kira2 bakalan gimana ya Diva selanjutnya?? 🤭🤭
“Ini daftar apa lagi?” tanya Diva pada Prisya.“Daftar orang berpengaruh di dunia bisnis juga sudah release! Selamat, calon suami kakak berada pada peringkat pertama untuk wilayah Asia dan orang nomor empat di dunia!” Prisya berkata dengan senyuman lebar.“Lihat, di peringkat enam dunia ada saudaranya ibu, Isaac Wennink.” Prisya berkata lagi dengan senyum yang makin melebar. “Bukankah calon suami kakak ini luar biasa? Bahkan Isaac Wennink saja ada di bawahnya!”Diva diam, dia menarik napas dalam, nampak sedang memikirkan sesuatu.“Kakak mikirin apa sih? Harusnya kakak tuh seneng dan bangga atas pencapaian Elvan Sabil Wongso yang terkenal bertangan dingin!” seru Prisya pada Diva.Diva masih belum merespon ucapan Prisya, saat ini kepalanya sedang memikirkan rencana untuk dijalankan.“Kak! Kakak lagi nyusun rencana apa sih?” tanya Prisya lagi dengan memanyunkan bibirnya.“Kakak sedang memikirkan cara bagaimana harusnya kita menghubungi Elvan, kita tidak bisa tinggal diam saja dan hanya me
Reaksi Prisya ini membuat Diva terkekeh ringan.“Kenapa Pris? Kaget? Elvan itu bukan orang biasa, jadi dia harus diperlakukan berbeda dan luar biasa dengan cara yang tidak sama dan mudah ditebak.” Diva berkata dengan sangat santai.Prisya masih kehabisan kata-kata dengan apa yang baru saja dia dengar, pasangan ini baginya sangat di luar jangkauan. Yah, sangat tidak terduga dan sedikit aneh.“Lagian, ya, salah dia sendiri juga, ngapain pake acara tiba-tiba menghilang, jadi dia harus tahu ada akibatnya kalau menghilang begitu saja.” Diva kembali menambahkan, sedangkan saat melihat Prisya, Diva merasakan kalau adiknya ini benar-benar sangat syok dengan apa yang dia lakukan.“Jadi, karena sudah kepalang tanggung, dia harus membayar biaya komunikasinya! Kapan lagi memanfaatkan fasilitas kartu yang diberikan Elvan, kan?” lanjut Diva lagi lalu menyambung tawa renyahnya.“Kakak benar-benar gila!” ungkap Prisya.“Terserah apa katamu, bukannya kamu juga bilang dia gila?! Artinya sama aja dong!”
Elvan yang sedang sibuk di ruang kerjanya ini, kembali teringat dengan percakapannya dengan Lukman malam itu, selain dirinya yang ketahuan memiliki kelemahan karena trauma dengan laut, ternyata dia mendapatkan hal besar lagi yang sangat mengejutkan.“Saya ingin bertanya untuk konfirmasi sesuatu dengan Om tentang informasi yang saya dapat.” Elvan berkata dengan sangat hati-hati sekali, takut kalau-kalau pria ini tidak menyukainya.Lukman diam sejenak, seolah tahu apa yang akan ditanyakan oleh Elvan, dia kemudian berkata, “Tidak perlu kalau menyangkut Saya dan ibu Diva, dan kamu juga tidak perlu membuka mulutmu untuk hal ini pada anak-anak kami.”Elvan diam mendengar jawaban dari Lukman, yang secara tidak langsung itu juga sebuah peringatan, Elvan tahu arti dari ucapan pria ini.“Maaf, Om, baiklah saya tidak akan mengatakan apapun,” ucap Elvan.Lukman hanya memberikan tanggapan datar.“Kita pulang saja, sepertinya sudah sangat malam dan kamu juga perlu istirahat. Akan saya katakan saat
Elvan tidak bisa berkata-kata saat mengetahui hal ini. Walaupun sebenarnya fakta ini sudah masuk dalam perhitungannya, tetapi ini hanya sebagian kecil kemungkinan saat itu saja. Dia hanya tidak menyangka kalau kemungkinan yang dinilainya sangat kecil bahkan nyaris tidak ada ini adalah fakta yang sesungguhnya. “Kalau kamu pernah mendengar kecelakaan helikopter di pegunungan Alpen tentang keluarga Wennink, itu hanya sebuah berita bohong yang pernah diungkap ke publik. Mereka sengaja melakukannya, karena itu adalah salah satu cara untuk menghilangkan nama Isabelle dalam catatan keluarga Wennink.” Lukman berkata dengan suara berat. Elvan bisa merasakan sebuah gejolak kesedihan yang sangat luar biasa itu, sorot mata pria itu sangat memperlihatkan kesedihan mendalam. Lukman juga terlihat beberapa kali menarik napas dalam, mungkin dia sedang mencoba untuk menenangkan gejolak besar dalam dadanya yang sedang bergelombang hebat. “Apa … anak-anak Om tidak ada yang tahu cerita ini?” Elvan b
