“Bagaimana hasil penyelidikkannya, Ma, Pa?” tanya Rafka tak sabaran sewkatu tiba dikediaman Mama dan Papanya dan berhasil menemnui Mama Papanya.“Papa sudah menyewa ahli ternama untuk menyelidiki siapa dalang yang sudah menyurh pekerja kita memutarkan video yang seharusnya tidak diputarkan, ternyata hasilnya adalah istri Kakakmu yang melakukannya.”Satrio menjelaskan sembari menyerahkan lembaran foto berisi wajah Sonia yang diperbesar dan diperjlas dari tayangan CCTV. Meski Kakak iparanya itu telah berusaha menutupinya dengan jubah hitam. Tetapi tetap saja ketahuan karena nomor plat mobil yang menatakan Sonia pulang pergi saat berganti pakaian, sama dengan mobilnya yang menjadi tempat turunnya wanita berjubah hitam.Urat-urang disekataran rahang Rafka menegang dan giginya begeretakan saking marahnya ia mendengar siapa pelaku sesungguhnya yang sudah mencorengkan abu di muka keluarganya.Tak hanya membuat jelek nama keluarganya, istri Abangnya itu juga sudah mempermalukan Sarah dengan
“Sampai kapan lo mau pulang mabuk-mabukan terus kayak gini?! Enggak kasian lo sama nyokap lo yang tiap malam sedih gara-gara nunggu lo balik!” sembur Rafka sewaktu mendapati Leo pulang dalam keadaan mabuk.Kalau biasanya ia hanya mengamati Sarah dari jauh ketika menunggui Leo yang pulang dalam keadaan mabuk selama beberapa hari ini. Tapi, malam ini ia menyuruh Sarah untuk mengamati saja dari jauh. “Udah lah, Bang. Lo enggak usah ikut campur! Kepala gue mau pecah, jadi mending lo minggir. Jangan halangin gue karena gue pusing mau istirahat di kamar!” gerutu Leo mendorong bahu Rafka agar tak menghalangi jalannya yang ingin menaiki tangga menuju kamarnya.Namun, bukannya menepi, Rafka malah semakin menghadang Leo agar tidak bisa naik ke lantai atas. Tidak, sampai ia berhasil berbicara dengan bocah kunyuk yang tampaknya sedang mengalihkan pikiran ruwetnya dengan alkohol.“Gue enggak bakal minggir, sebelum berhasil ngebuat lo sadar kalau tindakan lo buat ngalihin stress dengan minum itu s
Ibu jari Rafka menyeka darah di sudut bibirnya akibat tonjokan yang Leo berikan padanya. Tak lama, dibalasnya tinjuan Leo dengan tonjokan sekuat tenaga. Hingga, Leo terkapar tak berdaya dan Rafka memanfaatkan itu untuk memiting lengan Leo agar tak bisa kemana-mana dan mendengarkan kata-katanya.“Dengerin gue baik-baik. Gue enggak bakal lepasin pitingan gue sebelum gue selesain apa yang mau gue omongin sama lo bocah tengik!” tandas Rafka memasang seringai di bibirnya.“Bangsat! Lepasin gue! Kalau lo enggak bebasin gu, gue aduin Mama kalau lo udah aniaya gue sampai muka gue bonyok kayak gini! Mau lo dicerein sama Mama gue?!” ancam Leo sambil memukuli kaki Rafka yang memiting lengannya.“Terserh lo mau kasih anceman apa! Tapi anceman lo nggak bakal gue gubris! Denger, gue tahu perasaan lo saat ini enggak baik-baik aja dan gue bisa maklumin lo minum buat bikin perasaan lo lega! Tapi yang enggak bisa gue terima, lo malah bersikap dingin dan acuh sama Sarah!”“Kalau lo tahu apa yang gue ras
Setelah mengetahui semuanya dari Rafka dan meminta maaf pada Mamanya, tanpa ragu dan banyak berpikir Leo mendatangi tempat dimana ayah biologisnya tinggal. Diserahkanya kunci mobil dan juga Black card yang pernah diberikan oleh Om Ervan kepadanya. Ia tidak sudi menerima atau menyimpan barang apa pun dari sosok laki-laki tak bertanggung jawab dan pengecut seperti Ervan.“Saya kembalikan kunci mobil dan kartu debit ini kepada Om. Setelah apa yang terjadi saat perayaan ulang tahun Oma dan Opa, saya enggak bisa lagi bersikap seperti biasa. Mulai hari ini saya tidak lagi bisa berangkat dan pulang sama Dea karena rasanya enggak nyaman bagi saya.”Kening Ervan mengerut sekaligus merasa sedih karena putranya mengembalikan barang-barang yang ia kasihkan secara tulus. Walau ia tahu kemungkinan besar Leo pasti kecewa dan marah padanya usai menyaksikan video dirinya bersama Sarah sedang melakukan adegan dewasa. Tetapi, mengapa hatinya sakit sekali dan tak bisa sepenuhnya menerima sikap yang di
