siapa kira-kira yang menghubunginya? Sebenernya Chinta mau banget update banyak, ya, tapi ... Chinta cuma mau bilang so sorry, kita cuma berencana dan hal terjadi selanjutnya kadang di luar kendali... terima kasih untuk kalian yang selalu menantikan dengan sabar dan juga memberikan banyak dukungan! Sayang kalian banyak2!!! 🥰🥰🥰
Diva tidak mengenali suara penelponnya, suara itu terdengar berat dan juga serak, tapi Diva berusaha untuk berpikir dengan tenang, dan akhirnya dia menemukan kesimpulannya sendiri. “Kenapa aku harus patuh denganmu?” “Kamu mencintai Elvan, kan? Kalau kamu benar-benar mencintainya, maka tinggalkan dia dan kembalilah ke tempat asalmu. Kamu sangat tidak pantas bersamanya.” “Menurutmu aku tidak pantas, lalu apa kamu pantas? Seorang pengecut yang bersembunyi di balik filter suara untuk mengancam orang lain?” Diva berkata dengan sangat yakin. “Mau kamu sebarkan, silakan saja, aku tidak peduli dengan ancaman dari pengecut sepertimu. Mau menjatuhkannya? Maka aku yang akan membantunya bangkit, apa kamu pikir aku selemah itu? Siapapun kamu saat ini, itu sangat tidak penting,” ujar Diva dengan sangat tenang. Ya, dia benar-benar mempelajari cara ini dari Elvan agar terlihat tetap tenang! Walau hati berkecamuk hebat, dia harus tetap bicara dengan nada datar seolah itu tidak ada efeknya sama s
Diva sudah bersiap sejak pagi, jantungnya berdebar-debar kencang setiap detiknya, apalagi membayangkan kalau sebentar lagi identitas di kartu pengenalnya akan berubah dari yang Belum Menikah, menjadi Menikah. Dari yang sebelumnya hanya seorang wanita biasa menjadi wanita yang harus kuat mendampingi pria yang luar biasa.“Gimana, Div rasanya? Sebentar lagi udah mau jadi istri orang loh,” goda Clarissa pada Diva yang saat ini masih bermake up di depan meja rias.Diva tidak terlalu menanggapinya, perasaannya campur aduk sekarang, entah bagaimana dia bisa menggambarkan semuanya. rasanya bahkan seperti mimpi, tidak terbayangkan sebelumnya. Ingatannya mulai memutar beberapa kenangan ke belakang yang memang tidak lama tapi setiap detik terasa sangat berharga.“Duh, kakakku yang pasti akan jadi cantik banget hari ini.” Prisya muncul dari luar kamar menongolkan kepalanya dari balik pintu.Diva juga tidak menanggapi saudarinya yang satu ini, padahal biasanya Prisya dan Diva ini paling sering ber
Diva langsung turun begitu Andi mengatakan kalau dia sudah di bawah, Indah menemani Diva turun ke bawah lebih dulu, kali ini ibunya memegang tangan anaknya dengan lembut dan tersenyum lebar, jantung Diva makin berpacu dengan cepat karena kejadian ini benar-benar masih terasa seperti mimpi baginya.“Ibu … apa ibu mau menemani Diva?” tanya Diva pada Indah dengan perasaan yang mulai gugup.“Tentu saja ibu yang akan menemanimu, makanya Danish sudah ibu titipkan dengan Prisya, nanti ayah dan yang lainnya bersama dengan Bimo di mobil lain,” ucap Indah dengan sangat enteng membuat Diva mengerutkan wajahnya.“Kok bisa …?” tanya Diva heran.“Ya bisa saja, kemarin sudah kita bicarakan pada Elvan semuanya tentang hal ini, dia sudah setuju,” jawab Indah lagi.Belum sempat Diva bertanya banyak hal, Ibunya langsung menariknya masuk ke dalam mobil itu dengan cepat.“Cepat masuk, kita harus segera tiba di sana,” ucap Indah pada Diva, sebelum masuk ke dalam mobil Diva juga sudah melihat sebuah mobil va
Diva sangat terkejut mendengarnya dan dia sangat tidak percaya kalau Elvan benar-benar bisa melakukan hal ini dalam semalam?! Luar biasa. Ini … sangat tidak bisa dipercaya. “Hai Diva,” sapa Isaac padanya. “Paman … bukannya paman sudah pulang ke–” “Awalnya seperti itu, tapi ada perubahan mendadak dan juga mendapat kabar dari ibumu, sepertinya paman tidak bisa untuk tidak menghadiri acara penting ini.” Isaac tersenyum dengan lebar pada Diva. Belum sempat rasa terkejutnya selesai, Alisha menghampiri Diva dengan bersemangat. “Bu, saya pinjem Kak Diva buat ganti bajunya, ya,” Alisha berkata pada Indah dan wanita itu mengiyakan. Diva tidak sempat untuk melihat kanan kiri dan mengamati interaksi orang lain lagi, karena kali ini dia sangat dibuat terkejut dengan segala apa yang diberikan Elvan untuknya. Ini … apa ini benar-benar mimpi? berkali-kali Diva mengulang pertanyaan itu dalam hatinya. Tapi … kenapa Elvan sepertinya belum terlihat? Dimana pria itu sekarang bersembunyi? Div
