akhirnya dateng jugaaaa.. tapi deg2annya belum kelarr... heheheh
Mendengar ucapan Elvan barusan Lukman hanya mengangguk pelan, tapi tidak ada senyuman di sana. Wajah Lukman terkesan dingin dan terlihat menakutkan, setidaknya itu yang dirasakan Prisya saat melihat ayahnya yang sedang memperhatikan Elvan dari atas sampai bawah.Untuk pertama kalinya Prisya menyaksikan bosnya ini terlihat berbeda dari sebelumnya, terbalik 180 derajat! Biasanya dia selalu menampilkan aura tegas dan dominan yang mematikan, namun sekarang … justru ayahnya lah yang seolah menyerap energi itu.Ayahnya yang selama ini selalu memperlihatkan keramahan dan kehangatan pada orang lain sekarang nampak begitu kurang bersahabat dengan tamu mereka ini.‘Apa ayah benar-benar tidak bisa menerima pria ini?’ batin Prisya.“Ayah … apa tidak menyuruh tamu kita ini masuk dulu?” Prisya berusaha mencairkan suasana yang sepertinya nampak sangat dingin.“Kamu belum terlambat.” Lukman tidak menghiraukan ucapan Prisya barusan.Ada kelegaan tergambar di wajah Elvan, tapi dia berusaha untuk tetap t
Elvan yakin kalau saat ini pria yang sedang duduk di hadapannya ini sudah bisa sedikit diluluhkan. Namun, setelah dia berkata dengan penuh percaya diri itu, ekspresi Lukman tidak terlihat senang ataupun tidak suka, mimik wajah itu sulit dimengerti oleh Elvan.‘Apa aku salah menilai?’ batin Elvan.“Mengundang kami ke acara perusahaan untuk memperkenalkan siapa calon istrimu, ya? Kalau begitu saya boleh tahu siapa calon istrimu yang akan kamu perkenalkan itu?” Pertanyaan ini justru membuat Elvan bingung, bukankah jawabannya sudah jelas kalau itu Diva, putrinya sendiri.“Itu, tentu saja Diva, Om.” Elvan berkata dengan suara yang terdengar mantap.“Oh, saya bahkan berpikir kalau yang kamu katakan itu bukan Diva, melainkan orang lain, karena kamu tidak menyebutkan nama yang jelas.”“Tidak ada orang lain selain Diva, Om,” tegas Elvan pada Lukman.Pria paruh baya itu mengangguk perlahan.“Ini diminum dulu tehnya.” Indah membawa minuman dari dalam dan meletakkannya di atas meja dengan perlaha
Pertanyaan yang seperti sebuah pernyataan baru saja dikeluarkan oleh Indah ini membuat Elvan terdiam, dia menarik napas dalam dan memejamkan matanya sejenak. Hal ini sama seperti yang dikhawatirkan oleh dirinya dan papanya! Elvan juga tahu dan menyadari ada tujuan dibalik niat baik ini. Namun, semua itu ditutup oleh sebagian rasa bahagia yang menyelimuti hatinya karena Diva sudah diterima oleh keluarga intinya! Yah hanya keluarga intinya saja, tidak dengan yang lain, yang mungkin mengharapkan kejatuhan dirinya. ‘Ternyata mereka benar-benar sangat hati-hati,’ batin Elvan. Elvan sempat mengabaikan hal lain ini dengan mengatakan secara tegas pada kedua orang tua Diva untuk mengajaknya ke acara penting itu, berharap mereka merasa dihargai dan bisa menerima dirinya masuk ke keluarga Diva dengan mulus. Elvan juga mengatakan kalau mereka diundang ke acara itu agar dia bisa memikat hati orang tua Diva, tapi sayangnya, pikiran orang tua Diva ini ternyata sudah melenceng dari ekspektasinya.