Elvan benar-benar terkejut dengan banyak hal yang dia bicarakan dengan ayah Diva ini, sepertinya dia tidak bisa menilai ayah Diva dengan mudah, dia adalah pria pengamat yang cukup hebat.“Tapi Om, masalahku dengan Diva ….” Elvan tidak bisa melanjutkan pembicaraannya."Mari kita bicarakan ini pelan-pelan, Nak Elvan. Saya juga ingin memastikan sekali lagi satu hal padamu." Lukman mengajak Elvan duduk. Mereka lalu bicara tentang banyak hal dan Lukman bertanya terkait Elvan dengan Diva, Elvan menjawab dengan tegas dan sangat jelas. Kemudian, Lukman memberikan banyak saran dan masukan sampai akhirnya tercetus sebuah ide gila untuk memutuskan sementara hubungannya dengan Diva.“Apa kamu tidak yakin dengan kemampuan bertahan anak saya? Atau kamu yang tidak percaya diri dengan dirimu sendiri?” Lukman berkata pada Elvan.“Baiklah, saya akan ikuti saran, Om. Saya juga sedang diawasi olehnya, untuk sementara waktu ini saya tidak akan berhubungan dulu dengan Diva, Om.”Lukman mengangguk.“Dion …
Keadaan Alisha ini jelas membuat banyak pertanyaan yang menggantung di kepala Lukman. Elvan memperlihatkan wajah panik yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pertanyaan Lukman barusan itu juga terdengar sangat dingin, serta tatapan matanya pada Elvan mengisyaratkan kekecewaan yang cukup dalam.“Ah, ada tamu?” Alisha berkata dengan santai sambil tersenyum melihat ke arah Lukman, seolah itu bukan masalah besar.“Om, ini tidak seperti yang Om pikirkan.” Elvan berkata dengan gugup dia lalu melihat ke arah Alisha dan adiknya tidak mengerti dengan tingkah kakaknya itu.“Ini ambil barang-barangmu.” Elvan memberikan barang-barang yang dipegangnya ke Alisha sebagai pemiliknya.“Dia ini Alisha, Om, adik saya.” Entah kenapa tatapan tajam milik Lukman ini membuat Elvan menjadi sangat gugup.Alisha heran, karena ini pertama kalinya kakaknya bersikap seperti ini dihadapan orang asing, seolah dia adalah seekor kucing peliharaan yang cukup jinak, tidak seperti seekor harimau pemangsa atau singa sang
Mendengar ucapan yang Lukman ini membuat Elvan merasa kalau saat ini dirinya benar-benar sedang membuat perjanjian tak tertulis dengan Lukman. Tidak ada hitam di atas putih, tidak ada saksi yang terlibat, serta tidak ada agunan sebagai jaminan yang diberikan Elvan pada Lukman, stempel persetujuan hanya berupa label kepercayaan dari Lukman yang diberikan begitu saja. “Saya, janji Om, saya tidak akan pernah menyakiti Diva.” Elvan berkata dengan suara tegas. Namun, Lukman hanya tersenyum simpul dan mengalihkan pandangnya. “Saya sangat tahu bagaimana rasanya ketika kita ditolak oleh keluarga wanita yang kita cintai, sebenarnya Saya hanya takut kalau mereka nanti terluka.” Suara itu terdengar bergetar, kesedihan itu bisa dirasakan oleh Elvan. “Tapi saya benar-benar mencintai Diva, Om.” Elvan kembali meyakinkan Lukman akan perasaan yang sesungguhnya untuk Diva. Kembali Lukman tersenyum singkat lalu berkata, “Sebenarnya apa yang kamu katakan barusan pernah juga dikatakan oleh Dion,
Alisha berjalan mendekati mereka dengan membawa baki yang berisi dua cangkir teh dan makanan ringan, dia tersenyum penuh makna melihat ke arah kakaknya sambil mengerlingkan sebelah mata. Elvan merasa sangat lega karena dukungan Alisha untuknya kali ini. Namun, ekspresi Lukman terkejut dengan ucapan Alisha barusan, dia terlihat mengerutkan keningnya, mencoba menebak maksud Alisha. Mengerti dengan tatapan itu, Alisha berkata dengan senyum lebar kepada Lukman, “Ayah, jangan khawatir, kalau kakakku ini berani macam-macam sama Kak Diva, aku yang akan memukulnya dan menyuruhnya segera sadar kalau dunianya cuma penuh dengan Kak Diva saja.” Alisha berkata dengan tenang dan meletakkan barang bawaannya ke atas meja. Lukman lalu menganggukkan kepalanya dan tersenyum singkat dan melihst ke arah Elvan. “Om, Saya sudah mengenalkan Diva dengan keluarga saya, mereka tidak ada yang menentang hubungan kami, dan ….” Elvan menggantung kalimatnya, lalu senyuman terukir di wajahnya saat ini, kare