"Jika kamu kalah, bagaimana?" tanya Wanto sambil menyipitkan matanya, memandang Nova yang masih memakai topeng. Dia tampak santai, seolah tidak terlalu menganggap serius pemimpin Langit Mistika yang baru-baru ini namanya menyebar luas itu."Kalau aku kalah, aku dan murid-murid Langit Mistika akan meninggalkan Kelompok Gunung Langit dan takkan pernah lagi menginjakkan kaki di sini," balas Nova dengan tenang."Tidak semudah itu. Datang kemari berarti harus meninggalkan sesuatu di sini," ujar Wanto, ekspresinya berubah serius. Aura yang mengerikan segera meledak dari tubuhnya. Aura itu menembus awan dan menyibaknya ke seluruh arah.Langit yang tadinya gelap kini menjadi cerah berkat sinar matahari yang menembus. Baik murid-murid Kelompok Gunung Langit maupun Langit Mistika mundur beberapa langkah.Nova tetap berdiri tegak, dengan jubahnya yang bergerak tertiup angin. "Tetua, pedangnya!" seru Maniso sembari melemparkan Pedang Es ke arah Wanto. Wanto menangkapnya dengan sigap.Nova meng
Pandangan Wanto beralih. Dia memandang fokus pada Pedang Keji Sejati di tangan Nova. Wanto sangat menyadari betapa mengerikannya pedang ini. Dulu, saat di gua salju, ketika Wanto memegang pedang tersebut, ia nyaris dikendalikan olehnya. Itu adalah sebuah pedang yang bisa mengontrol dan mempengaruhi pikiran seseorang.Pedang itu adalah senjata yang sangat ampuh. Kini dengan kekuatan yang lebih besar, Wanto yakin dirinya bisa mengendalikan Pedang Keji Sejati."Robi, berikan itu padaku," kata Wanto sambil mengulurkan tangan dan berkata dengan suara dingin, "Kamu nggak akan bisa mengendalikan pedang ini. Pedang ini hanya akan membawamu ke jurang kehancuran. Serahkan padaku. Aku akan menghancurkan Pedang Keji Sejati itu."Wanto mengira bahwa Nova adalah Robi, karena hanya dia dan Robi yang pernah melihat Pedang Keji Sejati. Setelah keluar dari tempat semedinya, Wanto telah pergi ke gua salju. Tetapi saat dia datang, Wanto tidak menemukan Pedang Keji Sejati itu. Wanto menduga bahwa Robi
Wanto menghindar dan muncul di kejauhan. Wajahnya tampak serius dan aura kekuatannya terus meningkat. Pedang Es mengambang di depan Wanto. Ujung pedangnya mengarah ke Nova, berputar terus-menerus. Seiring berputarnya Pedang Es, udara di sekitar mereka seketika membeku dan menciptakan beberapa bongkahan es yang membentuk beberapa Pedang Es. Dalam sekejap, ratusan pedang es terbentuk menggantung di udara."Serang!" seru Wanto sambil mengayunkan tangannya. Ratusan Pedang Es menerjang dengan dahsyat. "Hancurkan!" Nova bersuara rendah, memecahkan kesunyian. Pedang Keji Sejati menebas, menciptakan deretan cahaya pedang yang menghancurkan serangan Pedang Es Wanto. Sementara itu, Wanto kembali mengambil Pedang Es-nya dan dengan kecepatan tinggi menyerang Nova, menusuk ke titik vitalnya. Nova mengangkat pedangnya untuk bertahan.Suara dentuman keras terdengar di udara. Kekuatan dahsyat dari keduanya bertabrakan.Boom! Ruang kosong terbelah. Keduanya mundur terdorong. Nova merasa len
"Pedang Keji Sejati berhasil mematahkan Pedang Es, tapi pada saat yang kritis, Wanto juga berhasil memberikan pukulan keras pada Nova. Pukulan itu mengenai bagian tubuh vitalnya. Meski elixir tortuga di dalam tubuh Nova sangat kuat, dia tetap merasa kesakitan. Nova jatuh ke tanah, merasakan sakit yang menyeluruh. Nova seakan tidak mampu lagi mengumpulkan sedikit pun kekuatan di tubuhnya. "Wanto menakutkan," pikir Nova, wajahnya pucat di balik topeng. Darah segar mengalir dari sudut mulut Nova. Beruntung Wanto mengira Nova adalah Robi, sehingga dia sedikit menahan diri. Jika tidak, Nova pasti tidak akan bisa bertahan. Nova berusaha bertahan dengan sakitnya, lalu bangkit dengan susah payah. Nova duduk bersila di tanah, memaksa energi sejatinya dan kekuatan elixir tortuga untuk menyembuhkan luka-luka di tubuhnya.Di kejauhan, murid-murid Kelompok Gunung Langit dan Langit Mistika telah bubar. Mereka tidak menyangka pertarungan akan berakhir begitu cepat. “Menang, pemimpin kita mena
Para anggota Kelompok Gunung Langit yang lain tidak mengucapkan sepatah kata pun. Mereka kehilangan semangat untuk berbicara setelah melihat tetua mereka, Wanto, dikalahkan dan melarikan diri. Melihat keragu-raguan Maniso, Nova melanjutkan, "Aku tahu Pak Maniso punya kekhawatiran, tetapi biar kujelaskan. Langit Mistika bukan aliran jahat. Tujuan dari berdirinya Langit Mistika adalah untuk stabilitas Someria.""Kura Sakti terbunuh, inti dalamnya terbagi menjadi beberapa bagian, semuanya direbut oleh pesilat-pesilat hebat. Apa Pak Maniso tidak merasakan bagaimana aura Wanto menjadi lebih kuat?" kata Nova. "Wanto juga mendapatkan sebagian dari inti dalam. Setelah dia menyatukan inti dalam Kura Sakti, dia pasti akan dikuasai oleh keinginan tak terbatas. Bisa kupastikan, Wanto saat ini bukanlah Wanto yang dulu."Seorang murid Kelompok Gunung Langit berdiri dan membantah, "Jangan mencemarkan nama baik tetua kami! Tetua kami tidak bisa difitnah sembarangan oleh orang sepertimu." "Cari mat
Setelah merebut kembali Kelompok Gunung Langit, Nova bersama orang-orang Langit Mistika segera meninggalkan tempat tersebut. Mereka telah meninggalkan wilayah Kelompok Gunung Langit ketika seseorang bertanya, "Pemimpin, apa selanjutnya kita akan menuju Perbatasan Barat, ke keluarga Aryani di Gunung Xira?"Nova menghentikan langkahnya dan berkata, "Tidak untuk saat ini. Kita perlu membangun momentum terlebih dahulu. Sebarkan berita tentang kekalahan leluhur Kelompok Gunung Langit, Wanto, dan informasikan bahwa Kelompok Gunung Langit kini tunduk pada Langit Mistika." Setelah memberikan instruksi tersebut, Nova segera pergi sendirian.Dia terluka, dan lukanya cukup parah. Kondisi Nova saat ini tidak memungkinkannya untuk pergi ke keluarga Aryani. Dia harus segera mengobati lukanya. Setibanya di tempat terpencil, Nova tidak bisa bertahan lebih lama dan jatuh terkulai di tanah. Darah segar menetes dari topengnya, membasahi lehernya yang putih.Nova tidak benar-benar meninggalkan Kelomp
Sonia segera berdiri dan menarik tangan Nova, meraba nadinya.Begitu menyentuh tangan Nova, Sonia merasakan hawa dingin menusuk tulang. Dia berusaha menahan diri sambill terus memeriksa denyut Nova. Setelah mengetahui kondisi luka Nova, wajah Sonia berubah. Sonia bertanya, "Apa yang terjadi? Bagaimana bisa lukamu begitu parah?"Nova mengambil tisu dan menyeka darah di sudut mulutnya, lalu berkata dengan suara lemah, "Saat bertarung dengan Wanto, aku terkena pukulannya. Dia sudah berhasil memurnikan inti dalam dari Kura Sakti, kekuatannya mengerikan. Tapi dia mengira aku adalah Robi, agak takut-takut. Jika tidak, mungkin aku nggak akan bisa pulang hidup-hidup." Setelah sempat menahan lukanya di dekat Kelompok Gunung Langit, Nova bergegas kembali ke Diwangsa. Dia tahu, di luar sana tidak aman. Hanya dengan kembali ke Diwangsa lah Nava baru akan bisa tenang untuk menyembuhkan diri.Sepanjang perjalanan, dia terus menahan sakitnya, dan berpura-pura sebagai turis biasa. Setelah sampai
Chandra, bersama Paul, seratus Pasukan Naga Hitam, dan seratus Pasukan Api Merah, meninggalkan Someria menuju Kekaisaran Elang Besar. Sementara itu, Nova mengumpulkan para murid Langit Mistika, berkumpul di Kelompok Gunung Langit. Demi menaklukkan mereka, Nova berduel dengan leluhur Kelompok Gunung Langit, Wanto. Dia menggunakan Pedang Keji Sejati untuk memotong Pedang Es milik Kelompok Gunung Langit, hingga membuat Wanto ketakutan dan melarikan diri. Namun demikian, Nova juga terkena satu pukulan mematikan dari Wanto.Wanto menggunakan Telapak Genrei, sebuah teknik bela diri licik dan beracun yang diciptakan oleh seorang iblis ratusan tahun lalu.Teknik bela diri itu terkenal dalam sejarah. Teknik bela diri ini telah menghilang selama ratusan tahun dan muncul lagi beberapa puluh tahun lalu di tangan Robi. Robi, yang dicap sebagai orang tanpa kemampuan apa-apa oleh keluarga Atmaja, tidak diterima oleh keluarga itu. Sekarang, Wanto malah kembali menggunakan teknik bela diri ini.
Keesokan harinya, Nova tiba-tiba membuka matanya dan cahaya putih tampak bersinar dari matanya yang gelap. Dia perlahan berdiri lalu meregangkan ototnya dan merasakan kekuatan yang sangat dahsyat dari dalam tubuhnya. Wajahnya seketika menunjukkan sedikit kegembiraan.“Nova, selamat,” ujar si penjaga sambil melangkah menghampiri Nova. “Akhirnya, energi iblis di tubuhmu berhasil dimurnikan setelah berusaha selama bertahun-tahun. Sekarang, tubuhmu sudah tidak lagi memiliki energi iblis dan hanya memiliki darah murni dari empat hewan keberuntungan. Nantinya, kamu bisa membangkitkan kekuatan sesungguhnya dari keempat hewan itu,” jelas si penjaga dengan raut wajah gembira. Sosok Akar Dewa Murni adalah sosok yang sangat menakutkan. Bahkan biasanya jarang sekali terjadi kelahiran sosok seperti ini dalam puluhan ribu tahun. Namun anehnya, beberapa Akar Dewa Murni justru bermunculan di zaman ini. Hal ini bagaikan sebuah pepatah, pahlawan akan hadir seiring berjalannya waktu. Nova mungkin adala
Chandra masuk ke dalam kota di bawah arahan Sasa. Kota ini benar-benar besar. Chandra belum bisa masuk ke dalam area kota karena kekuatannya masih belum cukup, sekalipun dia sudah menjadi pemilik dari istana Abadi. Chandra harus meningkatkan tingkat kekuatannya jika dirinya ingin menguasai Istana Abadi sepenuhnya. Salah satu area yang tidak dapat dimasuki Chandra saat ini adalah Ruang Waktu. Namun, dia bisa dengan mudah masuk ke dalam area-area tersebut karena dia datang bersama dengan Sasa yang memandunya. Di dalam kota, terdapat sebuah halaman yang berdiri sendiri. Halaman itu dikelilingi dengan tembok yang menjulang tinggi dan terukir beberapa tulisan kuno di atasnya dengan pancaran cahaya misterius. Chandra juga bisa melihat terdapat tulisan kuno yang berputar di langit yang berada di atas halaman luas itu. Sasa membawa Chandra ke area luar halaman lalu berkata sambil menunjuk ke arah halaman, “Ini adalah Ruang Waktu. Kamu masih belum bisa membuka ruangan itu dengan kekuatanmu s