Diva yang kesal dengan ayahnya mengurung diri di kamar, dia Benar-benar merasa diabaikan dan menganggap ayahnya keterlaluan. “Ayah kenapa sih, apa gak bisa lihat dulu Elvan itu orangnya seperti apa, lagian Elvan beda dari semua pria yang dekat denganku!” Dia berkata dengan nada kecewa di depan cermin. Melihat wajahnya yang berantakan karena lelah menangis membujuk ayahnya.Tiba-tiba, Prisya masuk ke kamarnya dengan santai dan langsung duduk di tepian ranjang.“Ngapain kamu?!” Diva berkata dengan ketus, Prisya tidak menjawab dia hanya tersenyum lebar melihat ke arah Diva.“Siapa yang dateng? si tukang galon apa tukang gas?” Diva berkata dengan nada kesal.“Tukang galon langganan ibu,” jawab Prisya singkat, membuat hati Diva mencelos, benar saja tidak mungkin Elvan datang, pikirnya.“Dasar kakak yang aneh,” gerutu Prisya.“Kenapa kamu bilang begitu? Lagian yang aneh itu, ayah kamu!” Diva kesal sekali saat ini.”Prisya langsung mengerutkan keningnya, “Kok kakak bilang gitu?” “Lagian ju
Diva terdiam saat Prisya mengatakan hal itu, tidak ada yang salah sebenarnya. Akan tetapi, menghalanginya untuk mendampingi Elvan saat menghadapi ayahnya ini juga rasanya tidak pantas dengan semua yang sudah diberikan Elvan padanya. “Iya kakak tahu latar belakangnya, tapi apa kamu tahu, dia itu ayah kita! Dia tidak peduli dengan latar belakang yang mereka punya dan ucapan ayah itu seringkali terdengar tajam dan membuat–”“Kak, kakak sepertinya masih tidak yakin dengan kemampuan Kak Elvan, ya?” Prisya melihat ke arah Diva dengan tatapan tajam. “Kita lihat dulu, biarkan Kak Elvan berjuang untuk kakak, kali ini, aku di pihak ayah.” Prisya berkata dengan santai pada Diva.“Mending, kakak sekarang duduk tenang di sini. Kakak bisa keluar 15 menit lagi, kecuali kalau kakak ….” Prisya menggantung kalimatnya, melihat ke arah Diva yang saat ini memperlihatkan wajah khawatir.Diva malas untuk meresponnya dan memilih mengalihkan pandangnya.“Kecuali kalau kakak beranggapan dia akan mundur setel
Diva yang penuh dengan kekecewaan dalam hatinya itu lalu membalikkan badannya dan hendak kembali masuk ke kamarnya, dia yang sudah diliputi rasa sedih dan juga air mata yang menghalangi pandangannya kabur tiba-tiba menabrak seseorang.“Arrgh!” Suara yang ditangkap oleh gendang telinga Diva itu membuatnya terkejut. Jelas suara ini sangat dia kenal.“Elvan?” Diva berkata dengan tidak percaya, dengan cepat dia menghapus air matanya secara asal, mencoba menghilangkan pandangan buram yang ditangkap oleh indra penglihatannya, memastikan sekali lagi kalau Elvan ini bukan sekedar bayangan atau hologram yang hanya melintas di kepalanya saja.Pria itu kini berada di hadapannya dengan memegang dadanya yang ditabrak keras oleh Diva, barusan.“Untung saja tidak di sini,” ucap Elvan pada Diva sambil menunjukkan ke bagian perutnya sambil tersenyum.“Kamu di sini?” tanya Diva meyakinkan kalau dia sedang tidak salah melihat, dia juga beberapa kali mengerjapkan matanya tak percaya.Elvan melihat Diva y
Mendengar ucapan Elvan ini tidak serta merta menenangkan hati Diva, wanita itu malah merasa makin cemas, karena Elvan berkata seolah semuanya ini sedang tidak berjalan dengan lancar.Lukman yang sudah berada kembali di sebelah istrinya ini, mempersilakan Diva dan Elvan untuk duduk di seberang kursi mereka.“Sudah selesai menangisnya?” tanya Lukman yang jelas itu tertuju untuk putrinya dengan nada datar.Diva diam, dia tidak menyahut ucapan ayahnya, dia menghela napas berat lalu menundukkan pandangannya, dia sudah salah sangka dengan ayahnya.“Elvan, kamu sudah lihat sendiri, kan? Anak ini, bukan orang yang mudah, dia sangat tidak sabaran dan selalu berpikir sesuai dengan apa yang ada di dalam kepalanya saja. Dia sangat merepotkan dan selalu salah paham. Dia yang seperti ini sampai kapan kamu bisa memakluminya dan juga bisa menjaga agar tidak terjadi kesalahpahaman?” Pertanyaan Lukman ini membuat Diva membelalakkan matanya.Diva tidak mengerti kenapa ayahnya seolah menjatuhkan harga di
Diva mengerutkan keningnya saat Elvan mengatakan hal tersebut, bukan tanpa dasar Diva seperti itu, melainkan Diva melihat jelas penelpon tersebut adalah Hartono Wongso, kakek Elvan. Diva ingin melayangkan protesnya pada Elvan tapi pria itu melihat ke arahnya seolah memberikan peringatan dan membuat Diva terpaksa kembali mengunci mulutnya.Pop up pesan muncul di handphone yang dipegang oleh Elvan dan Diva berhasil mengintipnya, sehingga dia tidak bisa menahan untuk tidak bicara pada ayahnya. Dia tidak tahan melihat Elvan yang ditekan oleh ayahnya seperti sekarang ini.'Ayah benar-benar keterlaluan, Aku tidak bisa membiarkan Elvan seperti ini,' batin Diva.“Ayah, Elvan sekarang ini pasti ada pertemuan penting, tolong ayah mengerti.” Diva sudah tidak peduli lagi dengan peringatan yang diberikan oleh Elvan padanya.“Apa begitu?” Lukman melihat ke arah Elvan mempertanyakan kebenarannya.“Tidak Om, sudah saya katakan tadi, kalau Diva jauh lebih penting.” Suara Elvan terdengar tegas.Diva me