Elvan dan Diva menunggu pintu lift terbuka, mereka berdiri bersisian."Dasar iblis kejam!" ungkap Diva dengan suara tertahan.Elvan hanya tersenyum mendengarnya. "Tetapi kamu jangan lupa iblis kejam ini adalah tunanganmu.""Pak Elvan benar-benar keterlaluan." Diva berkata dengan sedikit merengek.TING!Pintu Lift terbuka lebar."Ayo masuk," ajak Elvan pada Diva.Diva mengikutinya."Masih mengantuk?" tanya Elvan saat mereka sudah ada di dalam lift tersebut.Diva mengangguk perlahan, tanpa aba-aba Elvan merengkuh pundak Diva, membuat wanita itu terkejut dan matanya langsung membesar kembali."Elvan apa-apaan kamu ini! Lepasin, entar kita ketahuan orang gimana?!" Diva berkata nyaris berteriak."Ya tinggal bilang saja jangan beritahu siapapun, kalau ada yang tahu selain dirinya siap-siap saja konsekuensinya." Elvan berkata dengan sangat santai."Ish! Udah lepasin, bentar lagi sampe!" Setelah Diva mengatakan hal itu, pintu lift terbuka dan Elvan sudah menyingkirkan tangannya dari Diva."Ay
Diva sangat tidak mengerti dengan jalan pikiran Elvan saat ini, apa maksudnya? “Kenapa ….” Diva tiba-tiba saja kehabisan kata-katanya. “Ya, Tolong jangan tampilkan lehermu itu di depan orang lain, aku tidak suka.” Elvan berkata terus terang dan mempertegasnya sekalilagi. Diva menatap lekat ke arah Elvan ingin mengetahui alasan yang lebih logis lagi. “Ini … membuatku ingin memakanmu.” Elvan membisikkan kalimat itu di belakang telinga Diva membuat bulu halus yang ada di tubuh Diva tiba-tiba berdiri apalagi saat ini wajah Elvan tepat berada di ceruk leher Diva. “Van! Kamu ini apaan sih! Sudah aku naik dulu, aku tidak akan memperlihatkannya dengan orang lain, kecuali tunanganku!” Diva mengerlingkan sebelah matanya. Elvan tersenyum melihat Diva dan menarik tangan wanita itu hingga membuatnya jatuh ke dalam pelukannya. “Van, kamu ….” “Diamlah sejenak aku juga butuh mengisi daya!” Elvan berkata pada Diva membuat gelenyar hebat dalam tubuh wanita itu. Setelah merasa cukup, Elvan meren
Diva tersenyum melihat keduanya dan berkata, “Sudah kalian tenang saja, aku tidak marah, kok.“ Diva tersenyum lalu keluar dari dalam lift, karena pintu lift tersebut sudah terbuka sejak tadi. Baru sampai di depan pintu ruangannya, seperti biasa anggota ruangan ini memang tidak bisa untuk tidak tahu dengan kondisinya. “Diva kamu ….” “Santai saja, bukannya aku sudah terbiasa seperti ini?” Diva langsung menanggapi kekhawatiran mereka dengan santai. “Mbak Des, yang diminta sama Pak Elvan tadi aku perbaiki sedikit ya, minta waktu lima belas sampai tiga puluh menit ya, Mbak?” Diva berkata pada Deska dengan wajah memelas. Deska mengangguk. “Diva, mulai sekarang ke depan, saya harap kamu bisa menjaga sikapmu itu. Pak Elvan mungkin tidak akan berbaik hati lagi kalau kamu terlalu sering seperti itu.” Mendengar ucapan Deska Diva hanya mengangguk dan berjalan ke meja kerjanya. Sebenarnya, sekarang ini Diva sedikit gelisah dengan gosip yang sedang beredar itu. Dia disangka selingkuhan? Yang
Ucapan tersebut sontak membuat Prisya langsung mengikuti arah pandangan Ratri, tetapi sayangnya yang dilihatnya hanya lahan kosong yang ada di seberang jalan. Tak puas dan merasakan ada yang janggal, Prisya mengedarkan pandangnya ke sekitar. Tetap saja, dia tidak menemukan bayangan pria itu.“Kakak, apa kakak melihatnya?” Prisya bertanya pada Ratri, tapi wanita itu sudah kembali seperti sebelumnya, matanya menatap kosong dan wajahnya menjadi sendu kembali.“Apa mungkin kakak hanya berhalusinasi?” tanya Prisya pada dirinya sendiri.Pikiran itu penuh di kepala Prisya sepanjang wanita itu membawa Ratri ke kamarnya. “Apa si brengsek itu tahu ya?” Prisya kembali mengulang tanya pada dirinya sendiri.Walaupun dia sudah membawa Ratri ke kamar perawatannya, tetap saja Prisya merasa gelisah. Dia hanya tidak ingin tiba-tiba kakaknya ini bertemu dengan pria itu.Beberapa kali Prisya menghela napas, tetap saja rasa gelisah dalam hatinya tidak bisa dihilangkan begitu saja. Prisya bertanya tentang