Leo mendengus kesal. Mendengar permintaan maaf dan juga penyebutan kata Papa dari Om Ervan, bukannya membuat ia menjadi tersentuh, tetapi malah membuatnya bergidik dan jejap sendiri.Tambah muak rasanya mendengar lelaki paruh baya di depannya ini menyebut dirinya sebagai seorang Papa. Sudah terlalu terlambat bagi lelaki itu untuk menyebut dirinya sebagai seorang Papa di hadapannya.Kini panggilan seperti itu, tak lagi berguna untuknya dana sudah tak pernah ia harapkan lagi. Kalau dulu sewaktu ia masih kecil, ia pernah menginginkan ada seseorang yang bisa ia sebut dengan panggilan seperti itu. Tetapi saat sudah sebesar ini, hal seperti itu sudah tak berlaku lagi baginya.“Hanya karena saya udah tahu kalau Om Ayah saya, bukan berarti saya mengizinkan Om untuk memanggil diri Om sebagai Papa di hadapan saya. Toh, dari saya kecil Om enggak pernah ada di hidup saya dan menjadi sesosok ayah yang bisa saya andalkan. Jadi, tolong berhenti memanggil diri Anda papa, di hadapan saya! Kedengara
“Aku benar-benar sudah tidak tahan, Mas! Sampai kapan keluargamu akan terus memperlakukanku seolah-olah aku bukan bagian dari keluarga kalian?” berang Sonia tak tertahankan.Sepertinya keluarga Ervan telah mengetahui kalau ia adalah pelaku yang menyuruh pekerja rendahan waktu itu untuk memutar video tak senonoh yang terjadi antara Ervan dan Sarah.Pasalnya semenjak beberapa hari ini, sikap keluarga Ervan semakin dingin dan acuh tak acuh padanya. Bahkan Mama mertuanya terang-terangan menyuruh pembantu di rumah ini untuk tak menyiapkan sarapan, makan siang, dan makan malam. Papa mertuanya pun seperti tak menganggap kehadirannya di meja makan.Padahal walaupun tak terlalu ramah padanya, biasanya sesekali Papa mertuanya itu suka berbasa-basi menawarkan makanan padanya. Tetapi, sudah beberapa hari ini jangankan berbasa-basi, melirik sedikit ke arahnya pun tidak.Apalagi alasan mereka bersikap begitu, selain sudah tahu kalau dirinya yang membuat video Ervan dan Sarah Bisa terputar di acara
Tiga hari berlalu dengan cepatnya, Sonia yang telah berhasil mengurus agar Riko bisa dibebaskan dari penjara.Sehingga tiba lah hari ini dimana Sonia harus memenuhi janjinya untuk menjemput Riko yang akan dibebaskan. “Akhirnya kamu dateng juga, Sayang. Dari tadi aku sudah menunggu kamu di depan sini. Aku benar-benar tidak sabar untuk berkeliling denganmu lagi,” ujar Riko tersenyum lebar begitu melihat Sonia yang baru saja tiba menghampirinya.Sonia ikut tersenyum karena mendapati senyum lebar di wajah Riko kala lelaki itu melihatnya datang. “Aku juga kangen sekali sama kamu, Riko. Tiba juga saatnya kita bisa berjumpa kembali. Maaf, aku baru bisa membantu kebebasanmu sekarang karena memang waktu kebebasanmu hanya kurang 2 tahun lagi.”Seolah ingin sama-sama melepaskan rindu, Riko dan Sonia saling berpelukan begitu erat.. Jujur Sonia memang sangat merindukan lelaki yang sampai sekarang masih ia anggap sebagai kekasih hatinya itu.Dulu ia jarang menjenguk Riko di penjara karena tinggal
Sebenarnya Dea tak ingin kepo dan mengetahui permasalahan orang lain, apalagi Papanya sendiri. Hanya saja ia tak sengaja mencuri dengar pembicaraan antara Papanya dengan Leo, sewaktu ia ingin mengambil minum dingin di kulkas. Dea terpaksa membatalkan niatnya untuk mengambil minuman dingin di dalam kulkas dan memilih bersembunyi di balik tembok untuk menguping pembicaraan antara Leo dan papanya.Dari tempat persembunyiannya ia bisa menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri tatkala Leo mengembalikan kunci mobil dan juga black card yang pernah di berikan papanya pada lelaki ituTak hanya mengembalikan dua benda itu saja, tetapi air muka Leo juga terlihat keruh dan seperti di penuhi api kekesalan kala beradu pandang dengan Papanya. Semula Dea tampak heran mengapa Leo mengembalikan pemberian dari Papanya? Bukan kah waktu itu Leo mengatakan tak akan menyerahkan kembali apa yang sudah diberikan oleh Papanya. Kebingungan Dea itu akhirnya terjawab sewaktu Leo mengungkit-ungkit masalah hubu
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju