Usai memilih ponsel baru untuk menggantikan ponsel Soraya yang hilang di hotel, Johnny langsung melajukan mobilnya menuju rumah Soraya. Sementara Soraya, hanya menatap lurus ke depan. Masih berharap, bahwa apa yang sudah dialaminya saat ini hanyalah sebuah mimpi.
"Soraya. Kenapa diam saja. Bicaralah. Biasanya kamu itu banyak omong," ucap Johnny memecah keheningan di antara mereka.
"Harus bagaimana? Saya harus teriak-teriak di sini? Lagi pula, kenapa tidak bapak yang harusnya diam saja. Bukankah bapak biasanya tidak suka melihat saya yang banyak bicara ini," ketus Soraya.
Memang benar, Johnny selalu merasa risih pada Soraya karna terlalu banyak bicara di kantor. Soraya adalah gadis dengan watak keras. Jika dia tak menyukai sesuatu, dia akan mengatakannya dengan gamblang. Tak perduli, siapa yang sedang di hadapinya.
Jelas saja Soraya merasa aneh, karna Johnny yang biasa menyuruhnya diam, malah meminta agar dia bicara. 'Dasar pria aneh. Berkepribadian ganda!' batin Soraya.
"Bukan begitu maksud saya. Ya setidaknya mengobrol-lah. Biar saya tidak mengantuk. Kalau saya ngantuk, nanti kita kecelakaan, bagaimana?" Johnny terus saja memaksa Soraya agar mau mengobrol dengannya.
"Hhh ... biar saja kecelakaan. Biar mati bersama," ucap Soraya sembari tersenyum sinis.
"Oo ... jadi seperti itu. Kamu ingin mati bersama saya? Belum saja jadi istri, kamu sudah mau sehidup-semati dengan saya. Hahahah." Johnny tertawa lepas saat menggoda Soraya.
Entah mengapa, sosoknya yang biasa menjaga image sebagai lelaki cool, apalagi di depan wanita, kini terlihat begitu banyak bicara bersama Soraya. Sungguh hal yang sangat berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang dikenal orang-orang selama ini.
Sementara Soraya, mendengar Johnny mengucapkan kata "istri", memutar bola matanya. Dia merasa jengah dengan tingkah bos-nya itu sejak tadi.
"Istri? Apa saya tidak salah dengar? Siapa juga yang mau menjadi istri bapak," ketusnya.
"Ya sudah kalau tidak mau. Saya kan cuma menawarkan."
'Apa katanya? Menawarkan? Ck. Menjijikkan sekali.' batin Soraya lagi-lagi mengatai bos-nya itu dalam hati.
Hening kembali berada di antara mereka. Tak bersuara. Bahkan mereka tak berniat untuk memutar lagu untuk memecah keheningan. Johnny yang juga sudah letih mencari topik pembicaraan, sekarang lebih memilih diam. Kembali ke mode cool seperti biasanya.
Tak lama, merekapun sampai di halaman rumah Soraya. Rumah keluarga Narendra itu cukup besar. Dengan halaman luas yang dijadikan taman, suasana asri langsung terasa saat memasuki pekarangan rumah mereka. Meskipun, kawasan tersebut masih di sekitar perkotaan.
Johnny membuka seatbelt, bersiap untuk ke luar dari dalam mobil. Namun, tiba-tiba, Soraya menyadari sesuatu.
"Pak, tunggu! Bagaimana bapak bisa tau alamat rumah saya?"
Heran? Ya, tentu saja. Johnny bahkan tak bertanya sama sekali arah menuju rumahnya tadi. Bagaimana lelaki ini bisa tau persis di mana alamat tempat tinggalnya. Karna seingat Soraya, Johnny juga bahkan belum pernah datang ke sini.
"Soraya Narendra. Putri dari Andi Narendra, seorang pengusaha tekstil yang cukup besar di kota ini. Ibu kamu bernama Sonia Narendra. Kamu punya saudara laki-laki yang sedang kuliah di universitas ternama."
Mata Soraya terbelalak mendengar pernyataan Johnny. Bagaimana mungkin lelaki ini bisa tau tentang keluarganya.
