"Maksud kamu apa, Nay?" Mami Tyas menoleh kepada menantunya.
"Begini, Mi ...." Naya menceritakan awal mula kenapa Gilang sampai babak belur.
Bukannya marah, tapi sang mami malah tertawa di atas penderitaan anaknya. "Kamu nggak usah minta maaf lagi, Sayang. Itu bukan salah kamu. Siapa suruh dia kasar sama kamu." Mami Tyas memeluk calon menantunya.
Gadis tomboy itu melepas pelukan dari sang calon mertua."Kalau Mas Gilang laporin temen aku ke polisi gimana, Mi?" Naya khawatir kalau kekasihnya akan menuntut kedua temennya yang memukuli Gilang.
"Itu urusan, Mami," sahut Mami Tyas. "Nanti kenalin Mami sama temen kamu yang mukulin Gilang ya. Mami mau ngucapin terima kasih."
Ucapan Mami Tyas membuat Naya dan Haris kebingungan. Tapi, keduanya tidak berani bertanya lebih jauh lagi, yang pasti mereka merasa ada perselisihan antara Ibu dan anak itu.
'Kenapa Nyonya besar terlihat begitu membenci anaknya. Bahkan dia tidak merasa khawatir sama sekali
'Kenapa Mami bicara kayak gitu di depan Naya? Bagaimana kalau anak itu banyak tanya,' Gilang bertanya-tanya dalam hatinya sembari menatap sang mami yang terlihat sangat membencinya. Dengan terpaksa Gilang turun dari tempat tidur, ia berjalan sambil memegangi perutnya masuk ke ruang ganti. "Biar Naya bantu, Mas." Naya hendak membantu memapah Gilang, tapi sang mami melarangnya. "Nggak usah dibantu, Nay. Dia tuh nggak bisa dipercaya, siapa tahu dia cuma pura-pura sakit aja," cibir sang mami sembari melipat tangannya di bawah dada, menatap sang anak yang sedang berjalan tertatih-tatih. Hatinya terasa sakit mendengar sang mami berbicara seperti itu padanya. 'Mami benar-benar marah sama gue,' batin Gilang sembari menahan rasa sakit di perutnya. Ditambah bibirnya yang masih terasa sangat perih. "Mi, jangan begitu sama Mas Gilang. Tadi mungkin dia nggak sengaja narik-narik tangan Naya karena aku ada di lingkungan kumuh, banyak preman yang berkum
"Penampilan seseorang nggak mencerminkan kelakuannya. Kamu berpenampilan rapi dan terlihat sangat baik, tapi kelakuanmu seperti binatang," kata sang mami dengan penuh emosi.Naya yang melihat calon mertuanya emosi segera menenangkannya. Wanita paruh baya itu begitu murka dengan kelakuan anaknya."Mami yang tenang, jangan emosi kayak gini!" Naya mengusap-usap lengan Mami Tyas untuk menenangkan wanita paruh baya itu, "Kita keluar aja ya, Mi." Naya mengajak Mami Tyas keluar dari kamar Gilang.Gadis cantik itu merasa ada sesuatu yang terjadi antara Gilang dan maminya. Tapi, tidak berani bertanya karena ia cukup tahu diri keberadaannya di rumah itu. Naya hanya calon istri dari anaknya yang belum tentu berjodoh.Ketika di bawah tangga mereka berpapasan dengan Papi Rizky yang baru pulang dari luar kota."Nay, kamu kapan datang?" tanya Papi Rizky kepada calon menantunya."Tadi sore, Pi," jawab Naya sembari tersenyum manis."Muka Mami kenapa m
Naya hilang keseimbangan hingga ia hampir saja terjatuh kalau saja Haris yang kebetulan sedang berada di dapur tidak menahan tubuh gadis tomboy itu.Kini gadis muda itu berada dalam pelukan Haris kedua pasang mata itu bertemu, ada getaran di hati sang asisten saat melihat manik mata Naya yang begitu indah.Ia jatuh cinta pada pemilik mata cantik yang mendamaikan hatinya. Laki-laki tampan yang mempunyai postur tubuh tinggi itu tersenyum manis pada gadis tomboy yang telah mencuri hatinya. Cukup lama mereka saling memandang satu sama lain.'Mas Haris ganteng banget, andai saja aku nggak dijodohkan sama Mas Gilang, aku pasti ....' Naya tersadar dari lamunannya saat mendengar suara calon mertuanya."Ada apa, Nay?" tanya Mami Tyas kepada calon menantunya, "Mami dengar ada suara pecahan gelas."Mami Tyas menyusul Naya ke dapur karena ia khawatir dengan calon menantunya saat mendengar suara pecahan gelas yang terdengar hingga ke ruang keluarga di mana sang
"Nay, Papi minta sama kamu jangan terlalu menuruti keinginan anak itu kalau kamu sendiri tidak mau melakukannya. Jangan pernah mau diajak ke apartemennya lagi ya!" titah sang Papi kepada calon anaknya.Papi Rizky khawatir kalau anaknya akan merusak masa depan Naya. Gilang tidak bisa dipercaya lagi. Ia harus waspada dan segera membicarakan semua kepada sahabatnya yang merupakan orang tua Naya.'Kenapa Papi Rizky ngomong kayak gitu? Apa Mami bilang kepada Papi kalau aku dan Mas Gilang ciuman di apartemen?' Naya bertanya-tanya dalam hatinya sembari menundukkan pandangannya. 'Malu banget aku,' batin Naya."Kalau Gilang kasar sama kamu, bilang sama Mami dan Papi! Walaupun dia anak Mami, tapi kalau melakukan kesalahan tetap harus dikasih pelajaran. Makanya Mami ingin berterima kasih kepada temen kamu," timpal wanita paruh baya yang duduk di samping gadis tomboy itu."Iya, Mi, Pi, terima kasih atas kebaikan Mami dan Papi," sahut Naya sembari menatap Mami dan Pap
"Mas Haris udah punya pacar belum?" tanya Naya memecah keheningan di dalam mobil."Belum, Nona," jawab Haris dengan dengan sopan."Masa sih orang ganteng kayak Mas Haris nggak punya pacar?" Naya tidak percaya dengan ucapan lelaki tampan itu. 'Apa jangan-jangan dia nggak suka sama cewek?' tebak Naya dalam hatinya yang membuat Sisil mengedikkan bahu."Mana ada wanita yang mau pacaran dengan pengangguran," balas Haris sembari tersenyum."Mas Haris 'kan udah kerja," sahut Naya lagi."Saya baru mulai kerja hari ini, Nona," jawab laki-laki tampan itu."Mas Haris mau nggak aku kenalin sama cewek? Kali aja 'kan cocok sama Mas Haris," ujar Naya sembari tersenyum simpul.Naya berniat menjodohkan Haris dengan sahabatnya yang bernama Mia Allura. Dia adalah gadis yang cantik, tapi selalu dimanfaatkan oleh laki-laki yang menjadi pacarnya."Hati saya sudah dicuri orang lain, Nona," balas Haris, menolak dengan sopan tawaran calon istri a
Haris segera kembali ke kediaman keluarga tuannya setelah Naya benar-benar masuk ke dalam rumahnya. Ia mengendarai mobil dengan kecepatan penuh.Laki-laki itu menyesali perbuatannya karena sudah lancang mencintai calon istri sang bos. Namun, ia sendiri tidak bisa membendung rasa yang datang tanpa permisi."Saya harus bisa mengendalikan perasaan ini, jangan sampai cinta merusak segalanya," gumam Haris sebelum turun dari mobil saat kendaraan itu sudah terparkir di halaman rumah tuannya.Dengan langkah cepat ia segera masuk ke dalam rumah dan melangkah menuju ruang kerja tuannya. Ia mengetuk daun pintu berwarna putih itu dan segera masuk setelah ada sahutan dari dalam.Haris masuk ke ruang kerja Tuan Rizky dengan langkah yang pelan dan berdiri di depan majikannya yang sedang duduk di sofa yang ada si ruangan itu bersama sang istri."Silakan duduk!" perintah Tuan Rizky pada asisten anaknya.Haris pun duduk di sofa yang ada di depan majikannya. I
Seminggu sudah sejak kejadian pemukulan terhadap Gilang berlalu, kini laki-laki tampan itu sudah mulai bekerja lagi. Terkurung selama itu di dalam kamarnya membuat ia merasa bosan.Sudah berkali-kali ia menolak ajakan sahabatnya untuk berpesta dengan para wanita seksi. 'Kalau semua fasilitas dicabut, apa kabar sama gue?' ucap Gilang dalam hati.Dering ponsel membuyarkan lamunan CEO tampan yang mempunyai sejuta pesona. Ia langsung menjawab panggilan telepon dari sang mami."Iya, Mi," jawab Gilang.Laki-laki itu tidak berani bercanda ataupun membantah sang mami lagi. Ia berusaha untuk menahan godaan kalau sang sahabat mengajaknya bersenang-senang dengan para wanita seksi."Baik, Mi." Hanya kata-kata singkat yang keluar dari mulut lelaki berlesung pipi itu. Ia pun segera memutus panggilan telepon sang mami setelah wanita paruh baya itu lebih dulu memutusnya.Segera ia bangun dari duduknya dan keluar dari ruang kerjanya setelah menutup lap
Naya bergegas membuka pintu saat ada seseorang yang mengetuk pintu rumahnya."Mas Haris! Ada apa, Mas?" tanya Naya pada asisten kekasihnya saat pintu rumah terbuka. Laki-laki itu sudah berdiri menggunakan baju santai yang membuat ia semakin terlihat lebih muda dan tampan."Bos Gilang mau mengajak Nona kencan," jawab Haris dengan sopan, "Bos sedang menunggu di mobil."'Kenapa bukan dia aja yang datang ke rumah, pacar aku dia atau asistennya sih?" batin Naya, 'Sudah lah Naya kalian 'kan cuma pura-pura pacaran di depan keluarga aja,' Naya berbicara pada dirinya sendiri di dalam hati."Mari, Nona!" ajak Haris pada gadis cantik yang hanya mengenakan celana selutut berwarna hitam dan kaus oblong yang terlihat kebesaran."Mas, tunggu sebentar ya, Naya ganti baju dulu," kata Naya sembari mempersilakan makhluk tampan itu untuk duduk di kursi yang ada di teras depan."Baik, Nona," jawab Haris.Tidak lama kemudian Naya keluar sudah berganti paka
Terima kasih untuk semua pembacaku yang sudah membaca karya-karya Nyi Ratu. Mohon maaf banget atas segala kekurangan di setiap karya-karyaku.Follow instag*am @nyi.ratu_gesrek untuk info novel terbaru.Sekali lagi terima kasih banyak untuk semua pembacaku tanpa terkecuali.Dan ... untuk nama-nama yang aku sebutkan di bawah ini, tolong hubungi aku di instag*am untuk klaim hadiah. Ada kenang-kenangan dari Nyi Ratu untuk kalian.1. Husna Amri Jihan Alfathunissa2. Pacet Ke Ceupet3. Joko Lelono4. Mythasary5. Lay Kwe Tjoe6. Iah OlehBaru 3 orang yang sudah klaim hadiah, yang belum, aku tunggu sampai ahir bulan ini.Sampai jumpa lagi di karya terbaruku selanjutnya. Salam sayang dari Nyi Ratu untuk kalian semua.
"Bu Naya sudah pembukaan empat." Ucapan sang dokter membuat Gilang dan Mami Tyas terkejut."Benarkah?" Mami Tyas tidak percaya. "Menantu saya mau melahirkan?" Ia kembali memastikan."Iya, Bu," jawab sang dokter. "Dalam beberapa jam lagi dia akan segera melahirkan.""Ya ampun, kalau gitu Mami pulang ya, Lang. Kamu tungguin Naya di sini, Mami mau pulang dulu, menyiapkan keperluan dia," kata sang mami yang terlihat sangat panik. "Dokter, saya permisi dulu ya."Sebelum pergi, Mami Tyas memeluk menantunya. "Sayang, kamu jangan panik ya, tetap berprasangka baik. Semangat! Semangat ya, Cantik." Mami Tyas memberikan semangat pada menantunya, padahal dia sendiri yang panik."Iya, Mi," jawab Naya sambil tersenyum.Naya bertanya kepada dokter setelah mertuanya keluar dari ruangan. "Dokter, apa bayi saya sehat-sehat aja?" Naya takut terjadi sesuatu dengan bayinya karena HPL-nya masih dua minggu lagi dan ia pernah mengalami keguguranNaya terbayang lagi saat kehilangan bayinya membuatnya merasa k
Jam berjalan begitu cepat, Lura semakin sering merasakan tanda-tanda melahirkan. Ia mengelus-elus perutnya yang terasa mulas.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Evans saat istrinya turun dari ranjang.Aku mau olahraga, Sayang, biar melahirkannya gampang,” jawab Lura sambil berjongkok, lalu berdiri dan berjongkok lagi, begitu terus yang ia lakukan sesuai arahan dokter.“Jangan olahraga! Mau melahirkan kenapa malah olahraga?”“Tidak apa-apa, Pak, memang disarankan seperti itu biar gampang melahirkannya,” kata sang suster.Evans memegang tangan istrinya dan menemani Lura untuk berjongkok dan berdiri. “Sayang udah ya, kamu kelihatan kesakitan gitu, mending tiduran aja,” kata Evans.“Bentar lagi, Mas,” ucap Lura sambil menahan mulas.Keringat sudah bercucuran di pelipis Lura membuat Evans was-was. “Sayang, kamu sakit banget ya?” tanyanya sambil mengusap keringat di dahi Lura. “Udah ya, aku takut bayi kita ngeberojol.”“Iya, Mas.”Evans membantu Lura untuk naik kembali ke ranjang rumah sak
"Bayi Anda sehat, Bu," jawab sang dokter."Syukurlah." Lura merasa lega mendengarnya."Tante mau menghubungi keluarga kamu dulu ya, nanti biar Tante yang nemenin kamu sebelum mama kamu datang.“Loh aku mau dirawat nggak ngelahirin sekarang?"“Tunggu dulu Lura, kamu tunggu di ruang pertama atau ruang observasi untuk tahap pertama, nanti kalau udah waktunya mau melahirkan pindah ke ruang bersalin.”“Iya, Tante, makasih ya, maaf udah ngerepotin.”“Lura, kamu itu sahabatnya menantu Tante, kamu jangan sungkan.”"Iya, Tante," jawab Lura, lalu wanita hamil itu menoleh kepada Dokter Silvi. “Dokter, aku boleh tanya-tanya lagi?”“Boleh, Bu.”“Tante keluar dulu ya.” Mami Tyas keluar untuk menemui menantunya supaya Naya menghubungi keluarga Evans.Mami Tyas lupa memberitahukan kepada Naya kalau ia tidak perlu menghubungi Evans. Naya menghubungi Evans, tapi ponselnya tidak aktif. “Duh Mas Evans ke mana sih? Jadi mules kan gue.” Naya terlihat panik mendengar sahabatnya sudah mau melahirkan. “Gue t
"Gue takut, Nay," jawab Lura pelan sambil menunduk. Lura benar-benar waswas dengan kehamilannya."Takut kenapa?" Naya memiringkan duduknya supaya menghadap Lura."Gue takut bayi gue kenapa-napa kemarin Mbak Hanna melahirkan jauh dari HPL, lah gue udah waktunya belum lahir juga.""Ya ampun Lura, jangan dipikirkan nanti kamu stres. Itu bayi kamu masih terasa nendang-nendang kan? Itu artinya dia baik-baik aja." Naya berusaha menenangkan Lura, padahal dirinya sendiri merasa waswas.Mami Tyas yang duduk di bangku samping kemudi menoleh ke belakang."Lura, jangan dipikirin terus, kamu harus tenang," kata Mami Tyas. "Ayo kita turun, Tante yakin bayi kamu baik-baik aja.""Iya, Tante, aku juga berharap kayak gitu."Naya dan Lura turun dari mobil lalu segera masuk ke dalam rumah sakit."Minggu kemarin, dokter bilang apa?" tanya Tante Tyas kepada sahabat menantunya."Aku nggak kontrol, Tante, minggu kemarin Mas Evans sibuk banget sama kerjaannya. Qenan juga lagi kurang sehat, jadi aku sama Mami
Keesokan paginya Lura bangun pagi-pagi sekali, ia tidak mau Naya mengomel lagi karena terlambat datang ke rumahnya untuk senam hamil."Mas, anterin aku dulu ke rumah Naya ya. Pulangnya sama Mas Bayu sekalian dia jemput Qenan." "Iya, Sayang," jawabnya sambil mencubit pipi istrinya yang semakin berisi. "Kamu jangan capek-capek ya.""Iya," jawab Lura sambil merapikan dasi dan jas suaminya. "Sudah siap, ayo kita sarapan.""Kalau makanan aja nggak ketinggalan." Evans tersenyum melihat istrinya yang sudah berjalan lebih dulu keluar dari kamar.Mereka sarapan terlebih dulu sebelum pergi, setelah sarapan selesai, Evans mengantar Lura ke rumah Gilang, lalu pergi ke kantor."Nay, gue nggak telat kan?" tanya Lura kepada sahabatnya."Instrukturnya juga belum datang," kata Naya.Lura dan Naya duduk di teras depan menunggu sang instruktur senam hamil sambil mengobrol santai."Nay, HPL lo kapan?" tanya Lura."Perkiraan enam minggu lagi, tapi melihat Hanna melahirkan lebih cepat dari HPL, gue jadi w
"Aku mau ke toilet, Mas," jawab Lura. "Ayo buruan, aku udah nggak tahan ini.""Aku kira kamu mau melahirkan," kata Evans sambil terkekeh. "Ya udah kita balik lagi ke kamar Kakak ipar aja lebih dekat.""Ya udah yuk!" Lura dan Evans kembali ke ruang perawatan Hanna.Lura masuk tanpa mengetuk pintu membuat kaget semua yang ada di dalam ruangan. Wanita hamil itu langsung masuk ke kamar mandi tanpa mengatakan satu patah kata pun."Pelan-pelan, Lura!" teriak sang nenek melihat cucunya yang sedang hamil tua berjalan cepat menuju toilet."Lura kenapa?" tanya Mama Riska pada menantunya."Kebelet, Ma.""Anak itu pasti makan sambal terus deh. Udah dibilangin Jangan makan pedas dulu." Mama Riska menggerutu sambil menunggu anaknya keluar dari toilet.Beberapa menit kemudian Lura keluar dari kamar mandi. "Ah leganya.""Lura, kamu jangan kebanyakan makan pedes, kasihan anakmu. Makan makanan yang bergizi biar anak kamu sehat." Mama Riska langsung mengomel kepada anaknya."Aku nggak makan pedas kok,"
"Nenek gendongnya sambil duduk ya," kata Haris sambil melangkah menuju sofa."Baiklah, Nenek duduk." Sang nenek mengikuti Haris dan duduk di sofa, lalu Haris menyerahkan anaknya kepada sang nenek."Masa Nenek aja dikasih gendong adik bayi, tapi aku nggak. Aku kan lebih kuat dari Nenek." Lura mendekati sang nenek dan duduk di sampingnya."Kamu nggak sadar, perutmu membuncit kayak gitu, nanti anak saya mau ditaruh di mana, kamu sendiri aja susah duduknya." Lagi-lagi Haris mengejek adiknya.Lura mendelikkan matanya dengan sinis kepada kakaknya. "Dasar pelit," gumamnya."Sayang, kita juga kan bakalan punya anak. Kayak anak kita lebih banyak, perutmu gede banget." Evans mengusap-usap perut istrinya sambil tersenyum. "Nanti kakakmu jangan diizinin gendong anak kita," ucapnya setengah berbisik."Kamu juga sama aja meledekku terus. Kita kan udah pernah USG, bayi kita cuman satu." Lura memukul lengan suaminya."Aku cuma bercanda." Evans mengacak-acak rambut istrinya."Lura sebaiknya kamu pulan
"Kalian di mana?" tanya Pak Hartono kepada menantunya."Di jalan mau ke rumah sakit, Pa," jawab Evans."Di jalan? Memangnya kalian dari mana? Kenapa lama sekali sampainya? Mama dan Papa udah sejak tadi di rumah sakit." "Iya, Pa, bentar lagi kita sampai. Ini kan kita bawa ibu hamil dua orang, jadi bawa mobilnya pelan-pelan.""Ya sudah hati-hati!" Pak Hartono menutup teleponnya dan memberitahukan kepada sang istri kalau anak dan menantunya masih dalam perjalanan."Syukurlah kalau mereka baik-baik aja." Mama Riska sedikit merasa lega Lura dan suaminya dalam keadaan baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Bayu menghampiri keluarga majikannya. "Maaf, Tuan, saya abis beli kopi dulu di kantin. Apa Anda udah dari tadi?" tanya Bayu sambil membawa cup berisi minuman hangat. "Nggak apa-apa, Bayu," jawab Mama Riska. "Apa Haris di dalam ruangan bersalin?" "Iya, Nyonya. Bos ikut ke dalam," jawab Bayu. "Oh ya Tuan, apa Anda ingin minum kopi?" Bayu tidak enak hati minum kopi sendirian."Tidak, te