"Bos, meeting setengah jam lagi dimulai," kata Haris dengan pelan.
Gilang menghela napas panjang, lalu bangun dari duduknya. "Tunggu sebentar!" Laki-laki itu mengambil dasi yang dilemparnya tadi, kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.
Lima menit kemudian, Gilang sudah keluar dari kamar mandi. Dasinya sudah kembali melingkar di kerah kemejanya. Rambutnya juga sudah klimis lagi.
"Ayo!" ajak Gilang pada sang asisten.
"Siap, Bos!" Haris mengekori tuannya menuju ruang meeting.
Setelah meeting selesai, Gilang dan Haris kembali ke ruang kerjanya.
"Kamu segera selesaikan kerjaanmu! Saya mau pulang jam tiga sore!" titah Gilang pada asistennya.
"Siap, Bos!"
Haris berdiri sambil memandang punggung sang bos yang berjalan menjauhinya. Setelah atasannya masuk ke dalam ruang kerjanya.
Gilang bekerja dengan serius, sampai waktu makan siang pun dilewati. Ia ingin segera menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk
Naya bangun dan terduduk sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Mas Gilang mau ngapain ke sini? Aku ngantuk banget ini."Naya berusaha untuk membuka mata, tapi kelopak matanya terasa berat untuk dibuka. 'Kenapa masih ngantuk juga sih? Padahal udah tidur seharian,' batin Naya."Maafkan aku, Nay," kata Gilang sambil menggeser duduknya mendekati Naya. "Kamu jangan marah lagi dong!" Gilang meraih tangan Naya, mengusapnya dengan lembut."Siapa yang marah? Aku cuma mengantuk," jawab Naya sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan, ia tidak bisa menahan kantuknya."Kenapa kamu nggak mau jawab teleponku? Tapi, kalau Haris yang menelpon langsung dijawab," tanya Gilang sambil menatap wajah bantal sang calon istri."Tadi aku lagi tidur, pas mau jawab, udah mati lagi. Mana tahu itu telpon dari siapa," jawab Naya dengan malas."Kenapa teleponnya dimatikan waktu aku bicara?" tanya Gilang lagi."Hapeku mati," jawab Naya sambil memejam
“Iya, Nay, baju kamu nggak sopan itu.” Bunda Maya menimpali. “Udah sana ganti! Lagian kamu tumben mau pakai baju cewek kayak gitu,” ucap sang bunda sambil tertawa pelan.Bunda Maya juga sependapat dengan Gilang. Baju yang dikenakan Naya memang terlihat sedikit terbuka. Mungkin karena Naya belum pernah memakai baju seperti itu sebelumnya, jadi terlihat tidak enak dipandang.“Kalau nggak boleh dipakai kenapa Mas Gilang beliin baju kayak gini!” protes Naya, padahal ia memakai baju itu untuk menyenangkan hati calon suaminya. Tapi, ternyata tidak sesuai harapan gadis tomboy itu.“Waktu itu aku nggak tahu kalau bajunya seperti ini kalau dipakai. Itu ‘kan bukan aku yang pilihkan,” elak Gilang.Entah kenapa dulu ia ingin sekali melihat Naya memakai baju seksi, tapi sekarang tidak menyukainya. Gilang tidak mau kalau laki-laki lain memandang wanitanya. Hanya dia yang berhak atas calon istrinya.Dengan ber
“Sudah sampai, Bos,” kata Haris setelah mobil mereka berhenti di sebuah Mall terbesar di kota itu.Gilang melepas jas, dan dasi supaya tidak terlalu terlihat formal. Ia khawatir ada seseorang yang mencibir kekasihnya lagi karena berjalan dengan laki-laki yang lebih tua seperti dirinya.Naya dan Gilang segera keluar dari dalam mobil, lalu mengayunkan langkah kakinya masuk ke dalam pusat perbelanjaan itu. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan.“Mas Gilang terlihat lebih muda,” ucap Naya sambil menutup mulutnya menyembunyikan tawa kecilnya.“Jadi, menurutmu aku lebih tua kalau memakai jas?” tanya Gilang pada Naya.“Bukan itu sih maksudku, tapi kalau Mas Gilang memakai jas, kelihatan kontras banget dengan penampilanku. Nggak serasi banget,” jawab Naya.“Nggak apa-apa penampilan kita nggak serasi, yang terpenting ‘kan hati kita serasi,” balas Gilang sambil mengedipkan sebelah
“Kalau aku jawab, mau kencan sama Mas Haris gimana?” tanya Naya sambil tersenyum menggoda kekasihnya.“Aku gigit kamu,” sahut Gilang sambil menggertakkan gigi, mengapit kepala Naya yang hanya sebatas bahu dengan lengan kekarnya.“Mau dong digigit,” kata Naya sambil melepaskan tangan kekasihnya.“Jangan menyesal kalau aku gigit, pasti kamu pengin nambah lagi, dan lagi,” bisik Gilang di telinga Naya.“Mas Gilang, geli tahu,” Naya mengusap daun telinganya, lalu menyuruh Gilang untuk membeli karcis dan makanan.Gilang pergi mengantre untuk membeli karcis, lalu ia pergi membeli makanan dan minuman untuknya dan Naya. Kemudian, kembali menghampiri Naya yang sedang duduk sambil menatapnya.“Nay, Apa kamu sering nonton kayak gini bareng pacar kamu?” tanya Gilang sambil memberikan minuman kepada Naya.“Mas Gilang jangan meledek aku! Mas Gilang ‘kan pacar pertama
"Mas Gilang, malu tahu." Naya mendorong wajah kekasihnya yang semakin condong padanya.Gilang tertawa geli melihat Naya yang celingukan ke kanan dan ke kiri saat dirinya hendak melabuhkan bibirnya. Gadis tomboy itu takut ada yang memerhatikannya."Aku bukan mau nyium kamu, tapi cuma mau bilang kalau filmnya udahan," kata Gilang sambil terkekeh.Gilang bangun dari duduknya, mengulurkan tangan kepada kekasihnya yang disambut dengan senyuman manis oleh gadis cantik itu.Mereka keluar dari gedung itu. Berjalan sambil bergandengan tangan. Sepertinya Gilang sudah nyaman dengan keberadaan Naya di sisinya."Kita mau ke mana, Mas?" tanya Naya yang diajak berbelok ke toko pakaian wanita dan pria."Aku mau ganti baju dulu," jawab Gilang sambil terus berjalan tanpa menoleh pada kekasihnya."Orang kaya mah bebas. Ganti baju di mana pun, tinggal beli," gumam Naya dengan sangat pelan.Gilang memasuki toko pakaian bermerk. Laki-laki itu
"Mas Gilang, ayo kita pulang!" Naya bangun dari duduknya.Menarik tangan kekasihnya untuk segera pergi dari tempat itu, hingga es krim yang hendak masuk ke mulut laki-laki tampan itu tumpah pada kaus putihnya."Maaf!" ucapnya sambil tersenyum kuda. 'Mas Gilang pasti marah ini,' gumam Naya dalam hatinya.Namun, dugaan Naya salah. Gilang sama sekali tidak marah, walau kaus putihnya terkena noda es krim. Pemuda itu hanya heran, kenapa kekasihnya begitu terburu-buru mengajak pergi dari kedai es krim.Gilang bangun dari duduknya sambil membawa kotak es krim yang sedang dia nikmati. "Ada apa sih, Nay? Ini ke dua kalinya kamu mengotori bajuku. Dan, kamu harus diberi hukuman!""Ya udah iya, aku terima hukumannya," sahut Naya, "Sekarang kita pergi dulu dari sini!" Naya terus menarik tangan Gilang untuk segera pergi dari kedai es krim.Bukan tanpa alasan ia mengajak Gilang pergi. Gadis itu melihat dua orang wanita yang terus menatap kekasi
“Mas Haris ke mana?” tanya Naya setelah masuk ke dalam mobil, tidak ada laki-laki tampan yang tadi menyetir mobil kekasihnya.“Haris sudah pulang lebih dulu,” jawab Gilang, “Dia aku suruh ngambil barang-barangnya untuk tinggal bersamaku di apartemen.”Sebenarnnya Gilang sedikit cemburu, Naya mencari Haris, tapi ia berusaha berbaik sangka kepada kekasihnya. Apalagi Naya sudah terang-terangan menyataka cintanya.“Kenapa Mas Gilang pindah lagi ke apartemen?” Naya menoleh pada kekasihnya yang duduk di bangku kemudi. “Bukannya nggak boleh sama Mami ya?”“Jarak dari apartemen ke rumahmu dan ke kantor lebih dekat dari pada dari rumah, lagian Mami dan Papi, tinggal di Bandung sampai kesehatan Nenek membaik.”Gilang menjawabnya tanpa menoleh pada gadis cantik yang duduk sambil memandangnya, ia tetap fokus pada jalanan di depannya.“Sekarang ada Haris yang ikut tinggal bersa
Gilang mendaratkan bibirnya dengan lembut di kening Naya. “Kita sudah sampai, Cantik,” ucap laki-laki tampan itu setelah mencium kekasihnya.“I-iya, Mas,” jawab Naya sambil tersenyum. “Mas Gilang mau mampir dulu?” tanya Naya sebelum keluar dari mobil.Naya meras malu sendiri. Ia sudah memejamkan matanya, dia kira Gilang hendak mencium bibir, tapi ternyata laki-laki itu sekarang lebih menghargai pasangannya. Tidak lagi mengedepankan hasrat birahinya lagi.“Aku mau pamit aja sama Bunda dan Ayah. Habis itu aku langsung pulang,” jawab Gilang sambil mengacak-acak rambut Naya. “Kamu suka nggak ponselnya?”“Suka banget, Mas,” jawab Naya sambil melirik paper bag yang ada di pangkuannya. Senyum bahagia terukir di wajah cantiknya sambil memeluk jinjingan berisi ponsel, tapi senyum itu pudar seketika saat ia teringat sesuatu. “Mas Gilang menginap aja ya di sini!”“Kalau
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te