Nah, Kan?! Hayooo udah ada gambaran nanti bakalan gimana? hehehe!
Lukman hanya tersenyum melihat anaknya itu, lalu detik berikutnya, Diva mangambil ponsel milik ayahnya tersebut dengan sedikit memaksa. “Van, ini tuh gak begitu kok, aku gak minta macem-macem.” Diva berkata dengan sedikit panik, lagipula dia tidak mau membuat Elvan makin banyak beban karena urusan ini. Memang, pernikahan di tepi pantai dengan pemandangan laut yang luas adalah impiannya, tapi saat tahu Elvan tidak bisa melakukan hal itu, setidaknya dia tidak akan memaksakan keinginannya ini. Dia tidak mau menuntut banyak hal dari Elvan. Terdengar suara tertawa renyah di ujung sana. “Tidak masalah, Sayang, aku tidak menyangka kalau ternyata kamu benar-benar menyukai laut.” “Kamu … tahu?” tanya Diva lagi, tetapi pertanyaan yang keluar dari mulutnya ini terasa begitu bodoh! Tidak mungkin Elvan tidak menyelidiki semua tentangnya, kan?! ‘Diva bodoh sekali kamu!’ gumam Diva dalam hati. “Aku tahu dari ayahmu, beliau mengatakan kalau ada kesempatan kamu pasti akan memilih liburan di pan
"Welcome, Kak Diva,” ucap Alisha saat mereka tiba di sebuah rumah dengan gaya minimalis di komplek perumahan elit yang cukup terkenal di kota ini. “Ini …?” “Rumah Kak Elvan,” jawab Alisha singkat. Diva tertegun saat Alisha mengatakan hal itu, bukan apa-apa, karena entah dari mana semuanya terasa mirip seperti apa yang dia inginkan, sebuah hunian minimalis yang cukup lega dengan high ceiling rooms, lalu terdapat konsep terbuka di bagian belakangnya, sehingga pencahayaan yang masuk terasa lebih terang. Setelah puas melakukan room tour singkat di rumah ini, Diva tersenyum singkat. ‘Ini kebetulan yang luar biasa,’ batin Diva. “Kak, mau minum apa?” “Gak perlu repot-repot, nanti aku ambil sendiri aja.” Diva berkata santai. “Ah, benar juga, ngapain aku tanya-tanya, bentar lagi Kak Diva tinggalnya sama Kak Elvan, kan?” Kalimat Alisha ini sontak membuat jantung Diva berdegup kencang, untuk menyamarkan rasa yang membuncah itu, dia dengan cepat mengalihkan pembicaraan, sekalian fokus de
Alisha sangat yakin dengan apa yang dia katakan, dia memastikan sekali lagi pada Diva kalau dia tidak salah bicara, rasa dalam hati Diva berkecamuk hebat sekarang ini. Apalagi mendengar kalau pria itu mau menikah. Apa telinganya tidak salah mendengar?!“Maksudmu … Dia menikah lagi begitu?” tanya Diva berusaha dengan tenang, tetapi suaranya terdengar bergetar.Alisha mengangguk cepat.“Benar, kemarin aku ada tanya juga dengan temanku, kebetulan dia tahu dengan si Dion ini, temanku bilang istrinya sudah lama meninggal, sejak anak keduanya lahir kalo gak salah, dia duda anak dua.” Mendengar hal itu, hati Diva terasa sakit, bagai diremas-remas dengan keras.‘Istrinya meninggal?’‘Duda anak dua?’Pertanyaan itu muncul secara bergantian di kepala Diva dan berulang beberapa kali. Diva langsung terbayang wajah kakaknya, lalu potongan rekaman video pria itu yang menyiksa kakaknya secara brutal, hal ini benar-benar membuat dia menjadi sangat geram. Apalagi dia sudah tahu perlakuan keluarga Suga