"Bapak menyelidiki keluarga saya?" ucapnya dengan menatap tidak suka pada Johnny.
Johnny memiringkan senyumnya. "Hm ... jangankan keluarga kamu, seluk beluk kekasih yang tak direstui orang tua kamu itu juga saya tau."
Johnny ke luar dari mobil, setelah mengucapkan hal yang mengejutkan Soraya. Dia kemudian kembali membukakan pintu untuk Soraya yang masih termangu di tempat duduknya. Soraya sangat tak menduga, bagaimana bisa Johnny bisa tau tentang dirinya.
"Sekali lagi bapak mengucapkan hal itu, saya tak akan mengampuni bapak," ujar Soraya kesal saat Johnny yang membukakan pintu mobil, sudah muncul di hadapannya.
"Hal yang mana? Hmmm? Kekasih tanpa restu? Saya bahkan akan mengatakannya setiap hari agar kamu merasa semakin kesal." Sembari membukakan seatbelt dari badan Soraya, Johnny terus saja menggoda gadis yang sudah sangat kesal padanya itu.
Soraya tak lagi membalas perkataan Johnny. Dia hanya mendengkus kesal. Keluar dari mobil, dan bersiap masuk ke dalam rumah. Soraya menghentikan langkahnya sejenak. Hatinya sangat bimbang. Apa yang harus dikatakannya pada keluarganya saat ini.Melihat Soraya yang berdiri seperti patung di depan pintu rumahnya, Johnny menghampiri Soraya.
"Ada apa? Kenapa tidak masuk?" tanya Johnny.
"Emmmhh ... saya takut, Pak. Alasan apa yang harus saya berikan pada Papa nanti," jawab Soraya menatap pada Johnny.
"Tenanglah. Ada saya, bukan? Ayo." Johnny lalu menggenggam jemari Soraya, dan memencet bel rumah Soraya.
Tak lama setelah bel berbunyi, pintu dibuka oleh seseorang. Seorang wanita paruh baya, yang bahkan tampak lebih muda dari usianya, kini telah berdiri di hadapan Soraya dan Johnny.
"Soraya. Nak, kamu darimana saja, Sayang. Mama sama Papa sangat khawatir denganmu, Nak." Ya, benar. Wanita itu ialah ibunda Soraya.
"Maafkan Soraya, Ma. Karna sudah membuat Mama cemas. Soraya ... emmmm."
"Sudah, nanti saja ceritanya. Ayo, masuk dulu. Ini, siapa?" Mama Soraya yang bernama Sonia itu memotong pembicaraan putrinya. Dia meminta agar putrinya itu masuk ke dalam rumah terlebih dahulu sebelum bercerita. Sonia juga bertanya perihal Johnny pada Soraya."Selamat pagi, Tante. Saya Johnny." Mendengar Sonia bertanya tentang dirinya pada Soraya, Johnny lantas dengan mandiri memperkenalkan dirinya sendiri. Dia menyapa Sonia, sembari membungkukkan sedikit badannya.
"Selamat pagi, Nak. Kamu sopan sekali. Teman Soraya, ya?" tebak Sonia kala melihat jemari Soraya dan Johnny yang masih tergenggam erat satu sama lain.
Menyadari karna diperhatikan oleh sang mama, Soraya lalu melepaskan genggaman Johnny pada jemarinya. Entah mengapa, pipinya menimbulkan semburat kemerahan secara tiba-tiba.
"Bukan teman, Ma. Dia pemilik perusahaan tempat Yaya bekerja." Gadis cantik yang biasa dipanggil dengan sebutan Yaya oleh orang-orang terdekatnya itu, mulai menjelaskan pada sang mama, siapa lelaki yang sedang berdiri di sampingnya saat ini.
"Oh, ya sudah. Ayo, masuk. Kita ngobrol di dalam saja. Mari, Nak Johnny."