Tanpa banyak berpikir lagi, Prisya langsung memutarkan kendaraannya dan fokus mengejar sosok itu. Akan tetapi, jarak mereka yang lumayan jauh dan juga sedikit ada kemacetan di tempat memutar, membuat Prisya kesulitan untuk mengejar kendaraan Anggala yang sudah melaju dengan kencang.“Ah, sial!” umpat Prisya saat dia tidak bisa lagi melihat kemana arahnya mobil yang dikendarai oleh Anggala.Napas Prisya sedikit memburu karena kesal. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya, lalu berikutnya dia mengambil handphone ingin menghubungi Elvan, tetapi saat nama tersebut sudah muncul di screen ponselnya, tiba-tiba otaknya memerintahkan untuk menghentikan jarinya menekan tombol dial. “Menghubungi Pak Elvan, apa ini tidak berlebihan? Gak enak juga tapi ngerepotin terus. Dia juga sepertinya sedang sibuk dengan pekerjaannya juga.” Prisya berkata pada dirinya sendiri.Jari-jari Prisya mengetuk-ngetuk setir mobil yang dikendarainya, dengan tangan kirinya masih memegang ponselnya. Dia diam sejenak, set
Mendapatkan pesan seperti itu, Diva langsung menggelengkan kepalanya lalu tersenyum. “Ada-ada saja,” gumam Diva perlahan.“Div! Ngapain senyum-senyum begitu?” Reni menyenggol lengan Diva, membuatnya tersadar dari pikirannya sendiri terhadap pria itu.“Ah, gak apa-apa,” jawab Diva lalu memasukkan benda pipih itu ke dalam saku blazernya.“Ih, dapet pesen dari Vanvan, ya?” bisik Reni dengan nada menggoda.Diva hanya tersenyum, memasang wajah penuh misteri. “Mau tau aja deh, makanya cari pacar.” setelah mengatakan hal itu Diva terkekeh ringan membuat Reni merotasi malas bola matanya.“Mentang-mentang punya pacar! Nanti kenalin ke kita dong pacarnya, kita jadi penasaran siapa sih Vanvan ini.” Suara Reni yang cukup kuat ini membuat seisi ruangan melihat ke arahnya dan hal itu juga yang membuat Diva secara reflek mencubitnya.“Aw!” teriak Reni sambil cengar-cengir melihat ke arah Diva.“Eh, gosip apa lagi sih?” tanya yang lain.“Sudah, kalian jangan membuat kekacauan. Reni, kamu kalau bicara
Elvan lalu berjalan melewati Farel menuju kursi yang biasa dia tempati, mereka semua saling berpandangan mencoba mengerti suasana hati dari bos mereka, suasana horror menyelimuti tempat ini sekarang, terasa begitu dingin dan menakutkan. “Lanjutkan,” ucap Elvan setelah duduk di kursinya dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Dengan wajah datarnya, merekat tidak mengerti dengan ucapan Elvan barusan. Demi membuat suasana tidak terlihat menyeramkan seperti sekarang, dengan cepat Deska memulai rapat untuk urusan pekerjaan mereka. “Baik, Pak Elvan. Jadi, di sini sudah kami buat seperti yang Bapak–” “Nanti dulu yang ini, kita lanjutkan ucapan Farel barusan.” potong Elvan saat mendengarkan ucapan Deska yang akan memulai rapat mereka. “Ma-maksudnya, Pak?” Deska terpaksa bertanya dengan memberanikan diri. “Lanjutkan dulu cerita tentang gosip tadi. Apa aku memang sepantas itu bersama dengan Marissa?” tanya Elvan diakhiri dengan melihat ke arah Diva. Diva yang dilihat Elvan seketika
Reni yang mendapat tugas untuk merekam Elvan tadi sangat penasaran dan langsung mematikan rekamannya demi melihat huruf yang dimaksud. “Wow?!” Reni membolakan matanya saat tahu huruf apa yang dimaksud adalah “Y” apa artinya …. “Pak Elvan sudah bertunangan dan tunangan Pak Elvan bukan Bu Marissa?!” Reni berkata dengan mata membesar melihat ke arah Elvan. Elvan tidak menjawab dia hanya diam memasang wajah tanoa ekspresinya itu. “Rekamanmu barusan, perlihatkan padaku.” Elvan meminta ponsel Reni. Wanita itu berjalan cepat memberikan handphonenya pada Elvan. Menyadari sesuatu yang mungkin saja terekam sampai akhir saat dirinya menggoda Diva, Elvan melihatnya dan memastikan sekali lagi apa yang di rekam oleh Reni. Setelah dipastikan tidak ada yang salah dari rekaman itu, Elvan lalu memberikan kembali benda itu pada karyawannya. “Bagus, nanti kamu bisa bantu saya untuk meredam gosip saya dan Marissa,” ujar Elvan. “Lalu … kamu,” tunjuknya pada Diva, “apa aku perlu membuat pernyataan jug