak perlu sibuk mempercantik diri. “Ada lagi yang ingi
Ariella menuju lift, ketika pintu lift akan segera tertutup, pintu itu ditahan oleh tangan kekar seorang pria dengan seringain diwajahnya. “KAU-“ Ariella menatap Mederick. Setelah tidak terlihat selama 2 hari tiba-tiba saja pria itu berada didepannya dengan setelan jas hitam dan tangan kanan yang menyeret koper. “Apa yang kau lakuk-” “hust- Bukankah lebih aman bersamaku, kitten” ucap Mederick memotong ucapan Ariella. Pria itu ikut masuk ke dalam lift membuat Ariella menjauhkan dirinya ke pojok, dia menatap Mederick dengan tatapan tak suka. Mederick bersmirk, “kau tau.. little kitten, tingkahmu yang seperti ini benar-benar menggodaku” Ucapnya Ariella melotot, mata abu Mederik menatap Ariella lekat membuat Ariella nyaris hanyut dalam suasana, dia menelan salivanya. Ariella kewalahan dengan kesan dewasa yang melekat pada pria itu. Mederick bener-benar seorang cassanova yang berbahaya untuknya “Jangan mendekat!” Ucap Ariella saat Mederick mendekatinya, memojokkannya dengan tubuh teg
“Orang yang kau tau sebagai calon suami, bagaimana perasaanmu jika dia mati?” Mederick berucap datar, pandangannya tertuju pada mata coklat Ariella. Ariella terdiam, dia belum memikirkan ini meskipun sejak awal Ariella tau jika Malkin tidak memiliki semangat untuk hidup. Sejak bertemu dengan Malkin, Ariella sudah menduga jika pria itu sangat pasrah dengan hidupnya terlebih dengan adanya kejadian hari ini membuat Ariella yakin jika Malkin benar-benar mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. “Menyesal….” Ucap Ariella pelan, mata coklatnya bersitatap dengan manik keabuan Mederick yang terpaku menatapnya “Menyesal karena gagal untuk memahaminya dengan baik… bahkan disaat terakhirnya aku tidak bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya” Sambung Ella tanpa sadar meneteskan air matanya, inilah perasaan yang sejak tadi tidak Ariella pahami. Mederick kaget ketika melihat Ariella menangis, namun setelahnya pria itu tersenyum miring. “Kenapa kau menangis? Seperti bocah” Ucap Mederick dengan
“Emm..” Ariella memberontak, mendorong dada bidang Mederick untuk melepaskan ciuman panas yang pria itu berikan padanya “Babe!” Wanita pirang yang tadi menjadi lawan cumbuan Mederick berteriak kesal, dia menarik tangan Mederick dan.. Plak.. “Jalang! beraninya kau menggoda kekasihku!” Ariella mematung tak percaya, wanita pirang itu menampar dan berteriak marah padanya BRUK Mederick mendorong wanita itu jatuh ke lantai lalu mendekap tubuh Ariella dengan erat. Otak Ariella buntu, tidak bisa mencerna secara cepat apa yang baru saja terjadi hingga tangan Mederick menyentuh dagu nya, mengarahkan wajah cantik itu untuk menatap Mederick dan mengusap pipi Ariella yang memerah, “babe.. apa yang kau lakukan?” Tanya wanita pirang itu Mederick mengecup pipi Ariella, membuat Ariella tak memahami jalan pikiran Mederick yang memang jauh dari kata ‘waras’ itu. “This bitch” Ucap Mederick dengan tajam, baru saja Mederick hendak bergerak, tangan Ariella menghentikannya “Jangan kasar padanya” Ariel
Mederick menyerahkan sebuah kertas pada Ariella. Surat pengalihan seluruh aset milik atas nama Mederick pribadi. Mulai dari property hotel, restoran bintang 5 miliknya hingga asset lain seperti mansion dan gendung-gedung atas nama Mederick ditambah lagi pulau pribadi milik Mederick“Kau mau menjual ini semua?” Tanya Ella penasaran karena Mederick menyerahkan dokumen itu ke arahnya. Mederick menggeleng. Pria itu menyerahkan sebuah surat yang berbeda dari surat-surat lainnya.“Surat pernyataan?” Gumam Ariella membaca selembar surat yang Mederick serahkan“Semua aset milikku sudah menjadi milikmu termasuk aku. Jadi tandatangani surat yang menyatakan bahwa kau adalah milikku untuk selamanya” Jelas Medrick cepat. Ariella melotot terkejut.“Apa-apaan ini, kau tidak takut jika aku pergi darimu lagi, Der?” Tanya Ariella tanpa menghilangkan raut terkejutnya. Ariella terkesiap saat Mederick bergerak cepat meraih pinggangnya dan mendekapnya lebih eratAriella merasakan hatinya berdebar kencang k
Dalam sebuah kamar rumah sakit yang tenang, Mederick terbaring tak sadarkan diri di tempat tidur, wajahnya pucat dan lesu. Tidak jauh darinya, Ariella duduk di kursi, pandangannya terpaku pada wajah Mederick yang lelah. Pikirannya berkecamuk dengan beragam emosi, dari kemarahan hingga belas kasihan."Dia selalu saja menyebalkan" gumam Ariella pelan. "Tapi, aku tidak bisa membantah bahwa dia peduli padaku." Dia merenung sejenak, mengingat momen-momen mereka bersama, bahkan di antara pertengkaran dan konflik yang tak kunjung usai.Ariella menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Tapi itu bukan alasan untuk membiarkan dirinya menyakitiku" gumamnya dengan suara penuh ketegasan. "Dia harus belajar mengendalikan emosinya, seperti yang selalu dia katakan kepadaku."Saat itu, Mederick mulai bergerak, matanya terbuka perlahan. Ariella segera berdiri, tatapannya bertemu dengan Mederick yang masih lemah. "Kau sadar" ucapnya dengan suara lembut, mencoba menenangkan pria itu
Sementara itu, di pulau terpencil yang jauh dari kekacauan di villa mewah Mederick, Ariella Dfretes duduk di sebuah teras dengan pemandangan pantai yang tenang. Bersama dengannya adalah Faniya dan Mason, dua orang yang telah memberikan perlindungan dan kedamaian setelah ia melarikan diri dari kekacauan yang diciptakan oleh Mederick."kak, aku masih tidak percaya bahwa kau berhasil melarikan diri dari Mederick" ujar Faniya dengan nada prihatin. "Kakak tahu bahwa dia tidak akan pernah berhenti mencarimu."Ariella mengangguk dengan penuh ketegasan. "Aku tahu. Tapi aku tidak bisa lagi tinggal di bawah pengaruhnya. Aku butuh kebebasan, dan aku tidak akan kembali padanya. Tenang saja aku gak ganggu kalian kok"Mason menatap Ariella dengan penuh kekhawatiran. "Tapi, bagaimana dengan ancamannya? Apakah kau yakin kau aman di sini?""Aku tahu risikonya" jawab Ariella mantap. "Tapi aku lebih baik berisiko hidup di sini daripada hidup di bawah bayang-bayang ketakutan bersama Mederick. Tapi aku ju
Dalam gelapnya malam yang menyelimuti villa mewah itu, Mederick Winston berdiri di tengah-tengah ruangan yang kini tergenang oleh lautan darah dan mayat-mayat yang tergeletak tanpa bentuk. Kekacauan yang terjadi adalah gambaran nyata dari kegilaan yang merajalela di dalam dirinya."SIALAN, KALIAN SEMUA TIDAK BERGUNA!" teriak Mederick dengan suara yang penuh kemarahan, membuat udara menjadi terasa lebih berat di dalam ruangan itu. Tangannya bergetar saat ia memandang ke sekeliling, melihat kehancuran yang ia sebabkan dengan tangannya sendiri.Tak peduli siapa yang berada di depannya, Mederick mengamuk tanpa ampun. Dia tidak membedakan siapa pun yang berada di jalannya, termasuk para bawahannya sendiri. Ia memukul, menendang, bahkan membunuh tanpa ampun, seperti seorang manusia yang kehilangan kendali atas dirinya sendiri.Di antara orang-orang yang menjadi korban kegilaannya, Jack, salah satu bawahannya yang setia, berdiri dengan wajah yang penuh kebingungan dan kecemasan. Selama delap
Ariella berdiri di ruangan rapat, di hadapan tim eksekutif dan staf perusahaannya yang terkejut dan bingung dengan pernyataan yang baru saja Ariella katakan"Saya ingin berbicara dengan kalian semua. Seperti yang kalian ketahui, saya baru saja dilantik sebagai Presiden Direktur perusahaan Darwin. Namun, saya memiliki pengumuman penting yang perlu saya sampaikan."Tim eksekutif dan staf memandang Ariella dengan penasaran. Ariella mengambil napas panjang“Saya telah memutuskan untuk menyerahkan seluruh kekayaan dan aset perusahaan ini kepada sebuah panti asuhan yang membutuhkan. Saya percaya bahwa sebagai pemimpin, tanggung jawab kami tidak hanya terbatas pada mencari keuntungan, tetapi juga pada memberikan kembali kepada masyarakat."Semua yang ada disana termasuk tim eksekutif dan staf terkejut dengan pengumuman tersebut, beberapa di antaranya menunjukkan reaksi campuran antara kagum dan kebingungan.“Tapi bagaimana kelanjutan perusahaan?”Ariella menanggapi pertanyaan itu dengan seny
Langit senja menyala di balik jendela mobil mewah saat Mederick mengemudikannya dengan tenang. Ariella duduk di sebelahnya, tetapi suasana di dalam mobil terasa tegang. Mereka baru saja meninggalkan acara bisnis yang panjang, tetapi tidak sepatah kata pun terucap sejak mereka memulai perjalanan pulang.Dengan napas dalam, Mederick memutuskan untuk memecahkan keheningan yang membelenggu mereka. "Riel, aku ingin meminta maaf."Ariella menoleh padanya dengan pandangan yang penuh pertanyaan di matanya. "Maaf? Maaf untuk apa?" ucapnya berpura-pura tak tahu, meskipun dalam hatinya dia sudah mengetahui alasan di balik permintaan maaf Mederick.Mederick menelan ludah, mencoba menemukan kata-kata yang tepat. "Aku tahu belakangan ini aku agak... terlalu cemburu. Aku ingin meminta maaf jika itu membuatmu tidak nyaman."Ariella menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak mengharapkan permintaan maaf seperti itu dari Mederick, yang biasanya sulit mengakui kesalahannya. "meskipun aku m
"Melalui proses pemungutan suara yang demokratis, para pemegang saham dengan bulat hati menyetujui penetapan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur, menggantikan Andrew Darwin sesuai dengan peraturan nomor 2 yang telah diusulkan” ujar juru bicara perusahaan dengan suara yang tegas dan jelas, memecahkan keheningan ruangan rapat.Prok.. Prok.. Prokk.. Suara tepuk tangan menggema merayakan keputusan yang baru saja diumumkan, mengisyaratkan persetujuan dan dukungan yang kuat dari para pemegang saham.Cahaya sorot lampu panggung memantulkan kilauan di wajah-wajah para pemegang saham yang merasa yakin bahwa pemilihan Ariella Dfretes sebagai Presiden Direktur adalah langkah yang tepat. Mereka melihat kehadiran Ariella sebagai awal dari babak baru bagi perusahaan, penuh dengan harapan dan potensi.Ariella dengan langkah mantap, berdiri di depan podium. Sorot mata yang tajam dan wibawa dalam setiap langkahnya mencerminkan kepercayaan diri yang dimilikinya. Dengan pakaian profesional yang ra
Mederick menghembuskan asap rokoknya dengan napas yang berat. Rokok itu hanyalah pelarian dari kekacauan emosinya yang tak terkendali. Dia merasa putus asa, mencoba memahami perasaan yang berkobar-kobar di dalam dirinya. Meskipun, dia sama sekali tidak tahu bagaimana caranya. Dia hanya bisa merasakan betapa kuatnya keinginannya untuk menjaga Ariella di sisinya, meskipun itu berarti memaksanya.“Aku membencimu. Ayo kita batalkan perjanjiannya!”Kata-kata Ariella membuat Mederick merasa tercengang. Dia mencoba memahami apa yang sebenarnya Ariella maksud dengan permintaan itu. Namun, bahkan dengan segala usahanya, dia tetap tidak bisa menyelami sepenuhnya isi hati wanita itu. Ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya, rasa penasaran yang tak terhentikan, dan dia ingin mengetahui apakah perasaannya itu beralasan.Mederick mencoba membenamkan dirinya dalam pertimbangan-pertimbangan yang melingkupi hubungannya dengan Ariella. Dia merenungkan setiap momen yang mereka lewati bersama, mencari
Ariella menatap langit malam melalui jendela kamarnya, membiarkan pikirannya melayang pada pembicaraannya dengan Faniya tadi siang. Faniya telah membuat keputusan besar dengan keluar dari keluarga Darwin dan mengejar kebebasannya, sementara dia sendiri merasa terperangkap dalam jebakan yang lebih besar.Dalam keheningan malam, pikiran Ariella melayang jauh, mencoba memahami keputusan yang diambilnya selama ini. Dia merenungkan bagaimana hidupnya telah terjebak dalam lingkaran masalah dan tekanan, terutama dalam pernikahannya dengan Mederick.Apakah yang dilakukannya benar?Meskipun dia berjuang untuk mempertahankan dirinya dan mencari kedamaian, dia merasa semakin terjebak dalam kekacauan yang telah dibangun di sekitarnya.Namun, melihat keberanian Faniya untuk keluar dari lingkaran itu memberinya sedikit harapan. Dia menyadari bahwa kebebasan dan kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dia korbankan demi kepentingan orang lain. Mungkin saatnya baginya untuk mengambil langkah besar, s