"Nak Johnny, duduklah. Tante akan membuatkan minum untuk kalian," ujar Sonia."Hmmm ... tidak usah, Tante. Saya masih ada urusan lain. Lagipula, saya ke sini ingin meminta maaf pada tante, karna sudah membuat tante dan keluarga mengkhawatirkan Soraya," cegah Johnny pada tante Sonia."Sebenarnya, saya malam tadi ada urusan mendadak ke Singapura, Tante. Sekretaris saya sedang cuti. Jadi, saya meminta tolong pada Soraya untuk menggantikannya, dan membawa Soraya bersama saya ke Singapura," bohong Johnny memberi alasan pada tante Sonia.Mendengar penuturan Johnny, Soraya hanya melirik sekilas ke arah pria itu. Tak ingin menyangkal, karna alasan yang dibuat oleh Johnny memang terdengar masuk akal."Oh, ya sudah kalau begitu, Nak. Tidak apa-apa. Papa Soraya yang merasa sangat khawatir. Sebab, ponsel Soraya sama sekali tak bisa dihubungi. Arinda, sahabat Soraya juga mengaku bahwa Soraya menghilang begitu saja di pesta. Itu yang membuat papanya cemas," tutur Sonia dengan lemah lembut kepada la
"Shhhhhh. Aahhh. Ahhh." Suara desahan dari mulut wanita di dalam vidio itu, terdengar begitu jelas. Aktifitas seksual yang dilakukan oleh makhluk berbeda gender itu, terasa sangat panas. Meskipun mungkin, mereka berdua sedang di bawah pengaruh alkohol, namun lenguhan kenikmatan, dirasakan oleh keduanya.Pria dengan tubuh yang sangat proporsional, juga seorang wanita bertubuh dengan porsi sempurna, tampak menikmati permainan ranjang mereka. "Aarghhh, ini sangat nikmat, Taraka. Mengapa kita tak melakukannya sejak dulu ... hmmm?" Suara sang wanita, terekam jelas di vidio tersebut. Dengan menyebutkan sebuah nama, yang membuat Suh Johnny, yang sedang menyaksikan vidio tersebut, merasa sedikit terkaget.Ya, Suh Johnny sedang melihat vidio yang merekam bagaimana dia dan Soraya, melakukan hubungan terlarang, malam itu. Vidio yang didapatkan dari Kevin, sangat amat mengganggu fikirannya sekarang. Di luar kesadaran mereka, telah terjadi permaina
"Selamat siang, Tuan Narendra," kata Johnny setelah panggilan telponnya di terima.Johnny menghubungi ayahanda dari Soraya terlebih dahulu, sebelum pergi untuk menemui beliau. Beruntung, lelaki paruh baya itu menerima panggilan darinya."Ya, selamat siang. Dengan siapa?" Suara berat dari sebrang sana, menyahut panggilan Johnny."Saya, dengan Suh Johnny, Tuan Narendra. Apa saya bisa bertemu dengan tuan?" Johnny memperkenalkan dirinya, dan langsung mengungkapkan tujuannya menghubungi ayah dari wanita yang ditidurinya malam tadi."Suh Johnny? Apakah anda direktur perusahaan tempat anak saya bekerja?" Dengan nada menyelidik, Andi Narendra seperti sedang mengintrogasi Johnny. Meskipun hanya lewat telpon, namun, sikap mengintimidasi dari pria tersebut sangat terpancar jelas.Johnny sedikit tegang, mendengar penuturan dari orang yang disebutnya tuan itu. Khawatir, jika sebenarnya, vidio tersebut telah sampai di tangan Andi Narendra."Be
Johnny duduk, dan memulai pembicaraannya pada tuan Narendra. "Baik, Tuan. Langsung saja, saya ke sini ingin meminta maaf pada tuan, karna ...""Karna telah meniduri putri saya?" Belum selesai Johnny berkata, Andi Narendra langsung memotong ucapannya.Degh!Jantung Johnny berdetak hebat. Jika kepala keluarga Narendra itu bisa berkata demikian, berarti, video memalukan tersebut sudah sampai ke tangannya?'Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin! Bagaimana bisa?' batin Johnny.Tante Sonia, yang juga masih berada di ruangan yang sama, tak kalah terkejut dengan ucapan suaminya. Ya, wanita paruh baya itu memang sudah mengetahui hal ini sebelumnya. Namun, dia mewanti-wanti lebih dulu pada suaminya, agar tak langsung menghakimi Johnny dan Soraya begitu saja."Tuan. Maafkan saya. Ini semua memang salah saya. Tapi, semua tak seperti yang Tuan fikirkan. Saya, dan Soraya, tak bermaksud demikian." Johnny berusaha menjelaskan sejujur-jujurnya atas apa yang sebenarnya, pada Andi Narendra."Bajingan!"
"Baik. Mama akan memanggil Soraya. Tapi, tolong tenanglah! Jangan melakukan apapun di sini. Jangan mencoba melakukan kekerasan lagi!" Sonia mengingatkan pada suaminya terlebih dahulu, agar tak berbuat macam-macam pada Johnny lagi, sembari dirinya akan memanggil putri mereka.Andi hanya terpaku mendengar perintah demi perintah dari sang istri. Dia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. Beliau sadar, bahwa tak bisa menghakimi putrinya, dan juga Johnny, atas hal yang baru dilihatnya dari satu sudut pandang saja.Menunggu kedatangan Soraya dan Sonia, kedua lelaki yang jelas tak berhubungan baik itu, hanya membisu. Ruangan hening sama sekali. Andi, yang masih berusaha menguasai emosinya, serta Johnny yang hanya duduk terpaku, dengan fikirannya yang juga tak kalah kalut sekarang.Sementara di lantai dua, Sonia sedang berusaha membujuk Soraya, yang masih berada di kamarnya."Yaya. Dengarkan mama! Kamu harus segera turun, dan menemui papamu. Kamu tak
"Benar, Tuan. Saya juga sedang mencari tahu, apa motif dari penjebakan ini. Namun saya yakin, bahwa Soraya tak ada sangkut pautnya. Tujuan utama dari penjebakan ini adalah saya." Johnny terus meyakinkan papa Soraya."Hhhhhh. Saya mengerti." Andi Narendra menghela nafas sejenak."Sekarang, apa yang bisa kau lakukan untuk mempertanggung jawabkan segalanya? Saya tak ingin, nama baik dari anak, dan juga keluarga saya, tercoreng karna masalah ini. Bagaimana jika nanti, video ini menyebar ke mana-mana? Ha? Kau juga harus memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya nanti," lanjutnya.Tak dapat dipungkiri, bahwa Andi Narendra juga seorang ayah. Alih-alih memikirkan dirinya sendiri, dia juga sangat memikirkan nama baik dari putrinya. Meskipun sekarang ini, video tersebut sudah dipastikan tak tersebar ke manapun, namun benar katanya, siapa yang tahu ke depannya akan bagaimana. Sementara si pemilik file asli dari video tersebut, belum diketahui wujudnya."A
"Kenapa kau menyetujuinya?" Tak disangka, Soraya yang sejak tadi hanya diam, kini berucap gamblang kepada Johnny.Johnny berusaha meredam segala ombak di kepalanya kepada Soraya. Ingin mengambil hati gadis itu. "Soraya, aku mohon, mengertilah. Bukan hanya memikirkan diriku sendiri, aku bahkan lebih memikirkan tentangmu." Johnny berlutut di hadapan Soraya. Berusaha meluluhkan wanita yang tiba-tiba saja akan menjadi istrinya.Tante Sonia yang sejak tadi memperhatikan, juga kini ikut membantu Johnny membujuk Soraya."Semua keputusan ini sudah diambil dengan pertimbangan yang baik, Soraya. Hentikan semua keegoisan itu, Nak. Fikirkan tentang masa depan kalian berdua. Kita tidak tau, apa yang bisa dilakukan oleh si penjebak itu lagi nantinya," jelas tante Soraya meyakinkan sang putri.Soraya kembali menangis tersedu. Air mata kini kembali membasahi pipinya. Menambah bengkak pada matanya. Semua di luar dari rencana masa depan yang sudah diaturnya jauh-jauh hari. "Mama akan meninggalkan kal
Bagaimana tidak, Johnny yang tidak pernah sama sekali menutup kantornya secara pribadi, di luar akhir pekan atau libur nasional, bahkan saat ayahnya meninggal dunia, kini dengan enteng memerintahkannya untuk menutup kantor selama seminggu penuh."Kau tau keadaannya, bukan? Tidak usah banyak tanya." Johnny tampak serius membolak-balik lembaran berkas di tangannya.Kevin yang merasa bahwa ada yang tidak beres pada sahabatnya itu, lantas merampas berkas yang sedang dibolak-balik oleh Johnny. Dia tau betul, bahwa sekarang pikiran Johnny bahkan tak tertumpu pada berkas lama tersebut."Katakan, Jo. Apa yang terjadi. Kau sudah menemui orang tua Soraya, bukan? Apa yang dia katakan?" tanya Kevin.Johnny yang menyadari bahwa fikirannya benar-benar gusar, akhirnya menyerah pada Kevin. Dia memang harus memberi tahu Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin-lah nantinya yang akan dia andalkan untuk mengatur semuanya."Aku dan Soraya akan menikah ..."Kevin mengangguk mengerti. Pria berkacamata itu sudah men
"Bagaimana ini, Arinda." Isak tangis Soraya memecah kala sahabatnya itu datang menemuinya. "Kenapa bisa seperti ini, Aya. Aku dan Kevin mencarimu dan pak Suh kemana-mana malam itu. Aku juga tak menduga bahwa kalian ternyata bersama." Arinda memeluk Soraya erat. "Semua terjadi begitu saja, Arinda. Sekarang, papa sudah sangat marah. Aku tak mungkin bisa membantah perkataan papa yang memintaku untuk menikah dengan pak Suh." Soraya meluapkan isi hatinya dengan leluasa dipelukan Arinda. "Aku juga tidak bisa berbuat apapun, Soraya. Semua sudah terjadi. Mungkin ini ialah jalan terbaik dari Tuhan." Arinda menenangkan Soraya dengan tutur lembutnya. Soraya mengangguk mengiyakan ucapan dari sahabatnya itu. Ia juga tak bisa berbuat apapun. Semua harus ia terima dan jalani saja sekarang. "Apakah Taraka menghubungimu?" Arinda tiba-tiba teringat akan seseorang. Mendengar nama itu, Soraya terkejut. Ya, benar. Saking kalutnya pikiran, ia sampai tak teringat pada kekasih yang sudah bertahun-tahun
"Jika kau ditolak, kau kira aku akan dengan egois membiarkanmu menjadi pengangguran sendirian?" ucap Arinda setengah meledek Soraya. "Huuuh ... kau ini." Soraya menoyor kepala Arinda pelan. Soraya dan Arinda sudah berteman sejak duduk di bangku SMA. Soraya yang merupakan putri dari pengusaha tekstil terbesar di kota itu, sangat nyaman berteman dengan Arinda, yang merupakan anak yatim piatu, dan hanya tinggal seorang diri di rumah yang tak terlalu besar peninggalan orang tuanya. Sikap perduli Arinda kepada Soraya, serta rasa kasih sayang yang Arinda berikan padanya, merupakan bagian dari hal yang membuat Soraya merasa sangat nyaman jika sedang bersama Arinda. "Yes, akhirnya kita diterima, Rin." Soraya bersorak ketika telah menyelesaikan intervew mereka, dan ke luar dari ruangan HRD tadi. "Puji Tuhan, Soraya. Kita bisa mulai bekerja besok," ucap Arinda. Hatinya sebenarnya sedikit mengganjal, karna percekcokan yang terjadi antara Soraya dan pria bernama Johnny Suh tadi. Terlebih, Jo
"Hah? Memangnya kamu ini siapa? Belagu banget jadi orang," sela Soraya, yang juga kaget atas perkataan Johnny barusan. Belum sempat mendapat jawaban dari lawan bicaranya, Soraya kembali dikagetkan oleh suara seseorang. "Johnny Suh. Kenapa kau masih berpakaian seperti ini. Meeting tiga puluh menit lagi!" ucap pria yang baru datang itu.Soraya dan Arinda saling tatap. Mereka menyadari sesuatu. Johnny Suh? Ya, benar. Lelaki dengan kaos oblong di hadapan mereka, pasti pemilik dari