Tidak ada satu pun wanita yang berharap kekasihnya dianggap sampah, begitu pula dengan Nova. Dia tahu Chandra punya kemampuan. Lebih tepatnya kemampuan medis. Kemampuan medis yang Chandra miliki sanggup meratakan semua lebih dari 99% dokter yang ada di Jalan Medis Rivera. Hanya saja … Chandra selalu bermalas-malasan.Nova ingin membangkitkan semangat Chandra. Meski hadiah yang ditawarkan Nova sangat menggoda, Chandra tidak ingin terlihat mencolok. Susah payah dia berbaur dengan masyarakat kelas bawah, dan dia masih ingin menikmati hidupnya sekarang.“Sayang, gimana kalau kamu saja yang ikut?”“Chandra, apa maksud kamu? Kalau memang nggak mau, bilang saja. Buat apa nyuruh aku yang ikut? Aku nggak tahu apa-apa soal medis, bahkan obat-obatan saja aku nggak kenal. Terus, kenapa tadi kamu malah nyerang selebritis terkenal? Aku jadi ikutan malu gara-gara kamu.”Nova ingin sekali bicara baik-baik dengan Chandra, tapi Chandra malah tidak senang dengan itu dan membuat Nova marah.“Sayang, bukan
Nova tidak terlalu memikirkannya. Dia tidak suka terlihat mencolok, dan mobil itu hanya akan membuatnya menjadi perhatian banyak orang.Chandra mengendarai Maserati, dan Nova duduk di kursi penumpang. Mobil pun melesat pergi menaiki jalan tol.Rivera Utara adalah kota tetangga Rivera yang juga termasuk salah satu kota besar di negara ini.Mobil melaju dengan stabil di kecepatan 120 km/h, tidak terlalu cepat tapi juga tidak terlalu lambat.“Chan, nanti kita mampir beli hadiah sebentar. Aku juga sudah hampir sepuluh tahun nggak ketemu Kakek Nenek. Kita nggak boleh kelihatan kayak orang susah,” kata Nova seraya menyerahkan kartu kepada Chandra.“Ini kartu yang baru aku bikin. Di dalamnya ada 20 miliar. Kamu pegang saja dulu.”“Sayang, buat apa uangnya sebanyak itu?”“Nih, pegang saja.”Meski sudah hampir sepuluh tahun tidak datang berkunjung, Nova masih ingat persis seperti apa sifat keluarganya. Mereka sangat keras, sama seperti Yani. Nova tidak ingin Chandra menanggung malu nantinya. Ak
Rivera dikenal juga sebagai Kota Obat. Rivera Utara masih bersebelahan dengan Rivera, jadi di Rivera Utara juga masih ada cukup banyak toko yang menjual obat herbal tradisional.Chandra dan Nova mengelilingi daerah pusat kota dan menemukan sebuah toko obat paling besar di sini, yang dikenal dengan nama toko obat “Pertama”.Toko tersebut sangat besar dan mewah, di depan juga ada beberapa perawat yang siap melayani. Seketika baru saja masuk ke toko, aroma obat-obatan pun langsung mewarnai indra penciuman mereka.“Selamat datang,” sambut salah satu perawat yang berjaga dengan senyuman ramah. “Mau cari obat apa?”Tanpa berlama-lama, Nova langsung mengatakan apa yang dia cari, “Aku mau beli ginseng.”“Baik, silakan lewat sini.”Dengan tuntunan si perawat tersebut, Chandra dan Nova dibawa ke sebuah meja yang terdapat banyak kotak-kotak mewah. Kotak-kotak itu berisikan ginseng yang memiliki aroma yang sangat menggoda.“Yang ini ginseng dari Gunung Radan. Ini yang usianya sudah belasan tahun,
“Totalnya 8,6 miliar.”“Lho, memangnya kalau beli nggak boleh lihat-lihat dulu. Masa baru lihat harus langsung beli? Toko apaan ini? Mau nipu?” kata Chandra terkekeh.“Iya. Barang yang sudah dibuka berarti harus dibeli.”Seketika itu datanglah seorang pria dari kejauhan. Pria itu berusia sekitar 30 tahun, memakai kemeja hitam yang hanya dikancing sebagian, kalung emas besar dan diikuti oleh dua orang pria kekar di belakangnya. Banyak pelanggan lain yang langsung melihat ke arah Chandra dan Nova dengan ekspresi meledek. Mereka semua tahu sebentar lagi akan ada tontonan menarik.Pria itu melirik kota yang sudah terbuka dan berkata, “Peraturan di toko ini memang begitu. Ginseng nggak boleh sampai terkena cahaya. Kalau sudah kena cahaya, khasiatnya bakal memudar. Sekarang coba lihat berapa banyak kotak yang sudah kebuka. Mau dijual ke siapa lagi kalau sudah begini?”“Kak Weldy,” sahut Sinta sembari berdiri di depannya dan menlirik Chandra dengan tampang songong.Dari logat Chandra dan Nova
Pria bertubuh besar itu tumbang hanya dengan satu pukulan dan satu tendangan. Raut wajah Weldy pun semakin memuram, siapa pun yang berani menyakiti anak buahnya di daerah kekuasaannya tidak tahu apa bahaya yang menanti mereka.“Nak, kamu tahu tempat apa ini? Ini Rivera Utara. Aku nggak peduli dari mana datangnya kamu, tapi berani menginjakkan kaki di sini, berarti kamu harus tunduk sama yang punya tempat. Cepat berlutut minta maaf.”“Sayang, sudahlah,” kata Nova.Chandra juga malas ribut dengan Weldy, jadi dia mengalah saja dan mengikuti nasihat Nova. Namun perhatian Weldy tertuju kepada tubuh Nova. Dia benar-benar tergoda oleh kecantikannya. Tubuh Nova yang tinggi langsing dan rambutnya yang indah, serta kulitnya yang putih mulus benar-benar membuatnya terlihat cantik.“Jangan harap kalian berdua bisa pergi segampang itu,” ujar Weldy sambil tersenyum sinis. Seraya berkata, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.Chandra tidak ingin berdebat dengan mereka lebih lama lagi,
Saat itu pegawai toko sudah mengusir semua pelanggan yang ada, dan kini di lantai dua hanya tersisa Chandra dan Nova saja.Tak tak tak!Seketika tedengar suara langkah kaki yang kemudian disusul oleh kemunculan beberapa pulu orang di sana. Mereka semua membawa senjata seperti golok, tongkat besi, bahkan batu bata.“Kak Weldy,” sapa salah seorang pria yang berusia 20-an tahun.Nova sontak ketakutan setengah mati sampai wajahnya pucat ketika melihat kedatangan mereka semua. Namun Chandra masih santai saja.“Hahaha, sekarang coba kita lihat apa kamu masih bisa banyak gaya. Cepat berlutut dan minta maaf. Aku janji bakal cuma matahin satu kaki doang. Aku juga pinjam istrimu selama beberapa hari, ya. Anggap saja buat bayar lunas semua utang kamu. Kalau nggak …..”Berani mengusik Chandra, terserah. Namun kalau berani menyentuh Nova sedikit saja, mati.“Kalau nggak, kenapa?” tanya Chandra.“Chan …. Jangan gegabah. Mereka jumlahnya lebih banyak dari kita. Pasti kita sendiri yang kalah. Tadi aku
Nova ketakutan seketika dia mendengar polisi akan datang. Tadinya tidak takut karena merasa tidak bersalah. Awalnya dia hanyalah pelanggan yang ditipu oleh pihak toko, tapi Chandra sudah melukai begitu banyak orang dan bisa saja dianggap bersalah.Masalah ini sebenarnya bisa dibilang masalah kecil, tapi juga bisa dikatakan sebagai masalah besar. Kecil karena masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan kata-kata. Namun di sisi lain, masalah ini juga bisa dianggap besar karena sudah melibatkan korban.“Chan, gimana, nih. Kita harus gimana?! Oh ya, keluarga mamaku kan ada yang di militer, coba aku minta bantuan mereka.”“Say, beneran nggak apa-apa, kok. Nggak perlu ngerepotin mereka. Aku bisa tangani semua ini, percaya, deh ….”Saat itu terdengar suara langkah kaki dari beberapa belas orang polisi yang baru saja naik. Mereka semua tercengang ketika melihat kekacauan yang telah terjadi. Melihat Chandra yang sedang duduk santai, mereka pun berpikir apakah semua ini hasil perbuatannya?“
Total ada sebelas orang yang mendekat, dan empat di antaranya memegang pistol. Tangan Chandra meraba ke belakang untuk mengambil jarum andalannya.Ketika para polisi itu mendekat, Chandra langsung mengayunkan tangannya dengan cepat. Sontak, empat batang jarum perak melesat dan menancap di tubuh mereka. Jarum-jarum yang menancap tepat di titik akupunktur membuat mereka tidak bisa bergerak dan merasa kebas.Kejadian ini membuat Weldy dan Tintin tertegun, bahkan Nova pun sampai menganga lebar. Setelah sekian lama menikah dengan Chandra, Nova tidak pernah tahu kalau suaminya ternyata menguasai jurus secanggih ini. Tidak hanya menumbangkan puluhan orang sendirian, tapi Chandra juga bisa menaklukkan begitu banyak polisi sekaligus dengan jarum peraknya? Luar biasa.Chandra duduk kembali sambil mengisap sebatang rokok. Dia menarik napas dalam-dalam dan bertanya kepada Tintin, “Kamu namanya Tintin, ya? Aku ini lagi nolongin kamu. Kalau kamu masih mau bawa aku, masalah ini bakal jadi tambah besa
Yamesa adalah sosok yang sangat kuat. Dia telah mencapai Alam Mahasakti dan berhasil membuka empat segel tubuh manusia. Dengan kekuatan ini, di bumi, dia hampir tak tertandingi. Yamesa selalu berpikir bahwa di bumi, tempat seni bela diri sudah mulai memudar, dia bisa bertindak semaunya. Dia bahkan berambisi untuk merebut Negara Naga dan menjadi rajanya. Namun, ambisi itu hancur ketika dia bertemu seorang pemuda bernama Chandra. Hanya dengan satu serangan, Chandra menghancurkan Yamesa. Tulang di lengan Yamesa hancur berkeping-keping. Dia jatuh ke tanah dengan keras, mencoba bangkit dengan susah payah. Wajahnya dipenuhi ketakutan saat menatap Chandra. "Kamu ... kamu siapa sebenarnya?" Yamesa bertanya dengan suara bergetar. "Dari aliran mana asalmu? Bahkan di Alam Niskala, aku belum pernah mendengar tentangmu. Apa kamu juga berasal dari Alam Niskala?!" Sebagai pendekar hebat dari Alam Niskala, Yamesa telah bertemu dengan banyak talenta muda di sana. Jikapun dia belum bertemu la
Saat seorang murid dari Paviliun Pedang melancarkan serangannya dengan kekuatan penuh, kecepatannya begitu luar biasa hingga Paul dan yang lainnya hanya bisa tertegun, wajah mereka dipenuhi keterkejutan. Namun, di tengah situasi genting itu, Chandra mengangkat tangannya. Dengan dua jari, ia menjepit pedang panjang yang diarahkan padanya. Murid Paviliun Pedang itu terhenti. Ia baru saja melangkah ke Alam Mahasakti, mengerahkan seluruh kekuatannya. Tapi serangannya bahkan tidak membuat Chandra, pria berbaju hitam di depannya, mundur sedikit pun. Siapa sebenarnya orang ini? pikirnya, kebingungan. Ekspresi Chandra tetap datar. Ia menekan pedang itu dengan sedikit kekuatan. Krek! Pedang itu patah, dan dalam sekejap, energi dahsyat dari Chandra menghantam tubuh murid Paviliun Pedang, membuatnya terpental beberapa langkah ke belakang. "Apa-apaan ini?" Yamesa berseru, wajahnya penuh keterkejutan. Yamesa sangat mengenal kekuatan adik seperguruannya, seorang yang baru saja menembus A
Chandra merasakan sesuatu dari dalam istana. Seketika itu juga, amarahnya meluap. Dengan langkah berat penuh kemarahan, dia berjalan masuk ke dalam istana. Di pelataran luas di depan aula utama istana, tergeletak puluhan mayat di atas tanah. Semua mayat itu memiliki luka tusukan tepat di jantung, mati dalam satu serangan. Sementara itu, Paul, Maggie, Sandra, Arya, dan yang lainnya berdiri dengan ekspresi tegang, memandangi Yamesa beserta rombongannya. Yamesa, dengan tatapan penuh kesombongan, menatap ke arah Sandra. Mata hitam legamnya bergerak-gerak, memindai tubuh Sandra dari atas ke bawah. Dia tersenyum puas, melihat lekuk tubuh Sandra yang anggun dan wajahnya yang cantik. “Bagus sekali. Kamu jadi yang pertama,” ucap Yamesa sambil melangkah mendekat. Dia mengulurkan tangannya, mengangkat dagu Sandra. Sandra ingin melawan, tapi tubuhnya tak bisa bergerak. Titik-titik vitalnya telah ditutup rapat oleh Yamesa. “Bajingan! Apa yang ingin kau lakukan?” Sandra berteriak marah
Wajah mereka semua tampak penuh ketegangan. "Bagaimana, tidak ada yang mau bicara?" Pria yang memimpin, Yamesa, berkata dengan nada dingin, "Kalau tidak ada yang bicara, maka aku hanya punya satu pilihan: membunuh." Srett! Dia tiba-tiba menghunus pedangnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakannya dengan jelas. Hanya ada kilatan cahaya pedang, dan seketika itu juga, para prajurit bersenjata yang berada di sekitarnya roboh dalam genangan darah. Semua tewas dengan satu tebasan. Melihat prajurit mereka dibantai, para petinggi Negara Naga dipenuhi amarah. Paul berbicara dengan suara dingin, "Jangan terlalu memandang rendah kami." Namun, seorang pria di belakang Yamesa tiba-tiba mengayunkan tangannya. Dengan tenaga besar yang menyapu udara, tubuh Paul ditarik paksa ke arahnya. Pria itu mencengkeram rambut Paul dan menampar wajahnya dengan keras. Wajah Paul yang gelap langsung memerah dengan bekas tamparan. Dalam hitungan detik, wajahnya bengkak, dan darah mengalir dari sudut
Waktu yang tersisa untuk bumi kini hanya tinggal enam tahun. Enam tahun lagi, kiamat akan datang. Saat ini, manusia di bumi sama sekali belum memiliki kemampuan untuk menghadapi akhir dunia. Satu Alam Niskala saja sudah membuat manusia di bumi berada di ambang keputusasaan. Jika segel itu terbuka, dunia-dunia lain seperti Alam Niskala akan menyatu dengan bumi, dan itulah saat yang benar-benar menjadi akhir bagi umat manusia. Apalagi, makhluk-makhluk Alam Niskala yang muncul sekarang hanyalah yang terlemah. Para makhluk terkuat tidak bisa melewati segel untuk muncul di bumi. “Hal yang paling mendesak sekarang adalah membereskan makhluk-makhluk Alam Niskala yang sudah muncul di bumi, demi memberi waktu bagi umat manusia untuk berkembang,” pikir Chandra dalam hati. Dia sudah memiliki rencana. Namun, untuk mewujudkan semua itu terasa seperti tugas yang mustahil. Satu Jayhan dan satu Jaymin saja sudah sangat merepotkan, belum lagi, berdasarkan informasi yang dia dapatkan, sekar
Tiga tahun telah berlalu, kini Chaca sudah berusia empat tahun. Chandra merasakan rindu pada putrinya. ia sadar, dirinya bukanlah seorang ayah yang baik. Memikirkan hal itu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. Tak lama kemudian, dia meninggalkan Gunung Langit. Chandra menuju kota terdekat dari Gunung Langit untuk membeli sebuah ponsel dan langsung masuk ke forum pesilat. Chandra mulai mencari tahu apa saja yang telah terjadi selama tiga tahun terakhir. Melalui pembahasan di forum, Chandra mengetahui bahwa tiga tahun lalu dia hampir saja berhasil membunuh Jayhan. Namun, Jayhan terlalu kuat. Meski Chandra telah menggunakan ilmu pamungkas hingga tubuhnya hancur dan jiwanya lenyap, dia tetap gagal membunuh Jayhan. Namun, perlawanan itu membuat Jayhan terluka parah. Setelah itu, Robi bersama anak buahnya berhasil menangkap Jayhan hidup-hidup. Meski Jayhan tidak dibunuh, dia dipenjarakan. Alasannya, Jayhan memiliki latar belakang yang sangat besar. Jika dia dibunuh sembara
Bagi seorang penjaga yang pernah mengalami Zaman Kegelapan, keadaan saat ini terasa seperti masa yang damai. Penjaga itu tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa kondisi dunia luar sekarang. Namun, hal ini cukup membuat Chandra merasa lega. Jika penjaga tidak merasa perlu mengkhawatirkan keadaan di luar, berarti dunia luar masih relatif tenang. “Penjaga, bagaimana caranya agar aku bisa hidup kembali?” Chandra memandang penjaga itu dengan penuh harapan. Ia sangat ingin hidup kembali, ingin keluar dari tempat ini dengan tubuh yang baru. Penjaga itu melirik Chandra sejenak, lalu menggerakkan tangannya dengan santai. Seketika, Chandra merasakan tubuh jiwanya terangkat, seakan tidak terkendali, perlahan melayang ke arah tubuh di tanah. Di saat yang sama, tangan penjaga memunculkan simbol-simbol misterius. Ia mulai melafalkan mantra yang tidak dipahami Chandra. Satu per satu simbol itu masuk ke dalam tubuh Chandra yang terbaring. Sekitar lima menit berlalu. Chandra, yang terbar
Chandra terdiam sejenak, lalu berkata, “Apa ini tentang suku di dalam tempat penyegelan?” Penjaga menggeleng pelan. “Lupakan. Kalau aku jelaskan sekarang, kamu tidak akan mengerti. Nanti aku akan memberitahumu. Untuk sekarang, aku membawamu ke sini karena aku berniat menggunakan Teratai Iblis ini untuk membentuk kembali tubuhmu.” “Apa?” Chandra tertegun. Ia memandang bunga teratai yang mengeluarkan kabut hitam di depannya, lalu bertanya, “Menggunakan bunga ini untuk membentuk kembali tubuhku?” “Benar.” Penjaga itu mengangguk. “Bunga ini didapatkan dengan susah payah oleh leluhur Bumi. Bunga ini terkait dengan rencana besar yang luar biasa. Namun, aku belum bisa memberitahumu banyak sekarang. Terlalu banyak yang kukatakan hanya akan membebani pikiranmu. Yang bisa kukatakan adalah kamu mendapatkan peluang besar dan keberuntungan yang luar biasa.” Dia berbalik menatap Teratai Iblis. “Bunga ini dulu milik seorang ahli super yang kekuatannya melampaui bayanganmu. Jika aku menggunak
Tugas seorang prajurit adalah melindungi rakyat. Itulah tanggung jawab dan kewajiban yang telah terasah selama lebih dari sepuluh tahun Chandra menjalani kehidupan sebagai seorang pejuang. Jika semua orang hanya memilih mundur dan tidak ada yang berani maju, dunia ini akan hancur. “Ya,” Sang Penjaga mengangguk pelan. Dia setuju dengan apa yang dikatakan Chandra. Sejak zaman purba, berkat keberadaan orang-orang seperti itu lah, Bumi bisa tetap terjaga hingga sekarang. “Penjaga, apakah aku masih punya harapan untuk hidup?” Chandra, yang kini hanya berupa tubuh astral, memandang sang Penjaga dengan penuh harap. Dia tidak ingin mati. Masih banyak hal yang harus dia lakukan, masih banyak hal yang belum selesai. “Masih ada harapan,” ujar Penjaga dengan suara pelan. “Namun, dengan hidupmu yang baru nanti, tanggung jawabmu akan menjadi lebih besar, dan tekanan yang kau rasakan akan jauh lebih berat.” Chandra, tanpa ragu, berkata, “Aku siap menanggung semuanya.” Sang Penjaga melamb