Chandra menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Tidak.”“Dasar bodoh! Perhatikan baik-baik! Aku akan melakukannya lebih lambat kali ini.”Sasa kembali menghunuskan pedangnya dan menyerang. Chandra bisa melihat gerakan Sasa dengan sedikit ebih jelas kali ini. Chandra melihat jurus pedangnya sendiri ketika Sasa mengangkat pedang. Jurus pedang yang bisa dilihatnya, yaitu Rahasia 13 Pedang dan Ilmu Pedang Dantra. Selain itu, dia juga melihat Jurus Pedang Pertama dengan samar. Bisa dibilang, Chandra bisa melihat semua teknik pedang yang dipelajarinya dalam gerakan pedang Sasa. Namun, pedang Sasa sudah kembali menyentuh dadanya sebelum dia sempat bereaksi. “Kamu sudah melihatnya dengan jelas, kan?” tanya Sasa lagi. Chandra mengangguk lalu berkata, “Aku bisa melihatnya sedikit lebih jelas. Aku bisa melihat bayangan teknik pedang yang familiar bagiku.”“Bagus.”Sasa mengangguk lalu kembali berkata, “Sekarang, perhatikanlah sekali lagi!”Kemudian Sasa kembali menghunus pedangnya dan kembali m
Sasa menatap Chandra sambil tersenyum lalu berkata, “Buah keberuntungan memang bagus, tapi kamu belum bisa menggunakannya sekarang. Selain itu, satu orang hanya boleh menggunakan satu buah. Lagi pula, kamu masih bisa menggunakan dua buah lainnya karena di rumah ini ada tiga buah keberuntungan. Jadi, bagaimana? Apa kamu mau aku ajari dengan syarat itu?”Chandra mengusap dagunya. Apa sebenarnya buah keberuntungan itu? Selain itu, Chandra merasa Sasa sedang berusaha mengelabuinya, tapi dia membutuhkan bantuan Sasa untuk mengajarinya beberapa jurus. Chandra menggertakkan giginya setelah berpikir sejenak lalu menyetujui syarat yang diajukan Sasa. “Oke, aku setuju.”“Hehe, bagus kalau begitu,” ujar Sasa sambil tertawa puas lalu menghilang dalam sekejap mata. Sepuluh detik kemudian, Sasa muncul sambil membawa buah berwarna putih yang sedikit lebih besar dari apel di tangannya. Cahaya yang misterius tampak mengalir di buah itu yang tampak sangat misterius. Sasa memegang buah itu dengan wajah
Chandra tidak bisa masuk kembali ke Pustaka Agung karena dia harus meningkatkan kultivasinya lagi jika ingin masuk ke sana. Jadi sekarang, dia hanya bisa mengandalkan roh penunggu untuk membantunya berlatih. Bagaimanapun juga, roh penunggu itu sudah menjadi pengikut Kaisar Ceptra sejak ribuan tahun lamanya, jadi dia pasti sudah menguasai jurus dan teknik bela diri yang luar biasa.“Syut!”Sebuah bayangan tiba-tiba muncul. Tubuh laki-laki itu perlahan berubah nyata sampai akhirnya menjadi sosok seorang manusia sesungguhnya. Laki-laki tua itu mengenakan jubah abu-abu dengan rambut putih dan berjanggut. Dia tersenyum ke arah Chandra lalu bertanya, “Tuanku, ada apa?”Ini adalah pertama kalinya Chandra melihat sosok asli si roh penunggu. Namun, semua itu tidaklah penting sekarang. Karena kedatangannya ke Istana Abadi adalah untuk mempelajari beberapa jurus baru. Walaupun Chandra sangat percaya diri dengan kemampuannya saat ini, alangkah baiknya jika dia mempelajari beberapa jurus dan tekni
Chandra menyetuji persyaratan yang diajukan Dusky. Kesalahannya akan diampuni kalau sampai dia berhasil menang. Namun, mereka akan membunuh seluruh manusia bumi kalau sampai dia kalah. Ini artinya, Chandra mempertaruhkan nyawa seluruh manusia bumi. Namun, Chandra yakin dia tidak akan kalah. “Kamu yang menentukan kapan dan di mana pertarungan akan dilaksanakan,” ujar Chandra tenang. “Kalau begitu, pertarungan akan dilaksanakan seminggu dari sekarang di Gunung Bushu,” jawab Dusky.“Oke,” balas Chandra sambil mengangguk. Kemudian dia berbalik dan pergi di bawah tatapan orang-orang. Senyuman di wajah Dusky seketika membeku dan berubah muram setelah Chandra pergi. Dia berbalik dan memasuki istana penguasa kota bersama para prajurit kuat di belakangnya. Di dalam istana penguasa kota. Dusky duduk di kursi utama sambil menatap Anak Dewa yang berada di bawahnya lalu bertanya dengan tenang, “Anak Dewa, apa kamu yakin bisa membunuh Chandra?”Anak Dewa berkata dengan nada meremehkan, “Chandra
Chandra mengernyitkan keningnya. Laki-laki yang berada di depannya saat ini seharusnya adalah Dusky. Namun, Chandra tidak mengira kalau Dusky adalah laki-laki yang populer di kalangan perempuan. Chandra mengenal beberapa orang yang berjalan di belakang Dusky. Mereka adalah Anak Dewa, Jayhan, Candra dan Haraza. Selain itu, ada beberapa orang lagi yang Chandra tidak kenal.“Penguasa Kota.”Beberapa penjaga menyapa Dusky dengan hormat ketika dia berjalan keluar. Dusky berjalan ke arah Chandra dan berhenti beberapa meter di depannya. “Kamu Chandra, ya?” tanya Dusky sambil menatap Chandra dan tersenyum. “Benar,” jawab Chandra cepat. Kemudian Dusky berkata dengan lembut, “Kamu tahu kan kalau di kota ini dilarang untuk bertarung? Aku menetapkan peraturan ini untuk menciptakan perdamaian di kota ini. Tapi, kamu justru membunuh orang ketika kamu muncul di sini. Perilakumu itu tentu saja sudah melanggar peraturanku. Aku harus memberimu pelajaran agar tidak ada lagi yang berani melakukan hal
Chandra yakin dirinya bisa membunuh Anak Dewa. Oleh karena itu, Basita tidak berusaha menghentikannya. “Chandra, aku tidak akan menghentikanmu jika kamu sudah bertekad untuk membunuh Anak Dewa. Tapi, Anak Dewa bukanlah makhluk terkuat dari dunia lain. Sosok yang terkuat adalah Dusky yang sudah mencapai tingkat enam Alam Trasenden. Ada enam tingkatan di Alam Trasenden dan orang yang sudah melampaui tingkat enam akan masuk ke dalam Alam Suci.”“Kamu tidak boleh bertindak gegabah ketika kamu pergi ke Kota Dusky lagi. Kamu harus berbicara dengan baik agar Dusky mengizinkanmu untuk menghadapi Anak Dewa. Kamu juga harus membuat Dusky berjanji, masalah ini selesai jika Anak Dewa berhasil kamu bunuh.”“Apa kamu mengerti?”Chandra berkata dengan santai, “Ya, aku mengerti. Lagi pula, aku punya caraku sendiri.”Chandra pergi setelah selesai berdiskusi dengan Basita tentang niatnya untuk menantang Anak Dewa. Setengah hari kemudian, Chandra sudah muncul kembali di Gunung Bushu lalu bergegas pergi
Bagaimana mungkin Chandra bisa menanggapi dengan santai apa yang terjadi di Kota Dusky? Chandra menatap prajurit yang menghadangnya dengan tenang. Kemudian dia berkata, “Kedatanganku ke sini karena ingin menemui Basita. Aku akan pergi ke Kota Dusky setelah bertemu dengan Basita.”“Oke, kamu tunggu di sini. Aku akan melapor dulu.”Salah satu dari beberapa prajurit itu berbalik dan pergi, sedangkan prajurit lainnya menatap Chandra dengan waspada. Namun, Chandra tidak terlalu memikirkan sikap dingin para prajurit ini. Lagi pula, prajurit dari dunia lain memang sangat kuat, jadi wajar saja kalau prajurit bumi takut untuk menyinggung mereka. Chandra pasti akan melakukan hal yang sama kalau saja dia berada di posisi para prajurit bumi. Bagaimanapun juga, para prajurit dunia lain sudah banyak memakan korban manusia bumi. Tidak lama kemudian, prajurit yang melapor kembali lalu berkata, “Ketua bersedia bertemu denganmu. Ketua ada di gunung belakang.”Chandra melangkah maju dan mulai menaiki