Prosesi pernikahan sudah dijalankan, kini Diva sudah resmi menjadi seorang Nyonya Elvan, wajah yang menghadiri momen sakral dan mengharukan ini terlihat sangat bahagia. Lengkung senyum terlukis jelas di wajah semuanya.Diva masih tidak percaya kalau semuanya berjalan dengan sangat cepat, dan setiap ucapan dan rekaman momen bahagia itu terekam dengan sempurna di kepalanya. Kini … Elvan benar-benar menjadi suaminya.“Selamat Sayang, kamu mulai sekarang harus patuh pada suamimu dan ingat semua pesan Ayah,” ucap Lukman pada Diva yang kini sedang memeluknya dengan erat.Diva tak kuasa menahan bulir air matanya sambil membalas dekapan ayahnya itu. Baginya ini benar-benar mengharukan.“Nak, selamat ya, semoga pernikahanmu selalu diberkahi dan dalam kebahagiaan selalu,” ucap Indah yang kali ini bergantian memberikan ucapan selamat pada putrinya.Setelah acara sakral ini selesai semua yang hadir bergantian memberikan ucapan selamat pada kedua pengantin baru ini. Memang yang hadir hanya kedua ke
Diva tidak menyangka kalau dirinya dan Elvan benar-benar kepergok sedang melakukan hal yang menurutnya sangat memalukan, ditambah lagi ekspresi mama mertuanya itu terlihat mengisyaratkan untuk berkata ‘lanjutkan sampai puas!’Setelah pintu kamar ditutup lagi hal itu langsung membuat Diva menyembunyikan wajahnya di dada bidang Elvan.“Ah, memalukan,” gumam Diva dengan wajah merona. Elvan hanya tersenyum mendengar gumaman istrinya itu.“Kenapa memalukan, bukankah aku ini suamimu?” Elvan berkata dengan suara dalam yang tenang.“Lihat aku, hei … jangan menghindari tatapanku.” Elvan lalu menjepit dagu Diva dan membuat pandangan mereka bertemu. Saat itu Diva langsung memejamkan matanya sesaat setelah mata mereka bertemu pandang.Selain jantungnya yang berpacu cepat, kini dia benar-benar merasa malu apalagi melihat Elvan. Diva lalu melepaskan pelukannya pada Elvan dan segera menutup wajahnya dengan kedua tangan.“Jangan liatin gitu …!” Diva berkata dengan manja, dia benar-benar tak kuasa untu
Elvan memandang Diva dengan penuh selidik.“Apa kamu bilang?” Diva menyipitkan mata mendengar tudahan dari suaminya itu.Elvan tersenyum sekilas.“Ya siapa tahu istriku ini seorang yang bisa banyak hal dan cukup tangguh malah tidak bisa melakukan hal kecil ini,” ucap Elvan.Diva lalu mengambil dasi tersebut dan memasangkannya pada Elvan. Ini adalah hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Adegan manis yang sering dilihatnya di layar kaca dan juga ponselnya saat sedang senggang malah dia lakukan untuk suaminya sendiri.“Wah, apa memasang dasi juga semenyenangkan itu?” Elvan menggoda Diva, yang saat ini terlihat sedang senyum-senyum sendiri.Diva lalu menarik dasi yang sudah dipasangkan dengan sempurna ke leher Elvan tersebut, membuat Elvan harus menunduk dan mendekat wajahnya ke arah Diva.“Dengar Sayang, jangan banyak mengujiku!” Diva lalu mendaratkan ciuman singkat di bibir Elvan. Belum sempat Elvan menguasai dirinya karena tingkah Diva barusan, Diva sudah mengambil jas berwarna
Elvan tiba di ruang kerja kakeknya, wajah pria tua itu terlihat sangat buruk, kerutan di dahinya dan juga beban yang menekannya bisa tergambar jelas saat ini. “Kakek memanggilku kemari ada apa?” tanya Elvan dengan tenang saat memasuki ruangan Hartono. “Darimana saja kamu?” Suara Hartono terdengar berat. Elvan diam, dia tidak menjawab apapun lalu menarik kursi yang ada di depan kakeknya. “Kamu terlihat santai sekali El, apa kamu tahu masalah yang terjadi saat ini?” Hartono berkata dengan datar, tetapi suaranya terdengar bergetar. “Kakek tidak perlu khawatir, aku akan bisa mengatasinya–” “Apa kamu tahu semua gerakanmu itu sedang diawasi oleh orang lain! Sebelumnya kakek tidak mempermasalahkan urusan pribadimu, tapi El, kamu harus ingat citra dirimu sebagai seorang pemimpin di Lux Tech Group ini memberikan dampak yang luar biasa terhadap perusahaan kita.” Elvan masih diam, dia belum berniat untuk menyela ucapan kakeknya. “Kakek hanya tidak ingin ada apa-apa denganmu dan juga ….”
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk