Sebelum datang ke tempat ini, Chandra telah memberi tahu mereka tentang segala situasi di kawasan militer. Dahlia yang telah memahami isyaratnya, segera memberi perintah, "Segera putuskan semua kontak antara ruang rapat dan dunia luar, aktifkan sistem pertahanan ruang rapat."Petugas pengawas di sana tidak berani menolak dan segera mengikuti perintahnya.Chandra berdiri di depan pintu ruang rapat. Beberapa saat kemudian, dia menghampiri Windu dan bertanya, "Jenderal, sekarang semuanya sudah aman. Apakah kita harus tetap di sini atau berjaga di luar?"Windu duduk di kursi dengan keringat mengalir di wajahnya. Dia mengusap keringat di dahinya dan menganggukkan kepala. "Keluarlah terlebih dahulu dan tetap berjaga dengan ketat.""Baik," jawab Chandra sambil mengangguk, lalu dia berbalik.Namun, saat berbalik, dia tiba-tiba menarik pelatuk pistolnya dan menembak cepat ke arah pintu. Tujuh atau delapan prajurit di pintu langsung terjatuh dalam genangan darah.Sebelum para jenderal bisa meres
Chandra tidak yakin apakah Windu benar-benar menelepon Teuku. Namun, dia tahu bahwa Teuku tetap mendengar percakapan mereka dari samping.Tidak ada balasan apa pun dari ujung telepon. Chandra kembali berkata, "Teuku, aku tidak tahu apa tujuanmu, tapi aku pasti akan menghalangimu."Tut, tut, tut ....Tiba-tiba, terdengar suara panggilan yang terputus. Lawan bicaranya mengakhiri panggilan itu tanpa mengucapkan apa pun."Naga Hitam, kamu tidak akan bisa keluar dari tempat ini dengan selamat." Windu menatap Chandra, lalu berkata dengan jelas, "Di luar sana ada 100 ribu prajurit yang berjaga. Di Gurun Selatan juga masih ada 3 juta pasukan. Jangan pikir kamu bisa kembali dengan selamat.""Oh, ya?" Chandra tersenyum tipis, lalu berkata, "Kalau aku berani datang, berarti aku punya cara untuk keluar dari sini. Aku lupa beri tahu kalian, tempat ini dulunya adalah ruang rapat dari Pasukan Naga Hitam di Gurun Selatan. Aku sangat mengenal situasi di sini. Saat ini, komunikasi dengan dunia luar tela
Chandra berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Begitu peperangan ini pecah, tentunya juga tidak akan berakhir begitu saja. Pasukan Naga Hitam akan melintasi Gunung Langit dan menghancurkan 28 negara dalam satu serangan."Setiap kata yang diucapkan oleh Chandra terasa seperti pisau tajam yang menusuk jantung Bekti.Mendengar kata-kata "menghancurkan 28 negara," Bekti bergidik ngeri."Baik, akan kuperintahkan untuk mundur."Bekti tahu bahwa rencana untuk membunuh Naga Hitam telah gagal.Dia juga tahu bahwa jika dia tidak memerintahkan pasukannya untuk mundur, Naga Hitam akan membunuhnya. Tiga juta pasukannya juga akan berhadapan dengan Pasukan Naga Hitam. Peperangan ini tidak akan reda begitu saja.Di ruang pemantauan, Dahlia dan yang lainnya melihat adegan ini dengan senyum di wajah mereka."Berhasil.""Ya, berhasil. Kali ini, kita bisa kembali dengan selamat.""Wah, menyusup ke dalam kamp yang dijaga oleh 3 juta prajurit di Gurun Selatan dan membunuh 28 jenderal negara, ini adalah presta
Bekti ketakutan hingga seluruh tubuhnya gemetar dan merangkak keluar dari ruang komando. Dia segera memerintahkan pasukannya untuk mundur. Aliansi pasukan dari 28 negara itu melakukan evakuasi dengan sangat cepat.Pada saat aliansi pasukan dari 28 negara itu evakuasi, Chandra juga menelepon Paul untuk memimpin Pasukan Naga Hitam dan segera menduduki Gurun Selatan.Dalam waktu satu malam, pasukan dari 28 negara itu semuanya telah pergi. Pasukan Naga Hitam kembali menduduki Gurun Selatan.Keesokan paginya saat matahari baru saja terbit.Di ruang rapat di wilayah militer Gurun Selatan, Chandra mengenakan jubah perang Naga Hitam."Gili, segera pimpin Pasukan Naga Hitam untuk melakukan penyisiran dalam radius 1.000 kilometer. Kalau ditemukan keberadaan pasukan mereka, bunuh saja.""Baik." Gili langsung berdiri dan segera mengeluarkan perintah.Chandra sudah memberikan waktu untuk para pasukan itu melarikan diri. Jika mereka masih belum pergi, jangan salahkan Chandra bertindak kasar.Sekaran
Saat itu, wartawan yang ada di depan gerbang kediaman Naga Hitam menyadari mobil militer itu."Ada mobil militer.""Naga Hitam pasti ada di mobil itu.""Cepat."Kelompok wartawan ini tampak saling mendorong untuk mendekati mobil itu. Sebelum mobil sempat berputar, mereka sudah menghalangi mobilnya."Jenderal, bagaimana ini?" Ekspresi sopir mobil itu tampak bingung.Chandra tahu jika dia tidak turun mobil dan mengatakan sesuatu, dia tidak akan bisa pergi dari sana hari ini. Oleh karena itu, Chandra membuka pintu dan turun dari mobil.Dia sedang mengenakan jubah perang Naga Hitam saat ini. Jubah itu terukir lukisan naga yang terlihat seperti sungguhan, dengan 5 bintang yang disematkan di pundaknya."Jenderal!"Selain wartawan, juga ada banyak warga di tempat itu. Begitu Chandra keluar dari mobil, terdengar sorak-sorai yang riuh. Sekelompok wartawan mengelilingi Chandra dengan wajah yang memerah dan ekspresi gembira.Mereka akhirnya bisa melihat dewa perang yang melindungi Someria."Jende
Chandra menguap. Dia benar-benar lelah dan mengantuk sehingga perlu istirahat sekarang. Tanpa berbasa-basi, dia langsung berbalik dan masuk ke mobil.Chandra memerintahkan si sopir, "Langsung pergi ke Kediaman Naga Hitam.""Baik, Jenderal Naga," sahut si sopir sambil menyalakan mobilnya.Dengan ditatap begitu banyak orang dan disorot begitu banyak kamera, mobil pun perlahan-lahan menuju ke Kediaman Naga Hitam.Dalam sekejap, berita tentang wawancara Chandra langsung tersebar. Berita ini bahkan diterjemahkan menjadi berbagai bahasa dan tersebar di seluruh dunia.Di Kota Rivera, Kediaman Kurniawan.Nova baru bangun dari tidurnya. Beberapa hari ini, dia tidak bisa tidur dengan baik. Dia terus mengikuti berita Gurun Selatan karena tidak berharap pertempuran terjadi.Beberapa hari sudah lewat, tetapi tidak terjadi pertempuran. Nova yang terus merasa tegang akhirnya lega sekarang."Kak, cepat lihat, ada masalah besar!" teriak Hendro begitu Nova keluar dari kamarnya.Beberapa hari ini, Nova s
Teuku benar-benar murka.Beberapa wanita yang berdiri di dalam kamar bahkan gemetaran dan tidak berani bergerak.Setelah melampiaskan emosinya, Teuku akhirnya menjadi lebih tenang. Dia duduk di sofa, lalu mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya.Teuku merencanakan semua ini untuk menyingkirkan Chandra. Namun, Chandra justru tidak mati dan menjadi pahlawan yang berjasa.Setelah pertempuran ini, Chandra pasti akan menjadi makin terkenal. Teuku akan makin kesulitan jika ingin membunuhnya.Bagaimanapun, Chandra harus mati!Teuku mengisap rokoknya sembari memikirkan cara untuk membunuh Chandra."Sepertinya, aku hanya bisa meminta bantuan pria tua itu," gumam Teuku setelah waktu yang lama.Kemudian, dia pun bangkit dan memerintahkan, "Siapkan mobilku."Teuku meninggalkan daerah perkotaan Diwangsa dan menuju ke pinggiran kota.Terdapat sebuah gunung di daerah pinggiran kota ini. Nama gunung ini adalah Gunung Panca. Di atas puncak gunung ini, terdapat pula sebuah kuil.Teuku menaiki gunu
Di Kediaman Naga Hitam, Gurun Selatan.Chandra tidak bisa tidur nyenyak beberapa hari ini. Begitu kembali ke kediamannya, dia langsung berbaring dan tertidur lelap. Dia bahkan tidur sampai malam hari.Tiba-tiba, perutnya keroncongan. Chandra pun bangun dan mengelus perutnya.Begitu menengadah dan melihat ke luar jendela, ternyata hari sudah malam. Chandra mengambil ponsel di sampingnya, lalu mendapati sekarang sudah pukul 20.00.Kemudian, dia melihat ada banyak panggilan tak terjawab di ponselnya, juga ada beberapa pesan yang dikirim Sandra.Chandra mengernyit seraya bergumam, "Apa yang dilakukan wanita ini?"Dia memilih untuk mengabaikan Sandra, lalu mengenakan pakaiannya dan keluar.Saat ini, banyak orang yang berkerumun di luar Kediaman Naga Hitam. Ada banyak penduduk dan wartawan. Para penduduk itu pun kemari dengan membawa bunga atau bendera kecil.Beberapa tentara bersenjata lengkap berjaga di depan Kediaman Naga Hitam. Mereka semua berdiri dengan tegak, seakan-akan tidak melihat
Tara pun hanya memetik dua buah saja. Pasalnya, dengan begitu banyak pesilat Bumi yang memperhatikannya, dia pun tak berani mengambil lebih banyak. Setelah mendapatkan dua buah berwarna ungu itu, Tara pergi dengan perasaan yang sedikit tidak puas. Totalnya ada tiga puluh tiga buah; Santara berhasil mendapatkan sepuluh buah, Tara mendapat dua buah, dan sekarang tersisa dua puluh satu buah."Aku hanya butuh sepuluh buah," Raja Januar berkata sambil memandang para pesilat Bumi.“Ini, rasanya tidak adil, bukan?” Titan akhirnya berbicara. Sebelumnya, dia tetap diam karena merasa tidak memiliki wewenang di hadapan Santara. Namun, setelah Santara mengambil sepuluh buah dan sekarang Raja Januar juga meminta sepuluh, Titan merasa perlu bicara. Di atasnya, masih ada kekuatan Klan Darah, juga Chandra dan yang lainnya, belum lagi Robi yang telah mencapai Alam Kesembilan. Jika Titan tidak berjuang, bisa-bisa dia tidak mendapatkan satu pun buah ajaib itu.Robi pun berkata, "Memang tidak adil. Seti
Chandra menghitung dalam hati—ada 33 buah di pohon itu. Jika Santara benar-benar mengambil 20 buah dan Tara 6 buah, itu sudah 26 buah, hanya menyisakan 7 buah. Dengan jumlah pendekar bumi yang banyak, jelas itu tidak cukup untuk dibagi.“Bagaimana kalau kita adakan pertarungan?” usul Chandra. Mendengar ini, banyak orang langsung memandang ke arahnya. Chandra melanjutkan, “Tidak perlu dibagi dalam kelompok. Kita adakan pertarungan terbuka. Siapa yang menang dan tidak ditantang, berhak mengambil satu buah. Setiap orang hanya boleh mengambil satu buah. Bagaimana?” Chandra tahu bahwa beberapa anak buah Santara memiliki kekuatan yang lebih lemah, jadi jika dilakukan dengan sistem ini, mereka mungkin tidak akan dapat banyak buah. Di sisi lain, di pihak Suku Mistik, mungkin hanya Tara dan Wukon yang mampu bersaing.“Baik, aku setuju,” ucap Robi pertama kali mendukung. “Aku juga setuju.” “Tidak masalah.” Para pendekar bumi pun menyatakan persetujuan mereka.“Aku tidak setuju,” sahut Sa
Seperti apa kekuatan yang layak disebut sebagai Penguasa Kekuatan? Para pesilat bumi bahkan tak bisa membayangkannya. Mereka hanya tahu bahwa masa depan manusia bumi akan sangat sulit. Santara berhenti bicara, dan Chandra pun tak banyak bertanya lagi. Ia duduk bersila di tanah, fokus memulihkan diri. Yang lain juga melakukan hal yang sama. Suasana pun berubah sunyi, terdiam di tengah proses pemulihan. Sambil memulihkan diri, pandangan mereka semua tertuju pada pohon besar dengan bunga ungu, berharap pada hasil akhirnya. Pohon itu memang luar biasa—buahnya tumbuh dengan cepat. Dalam sehari, bunga-bunganya mulai layu dan muncul kuncup buah. Kecepatannya membuat semua orang terkejut. Umumnya, bunga perlu bermekaran selama sebulan lebih sebelum muncul buah, tetapi kini, hanya dalam sehari, sudah ada kuncup buah yang terlihat. Pohon ini benar-benar ajaib. Semua orang menunggu dengan sabar. Satu minggu kemudian, pohon itu telah dipenuhi buah berwarna ungu, seukuran kepalan tangan, ber
“Bunganya saja sudah sewangi ini, bayangkan kalau sudah jadi buahnya nanti,” gumam salah satu pesilat. “Ini pasti benda suci,” tambah yang lain. Banyak orang berbicara dengan kagum, termasuk Chandra yang terpana dengan keharuman dan energi spiritual tempat itu. Energi di sini begitu kuat, beberapa kali lipat lebih kuat dibandingkan di luar. Tanpa banyak bicara, Chandra duduk bersila dan mulai memulihkan diri, begitu pula pesilat lain yang terluka, semuanya memanfaatkan waktu ini untuk mengobati luka mereka. Suasana di tempat itu terasa damai saat semua orang menunggu dengan tenang.Di sela-sela itu, Santara beberapa kali melirik ke arah Nova, kadang terlihat berpikir, kadang mengerutkan kening, seolah memendam sesuatu. Tatapan Santara yang berulang kali ke arahnya membuat Nova merasa tidak nyaman. Sambil duduk di samping Chandra, Nova berbisik pelan, “Sayang, Santara itu terus memandangiku.” Chandra menepuk tangannya dengan tenang dan berkata, “Jangan dipikirkan.” Nova meman
Jamal memanfaatkan Tara sebagai sandera untuk mengancam Santara. Santara menggenggam pedangnya erat-erat, wajahnya suram. Sambil bertarung dengan Raja Januar, dia memperhatikan jalannya pertempuran Tara dan melihat bahwa orang yang mengalahkan Tara ternyata adalah seorang wanita. Dia melirik Nova dengan penuh perhatian. Saat ini, mata Nova sudah kembali normal, dan darah yang mendidih di tubuhnya perlahan mereda, mengurangi aura kuat yang menyelimutinya. “Darah Iblis, ya?” gumamnya pelan. Akhirnya, Santara memilih untuk menghentikan pertarungan. Kekuatan para pesilat kalangan manusia bumi ternyata jauh melebihi dugaannya. Setelah dia menyarungkan pedangnya, Raja Januar pun menghela napas lega. Raja Januar turun ke tanah terlebih dahulu, berhenti di depan Jamal. Nova juga telah keluar dari kondisi transformasinya, wajahnya pucat dan tubuhnya lemas seolah semua energi telah terkuras habis dalam pertarungan sebelumnya. Dengan langkah pelan, dia berjalan menghampiri Chandra. Chan
Saat Tara ragu, Nova sudah menyerang dengan cepat. Dentuman keras terdengar saat pedang mereka bertemu, memicu ledakan energi sejati yang mengguncang ruang di sekitarnya. Nova terlempar ke belakang, tetapi Tara juga terdorong beberapa langkah mundur. Dalam hatinya, Tara terkejut, “Kekuatan yang mengerikan.” Darah dalam tubuh Nova mendidih, seperti gunung berapi yang akan meletus, melepaskan kekuatan besar yang memperkuat tubuhnya. Meski baru mencapai Alam Kesembilan, kekuatan ini membuatnya mampu mengimbangi, bahkan mendorong mundur Tara. “Mati!” Mata Nova yang merah menyala menatap Tara dengan penuh amarah. Ia mengerahkan energi sejati Bintang Iblis, mengalirkannya ke dalam Pedang Keji Sejati, lalu menggunakan jurus Pedang Iblis. Jurus ini kuat dan agresif, penuh dengan energi yang dahsyat, menambah kehebatan serangannya. Dalam wujud yang sudah berubah ini, kekuatan Nova meningkat berkali-kali lipat. Bahkan Tara, yang berada di Alam Mahasakti, mulai kesulitan menahan seranga
Chandra memusatkan seluruh energi sejati semesta, kekuatan darah, dan ototnya, membuat auranya seketika meningkat pesat. Tara mendekat dengan pedang terhunus. TRANG! Kedua pedang saling beradu. Dalam sekejap, Chandra cepat-cepat mengubah jurusnya, langsung mengincar titik lemah di tubuh Tara. Tara terkejut. Ia tidak menyangka bahwa teknik pedang Chandra begitu tidak terduga. Dia dengan cepat mengubah posisinya, berusaha menangkis serangan Chandra. Dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, Chandra sementara ini mampu menahan serangan Tara. Ia juga menggunakan Jurus Pedang Pertama dan jurus Pedang Kilat Semesta, sehingga bisa sejenak bertahan melawan Tara. Hal ini memberi Jamal kesempatan untuk mundur. Jamal segera menarik diri ke kejauhan, mengeluarkan sebotol pil dan menelannya. Melihat Chandra yang bertarung sengit dengan Tara, Jamal tak bisa menahan kekagumannya, “Kuat sekali! Bahkan meski baru melepas dua belenggu, energi sejatinya sudah setara denganku. Kalau berhasil melep
Kedua sosok itu beradu telapak tangan, sehingga Raja Januar terpental jauh ke belakang, sementara Santara hanya mundur beberapa langkah. Dari bentrokan pertama ini, semua orang bisa melihat bahwa kekuatan Raja Januar masih di bawah Santara. Namun, Raja Januar tak gentar. Setelah menstabilkan tubuhnya, dia menghunus pedangnya dan kembali menyerbu ke arah Santara. Pertarungan sengit pun pecah di udara.Jamal, dengan wajah serius, berkata, “Kita harus cepat mengalahkan Tara, agar bisa membantu Ayah nanti.” Chandra mengangguk dan dengan cepat mencabut Pedang Naga Pertama. Bersama Jamal dan Sesepuh Klan Darah, Victor, mereka bertiga menyerbu ke arah Tara. Melihat mereka mendekat, Tara mendengus dingin, “Kalian benar-benar tak tahu diri!” Dia mencabut pedangnya, dan seberkas energi pedang menyebar seperti riak di permukaan air.Ketiganya segera menghindar dan bergerak mengelilingi Tara. Chandra, dengan Pedang Naga Pertama di tangan, melancarkan serangan pedang yang mengerikan. Setelah ber
Suasana hening, semua orang terdiam tanpa seorang pun yang berani bicara. Mereka paham, sekalipun Raja Januar mampu menahan satu sosok Alam Mahasakti, masih ada satu lagi yang menjaga Gunung Bushu. Sosok kedua ini cukup kuat untuk menghabisi semuanya. “Aku sudah melepas belenggu ketiga.” Saat semua orang tenggelam dalam keheningan, Jamal angkat bicara. Perkataan Jamal membuat perhatian semua orang tertuju padanya. Setengah tahun lalu, Raja Januar membunuh Phoenix dan membawa pulang Esensi Phoenix serta Darah Phoenix. Esensi Phoenix diberikan kepada Chandra, namun masih ada sisa Darah Phoenix yang mengandung energi kuat. Dalam enam bulan ini, Jamal berlatih keras dalam pertapaannya, hingga berhasil melepas belenggu ketiga dan kini hanya selangkah lagi menuju Alam Mahasakti. Jamal berkata, “Aku, ditambah Chandra dan Sesepuh Klan Darah, kita bertiga mungkin tidak bisa mengalahkan satu Alam Mahasakti, tapi setidaknya kita bisa menahannya untuk sementara.” “Kalau begitu, ayo kita