Di tempat lain, Elvan masih berkutat dengan pekerjaannya, ditemani oleh Miko. Dirinya masih sibuk di depan komputer. Terlihat jelas wajahnya nampak lelah sekali, lingkaran hitam di matanya makin mempertegas kalau dirinya saat ini kurang istirahat.“Gimana, Mik?” tanya Elvan pada Miko yang duduk berseberangan dengannya.“Gak ada kata lain selain di ikhlaskan.” Miko berkata dengan suara lemah.Rahang Elvan mulai mengetat, tangannya mengepal erat. Dia tidak habis pikir kalau ternyata pekerjaannya saat ini sedang disabotase oleh kompetitor. “Bro, sabar saja, kita ikuti dulu alur permainan mereka.” Miko berkata dengan menepuk pundak Elvan secara perlahan.Elvan tidak menjawab, kepalanya berdenyut hebat karena saat ini dia kehilangan kontrol atas apa yang dia lakukan. Selama ini dirinya tidak pernah melewatkan sedikit pun celah untuk orang lain masuk, mungkin belakangan ini dia sedikit lalai sehingga bisa menyebabkan projek yang dia kerjakan dengan sangat percaya diri ini hilang dalam sekej
Prisya sudah berhasil membawa Clarissa dan dua keponakannya ke apartemen milik Elvan, Clarissa awalnya sangat terkejut dengan beberapa penjelasan yang diberikan oleh Prisya. “Jadi, sebenarnya kalian semua sudah tahu?” Clarissa tidak bisa berkata apa-apa lagi saat mengetahui semuanya diceritakan oleh Prisya secara rinci dengan permasalahan satu-satu yang muncul. “Begitulah, kira-kira, Kak.” Prisya berkata pada kakaknya tanpa keraguan. “Dan semua ini berkat bantuan Elvan?” tanyanya lagi. Prisya mengangguk. “Ah, aku juga mau bilang, sebentar lagi ayah dan ibu datang ke sini.” Saat mendengar hal itu, tak kuasa Clarissa menahan tangisnya. Prisya mendekatkan dirinya pada Clarissa dan memeluk wanita itu, dia tahu kakaknya selama ini sudah menahan semuanya dan itu pasti sangat menyakitkan. “Kak, semuanya akan baik-baik saja sekarang. Kakak bisa fokus untuk mengurus kedua anak kakak saja. Untuk masalah hak asuh, dengan berbagai bukti yang kuat, kita akan berusaha sebaik mungkin akan memb
Melihat Elvan yang saat ini berdiri di hadapannya, jelas Clarissa terkejut. Elvan adalah pria itu, seseorang yang membuatnya dipukul habis-habisan sampai dia tidak sadarkan diri oleh Dion setelah suaminya mendapatkan ucapan tajam dan pedas dari Elvan di acara itu."Namamu Elvan ... bukan Elso?" tanya Clarissa.Elvan hanya tersenyum sekilas.“Apa … kamu yang menolongku waktu itu?” tanya Clarissa dengan suara bergetar, karena saat itu, tidak ada orang lain yang melihat di tempat parkir aksi kejam suaminya yang sedang memukulnya kecuali orang-orang yang ada di dalam mobil mewah dan tidak disadari oleh Dion.Rasa sakit yang diakibatkan oleh pukulan Dion padanya membuat matanya kabur dan pandangannya berkabut, dengan kejam Dion meninggalkannya sendiri di sana. Clarissa berusaha untuk meminta pertolongan, sampai akhirnya beberapa orang dari dalam mobil itu keluar.Samar-samar Clarissa mengingat orang yang bernama Elso yang diajak suaminya bicara sebelumnya ada di sana. Pria itu tidak keluar
Setelah Diva mengatakan akan menikah awal bulan depan, hal itu jelas memberikan kebahagiaan untuk Anita. Bahkan sesaat setelah mengatakan hal itu, Anita langsung menghubungi jasa pihak penyelenggara pernikahan, yang sempat bertemu dengan Anita dan juga Cantika tadi. Melihat reaksi seperti itu, Diva benar-benar takjub. “Ma, apa ini tidak berlebihan?” tanya Diva setelah Anita selesai membuat janji hari ini pada mereka. “Elvan sebelumnya sudah menghubunginya, tanya saja pada Cantika, betul kan?” Anita berkata pada menantunya itu. Wanita itu dengan anggun menganggukkan kepalanya. “Ma, tapi hari ini Kak Diva masih harus bersamaku dulu, ada yang mesti kami lakukan.” Alisha berkata pada Anita dengan sedikit berat hati kalau seandainya Diva dibawa oleh mamanya pergi untuk menemui orang yang dihubunginya. “Melakukan apa?” Anita bertanya dengan penasaran. Alisha menghela napas dalam dan melihat ke arah mamanya dengan tatapan malas untuk menjelaskan. “Lagian kalau masalah ulang tahun perus
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Diva, beberapa kali Elvan mengerjapkan mata tak percaya. Dia tidak salah dengar, telinganya tidak tuli kalau Diva mengatakan tentang pernikahan mereka.“Van, apa kamu mendengarku?” tanya Diva menarik kesadaran Elvan.“Y-ya, a-aku de-dengar,” ucap Elvan dengan sedikit terbata. Ya kata-kata Elvan terdengar terbata-bata, ini kali pertama Diva mendengar Elvan bicara dengan sangat tidakpercaya diri dan terdengar gugup.“Kamu … gugup Van? Ah, ayolah Van, ini tidak sepertimu yang selalu percaya diri.” Terdengar tawa Diva dari sambungan telepon ini.“Kenapa, Van? Apa gugup karena diajak nikah oleh wanita?” goda Diva. Ya, kali ini Diva menggodanya.“Kamu … jangan katakan kamu main-main, dengar Diva, ini bukan main-main, sekali kamu mengatakannya aku tidak akan melepaskanmu!” Elvan memberikan peringatan pada Diva yang saat ini seolah menertawakan kegugupannya.Siapapun yang mendengar jelas sangat terkejut saat Diva mengatakannya, apalagi sekarang Elvan tid
“Uhh ...” lenguh Kayla selagi memegang kepalanya yang terasa pening. “Kepalaku sakit sekali ….” Sembari menggerutu dengan mata terpejam, wanita bersurai cokelat panjang bergelombang itu berusaha untuk mengingat apa yang terjadi di malam yang lalu. “Minum Kay!” “Habiskan!” “Ah! Kamu kalah lagi!” “Sudah, jangan dipaksa, kamu tidak cukup kuat untuk meneguknya!” “Kamu sudah mabuk, Kay!” Kalimat-kalimat itu masih terngiang di kepala Kayla Semalam, Kayla diajak reuni oleh teman-temannya di salah satu hotel bintang lima. Awalnya, wanita itu berpikir kalau tujuan pertemuan tersebut hanyalah sebatas temu kangen berupa makan malam di restoran atau ruang khusus hotel. Sayangnya, Kayla terlalu bodoh untuk berpikir panjang, sampai-sampai dia lupa bahwa kelompok temannya yang satu ini adalah tipe yang lebih suka menghabiskan waktu dengan minum di bar. Alhasil, di sinilah Kayla sekarang, merutuki kebodohannya yang mau saja lanjut ikut di acara itu, apalagi saat teman-temanny
Pagi itu terasa istimewa. Rumah Elvan dan Diva dipenuhi dengan dekorasi lembut berwarna pastel—biru muda dan merah muda menyelimuti ruang tamu, balon-balon cantik tergantung di setiap sudut. Sebuah spanduk besar terbentang di tengah ruangan dengan tulisan “Selamat Datang, Claudia Cantika Wongso”.Ini adalah hari dimana pesta penyambutan bayi perempuan mereka yang baru lahir, Claudia Cantika Wongso. Sebuah momen yang sudah lama mereka nantikan dan kini mereka sudah bersiap untuk merayakan kedatangan anggota baru dalam keluarga mereka bersama orang-orang terdekat.Diva berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan senyum lembut menghiasi wajahnya. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, warna pastel lembut yang menonjolkan kesan anggun. Di sebelahnya, Elvan sedang menggendong Claudia yang terlelap dalam balutan selimut bayi berwarna merah muda. Auranya makin terpancar saat pria itu menggendong anaknya dengan penuh kasih sayang, menatap putri mereka dengan tatapan lembut.“Van,
