"Ya ampun, Mas, kamu sensitif banget sih." Lura mendorong pipi suaminya sembari tertawa. "Aku sangat mencintaimu, Mas, tapi kamu bisa kena masalah kalau sampai telat jemput anakmu. Udah nganterin telat, jemput juga telat."Laki-laki botak itu tersenyum bahagia. "Kamu benar, Sayang. Bos kecil pasti bakal tambah marah."Mobil mewah berwarna hitam mengilat itu kembali melaju."Mas kayaknya itu mobil Robby deh." Lura melihat mobil asisten suaminya dari spion samping. Dia mau ke kantor apa emang sengaja nyusulin kita?"Evans menoleh pada spion. "Iya, itu mobil Robby, tapi ini kan bukan jalan arah ke kantor.""Mungkin masih ada perlu sama kamu, Mas atau jangan-jangan tanda tangannya belum lengkap."Seketika Evan menghentikan mobilnya di bahu jalan ketika teringat dengan rambut palsu yang dipesan kepada asistennya."Jangan ngerem mendadak gini dong, Mas!" Protes Lura sembari memukul lengan suaminya."Maaf, Sayang." Evans mengelus-elus tangan Lura, lalu menoleh ke belakang. "Dia pasti mau mem
"Gimana caranya? aku nggak bisa, Mas." Lura membolak-balikkan rambut palsu yang diberikan Evans padanya."Lah terus gimana ini? Aku juga nggak tahu." Evans menggaruk kepalanya yang botak."Lura pun ikut tertawa melihat tingkah suaminya. Nanti aku cari dulu tutorialnya di hape.""Nggak usah ribet-ribet, langsung pakein aja, yang penting depannya rapi." Evans tidak sabaran karena takut Qenan keburu datang."Iya ... iya ... sabar dulu ih, ini aku lagi nyari mana depannya." Lura memasangkan rambut palsu pada Evans, lalu merapikannya, hingga tidak terlihat seperti rambut palsu."Udah ganteng," ucap Lura setelah memakaikan rambut palsu kepada suaminya. Ini kok kayak rambut asli beneran ya, Mas. Apa ini terbuat dari rambut asli?""Mungkin. Rambut palsu ini lumayan juga," kata Evans sambil bercermin ada spion.Setelah selesai memakaikan rambut palsu kepada suaminya, Lura keluar dari mobil begitu pun dengan Evans. Mereka bersiap menyambut kedatangan anaknya."Berapa lama lagi sih? Kok lama ban
Lura dan Evans bergegas menghampiri sang nenek yang sedang memegangi dadanya. "Nenek kenapa?" tanya Lura dengan sangat khawatir melihat sang nenek tiba-tiba terjatuh."Sayang, tolong tumpuk bantal itu buat sandaran Nenek." Evans menunjuk bantal sofa yang tidak jauh dari tempatnya. Kemudian, ia menggendong sang nenek dan mendudukkannya di sofa. "Nenek sandaran dulu ya. Aku ambilkan air minum." Evans berlari ke dapur untuk mengambil air minum."Nenek coba atur napas dulu ya." Lura mengusap-usap punggung sang nenek.Mendengar teriakan anaknya, Mama Riska menghampiri sumber suara. "Lura, Nenek kenapa?""Nggak tahu, Ma, tadi pas lihat kami datang dia langsung terjatuh," jawab Lura yang sudah gemeteran melihat neneknya terlihat pucat.Evans datang membawa segelas air untuk sang nenek. "Minum dulu, Nek."Mama Riska mengambil air dari tangan menantunya lalu meminumkannya kepada sang nenek. "Pelan-pelan, Bu," ucapnya ketika sang nenek minum dengan cepat."Nenek nggak apa-apa," kata wanita tua
"Vans, kamu sakit?" tanya sang nenek kepada cucu mantunya. "Kamu kelihatannya lebih kurusan.""Nggak, Nek, tapi emang akhir-akhir ini badan aku cepat capek, males kerja males ngapa-ngapain males makan juga," jawab Evans. "Tapi, aku nggak apa-apa. Aku merasa sehat, cuma kadang linglung," jawab Evans sambil cengengesan."Periksa dong ke dokter," sahut Mama Riska."Iya, Ma, nanti balik dari sini aku sama Mas Evans ke dokter," kata Lura. "Oh ya, Nek, aku minta resep buat itu dong.""Buat apa?" tanya sang nenek."Resep, biar datang bulanku lancar, nggak telat-telat terus. Aku takut nggak subur kalau siklus haid aku nggak teratur.""Kamu jangan terlalu lelah Lura, kalau stress emang kayak gitu sering telat, malah terkadang satu bulan bisa dua kali dapat," sahut Mama Riska.Evans hanya diam sambil menyimak obrolan sang mertua dan istrinya, walau kadang ada yang tidak dia mengerti, tapi ia hanya diam tanpa berani bertanya."Iya, Ma, biasanya juga telat sebulan terus besoknya ada lagi. Sekaran
"Kita tunggu aja hasil tesnya," kata sang nenek"Tapi, Nek, kalau pakai tes kehamilan kayak itu bukannya harus pagi-pagi ya? Ini kan udah siang.""Nggak masalah, Lura, kalau kamu memang hamil pasti kelihatan hasilnya. Lagian perutmu udah kelihatan rata gitu, bukan cuma gendut karena berat badanmu bertambah, kayaknya emang ada isinya.""Iyalah, Nek, isinya banyak itu, jatah sarapan aku aja dimakan dia," ejek Evans sambil terkekeh."Daripada mubazir." Lura mendelik dengan sinis pada suaminya."Kalau beneran aku hamil, aku harus cepat-cepat periksa. Kenapa aku nggak merasakan ada Dedek bayi di dalam perut," kata Lura sambil mengusap-ngusap perutnya. "Aku takut ada apa-apa dengan bayiku.""Kalau ada apa-apa dengan bayimu, pasti tidak akan berkembang. Ini perutmu udah gede Lura, seharusnya kamu yang harus diperiksa. Kenapa nggak peka? Kesel jadinya!" Sang nenek memukul lengan cucunya."Sabar, Nek, nanti darah tinggi Nenek kumat lagi." Evans tertawa sambil mengusap-usap punggung sang nenek.