perusahaan yang bernama 'Suh Corporation' ini.'Mampus gue. Johnny Suh? Jadi, lelaki ini ...' gumam Soraya. "Mengerti sekarang kamu gadis sombong. Sekarang, ke luar dari kantor saya! Biarkan teman kamu bekerja." Pria yang benar adanya ialah pemilik perusahaan "Suh Corporation" itu, terang-terangan mengusir Soraya, karna telah berlaku tidak sopan padanya. Lelaki yang baru saja datang dan memperingatkan jadwal meeting pada Johnny tadi, juga tampak terheran-heran. Apa yang terjadi, pikirnya. Ia juga heran menga
Lagi-lagi, Dodo terlonjak kaget. Tapi mengalahi rasa penasarannya, Dodo yang sangat takut pada Johnny itu, hanya membalikkan badannya sebentar, dan mengangguk pelan, lalu meninggalkan bosnya yang tengah duduk di kursi tinggi ala bar tersebut.'Ada apa dengan tuan Suh. Aneh sekali. Tapi tak apalah, yuhuuuu ... akhirnya bisa refreshing,' gumam Dodo sembari berjalan menemui pekerja lainnya, untuk memberitahukan hal menggembirakan ini.Sementara Johnny, yang berada di ruangan bar yang khusus disediakan untuk tempatnya minum, kini telah menuangkan wine ke dalam gelasnya. Hatinya masih tak karuan. Rasa bersalah yang begitu kuat, juga terkaannya akan siapa yang sudah berani menjebak dirinya, sangat membuatnya menjadi kacau.'Aku tak akan melepaskanmu, bajingan! Setelah aku tau siapa kau sebenarnya, dan apa maksud dari tindakanmu ini, aku tak akan mengampunimu,' Johnny bergumam sesaat setelah ia menyesap segelas wine yang tadi ia tuangkan. Setelah melakukan ritual wajibnya untuk meminum wine
Bagaimana tidak, Johnny yang tidak pernah sama sekali menutup kantornya secara pribadi, di luar akhir pekan atau libur nasional, bahkan saat ayahnya meninggal dunia, kini dengan enteng memerintahkannya untuk menutup kantor selama seminggu penuh."Kau tau keadaannya, bukan? Tidak usah banyak tanya." Johnny tampak serius membolak-balik lembaran berkas di tangannya.Kevin yang merasa bahwa ada yang tidak beres pada sahabatnya itu, lantas merampas berkas yang sedang dibolak-balik oleh Johnny. Dia tau betul, bahwa sekarang pikiran Johnny bahkan tak tertumpu pada berkas lama tersebut."Katakan, Jo. Apa yang terjadi. Kau sudah menemui orang tua Soraya, bukan? Apa yang dia katakan?" tanya Kevin.Johnny yang menyadari bahwa fikirannya benar-benar gusar, akhirnya menyerah pada Kevin. Dia memang harus memberi tahu Kevin. Bagaimanapun juga, Kevin-lah nantinya yang akan dia andalkan untuk mengatur semuanya."Aku dan Soraya akan menikah ..."Kevin mengangguk mengerti. Pria berkacamata itu sudah men
"Kenapa kau menyetujuinya?" Tak disangka, Soraya yang sejak tadi hanya diam, kini berucap gamblang kepada Johnny.Johnny berusaha meredam segala ombak di kepalanya kepada Soraya. Ingin mengambil hati gadis itu. "Soraya, aku mohon, mengertilah. Bukan hanya memikirkan diriku sendiri, aku bahkan lebih memikirkan tentangmu." Johnny berlutut di hadapan Soraya. Berusaha meluluhkan wanita yang tiba-tiba saja akan menjadi istrinya.Tante Sonia yang sejak tadi memperhatikan, juga kini ikut membantu Johnny membujuk Soraya."Semua keputusan ini sudah diambil dengan pertimbangan yang baik, Soraya. Hentikan semua keegoisan itu, Nak. Fikirkan tentang masa depan kalian berdua. Kita tidak tau, apa yang bisa dilakukan oleh si penjebak itu lagi nantinya," jelas tante Soraya meyakinkan sang putri.Soraya kembali menangis tersedu. Air mata kini kembali membasahi pipinya. Menambah bengkak pada matanya. Semua di luar dari rencana masa depan yang sudah diaturnya jauh-jauh hari. "Mama akan meninggalkan kal
