"Lebay banget sih lo Evans, jijik gue dengernya." Lura tertawa mendengar ucapan calon suaminya.
"Nah 'kan ... mulai songong lagi, awas aja kalau kita bertemu, aku akan menghukummu sampai jera!" ancam Evans pada kekasihnya.
"Kalau itu terjadi lagi, kali ini aku nggak akan maafin kamu!" Lura kembali mengancam calon suaminya.
Baru saja ia memaafkan kelakuan Evans yang telah menyakiti hatinya karena dicium paksa dengan kasar, laki-laki itu sudah berbicara seperti itu lagi.
"Sayang, aku cuma bercanda kok," sahut Evans dengan cepat. "Aku janji nggak akan melakukannya dengan kasar lagi."
Evans mengacungkan dua jarinya, walaupun sudah tahu kalau Lura tidak akan melihatnya.
"Aku nggak butuh janji!" tegas Lura. "Kamu udah pernah merendahkan aku deng
"Ada apa, Boss? Apa anda ingin membeli bakso?” tanya sang pengawal ketika hanya kata bakso yang terdengar di telinganya.“Nggak. Aku udah pesan bakso untuk kalian juga.”“Terima kasih sebelumnya, Tuan.”“Santai aja jalannya, jangan ngebut!” Evans merasa lega karena calon istrinya belum sampai ke rumah Gilang.“Baik, Tuan.”“Lelah juga seharian mondar-mandir Jakarta - Jogja,” gumam Evans sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, lalu memejamkan matanya.Setelah sampai di rumah Gilang, Evans masuk ke dalam setelah pelayan di rumah itu membukakan pintu untuknya.“Gilang di mana, Bi?” tanya Evans kepada Bi Darmi.“Tuan Gilang belum pulang kerja,” jawab sang pelayan yang tidak tahu apa-apa tentang majikannya.“Bi, tolong buatkan iar lemon sama sup untuk Gilang ya!” titah Evans kepada pelayan di rumah itu.&ldqu
Wanita paruh baya itu melirik Lura, lalu menjabat tangan Hanna setelah Lura mengangguk."Tuan Haris laki-laki yang baik, mendapatkan jodoh yang baik pula." Bi Darmi tersenyum pada istri Haris. "Silakan masuk, Nona!" ucapnya setelah melepas jabatan tangannya.Baru kali ini ada tamu majikannya yang ingin berkenalan dengan sambil berjabat tangan.“Iya, Bi,” Lura dan Hanna masuk dan menghampiri Evans yang sedang duduk santai di ruang tamu.Lura mengalungkan tangannya di leher sang kekasih dari belakang kursi yang diduduki laki-laki itu."Astaga!" Evans langsung melepas tangan yang melingkar di lehernya. "Kamu siapa? Aku udah punya istri, jangan ganggu aku!"Evans bangun dari duduknya, lalu berbalik untuk melihat siapa yang memeluknya."Nggak mau dipeluk ya?" tanya Lura sambil berjalan mendekati Evans."Bukan begitu, Sayang. Aku kira tadi orang lain," balas Evans sambil merentangkan tangannya menyambut Lura.
"Kenapa Naya nggak cerita kalau punya masalah sebesar ini," gumam Lura sambil menatap tiga laki-laki yang berjalan menapaki anak tangga."Hape kamu kan nggak ada, Ra," sahut Hanna."Ah iya, aku lupa." Lura tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih. "Pasti dia sedih, di saat butuh teman, aku nggak ada untuknya.""Ra, kamu jangan sedih, itu kan bukan salah kamu juga." Hanna mengusap-usap lengan adik iparnya."Kita tunggu di sana aja, Mbak."Lura dan Hanna tidak ikut mengantar Gilang ke kamar. Mereka kembali duduk di ruang tamu.“Ra, Naya nelepon,” kata Hanna sambil mengulurkan tangannya memberikan ponsel kepada wanita yang duduk di sampingnya.“Gimana ini, Mbak, aku nggak tega bilangnya.” Lura pun ragu untuk menjawab panggilan video dari sahabatnya. "Mas Gilang terlihat kecewa banget sama Naya."Hanna mengangguk supaya Lura menerima panggilan itu agar Naya tidak berpikir yang macam-ma
"Aku cuma bercanda." Evans mencubit pipi Lura dengan gemas.Gadis itu menepis lengan kekasihnya. “Tadi Naya abis nelepon, dia tanya keadaan Gilang. Aku bilang dia lagi tidur.”“Kamu emang bener, Sayang. Gilang tidur kecapekan ngoceh.” Evans terkekeh melihat sahabatnya mabuk. Padahal ini bukan pertama kalinya ia melihat Gilang seperti itu, tapi kali ini laki-laki itu sedang patah hati, mendengar racauannya terdengar sangat mengenaskan.“Makan dulu baksonya, nanti keburu dingin nggak enak.” Lura menunjuk bungkusan plastik berwarna putih di atas meja."Walaupun dingin akan tetap enak kalau disuapin kamu." Evans mencondongkan wajahnya hendak mencium Lura, tapi Haris mengejutkan keduanya."Apa kalian ingin pernikahannya di batalkan?" Ucapan Haris membuat kedua pasangan calon pengantin itu bergeser menjauh."Ada jerawat di pipi Lura, aku cuma mau lihat ini jerawat siapa?" kata Evans sambil tersenyum pada c
"Maaf ya, Mas." Lura menepuk-nepuk punggung kekasihnya. "Bakso ini hampir membunuhku." Evans mengelus dadanya setelah butiran bakso itu berhasil dikeluarkan. "Minum dulu!" Lura memberikan gelas air putih itu kepada Evans. Evans menerimanya dan langsung meneguk minuman itu hingga habis. "Aku nggak mau makan bakso lagi." Evans mendorong mangkuk bakso itu dengan kasar hingga kuahnya tumpah. "Aku kan udah minta maaf." Lura mengambil ponselnya yang berjajar dengan ponsel Evans di atas meja makan. Ia langsung pergi meninggalkan Evans di ruang makan. "Dia pasti marah lagi," gumam Evans sambil mengusap wajahnya dengan frustrasi. Ia pun bangun dari duduknya, lalu menyusul kekasihnya. "Lura ke mana?" tanya Evans pada Haris. "Bukannya tadi bersama kamu?" tanya balik Haris kepada Evans. "Apa kalian bertengkar lagi?" "Tadi tuh aku hampir keselek bakso, aku kesal bukan sama dia, tapi sama baksonya. Mungkin dia p
Haris melepas pelukannya, lalu berlutut di depan Hanna sambil menggenggam tangannya. "Sayang, demi Tuhan sedikit pun saya tidak pernah meminum barang haram itu.""Iya, aku percaya, tapi menjauhlah dariku!" Hanna mendorong suaminya supaya menjauh. "Mandi dulu sana, ganti baju kamu!" Tangan kirinya menutup hidung, sedangkan tangan kanannya terulur memberikan paper bag berisi pakaian yang diminta Haris.Haris menerimanya, lalu mencium tangan sang istri. "Kita menginap di sini ya. Saya tidak tega kalau harus meninggalkan Boss Gilang sendiri, saya juga tidak mau tidur tanpamu.""Nggak mau ah, ntar kita tidur di mana?" Hanna tidak mau menginap di rumah orang lain tanpa persetujuan yang punya rumah."Sayang di rumah ini ada kamar pribadi saya," balas Haris."Kalau ada kamar pribadi kamu, harusnya ada baju-baju kamu di sini," kata Hanna."Iya, memang ada," jawab Haris sambil tersenyum."Terus kenapa kamu nyuruh aku bawain baju?" H
"Kamu kebanyakan makan sambel tuh," kata Hanna."Biasanya 'kan juga kayak gitu tapi nggak pernah sakit perut kayak gini," jawabnya sambil meringis."Dari pagi kamu 'kan belum makan nasi, Ra," balas Hanna. "Tadi 'kan udah aku bilang, jangan banyak-banyak sambelnya.""Kalau nggak pedes malah nggak enak," sahut Lura sambil terkekeh."Akibatnya juga nggak enak 'kan?" tanya Hanna."Iya, perutku terasa dipelintir.""Ke dokter yuk!" Sekali lagi Hanna mengajak Lura berobat,"Nggak ah. Istirahat sebentar nanti juga baikkan.""Calon suamimu tadi udah frustrasi, aku juga nyalahin dia, aku kira kamu marah beneran." Hanna tertawa sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan."Biarin aja deh dia mikirnya aku marah, biar nggak gangguin aku terus," jawab Lura sambil memegangi perutnya. "Perutku terasa diremas-remas.""Sakit banget, Ra? Kita ke dokter ya!" Hanna khawatir melihat adik iparnya terlihat kesakitan.
Hanna berjalan cepat sambil membawa air hangat untuk adik iparnya."Ini air hangatnya." Hanna mengulurkan tangannya memberikan segelas air hangat. "Minumnya pelan-pelan! Ini agak sedikit panas.""Iya, Mbak, makasih ya." Lura mengambil gelas itu, lalu meminumnya sedikit demi sedikit. "Terima kasih, Kakak ipar," ucap Lura setelah minum hampir setengahnya."Sama-sama," jawab Hanna sambil mengambil gelas dari tangan Lura. "Ini hapemu." Tangan kanannya terulur memberikan benda pipih dari Bi Darmi."Terima kasih banyak, Mbak.""Iya." Hanna memegangi tangan adik iparnya. "Kamu bisa jalan sendiri nggak?""Bisa kok," jawab Lura sembari tersenyum menyembunyikan rasa sakitnya supaya sang kakak tidak terlalu mengkhawatirkannya."Aku taruh gelas dulu ya.""Iya, Mbak. Maaf ya aku ngerepotin terus." Lura merasa tidak enak hati selalu merepotkan kakak iparnya."Jangan ngomong kayak gitu, aku ini kakakmu!"&n
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te