"Kan yang patah tangannya, bukan anunya," jawab Naya sambil terbahak. "Ini anak hasil kerja keras gue yang giat goyang pinggul di atas Mas Gilang. Gue yang paling capek saat bikin nih anak.""Naya semprul! Ini gue loudspeaker. Nenek, Mama, dan semuanya pada dengar ucapan lo." Lura tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan sahabatnya."Eh kampret lu bikin malu gua aja!" umpat Naya.Mendengar ucapan Naya sang nenek langsung mengambil handphone dari tangan cucunya dan mengomel kepada sahabat sang cucu."Naya, kamu lagi hamil, tapi bahasanya kasar kayak gitu nanti anak kalian tuh denger kalian ngomongin apa aja. Mulai sekarang jangan ngomong kayak gitu lagi jangan bilang gue lu lagi kalian tuh udah mau jadi ibu contohkan yang baik untuk anak-anak kalian!""Iya Nek," jawab Naya pelan.Sang nenek kembali memberikan handphone-nya kepada Lura. "Nasihat ini untuk kamu juga bukan cuma Naya!" omel sang nenek yang dijawab dengan anggukkan kepala oleh Lura."Nay, kalo gue hamil, nanti kita punya a
"Aku hamil ... aku hamil ...!" teriak Lura. Wanita itu terlihat sangat bahagia."Evans langsung bangun dari duduknya dan menghampiri sang istri. "Sayang, kamu beneran hamil?" tanya Evans memastikan."Iya, Mas, aku hamil," jawab Lura sambil memperlihatkan alat tes kehamilan yang menunjukkan garis dua berwarna merah.Evans berjongkok di depan sang istri lalu mencium perut istrinya. "Aku kira ini isinya nasi ternyata bayi," ucapnya sambil terkekeh, lalu memeluk istrinya dengan erat.Qenan juga berlari mendekati Lura. "Mommy, itu artinya aku mau punya adik bayi?""Iya, Sayang, di perut Mommy ada Dede bayinya." Lura mengusap-usap perutnya sambil tersenyum."Hore ... aku mau punya adik." Qenan bersorak sambil loncat-loncat kegirangan. "Kak Azzam harus tahu kabar ini."Nenek bangun dari duduknya, lalu menghampiri Lura. "Ayo kita ke dokter untuk periksakan kandunganmu.""Emang harus sekarang juga? Kita kan belum makan siang tanya Lura sambil mengelus perutnya yang sudah terasa lapar."Ya ampu
Azzam sangat khawatir mendengar kabar tentang sang Mommy, padahal Qenan belum berbicara banyak."Mommy hamil, Kak. Kita akan punya adik bayi. Aku sangat senang akan menjadi seorang kakak." Anak laki-laki yang usianya belum genap lima tahun itu terlihat sangat bahagia menjadi seorang kakak."Benarkah?" tanya Azam tak percaya, tapi walau begitu ia terlihat sangat bahagia. "Kalau begitu Kakak akan tinggal bersama kalian lagi. Kakak harus menjaga mommy, menjaga adik bayi supaya tetap sehat.""Dia adikku, Kak," sahut Qenan tidak senang kakaknya perhatian kepada calon adiknya. "Kakak kan udah punya aku." "Ya sudah, Kakak tidak akan mengganggu adikmu," jawab Azzam sambil tersenyum. "Kakak tutup ya teleponnya? Kakak mau membereskan barang-barang.""Sekarang kami ada di rumah Nenek muda, nanti pulangnya kami jemput Kakak ya." Qenan sangat bahagia akan mempunyai seorang adik."Iya, Dek, Kakak siap-siap dulu."Azzam menutup teleponnya, lalu memberikannya kepada sang omah. "Mommy sedang hamil,
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te