"Benar, Tuan. Saya juga sedang mencari tahu, apa motif dari penjebakan ini. Namun saya yakin, bahwa Soraya tak ada sangkut pautnya. Tujuan utama dari penjebakan ini adalah saya." Johnny terus meyakinkan papa Soraya."Hhhhhh. Saya mengerti." Andi Narendra menghela nafas sejenak."Sekarang, apa yang bisa kau lakukan untuk mempertanggung jawabkan segalanya? Saya tak ingin, nama baik dari anak, dan juga keluarga saya, tercoreng karna masalah ini. Bagaimana jika nanti, video ini menyebar ke mana-mana? Ha? Kau juga harus memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya nanti," lanjutnya.Tak dapat dipungkiri, bahwa Andi Narendra juga seorang ayah. Alih-alih memikirkan dirinya sendiri, dia juga sangat memikirkan nama baik dari putrinya. Meskipun sekarang ini, video tersebut sudah dipastikan tak tersebar ke manapun, namun benar katanya, siapa yang tahu ke depannya akan bagaimana. Sementara si pemilik file asli dari video tersebut, belum diketahui wujudnya."A
"Baik. Mama akan memanggil Soraya. Tapi, tolong tenanglah! Jangan melakukan apapun di sini. Jangan mencoba melakukan kekerasan lagi!" Sonia mengingatkan pada suaminya terlebih dahulu, agar tak berbuat macam-macam pada Johnny lagi, sembari dirinya akan memanggil putri mereka.Andi hanya terpaku mendengar perintah demi perintah dari sang istri. Dia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. Beliau sadar, bahwa tak bisa menghakimi putrinya, dan juga Johnny, atas hal yang baru dilihatnya dari satu sudut pandang saja.Menunggu kedatangan Soraya dan Sonia, kedua lelaki yang jelas tak berhubungan baik itu, hanya membisu. Ruangan hening sama sekali. Andi, yang masih berusaha menguasai emosinya, serta Johnny yang hanya duduk terpaku, dengan fikirannya yang juga tak kalah kalut sekarang.Sementara di lantai dua, Sonia sedang berusaha membujuk Soraya, yang masih berada di kamarnya."Yaya. Dengarkan mama! Kamu harus segera turun, dan menemui papamu. Kamu tak
Johnny duduk, dan memulai pembicaraannya pada tuan Narendra. "Baik, Tuan. Langsung saja, saya ke sini ingin meminta maaf pada tuan, karna ...""Karna telah meniduri putri saya?" Belum selesai Johnny berkata, Andi Narendra langsung memotong ucapannya.Degh!Jantung Johnny berdetak hebat. Jika kepala keluarga Narendra itu bisa berkata demikian, berarti, video memalukan tersebut sudah sampai ke tangannya?'Tidak ... tidak ... ini tidak mungkin! Bagaimana bisa?' batin Johnny.Tante Sonia, yang juga masih berada di ruangan yang sama, tak kalah terkejut dengan ucapan suaminya. Ya, wanita paruh baya itu memang sudah mengetahui hal ini sebelumnya. Namun, dia mewanti-wanti lebih dulu pada suaminya, agar tak langsung menghakimi Johnny dan Soraya begitu saja."Tuan. Maafkan saya. Ini semua memang salah saya. Tapi, semua tak seperti yang Tuan fikirkan. Saya, dan Soraya, tak bermaksud demikian." Johnny berusaha menjelaskan sejujur-jujurnya atas apa yang sebenarnya, pada Andi Narendra."Bajingan!"