Malam ini sungguh terasa berbeda. Diva terbangun di tengah malam dengan perasaan aneh yang tak bisa ia abaikan. Sudah sembilan bulan sejak mereka pertama kali mendengar kabar bahwa ia hamil, dan kini momen yang telah mereka tunggu-tunggu hampir tiba. Diva merasakan kontraksi yang semakin intens, dan kali ini berbeda dari yang sebelumnya—lebih kuat dan cukup teratur. Diva berpikir mungkin ini sudah saatnya. Saat dimana dia akan melahirkan hampir tiba.Elvan terbangun ketika Diva menggeliat di sampingnya, wajahnya langsung dipenuhi kekhawatiran. “Diva, kamu baik-baik saja, hehm?” tanyanya dengan suara serak, matanya masih setengah tertutup karena kantuk.Diva menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri meskipun rasa sakit semakin jelas terasa. “Elvan… aku pikir ini saatnya. Kontraksinya … semakin kuat.” Diva berkata dengan suara bergetar, wajahnya terlihat berkeringat.Elvan langsung terjaga sepenuhnya dan segera bangkit dari tidurnya. “Kamu yakin?” Matanya terbuka lebar, panik dan
Kehamilan Diva sudah memasuki trimester kedua, meskipun mereka dipenuhi kebahagiaan karena kabar tersebut, tidak semuanya berjalan mulus. Beberapa minggu terakhir, Diva masih tetap merasakan berbagai tantangan fisik yang sebelumnya. Seperti mual setiap pagi dan rasa ingin muntah saat mengunyah makanan, tetapi kelelahan yang tidak bisa dijelaskan tetap ada, serta perubahan suasana hati yang terkadang membuatnya merasa tidak terkendali, tetap menjadi rutinitasnya.Di sisi lain, Elvan terus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan mendukung, meskipun tantangan itu juga mulai memengaruhi dinamika hubungan mereka.Pagi itu, Diva duduk di meja makan, berusaha menghabiskan sedikit sarapannya. Namun, seperti hari-hari sebelumnya, mual datang begitu saja tanpa peringatan. Dia buru-buru berlari ke kamar mandi, meninggalkan Elvan yang masih menikmati sarapannya.“Diva!” Elvan langsung berlari mengikuti istrinya, wajahnya penuh kecemasan.Diva duduk di lantai kamar mandi, menarik
Beberapa minggu setelah kabar bahagia itu, kehidupan Diva dan Elvan berubah secara drastis. Mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut bayi mereka, meskipun kehamilan Diva masih dalam tahap awal. Setiap malam, mereka berdua duduk bersama di ruang tamu, berbicara tentang masa depan dengan penuh semangat. Namun, di balik kebahagiaan itu, tetap akan datang pula tantangan baru yang harus mereka hadapi.Pagi ini, Diva duduk di meja makan dengan secangkir air putih hangat di depannya. Sejak tahu dirinya hamil, ia mulai lebih berhati-hati, bahkan mengganti minuman coklat kesukaannya dengan air putih hangat. Meski bahagia, perasaan cemas tidak sepenuhnya hilang dari hatinya.Elvan datang dari ruang kerja dengan laptop di tangan, meletakkannya di atas meja sambil memandangi istrinya dengan senyum. “Kamu terlihat sedikit lebih tenang hari ini. Bagaimana perasaanmu? Apa masih merasakan mual dan tidak nafsu untuk makan?”Diva tersenyum lembut, meskipun ada sedikit kekhawatiran di m
Setelah pulang dari liburan mereka melakukan aktivitas seperti biasa, masalah kehadiran buah hati tidak lagi menjadi sebuah penghalang besar untuk keduanya. Mereka juga sudah menjalankan program kehamilan dari dokter, walau sudah tiga bulan masih belum menunjukkan hasilnya, keduanya tetap saling memberikan dukungan satu sama lain.Hingga suatu pagi. Diva bangun dengan perasaan sedikit mual yang sudah ia rasakan selama beberapa hari terakhir. Dia berusaha mengabaikannya, berpikir itu mungkin hanya karena perubahan pola makan sejak kembali dari liburan. Namun, di dalam hatinya, ada perasaan yang mengusik—sesuatu yang berbeda dari biasanya. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.Elvan sudah berangkat lebih awal ke kantor. Diva berencana untuk menghabiskan hari dengan bekerja dari rumah. Tetapi, mual yang semakin kuat membuatnya sulit berkonsentrasi. Setelah sarapan, ia kembali merasa perutnya bergejolak, dan kali ini lebih parah daripada sebelumnya. Diva menunduk di depan wastafel, napa
Pagi hari di resort terasa lebih segar dan tenang. Diva memandang ombak yang bergulung pelan dari teras vila mereka. Ia mendekap secangkir teh hangat, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai pertanyaan. Liburan ini memang seharusnya menjadi waktu bagi mereka untuk beristirahat, tapi di dalam hati Diva, rasa cemas belum juga hilang.Elvan keluar dari kamar, rambutnya masih sedikit acak-acakan, tapi wajahnya jauh lebih segar daripada beberapa hari sebelumnya. “Kamu sudah bangun sejak kapan?” tanyanya sambil berjalan mendekat.Diva menoleh dan tersenyum tipis. “Baru saja.”Elvan duduk di kursi di sampingnya, menarik napas panjang sambil menatap laut. “Liburan ini benar-benar membuatku sadar betapa kita jarang meluangkan waktu seperti ini. Rasanya... aneh, tapi juga menyenangkan.”Diva memandang suaminya dan berkata, "Ya, aku juga merasa seperti itu. Ini... mungkin apa yang kita butuhkan.”Elvan tersenyum lembut, matanya menatap Diva dalam-dalam lalu berbisik lembut di
Pagi harinya Diva sudah melihat Prisya sibuk di dapur dengan pelayan yang ada di rumah mereka, dia terlihat mengatur makanan untuk sarapan mereka.“Wah, Kak Diva sudah bangun?” Prisya berkata dengan penuh semangat.“Kamu sibuk banget,” ucap Diva.“Iya dong, eh, Kakak ipar sudah bangun?” tanya Prisya lagi.“Pastinya dia sebentar lagi turun kok harusnya.” Diva menjawab santai.Tidak lama berselang Elvan ada di antara mereka.“Sudah sibuk sekali pagi ini.” Elvan berkata santai, dia terlihat dengan pakaian formalnya dan siap untuk ke kantor.“Kakak Ipar mau ke kantor?” tanya Prisya.“Ya, tentu saja, masih ada yang harus aku urus dengan Miko, tetapi tidak lama, tenang saja.” Elvan berkata pada mereka.“Ya, harusnya serahkan saja pada Miko, tenang saja, aku akan membantumu untuk memantaunya.” Prisya tertawa setelah mengatakan hal itu.Pagi ini setelah Elvan pergi ke kantor Prisya membantu kakaknya menyiapkan barang-barang yang harus mereka bawa untuk pergi berlibur. Keduanya sangat antusias
“Hasil untuk Nyonya Elvan tidak ada yang diragukan, semuanya baik dan juga untuk Tuan Elvan, tidak ada masalah.” Dokter itu berkata dengan tersenyum pada keduanya. Ucapan ini bagaikan sebuah oase di tengah gurun pasir.Artinya tidak ada yang salah dari keduanya, lantas kenapa sampai saat ini masih belum ada juga? Hal ini membuat Elvan langsung bertanya, “Lalu, kenapa masih belum juga sampai sekarang, Dok?” tanya Elvan, dia juga tahu, saat ini Diva juga ingin bertanya hal demikian.“Ini banyak faktor, Tuan Elvan. Salah satunya karena kelelahan dan pikiran.” Dokter berkata dengan suara lembut.Elvan lalu melihat ke arah Diva.“Saya akan memberikan obat pada Nyonya untuk meminumnya, nanti akan ada obat penyubur, jika masih datang bulan untuk bulan depan, hari pertama haid Nyonya dan Tuan datang kembali untuk kita melakukan serangkaian pemeriksaan lagi.” Dokter berkata pada keduanya.“Baik, Dok, kami mengerti.” Setelah melewati sesi konsultasi mereka kembali ke rumah. Walaupun mereka cuk